Kei
dan Emily sudah berada di bandara. Mereka sedang bersiap-siap menuju Tokyo. Mereka duduk di ruang tunggu bandara.
“makanlah
ini. Tadi kau belum sempat makan, Emily”
“ya,
trimakasih”
Emily
memakan roti pemberian Kei.
“trimakasih,
Kei. Kau sudah mengabulkan keinginanku”
“setelah
aku pikir-pikir, idemu ada benarnya juga. Aku ingin anakku dilahirkan di Jepang,
bukan di Amerika. Tapi tetap saja aku masih khawatir denganmu walaupun kau nanti
akan tinggal dengan papa. Kau tetap saja sendirian disana”
“aku
bukan orang yang manja, Kei!”
“hmmm...
sifat aslimu muncul lagi, Ms. Grey”
Emily
hanya bersungut-sungut sementara Kei hanya tersenyum melihat kelakuan Emily. Ia
lalu merengkuh bahu Emily.
“kau
senang, kan?”
Emily
mengangguk.
“aku
ingin mencoba hidup disana. Kalau nanti ternyata aku tidak betah, aku bisa
menelponmu untuk menjemputku kembali”
“boleh.
Semoga saja kau betah disana. Aku tak mau kau melupakan asal usulmu. Kau lihat?
Walaupun aku juga bukan orang Jepang asli seperti kamu, tapi aku tetap
menjunjung tinggi adat keluargaku”
Emily
menatap Kei yang memang juga berdarah campuran.
“aku
tahu. Kau membuatku semakin mencintaimu, Kei”
Mereka
segera masuk ke pesawat yang akan membawa mereka ke Tokyo.
Di
Tokyo, mereka dijemput oleh Yamada Yasuo sendiri.
“mengapa
papa yang menjemput kami?”
“aku
sedang tidak sibuk. Jadi aku ingin menjemput kalian. Sudah lama kita tidak
bertemu”
“kita
berpisah baru beberapa minggu yang lalu, pa”
“hhh...
tetap saja aku merindukan kalian. Terutama kau, Emily. Aku ingin segera
menimang cucu”
Jalanan
Tokyo sangat ramai. Yamada Kei yang memegang kemudi.
“itu
juga yang menjadi alasan kami kemari, pa”
“maksudmu?”
“Emily
ingin tinggal disini. Ia ingin melahirkan disini”
“perfect!
Kau bisa menemaniku, Emily. Aku akan sangat senang sekali kau bisa tinggal
disini”
“ini
memang idenya, pa. Setelah kupikir ada benarnya juga. Aku juga ingin anakku
dilahirkan disini”
“aku
akan menyiapkan seorang pelayan khusus untukmu, Emily”
“tidak
perlu repot-repot, pa. Aku terbiasa mengurus sendiri”
“aku
tidak mau ambil resiko, Emily. Kau harus jaga kesehatanmu. Apalagi kau pernah
pendarahan waktu itu. Tetap aku tak mau ambil resiko!”
Kei
hanya tersenyum sambil melihat ke arah Emily yang duduk di belakang melalui
kaca spionnya. Tak lama kemudian mereka sudah sampai di lobi rumah. Seorang
pelayan membawakan barang-barang mereka ke kamar. Sedangkan mereka beristirahat
di ruang keluarga.
“apakah
Oji-san sedang banyak pekerjaan, pa?”
“tidak.
Dia ambil cuti panjang”
“mengapa?”
“dia
pergi ke Osaka untuk menemui istrinya”
“apakah
selama ini mereka hidup terpisah seperti itu?”
“ya,
terpaksa itu semua mereka lakukan. Pekerjaan Ryuu disini, sedangkan istrinya
memimpin perusahaan keluarganya yang di Osaka”
Emily
dan Kei hanya saling pandang.
“bagaimana
kabar perusahaan yang disana, Kei? Apakah tidak ada hambatan apa-apa?
Sepertinya sudah lama sekali kau tidak menelponku tentang urusan pekerjaan
disana”
“eh,
itu... y-ya, tidak ada apa-apa. Itulah mengapa aku tidak menelponmu. Semuanya
baik-baik saja”
Emily
hanya menatap Kei yang ada di sampingnya. Karena ia tahu bahwa sebenarnya
perusahaan pusat sedang ada masalah dengan perusahaan cabang Korea.
“baguslah!
Semoga semakin maju. Kalau ada apa-apa, jangan ragu untuk menelponku, Kei-chan”
“tentu,
pa”
“sebaiknya
kalian istirahat dulu. Kasihan istrimu”
“baiklah.
Kami ke kamar dulu, pa”
Kei
mengajak Emily menuju kamar mereka yang ada di lantai atas.
“kau
harus istirahat dulu, Emily”
“aku
tidak serapuh itu, Kei”
“mulai
lagi”
Kei
hanya menatap Emily. Sedangkan Emily langsung membaringkan tubuhnya di sofa
sambil meluruskan kakinya. Seorang pelayan membawakan mereka minuman hangat.
“mengapa
kau tadi berbohong kepada papa?”
“aku
tak mau mengganggunya. Aku ingin papa tidak direpotkan tentang masalah-masalah
yang di pusat”
“apakah
Ryunosuke sudah pergi ke Korea?”
“ya.
Mengapa kau menanyakan hal itu? Apakah kau merindukan mantanmu itu?”
Emily
melempar bantal kecil yang ia pegang kepada Kei.
“hahaha...
kalau kau mau, aku akan mengantarmu ke Korea”
“itu
tidak lucu, Kei!”
Kei
langsung duduk di samping Emily yang sedang berbaring itu.
“kau
yakin mau tinggal disini?”
“kau
masih saja menanyakan hal itu”
“bisa
kau pikirkan lagi. Mumpung aku belum pulang ke Manhattan”
“aku
tetap ingin disini saja, Kei. Sungguh, aku akan baik-baik saja. Kalau ada
apa-apa, aku pasti akan segera menelponmu”
“aku
belum pernah berpisah darimu sehari pun. Aku pasti akan merindukanmu”
Kei
menundukkan kepalanya dan mencium perut Emily yang sedang mengandung
itu.
“berapa
lama kau akan tinggal disini?”
“aku
menyuruh Nishida untuk mengosongkan jadwalku selama seminggu saja. Kenapa?”
“aku
hanya ingin tahu, kemana kau akan membawaku selama seminggu ini? Karena
biasanya kau yang menjadi guide-ku”
“untuk
kali ini, aku tidak akan membawamu kemana-mana. Kita hanya akan di rumah terus”
“mengapa
bisa seperti itu? Pastinya akan sangat membosankan!”
“kau
lupa apa kata doktermu? Kau tidak boleh terlalu capek dan banyak pikiran. Kau
pernah pendarahan juga, sayang. Seperti kata papa juga, aku tidak mau ambil
resiko”
Emily
bangkit dan memeluk Kei.
“padahal
sebenarnya aku ingin ke Osaka untuk pergi ke rumah Oji-san. Aku belum pernah
kesana”
“lain
kali kalau keadaannya memungkinkan, aku pasti akan mengajakmu kesana. Mungkin jika
saat itu tiba, kita bisa kesana dengan anak kita. Kau suka?”
Emily
hanya mengangguk dan tersenyum.
Ponsel
Kei yang ada di atas meja berdering. Ia segera meraihnya.
“hallo,
Oji-san”
“Kei,
aku dengar dari papamu kau sedang di Tokyo”
“ya,
aku bersama Emily juga, Oji-san. Apa kabar?”
“aku
baik-baik saja. Bagaimana denganmu dan istrimu?”
“kami
juga baik-baik saja. Aku kesini hanya mengantar Emily. Katanya ia ingin tinggal
disini sampai ia melahirkan nanti”
“that
sounds great!”
“untuk
itulah, aku juga ingin meminta bantuanmu untuk turut menjaga Emily. Aku
mengkhawatirkan kesehatannya dan juga karena aku tidak pernah berpisah dalam
waktu yang lama dengannya”
“tanpa
kau meminta pun, aku akan menjaga Emily, Kei. Berapa lama kau akan ada di
Tokyo? Karena kebetulan aku juga ada perlu denganmu. Tentang masalah pekerjaan”
“aku
hanya seminggu disini. Kalau kau belum sempat untuk ke Tokyo, aku yang akan ke
Osaka, Oji-san”
“tidak,
urusanku sudah selesai disini. Aku saja yang akan ke Tokyo. Besok aku sudah
sampai disana”
“baiklah,
kami akan menunggumu”
“salam
saja untuk istrimu, Kei-kun”
“tentu”
Kei
kembali meletakkan ponselnya di atas meja samping sofa.
“tapi
kalau kau memaksa ingin pergi keluar, aku hanya akan membawamu ke Ueno Park
saja. Apakah kau mau?”
“boleh,
daripada hanya di rumah terus”
Mereka
segera jalan-jalan ke Ueno Park sampai agak lama.
Siang
itu, Ryuu datang ke rumah. Ia segera ke teras belakang.
“rupanya
kalian ada disini. Apa kabar kalian semua? Lama tak bertemu dengan kalian”
“akhirnya
kau datang juga, Oji-san. Kami baik-baik saja”
“apakah
kau sudah membulatkan tekadmu untuk tinggal disini, Emily? Secara kau akan
berjauhan dengan suamimu”
“ya,
aku sudah yakin. Aku akan tinggal disini untuk beberapa bulan, atau mungkin
setahun. Kalau dia merindukanku, dia bisa langsung terbang kesini, kan?”
“kau
tak perlu khawatir, Kei-kun. Aku pasti akan menjaganya. Ada papamu juga, kan?”
“ya,
trimakasih. Bagaimana kabar bibi Akemi?”
“dia
baik-baik saja. Dia juga masih sibuk seperti biasanya”
“bagaimana
kalian bisa hidup terpisah seperti itu terus?”
“tak
ada jalan lain. Pekerjaan yang membuat kami harus seperti ini”
“bagaimana
kalau perusahaan yang di Osaka diserahkan kepada orang lain untuk mengelolanya?
Jadi bibi Akemi bisa tinggal dengan nyaman di Tokyo”
“itu
akan sangat sulit. Dia tak begitu mudahnya untuk mempercayai orang. Kalau kau
bisa membujuknya, aku pasti akan sangat berterimakasih sekali kepadamu, Emily”
“bibi
Akemi sudah terbiasa bekerja keras, Emily. Ia pasti akan merasa jenuh kalau
tiba-tiba ia harus berada di rumah terus”
“oya,
apa yang ingin kau bicarakan, Oji-san?”
“ah,
iya! Kau mengingatkanku. Aku ingin membahas sesuatu hal denganmu sebelum kau
pergi ke Manhattan lagi. Tapi di kantor saja. Kapan kau ada waktu senggang?”
“kapan
pun kau siap, Oji-san. Sekarang pun aku bisa”
“baiklah,
lebih cepat lebih baik. Emily, aku pinjam suamimu sebentar”
Emily
hanya tersenyum. Ryuu dan Kei segera pergi menuju kantor Ryuu.
![]() |
Tokyo |
Selama
berada di Tokyo, Kei lebih banyak menemani Emily. Mereka pun tidak melakukan
perjalanan jauh seperti yang mereka lakukan dahulu. Hanya berkeliling dalam
kota Tokyo saja. Terkadang mereka hanya berbincang santai di teras belakang
rumah
Tibalah
hari dimana Kei harus kembali ke Manhattan. Emily mengantarnya ke bandara
dengan Ryuu.
“yakin
kau tidak berubah pikiran, Emily?”
“tidak.
Kau saja yang sering-sering kesini. Aku akan menunggumu”
“jaga
dirimu baik-baik, jaga kesehatanmu dan
jangan terlalu banyak memikirkan hal-hal yang tidak perlu. Itu semua bisa
mempengaruhi kondisi kesehatanmu. Kau harus selalu ingat apa kata doktermu itu.
Kalau kau akan ke dokter lagi, kau bisa diantar oleh Oji-san ataupun papa”
“iya,
iya. Aku masih dan akan terus mengingat semua katamu itu, Kei”
Ryuu
hanya tersenyum.
“aku
pergi dulu, Oji-san. Aku mempercayakan Emily kepadamu. Kalau ada apa-apa
langsung telpon saja”
“tentu.
Hati-hati”
Setelah
mengantar Kei, Emily dan Ryuu segera meninggalkan bandara.
“kalau
kau belum makan, aku ingin mengajakmu makan, Emily”
“boleh,
dimana?”
“aku
tahu ada restoran yang enak di sekitar sini. Aku sering datang kesana”
“dengan
siapa?”
“sendirian.
Dengan siapa lagi?”
Setelah
sampai, mereka segera memesan makanan mereka. Tak lama kemudian makanan yang
mereka pesan sudah datang.
“kau
harus makan yang banyak, Emily”
“ah,
perutku tak akan muat memakan makanan sebanyak ini, Oji-san”
“oya,
aku lupa memberikan kalung ini. Ini kalungmu, kan?”
“darimana
kau mendapatkannya? Apakah kau mendapatkannya dari dokter Takahara?”
“ya,
ia memintaku untuk mengembalikan kalung ini kepadamu. Sini aku pakaikan. Semua
keluarga Yamada memakai kalung ini, Emily”
“trimakasih.
Oya, Oji-san. Apakah kau sudah memberitahu tentang Kei tentang orangtuanya yang
sebenarnya? Setiap kali ia membicarakan hal itu, setiap kali itu pula aku
merasa bersalah kepadanya”
“hhh...
aku hanya bingung untuk bisa jujur kepadanya. Ini sangat sulit bagi kami
keluarga Yamada, terutama aku, Emily”
“bukankah
kau hanya tinggal bilang saja kepadanya kalau papanya adalah Kimura Takeo itu?”
“ini
tidak sesederhana itu juga, Emily. Memang mudah untuk mengatakannya. Tapi kau
tahu, Kei orangnya sangat kritis. Bagaimana jika ia bertanya lebih jauh? Aku
tak akan bisa menjawabnya”
“apakah
ada sesuatu lagi di balik itu semua?” Emily bertanya dengan hati-hati.
“sayangnya
iya. Kalau aku sudah memutuskan untuk memberitahunya tentang hal itu, maka aku
juga sudah harus siap dengan cerita-cerita yang lain yang kesemuanya saling
berhubungan. Bukankah aku pernah mengatakannya kepadamu waktu di rumah sakit
waktu Kei sakit dulu? Kalau aku bercerita tentang semuanya, aku tak mau kalian
menyimpan benci kepada keluarga Yamada”
“ya,
aku masih ingat itu. Apakah... aku boleh tahu cerita apakah itu?”
“belum
saatnya kamu untuk tahu, Emily. Dan mungkin akan lebih baik begini saja adanya.
Satu hal yang harus kalian tahu, bahwa aku sangat menyayangi kalian apapun yang
terjadi. Kei sudah menjadi bagian dari diriku semenjak ia masih bayi”
“aku
jadi ingat sesuatu. Apakah kau mengetahui siapa ibu Kei? Karena aku melihat
sepertinya Kei juga bukan orang Jepang asli. Maksudku ada kemungkinan ibunya
orang asing, atau ada campuran dengan orang asing”
“maaf,
tapi aku juga belum bisa bercerita tentang hal itu kepadamu”
“mengapa?”
“baiklah.
Aku hanya bisa memberitahumu bahwa memang benar. Ibu Kei bukan orang Jepang,
tapi orang asing. Itu saja yang perlu kamu tahu. Untuk selebihnya aku belum
bisa bercerita, maaf. Sebaiknya kita tidak perlu membicarakan hal ini lagi. Aku
tak mau ada masalah lagi antara Kei dan keluarga Yamada seperti kemarin”
“tentu,
maafkan aku”
Emily
kembali melanjutkan makannya. Ia pun tak berani untuk bertanya lebih jauh lagi
tentang siapa keluarga Kei yang sebenarnya kepada Ryuu.
Hari-hari
selanjutnya, Emily berusaha untuk menyesuaikan diri hidup di negri yang baginya
masih asing. Ia mencoba memasak ataupun makan makanan lokal. Ia sangat antusias
sekali belajar dari koki di rumah utama keluarga Yamada itu. Ia juga mulai
belajar tentang adat istiadat setempat, juga tradisi keluarga Yamada yang sudah
turun temurun. Ia pun menelpon Kei begitu sudah bisa melakukan hal-hal baru.
“aku
senang kau mau belajar, Emily. Tapi...”
“...
iya, iya. Aku tahu, kau pasti akan megingatkanku tentang kesehatanku, kan?
Jangan terlalu capek dan bla bla bla. Aku senang dengan kegiatanku ini, Kei.
Ini hal baru bagiku belajar tentang ini semua”
“hhh...
sepertinya seharusnya dari awal aku tidak mengijinkanmu untuk tinggal jauh
dariku”
“...
dan juga mulai besok aku akan belajar sadou”
“sadou?”
“ya,
kau pernah mempelajarinya?”
“itu
akan menyita banyak waktu. Kurang lebih ada 300 tata cara yang harus kamu pelajari.
Dan itu butuh waktu bertahun-tahun untuk mempelajari hal itu. Bahkan ada yang
mempelajari hal itu seumur hidupnya. Dan kau harus memakai kimono yang pastinya
akan sangat merepotkanmu karena saat ini kau sedang hamil. Juga apakah kau bisa
untuk duduk selama itu?”
“begitukah?”
“tentu
saja, sayang. Aku pun sudah pernah mempelajari hal itu. Sekarang pergilah
tidur. Di tempatmu sudah malam, kan? Dan sebaiknya kau batalkan untuk belajar
sadou ini dulu. Kau bisa belajar lain kali”
“yah,
kali ini mungkin kau benar”
“bukannya
mungkin, tapi aku memang benar kali ini!”
“oke,
oke. Aku tutup dulu telponnya. Bye!”
Emily
segera membaringkan tubuhnya yang penat di ranjangnya yang besar berusaha untuk
segera tidur.
Siang
itu, Emily melihat mobil Ryuu memasuki halaman rumah dan berhenti tepat di
depan lobi dari balkon kamarnya
Hari
itu memang hari libur. Ryuu langsung menuju ruang kerja kakaknya, Yamada Yasuo,
yang memang sudah menunggunya.
“aku
sudah datang. Katanya ada yang mau kau bicarakan, apa itu?”
“sebenarnya
aku bingung harus memulai dari mana, tapi... anak itu kemarin datang menemuiku
lagi”
“anak
itu? Siapa?”
“Shin
Koyamada tentu saja”
“maksudmu
anak kandungmu itu?”
“ya”
“untuk
apa?”
“hhh...
sepertinya ia mendesakku untuk menarik kembali semua aset yang sudah kuberikan
kepada Kei. Aku tak mungkin melakukan hal itu. Ia juga mendesakku agar ia yang
memimpin Yamada Group. Bagaimana bisa aku melakukan hal itu jika ia saja tidak
mempunyai kemampuan untuk itu? Selama ini aku sudah mendidik Kei sejak kecil.
Kutanamkan jiwa seorang pemimpin agar suatu saat ia bisa menjadi pimpinan
tertinggi Yamada Group. Sedangkan Koyamada?”
“sepertinya
ia hanya cemburu dengan Kei yang bukan siapa-siapa itu. Sedangkan ia yang
keturunan Yamada langsung namun tidak kau beri apa-apa”
“aku
juga sudah menawarkan beberapa aset pribadiku tapi ia tetap tidak mau. Ia hanya
mau Yamada Group. Dia memang pandai sekali karena aset Yamada Group tak
terhitung jumlahnya”
“lalu
apa yang akan kau lakukan?”
“entahlah.
Ia bahkan juga berani mengancamku”
“mengancam?”
“ya.
Dia akan membeberkan semua rahasia yang selama ini terpendam kepada Kei.
Tentang Kimura Takeo, tentang Emi, semuanya. Hhh...”
Yamada
Yasuo berjalan ke jendela besar. Ia hanya menerawang menatap taman yang ada di
luar jendela.
“sebenarnya...
Emily juga sudah tahu kalau Kimura Takeo adalah ayah Kei yang sebenarnya”
“apa?!
Bagaimana bisa?”
“dulu
sekali ia pernah bertemu dengannya. Sebenarnya ia juga mendesakku untuk
memberitahunya siapa ibu Kei. Tapi aku tak berani memberitahunya. Aku hanya tak
mau mereka membenci keluarga Yamada. Aku juga sudah bilang kepada Emily agar
merahasiakan hal ini dari Kei”
Yamada
Yasuo terduduk di kursinya.
“sepertinya
aku tak bisa menolongmu kali ini. Kalau saja waktu itu kau tak membunuh Emi,
ibu Kei, tentunya kita tak akan menghadapi masalah seperti ini!”
“hentikan,
Ryuu!”
“mengapa?
Bukankah kau yang membunuh Emi dan membawa kabur Kei yang waktu itu masih bayi?
Atau kau sudah lupa akan hal itu?”
“pelankan
suaramu, Ryuu! Kau mau semua orang di rumah ini mendengarmu? Ingat, Emily juga
ada disini”
Ryuu
juga terduduk di kursinya.
“aku
sebenarnya menyesal karena telah membunuh Emi. Kau tahu aku sangat mencintai
Emi. Tapi mengapa ia malah menikah dengan Kimura? Itu sangat menyakitkanku.
Jadi, kuambil Kei sebagai anakku. Kuanggap ia sebagai anakku. Kei sangat mirip
sekali dengan Emi. Setiap kali aku melihatnya, aku seperti melihat Emi di dalam
dirinya. Bayang-bayang Emi selalu menghantuiku. Bagaimana bisa aku
mengatakannya kepada Kei? Mengatakan bahwa akulah pembunuh ibumu, begitu?”
Ryuu
hanya terdiam di kursinya. Sementara di luar ruangan, nampak Emily hanya
terdiam di depan pintu. Rupanya ia mendengarkan pembicaraan Ryuu dan Yasuo.
Tubuhnya gemetar, tak tahu apa yang harus diperbuatnya. Seorang pelayan
berjalan ke arahnya dengan membawa minuman.
“mengapa
kau berdiri disini, Nyonya? Mengapa tidak masuk?”
“eh,
aku ada perlu. Aku harus pergi”
Emily
buru-buru meninggalkan tempat itu menuju kamarnya. Ia hanya terduduk lemas di
sofa kamarnya.
“benarkah
apa yang baru saja kudengar ini? Papa yang telah membunuh ibu Kei dan mengambil
Kei yang waktu itu masih bayi? Apakah aku harus memberitahukan hal ini kepada
Kei? Apa yang harus kulakukan?”
Emily
memegangi perutnya yang tiba-tiba kram itu. Ia meringis menahan rasa sakit.
“apa yang harus kulakukan? Aku tinggal di
rumah seorang pembunuh ibu suamiku. Aku sendirian. Kei, aku takut. Aku ingin
pulang”
Kei
yang saat itu sedang di kantor merasa gelisah. Ia beberapa kali bermaksud
menelpon Emily namun ia mngurungkan niatnya. Ia segera membereskan beberapa
kertas-kertas yang ada di hadapannya. Setelah itu dengan mengendarai mobilnya
seorang diri, ia pulang.
Setelah
sampai di rumah, ia menghempaskan dirinya di sofa ruang tengah. Seorang pelayan
mendekatinya sambil membawakan segelas minuman.
“maaf,
Yamada-san. Baru saja nyonya menelpon kesini”
“keisni?
Mengapa ia tidak menelpon ponselku?”
“kalau
itu saya tidak tahu, Yamada-san”
“apa
yang dikatakannya?”
“nyonya
tidak meninggalkan pesan apa-apa. Tapi saya dengar dari suaranya, sepertinya
nyonya sedang sedih”
“sedih?”
Setelah
pelayan itu berlalu dari hadapannya, Kei segera menelpon Emily memakai telpon
yang ada di sampingnya. Belum sempat Kei membuka mulutnya, ia sudah mendengar
Emily menangis.
“h-hei,
ada apa ini? Mengapa kau menangis? Apakah kau merindukanku so badly?”
“eh,
a-aku... iya, aku merindukanmu”
“mengapa
kau tidak menelpon ponselku? Bukankah kau tahu kalau aku lebih sering di kantor
daripada di rumah?”
“aku
ingin menelponmu. Tapi di sisi yang lain aku takut mengganggu pekerjaanmu.
Itulah mengapa aku menelpon rumah”
“lain
kali telpon ponselku langsung. Bagaimana kabarmu?”
“sudah
kubilang. Aku hanya merindukanmu saja. Bagaimana denganmu? Siapa yang mengurus
segala keperluanmu?”
“aku
sudah terbiasa mengurus segala keperluanku sendiri. Jadi kau tak perlu khawatir
tentang hal ini”
“Kei,
sebenarnya...”
Emily
menghentikan kalimatnya.
“ada
apa? Apakah ada yang kau pikirkan? Ingat, kau tak boleh banyak pikiran yang
mengganggumu”
“tapi...”
“aku
mendengarkanmu, Emily”
“aku
ingin kau segera kesini. Aku takut, Kei”
“takut?
Takut apa? Papa dan Oji-san akan menjagamu. Tak ada yang perlu kau takutkan
lagi”
“tidak,
tetap aku ingin kau kesini secepatnya. Aku ingin pulang ke Manhattan”
“hei,
hei, hei. Ada apa ini? Bukankah dulu kau yang memintanya? Mengapa kau jadi
berubah pikiran begini?”
“aku
tak perlu mengemukakan alasanku. Aku ingin kau secepatnya kesini untuk
menjemputku. Kalau tidak, aku akan pulang sendiri ke Manhattan!”
“jangan
pernah kau lakukan hal itu!”
Emily
hanya terdiam mendapat bentakan dari Kei.
“hhh...
maafkan aku. Aku akan menjemputmu, secepatnya. Oke? Bagaimana kabar papa dan
Oji-san?”
“mereka
baik-baik saja. Tapi masih sibuk dengan pekerjaan mereka, seperti biasanya”
“apakah
kau ingin pulang karena kau merasa kesepian disana?”
“itu
salah satunya. Cepatlah kesini untuk menjemputku”
“tentu.
Oya, sebentar. Nishida menelponku. Nanti kau kutelpon lagi. Jaga dirimu
baik-baik”
Sepeninggal
Kei, Emily hanya melamun di balkon kamarnya. Ia semakin menarik diri dari Ryuu
dan Yamada Yasuo. Ia pun jarang untuk makan bersama mereka di meja makan. Ia
lebih sering makan sendirian di kamarnya. Setelah mendengar bahwa Yasuo adalah
seorang pembunuh, ia merasakan ketakutan yang luar biasa. Ia pun sering
mengalami kram di perutnya namun ia hanya menyimpannya seorang diri.
Pintu
kamarnya diketuk seseorang dari luar.
“ya,
masuklah”
Nampak
Ryuu memasuki kamar Emily hingga membuat Emily terkejut.
“oh,
ternyata kau, Oji-san”
“maaf
kalau aku mengagetkanmu. Apakah kau menunggu orang lain?”
“ah,
t-tidak. Ada apa? Tumben siang-siang kemari. Bukankah ini bukan hari libur?”
“ya,
aku mmemang sengaja datang kesini dari kantor”
“mengapa?”
“aku
ingin mengajakmu makan siang bersama. Bagaimana?”
“maaf,
aku sedang tidak enak badan”
“mengapa,
Emily?”
“maksudmu?”
“aku
tidak tahu apa alasanmu. Tapi aku hanya ingin tahu saja mengapa akhir-akhir ini
kau menarik diri dari kami. Kau tak pernah makan bersama kami lagi. Kau lebih
banyak berdiam diri di kamarmu. Setiap kali ada yang mengajakmu, kau pasti
punya banyak alasan. Apakah ada yang kau sembunyikan? Atau barangkali ada
masalah yang ingin kau bicarakan dengan kami”
“ah,
itu hanya perasaanmu saja. Mungkin ini hanya efek kehamilanku saja”
“aku
tak mau kamu merasa bosan disini. Bagaimana kalau kita makan siang bersama?
Tidak setiap hari juga kita bisa makan siang bersama”
“b-baiklah.
Aku akan mengganti bajuku dulu”
“aku
akan menunggumu di bawah”
Setelah
Ryuu keluar dari kamarnya, Emily masih terdiam.
“maafkan
aku, Oji-san. Kau memang tidak tahu akan ketakutanku kepada keluarga Yamada”
Dengan
agak malas, Emily mengganti bajunya. Setelah itu menemui Ryuu yang sudah menunggunya
di lantai bawah.
Mereka
makan siang di restoran biasanya.
“mengapa
kau hanya memesan sedikit makanan, Emily? Biasanya banyak sekali yang kau pesan
seperti terakhir kali kita kesini”
“akhir-akhir
ini aku sering mual. Jadi, aku kurang begitu nafsu untuk makan”
“aku
tak mau kamu sakit, Emily. Disini akulah yang bertanggung jawab akan
kesehatanmu. Apa kata Kei kalau ia melihatmu semakin kurus ketika tinggal
disini? Ia pasti mengira aku tak memperhatikanmu”
Emily
hanya tersenyum.
“oya,
selama disini kau belum pernah memeriksakan kehamilanmu. Aku bisa mengantarmu
setelah makan siang ini”
“tidak,
trimakasih. Aku merasa baik-baik saja. Dan sepertinya ini juga belum jadwalnya
aku ke dokter”
“mmm...
aku tahu”
“apa?”
“apakah
kau merindukan suamimu? Aku benar, kan? Jadi wajar saja kalau kau bertingkah
seperti ini”
Emily
hanya menunduk. Jujur saja, ia sangat ketakutan. Ia hanya bisa menahan rasa
sakit di perutnya yang tiba-tiba datang itu agar Ryuu tidak tahu.
“aku
bisa menelponnya agar ia kesini untuk menemuimu”
“tidak
perlu. Aku sudah menelponnya”
“baguslah.
Kapan ia akan kesini?”
“itu
aku tidak tahu. Mungkin ia masih sibuk dengan pekerjaannya”
“sampai
kapan pun dia akan sibuk terus, Emily. Kapan ia akan meluangkan waktunya
untukmu? Ditambah sebentar lagi kalian akan mempunyai anak. Mau tak mau ia
harus mengurangi kesibukannya”
“tentu,
aku pasti akan memberitahunya”
“ada
apa, Emily? Sepertinya kau pucat sekali hari ini”
“eh...
a-aku tidak apa-apa”
“sebaiknya
kita pulang sekarang. Maafkan aku, Emily. Aku yang memaksamu untuk makan siang
denganku”
“kau
harus menghabiskan makanmu dulu, Oji-san. Kau belum selesai”
“tidak.
Ayo, kuantar kau pulang sekarang”
Ryuu
membantu Emily untuk menuju mobil. Sesampainya di rumah...
“akan
kupanggilkan dokter untukmu”
“aku
hanya butuh istirahat saja, Oji-san”
Ryuu
menelpon dokter sedangkan dengan tertatih-tatih Emily berjalan ke sofa ruang
tengah. Wajahnya sangat pucat dan nampak ia menahan rasa sakit di perutnya.
Keringat dingin membanjiri wajahnya. Belum sampai di sofa, ia merasa ada darah
segar mengalir dari sela-sela kakinya.
Ryuu
yang sedang menunggu telpon untuk diangkat menoleh. Ia terkejut melihat Emily
mengalami pendarahan hebat seperti itu. Buru-buru ia membopong Emily dan
membaringkannya di sofa. Karena banyak mengalami pendarahan, Emily pun pingsan.
Seorang
pelayan dengan tergopoh-gopoh mendekati Ryuu.
“cepat,
telponkan ambulans! Kita harus segera membawanya ke rumah sakit”
“i-iya,
Yamada-san”
Sebentar
saja Emily sudah dibawa ke rumah sakit. Ryuu hanya mondar-mandir di depan
ruangan Emily dirawat.
“Yasuo,
dimana kamu sekarang?”
“aku
masih ada di kantor. Aku baru ada tamu. Ada apa?”
“Emily
mengalami pendarahan hebat lagi”
“what?!
Bagaimana bisa?! Dimana kau sekarang?”
“aku
di rumah sakit. Ia sedang dirawat oleh dokter”
“baiklah.
Jangan tinggalkan Emily seorang diri. Kalau ini sudah selesai, aku akan
secepatnya kesana”
Ryuu
hanya terduduk di kursinya. Bingung. Kemudian ia menelpon Kei. Lama tidak diangkat,
lalu...
“hallo,
Kei. Maaf, kalau aku mengganggu tidurmu”
“ah,
ya. Ada apa, Oji-san?”
Terdengar
dari suaranya, Kei masih sangat mengantuk. Maklum karena perbedaan waktu.
“ini
tentang Emily”
Kei
buru-buru duduk di ranjangnya yang besar.
“ada
apa dengannya?”
“aku
harap kau secepatnya bisa kesini. Emily mengalami pendarahan lagi dan sekarang
sedang dirawat di rumah sakit”
“apa?!
Apa yang terjadi?”
“aku
belum tahu. Ia masih ada di dalam dirawat dokter. Semoga saja ia tidak apa-apa.
Tapi... pandarahannya kali ini sangat hebat dibandingkan yang lalu. Bukan
bermaksud membuatmu khawatir, tapi...”
“aku
akan kesana secepatnya, Oji-san! Tolong jaga Emily untukku”
“tentu”
Kei
pun bingung. Karena waktu itu sudah tengah malam.
Seorang
dokter keluar dari ruang emergency itu.
“bagaimana
keadaannya, dokter?”
“apakah
anda keluarga dari pasien yang ada di dalam?”
“ya.
Bagaimana dengan kandungannya?”
“apakah
ia pernah mengalami keguguran ataupun pendarahan sebelumnya?”
“ya,
ia pernah mengalami pendarahan sebelumnya”
“hhh...
dengan sangat menyesal kami beritahukan bahwa ia keguguran saat ini.
Kemungkinan ia terjatuh, bisa juga karena banyak pikiran yang mengganggunya.
Maaf, tapi ia harus kehilangan janinnya. Sekarang aku harus mempersiapkan
operasinya. Semoga semuanya berjalan dengan lancar. Permisi”
Ryuu
kembali terduduk di kursinya.
“bagaimana
aku harus memberitahukan hal ini kepada Kei?”
Esoknya
ketika sudah sampai di bandara Jepang, Kei langsung menuju rumah sakit tempat
Emily dirawat. Dengan terburu-buru ia segera menuju ruangan Emily.
“Kei?”
“Oji-san,
bagaimana keadaannya?”
“ehm...
itu...”
“ada
apa, Oji-san?”
“dia
sudah sadar. Tapi sekarang ia sedang beristirahat. Sebaiknya kita bicara di
luar. Aku tak mau mengganggu istirahatnya”
Ryuu
mengajak Kei untuk keluar dari kamar Emily yang masih tertidur dengan pulasnya
itu.
“bagaimana
aku harus memberitahumu, Kei. Aku bingung”
“katakan
saja apa yang terjadi”
“Emily
pendarahan lagi. Dan kali ini... dia keguguran”
Kei
hanya terdiam sambil masih terus menatap Ryuu tanpa berkedip.
“bagaimana
itu bisa terjadi, Oji-san?”
“aku
juga tidak tahu. Tiba-tiba saja sepulang dari kami makan siang, ia langsung
mengalami pendarahan hebat. Maafkan aku, Kei. Aku tak bisa menjaga Emily”
“hhh...
ini semua bukan salahmu, Oji-san. Mungkin akulah yang harus disalahkan. Aku
suaminya tapi aku lebih sibuk bekerja daripada memperhatikannya. Seharusnya aku
melarangnya pergi kesini sejauh ini. Tapi mengapa aku malah membolehkan dia?”
“aku
ikut berduka, Kei-kun. Kau kehilangan anakmu lagi”
Kei
terduduk di kursi panjang di koridor rumah sakit itu.
“apakah
Emily sudah tahu tentang hal ini?”
“ya,
dia sudah tahu. Dan ia sangat syok. Itulah mengapa dokter memberinya obat
penenang dan sekarang ia baru bisa beristirahat”
“hhh...
baiklah. Kau harus pulang dulu, Oji-san. Biar aku yang menggantikanmu”
“kau
baru saja datang”
“tidak
apa-apa. Pulanglah”
“baiklah
kalau begitu. Telpon aku kalau kau memerlukanku”
“ya,
trimakasih”
Sepeninggal
Ryuu, dengan langkah gontai Kei masuk ke ruang perawatan Emily dan duduk di kursi
samping tempat tidur Emily. Ia hanya terus memandangi Emily yang tertidur
dengan pulasnya. Kei menggenggam tangan Emily dan di saat itulah Emily
terbangun.
“Emily...”
“K-Kei?
Kapan kau datang?”
“sebaiknya
kau istirahat dulu. Sepertinya kau masih lemah”
Emily
terus terdiam sambil menatap Kei. Tak terasa bulir-bulir air mata keluar
membasahi wajahnya.
“maafkan
aku, Kei. Maaf...”
“tenangkan
dirimu dulu. Yang penting kau harus cepat sehat kembali. Jangan memikirkan
apa-apa dulu. Okey?”
Emily
mengangguk,”setelah aku sembuh, aku ingin pulang. Aku tak mau disini”
“baik,
kau bisa pulang bersamaku nanti. Tapi harus menunggu setelah kau sembuh benar”
Hari-hari
berlalu. Keadaan Emily sudah membaik. Pagi itu ia sedang duduk di tempat
tidurnya. Melamun, memandang pemandangan yang ada di luar jendela kamarnya.
“selamat
pagi, sayang”
“Kei?
Darimana kamu?”
“di
luar ada yang menjual bunga ini. Jadi aku membelinya untukmu”
“mengapa
kau berubah menjadi romantis seperti ini?”
Kei
hanya tersenyum kecil dan memberikan bunga itu untuk Emily.
“maafkan
aku, Kei”
“untuk
apa?”
“aku
tidak bisa menjaga diriku sendiri hingga kau harus kehilangan anak yang selalu
kau impikan”
“itu
bukan kesalahanmu sepenuhnya. Tapi, apakah kau pernah terjatuh disini
sebelumnya?”
“tidak”
“apakah
kau memikirkan sesuatu hingga mengganggu kesehatanmu?”
Emily
hanya terdiam dan mengalihkan pandangannya.
“tatap
aku, Emily. Aku tahu kamu. Kau pasti memikirkan sesuatu. Apa itu kalau aku
boleh tahu?”
Emily
hanya terdiam dan menatap Kei. Sewaktu akan membuka mulutnya, datanglah Yasuo.
“selamat
pagi, Emily. Bagaimana kabarmu?”
“aku
sudah merasa jauh lebih baik, trimakasih”
“aku
senang mendengarnya. Kuharap kau secepatnya meninggalkan rumah sakit ini. Kau
pastinya juga tidak betah tinggal disini, bukan?”
“mungkin
besok pagi ia sudah boleh pulang, pa”
“benarkah?
Dan setelah itu kuharap Kei akan lebih lama tinggal disini. Kau jangan
terburu-buru untuk pulang, Kei-chan”
“itu
sebenarnya... aku ingin menjemput Emily untuk pulang ke Manhattan begitu
kesehatannya sudah pulih”
“mengapa?
Kau tak mau tinggal disini lagi, Emily?”
“bukan
begitu, pa. Bukankah alasan mengapa aku ingin tinggal disini karena aku ingin
melahirkan disini? Jadi, sepertinya hal itu sudah tidak mungkin lagi. Aku harus
kembali bersama Kei”
“kalau
itu sudah menjadi keputusan kalian, aku tidak bisa mencegahnya kan?”
“kami
akan terus mengunjungi papa”
“ah,
aku tidak percaya. Kau terlalu sibuk dengan pekerjaanmu, Kei-chan”
Kei
hanya tersenyum mendengarnya.
![]() |
Yamada Kei |
Sore
itu, Kei sedang berbincang santai dengan Emily di balkon depan kamar mereka.
“kalau
kau sudah sembuh benar, aku akan mengajakmu jalan-jalan lagi. Terakhir kali
kita kesini waktu kita tidak begitu banyak. Jadi kita hanya jalan-jalan saja di
Tokyo”
“kemana
kau akan mengajakku?”
“belum
tahu. Tapi mumpung kita disini, aku ingin keluar kota. Aku jenuh dengan kota
ini”
“kita
bisa ke Rishiri lagi”
“tidak,
itu terlalu jauh. Kau belum sembuh benar, Emily. Oya, kau belum menjawab
pertanyaanku sewaktu di rumah sakit waktu itu”
“pertanyaan
yang mana?”
“apa
yang kau pikirkan sehingga kau mengalami keguguran seperti itu? Sepertinya
bukan masalah yang ringan. Aku tahu kamu, Emily”
Emily
hanya menundukkan kepalanya lalu mengalihkan pandangannya.
“dengar
aku. Aku suamimu, Emily. Kau bisa bercerita apa saja kepadaku. Tak ada yang
perlu dikhawatirkan”
Emily
menatap Kei lekat-lekat. Nampak berpikir keras apa yang harus dikatakannya,
bingung. Tiba-tiba dari arah lantai bawah terdengar seperti suara barang pecah
yang keras sekali. Mereka kaget dan saling pandang.
“kau
tunggu disini. Aku akan melihat ke bawah dulu”
Kei
meninggalkan Emily menuju lantai bawah. Ia melihat seorang pemuda disana dan
sepertinya ia yang memecahkan keramik besar yang ada di dekatnya. Seorang
pelayan yang berada di dekatnya kelihatan sangat ketakutan lalu berlari
menghampiri Kei.
“Yamada-san...”
“kau
masuk saja. Aku yang akan mengurusnya”
“i-iya”
Dengan
ketakutan, pelayan itu masuk dan tinggallah Kei dengan pemuda itu.
“aku sepertinya mengingatmu. Apa yang kau lakukan disini?”
“sepertinya aku yang harus bertanya kepadamu
mengapa kau masuk ke rumah orang lain seolah-olah kau adalah pemilik rumah ini”
“maksudmu?
Aku sama sekali tidak mengerti”
“aku
tahu kamu, Kei. Bukankah kau adalah Yamada Kei? Ehm... bukan. Lebih tepatnya
Kimura Kei. Jangan katakan kepadaku kalau kau tidak mengetahui akan hal ini,
Kimura Kei”
“kau
belum menjawab pertanyaanku. Siapa kamu?” Kei bertanya dengan tenang.
Pada
saat itulah datang Yamada Yasuo.
“ada
apa ini? Kau...?!”
Yamada
Yasuo sangat terkejut melihat pemuda itu. Apalagi ada Kei di antara mereka.