Sore itu, Eiko
masuk ke ruang perawatan Kei.
“selamat sore,
Yamada”
“eh... kau?
Selamat sore. Sepertinya ini bukan waktu kunjungan dokter kepada pasien. Apakah
aku benar?”
“kau jeli sekali.
Dimana istrimu?”
“dia baru keluar
sebentar”
“hanya ingin
sekedar mengobrol denganmu. Aku selalu berusaha untuk akrab dengan semua
pasienku. Tapi aku selalu sedih setiap kali mereka meninggalkan rumah sakit
ini. Karena kami tak mungkin bertemu lagi. Tapi aku juga senang karena itu
berarti mereka sudah sembuh. Begitu kau sembuh dan meninggalkan rumah sakit
ini, aku pasti tak akan bertemu kalian lagi”
“tapi kita bisa
masih sering bertemu, kan? Kami pasti akan sering mengunjungimu”
“trimakasih,
Yamada”
Di saat itulah,
pintu ruangan itu terbuka.
“Eiko? Kau disini
juga?”
“eh, iya. Aku
hanya mengunjungi pasienku saja”
“kalian sudah
saling kenal?”
“eh,
sebenarnya...”
“apakah kau tak
mengenalnya, Kei-kun? Kau dulu sering bertemu dengannya. Dia Eiko, Takahara
Eiko”
Kei berusaha keras
untuk mengingatnya.
“sudahlah. Tidak
perlu membahas hal ini lagi, Ryuu”
“aku ingat.
Bukankah kau dulu kekasih Oji-san?”
“ya, dia dulu
kekasihku. Kau jangan menyangkalnya, Eiko”
“aku tidak
menyangkalnya, Ryuu. Aku hanya bilang kita tidak usah membicarakan hal ini
lagi. Aku tak mau terjadi hal-hal yang tak diinginkan dalam rumah tanggamu.
Sudah, jangan dengarkan apa katanya. Aku kesini hanya ingin mengunjungimu saja,
Yamada. Kau tahu? Sudah lama kita tak bertemu, hampir 20 tahun lebih! Ternyata
kita tinggal di benua yang sama tanpa kita sadari. Hhh... sepertinya baru
kemarin aku melihatmu yang selalu kemana-mana dengan Ryuu. Dimana ada Ryuu,
disitulah ada kamu. Dari dulu sampai sekarang kalian sepertinya tidak bisa
dipisahkan. Aku benar, kan?”
Kei hanya
tersenyum tipis.
“tapi ia sekarang
sudah besar. Dia sudah tidak bergantung kepadaku lagi. Dia pun sudah bisa hidup
mandiri tanpa membutuhkanku. Yah... mungkin ini saat yang tepat untuk
melepasnya. Aku tidak bisa menganggapnya sebagai anak kecil terus. Tapi yang
jelas, aku selalu menyayanginya. Kapan pun ia membutuhkan bantuanku, aku selalu
siap”
Kei hanya menatap
sekilas kepada Ryuu.
“bagaimana dengan
Yasuo, Ryuu. Semenjak ia dirawat disini, sepertinya aku belum pernah melihat ia
menjenguk”
“aku belum memberitahukan
hal ini kepadanya”
“apa? Bagaimana
bisa?”
“eh, itu...
sebenarnya... ia juga sedang sakit. Jadi... aku belum berani memberitahunya.
Aku juga tak mau mengganggu kesehatannya. Biarkan ia membaik dulu”
“dia sakit apa?”
“ah, sudahlah.
Tidak perlu membicarakan hal itu lagi. Mungkin Yasuo hanya kelelahan dan banyak
pikiran. Sebentar lagi pasti akan sembuh. Setelah itu, aku akan memberitahunya”
“ya, sebaiknya
seperti itu”
Ponsel Eiko
berbunyi. Ia mengambilnya dari saku jas dokternya dan terlihat sedang bicara
dengan seseorang dengan sangat serius. Setelah selesai...
“maaf aku
tinggalkan kalian. Mendadak ada pasien yang harus aku tangani”
“ya, tentu”
Eiko meninggalkan
kamar itu dengan terburu-buru.
“bukankah ia dulu
seorang wanita karir yang hebat?”
“ya, aku pun
terkejut sewaktu berjumpa dengannya beberapa hari yang lalu. Seorang dokter
spesialis? Itu jauh sekali dari bayanganku”
Sejenak hening di
antara mereka.
“apakah... papa
benar-benar sakit, Oji-san?”
“ya, tapi ia tak
mau dirawat di rumah sakit juga tak mau meminum obatnya. Entah harus dengan
cara apa aku harus membujuknya”
“sudah berapa
lama?”
“sejak kau pergi,
Kei-kun. Tapi kau tak perlu khawatir. Pikirkan kesehatanmu dulu. Aku nanti yang
akan mengurusnya”
“kau pasti sibuk
sekali. Mengurus semuanya seorang diri”
“tidak apa-apa.
Untuk urusan pekerjaan, aku sudah banyak dibantu oleh Nishida dan Mr.
Malkovich. Ini, kubawakan makanan kesukaanmu. Kalau kau sudah kenyang, kau bisa
memakannya nanti. Aku harus pergi lagi. Aku harus bertemu klien baru yang kebetulan
alamat perusahaannya ada di sekitar sini”
“kau nampak lelah
sekali, Oji-san”
Ryuu hanya
tersenyum,”aku pergi dulu, Kei-kun. Jaga dirimu baik-baik”
Ryuu juga segera
meninggalkan kamar Kei. Tinggalah Kei seorang diri, melamun. Ia hanya
memandangi roti kesukaannya kiriman dari Ryuu. Perlahan ia mengambilnya dan
memakannya.
Pagi itu...
“kata dokter, kau
boleh pulang sekarang”
“benarkah?”
“iya, dan
sebaiknya kita berkemas sekarang. Aku akan membereskan barang-barangmu”
Kei yang berdiri
di dekat jendela itu menghentikan Emily.
“duduk saja kau
disitu. Aku yang akan membereskan semuanya”
“tapi, bukankah
kau...”
“aku sudah sembuh,
Emily. Kau tak perlu khawatir lagi terhadapku. Aku tak mau gantian kamu yang
sakit. Jaga kesehatanmu. Beberapa hari terakhir ini kau kurang istirahat. Aku
tahu itu, duduklah”
Tanpa diperintah 2x, Emily segera duduk di
sofa dan hanya melihat Kei yang sedang membereskan barang-barang yang memang
tidak terlalu banyak itu.
“sekarang aku akan
membereskan semua biayanya”
“tidak perlu!
Itu...”
“ada apa, Emily?”
“eh, itu... sudah
dibayarkan oleh Oji-san”
Emily hanya
menundukkan kepalanya. Takut kalau Kei marah.
“mengapa kau tidak
menolaknya? Aku masih punya tabungan yang cukup”
“sebenarnya aku
tak tahu kalau itu sudah lunas. Aku hanya diberitahu oleh petugasnya bahwa itu
semua sudah lunas dan Oji-san yang melunasinya. M-maaf...”
Setelah semuanya
beres, mereka segera ke depan lobi rumah sakit bermaksud untuk mencari taksi.
Namun sebuah mobil berhenti di depan mereka.
“hai, ayo masuklah!”
Ternyata Anna yang
berada di dalam mobilnya. Kei dan Emily hanya berpandangan lalu masuk ke mobil
Anna.
“aku tak akan
membiarkan kalian sendirian. Maaf, Yamada. Semalam Emily bercerita kepadaku
kalau kau sudah boleh pulang hari ini. Itulah mengapa aku menjemput kalian.
Maaf kalau kemarin aku tidak bisa datang selama kau dirawat. Aku tidak bisa
meninggalkan kampusku barang sebentar”
“tidak apa-apa,
Anna. Trimakasih banyak”
Emily tersenyum
karena sepertinya Anna sudah mulai dekat dengan Kei. Anna membawa mereka
kembali ke apartemen Danny yang masih belum juga pulang dari Malaysia.
“kalian duduk saja
disana. Akan aku buatkan minuman hangat untuk kalian. Aku tadi juga sudah
membeli beberapa makanan untuk makan siang kita kali ini”
“Anna...”
“... aku ingin makan
siang bersama kalian. Tidak apa-apa, kan?”
Emily dan Kei
hanya duduk sambil masih terus melihat Anna yang sibuk sendiri membereskan meja
untuk makan siang mereka hari itu. Mereka pun segera makan siang bersama.
Suatu sore, Kei
duduk melamun di balkon apartemen. Lalu datanglah Emily dan langsung berdiri di
sampingnya sambil memberikan Kei secangkir teh hangat.
“trimakasih”
“apa yang kau
pikirkan, Kei?”
“papa”
Sejenak hening
diantara mereka.
“bolehkah aku tahu
apa yang ada di benakmu sekarang ini tentang papa?”
Kei hanya
mengamati tehnya yang kini tinggal separuhnya, lalu menatap Emily.
“aku besok akan ke
Manhattan. Aku akan menemuinya”
Emily memegang
bahu Kei seolah tak percaya,”benarkah?!”
“walaupun aku
sebenarnya masih sakit hati kepada mereka, tapi aku juga tidak bisa memungkiri
bahwa karena merekalah aku bisa jadi seperti ini. Mungkin ini saatnya aku harus
membalas budi baik mereka, yang walaupun sampai kapan pun aku tetap tidak bisa
membalasnya. Mereka sudah berbuat banyak untukku. Rasanya tidak adil kalau
hanya karena mereka merahasiakan hal ini dariku selama puluhan tahun, terus aku
tidak perduli lagi kepada mereka. Aku benar, kan? Dan aku tetap akan mencari
tahu sendiri siapa keluargaku yang sebenarnya”
Emily hanya
mengangguk sambil tersenyum lalu merebahkan kepalanya di dada Kei.
“kalau keadaan
memungkinkan, kau besok bisa ikut denganku”
“tidak ada masalah
dengan kesehatanku, Kei. Tentu saja aku besok ikut denganmu”
Esok paginya, mereka segera bersiap-siap
untuk pergi ke Manhattan. Menjelang tengah hari, mereka sudah tiba di depan
rumah utama. Namun Kei hanya menghentikan mobilnya di depan pagar utama.“kita bisa melalui ini semua, Kei”
Perlahan, mobil Kei mulai memasuki halaman rumah utama yang luas itu. Penjaga depan hanya mengangguk memberi hormat karena memang sudah hafal dengan mobil Kei. Setelah sampai di lobi, mereka turun. Seseorang membukakan pintu mobilnya.
“apakah... papa ada di dalam?”
“iya, Tuan Yamada Yasuo ada di
kamar”
“trimakasih”
Dengan menggandeng Emily, Kei
segera menuju lantai atas ke kamar Yamada Yasuo. Dengan agak ragu, ia melangkah
memasuki kamar yang juga besar itu. Ia melihat papanya sedang duduk di kursinya
sambil menatap keluar jendela. Sendirian.
Kei melangkah sendirian
menghampiri papanya sedangkan Emily masih hanya berdiri di ambang pintu.
Perlahan Kei menyentuh pundak papanya. Yamada Yasuo segera menoleh.
“K-Kei...? Kau datang?”
Kei hanya mengangguk dan berlutut
di depan papanya. Sejenak mereka hanya saling berpandangan.
“trimakasih. Trimakasih kau mau
datang mengunjungiku, Kei-chan”
Kei lalu memeluk papanya. Tak
terasa Yamada Yasuo menangis.
“aku merindukanmu, Kei. Sangat.
Aku menyayangimu. Tak pernah putus aku memikirkanmu. Kau tetap anakku apapun
yang terjadi”
Emily juga ikut terharu melihat
pemandangan yang ada di depannya itu.
“kau tak akan pergi lagi, kan?
Kau tak akan meninggalkan aku lagi, kan?”
Kei hanya menggeleng.
“maafkan aku, pa. Aku selama ini
terlalu egois. Lebih mementingkan egoku sendiri tanpa pernah memikirkan
perasaanmu. Kaulah yang telah membuatku seperti sekarang ini. Hanya kau yang
kutahu sebagai keluargaku. Hanya keluarga Yamada yang selama ini aku kenal
sebagai nama keluargaku, tidak yang lainnya. Aku tidak perduli walaupun
sebenarnya aku bukanlah anakmu, kau tetap papaku. Walaupun sampai dengan hari
ini aku tidak tahu siapa keluargaku yang sebenarnya, tapi aku tetap
menghormatimu. Maafkan aku, pa”
Yamada Yasuo membelai rambut Kei.
“jangan pernah lagi kau pergi
dari sini, Kei-chan”
“tentu”
Yamada Yasuo menoleh kepada
Emily.
“kau juga datang bersama Emily.
Kemarilah, Emily”
Emily
mendekati kedua pria itu.
“apa
kabar, Emily?”
“baik.
Bagaimana kabar, papa?”
“aku
merasa lebih baik. Dengan kalian sudah pulang saja, aku sudah merasa tidak
pernah sakit”
“apakah
ini obat yang dari dokter? Kata Oji-san kau tak pernah meminum obatmu. Apakah
perlu kubantu?”
“hanya
dengan kalian datang kesini saja, itu sudah menjadi obat untukku. Trimakasih”
Tiba-tiba
dari arah pintu masuklah Ryuu.
“Emily?
Kei? Kalian disini juga?”
“ya,
kami datang kesini. Maaf telah membuat kalian repot karena sikap egoisku”
“tidak
apa-apa. Ini bisa jadi pembelajaran untuk kita semua. Aku senang kau mau
kembali kesini lagi, Kei-kun. Lihatlah, papamu sudah sembuh hanya dengan
bertemu denganmu saja”
“ya,
aku semakin yakin kalau kalian memang tulus. Maafkan aku”
Mereka
melanjutkan obrolan mereka di meja makan sambil makan siang.
“apa
yang membuatmu berubah pikiran, Kei-kun?”
“sewaktu
kau bilang kalau papa sakit. Itu jelas mengusik pikiranku selama beberapa hari
ini. Selama ini tak pernah sekalipun papa sakit. Jadi aku merasa bersalah
karena telah menyebabkannya jatuh sakit. Dan juga... aku tahu kalau pekerjaanku
yang kau ambil alih itu sangat berat. Dan kau hanya seorang diri mengurusnya
sehingga mengabaikan perusahaan yang di Tokyo. Maafkan aku sekali lagi,
Oji-san”
“apakah
itu berarti... kau akan menjadi CEO Yamada Group lagi? Terus terang, kami tidak
pernah pergi ke notaris seperti yang kau perintahkan kepada Mr. Malkovich itu.
Jadi kapanpun kau kembali lagi, itu tak akan merubah apapun. Bagaimana
menurutmu? Apakah kau sudah siap masuk ke gedung itu lagi?”
“kapanpun
kalian meminta bantuanku, aku akan selalu siap”
“trimakasih,
Kei-chan. Kau mau datang kembali kesini. Aku tak mau kau pergi lagi. Aku hanya
ingin kau yang mengurusi perusahaan itu. Aku tidak perduli kepada yang lainnya.
Memang, Koyamada adalah anakku. Dan aku sudah membuktikannya dengan tes DNA.
Tapi itu tak mempengaruhi keputusanku untuk memberikan perusahaan itu untukmu.
Aku sangat menyayangimu, Kei-chan. Dan untuk Koyamada, aku akan memikirkannya
nanti. Terus terang ini sangat tiba-tiba sekali. Aku pun tidak tahu tentang hal
ini. Sepertinya aku memang bukanlah ayah yang baik”
“pa,
jangan kau pikirkan hal itu dulu. Yang penting jaga kesehatanmu. Itu yang
terpenting. Aku bukanlah orang yang haus akan kekuasaan. Aku kembali karena aku
ingin menunjukkan kepadamu kalau aku anak yang bisa diandalkan. Aku akan
membuatmu bangga. Apakah perusahaan itu nantinya akan kau berikan kepada siapa,
aku tak perduli. Aku hanya ingin memajukan perusahaan yang selama ini sudah kau
rintis. Aku tak mau itu semua hancur hanya gara-gara sikap egoisku semata.
Hanya ini yang bisa kulakukan untukmu sekarang ini”
“aku
senang mendengarnya, Kei-kun. Begitu kau memegang Yamada Group lagi, aku yakin
sekali kalau mereka akan berinvestasi lagi di perusahaanmu. Aku sudah mencoba
untuk meyakinkan mereka tapi mereka tetap tidak mau kalau bukan kau. Hhh...
dengan begini, aku bisa meninggalkan Amerika dengan tenang. Jadi, kapan kau
akan bekerja lagi?”
“aku
tak mau ia terburu-buru bekerja, Ryuu. Aku ingin menghabiskan waktu untuk
berbincang dengannya dulu beberapa hari ini. Aku merindukannya. Karena setelah
ia kembali bekerja, pasti ia akan sibuk dan tak ada waktu untuk berbincang
santai denganku lagi. Aku benar kan, Kei-chan?”
“eh...
y-ya, biasanya memang seperti itu, pa”
“aku
yang sebagai istrinya saja kadang tak mendapatkan waktu banyak darinya.
Hari-harinya selalu disibukkan masalah pekerjaan”
“bukankah
aku sudah mengatakannya kepadamu. Kalau kau membutuhkanku, kau harus
mengatakannya kepadaku. Karena kalau kau diam saja, mana aku tahu? Aku benar,
kan?”
Yasuo
dan Ryuu hanya tertawa sedangkan Emily terlihat cemberut.
“berarti
ada hikmah selama kalian pergi dari sini. Kalian bisa berdua saja tanpa
diganggu urusan pekerjaan yang sangat menyita waktu. Apakah kau akan melarikan
diri lagi, Kei-kun?”
“tentu
saja tidak, Oji-san”
“kau
harus lebih memperhatikan istrimu. Biasanya wanita yang sedang mengandung
membutuhkan perhatian lebih. Walaupun ia tidak memintamu. Ingat itu, Kei-chan!”
“iya,
iya, pa”
“kau
tahu, Kei? Aku bahagia sekarang ini. Kau sudah kembali seperti dulu lagi”
Emily
mencium Kei. Tiba-tiba ponsel Ryuu berbunyi.
“hallo.
Ah... iya, trimakasih sudah mengingatkanku. Aku akan segera kesana”
Ryuu
menyimpan kembali ponselnya.
“sepertinya
aku harus ke kantor lagi. Aku sudah ada janji setelah makan siang. Apakah kau
akan ikut aku, Kei-kun?”
“ah,
tidak. Untuk beberapa hari ini aku ingin di rumah dulu. Aku belum ingin
disibukkan dengan urusan pekerjaan”
“baiklah,
aku pergi dulu”
Ryuu
segera meninggalkan rumah itu dan menuju gedung Yamada Group di pusat kota
Manhattan.
Sore
itu, Kei sedang berada di beranda belakang lantai atas rumahnya sewaktu papanya
memanggilnya.
“bisakah
kau ikut denganku sebentar, Kei-chan?”
“iya,
pa”
Kei
mengikuti papanya menuju ruang kerja papanya itu. Yamada Yasuo duduk di
kursinya dan membuka brankas yang ada di bawah mejanya. Kei duduk di kursi
depan papanya. Yasuo mengeluarkan beberapa lembar kertas dan meletakkannya di
atas mejanya.
“aku
ingin kau membaca semua dokumen ini. Kalau kau sudah selesai, kau bisa
memberitahuku”
“dokumen
apa ini, pa?”
“ini
tentang semua aset Yamada Group yang akan kuberikan kepadamu. Baca dan
pelajarilah. Kalau kau sudah selesai, aku akan menghubungi notaris dan
pengacara kita untuk memindahkan semua aset ini atas namamu”
“tapi...
ini semua tidak perlu, pa. Bukankah kau sudah memberiku banyak hal?”
“itu
hanya sebagian kecil saja. Bukankah aku sudah berjanji kepadamu bahwa kalau kau
sudah menikah, maka aku akan memberikan semua asetku untukmu?”
“tapi
bukankah...”
“apakah
kamu masih berpikir tentang anak itu?”
“ya,
aku merasa tidak berhak untuk ini semua. Aku pulang karena aku ingin membantu
kalian untuk mengurus perusahaan itu. Aku juga kasihan dengan Oji-san yang
bekerja sendirian akhir-akhir ini. Bukan untuk ini aku pulang”
“dan
aku tidak perduli. Untuk anak itu, aku bisa memikirkannya nanti. Bawalah dokumen-dokumen
ini, oke?”
Yamada
Yasuo berdiri dan menepuk bahu Kei, lalu meninggalkan Kei sendirian. Kei juga
segera meninggalkan ruangan itu menuju ruang kerja pribadinya. Ia masih
menimang-nimang beberapa lembar kertas berharga itu. Ia terkejut sewaktu
tiba-tiba Emily memeluknya dari belakang.
“sepertinya
kau sedang melamun. Apa yang kau lamunkan?”
“ah,
bukan apa-apa”
“kulihat
kau tadi dipanggil papa. Apakah masalah pekerjaan?”
“bukan.
Tapi papa memberiku ini”
“apa
ini? Coba kulihat. Kei, bukankah ini...”
“ya,
kau juga tahu kalau itu dokumen penting, kan?”
“untuk
apa papa memberikanmu ini semua?”
“papa
bermaksud ingin memberikan itu semua untukku, juga menjadi atas namaku.
Entahlah, aku bingung. Aku bukanlah keluarga mereka, tapi mengapa mereka
memberikan semua aset Yamada Group untukku? Padahal mereka tahu kalau ada orang
lain yang lebih pantas untuk menerima ini”
“itu berarti, kau tak perlu meragukan mereka
lagi. Walaupun ada kejadian seperti ini, sayang dan cinta mereka kepadamu tidak
pernah berubah. Mereka tulus menyayangimu, Kei”
“ini
semakin membuatku tak enak hati untuk menanyakan keberadaan keluargaku yang
sebenarnya kepada mereka”
“bagaimana
kalau kau tak perlu lagi menanyakan hal itu kepada mereka. Itu akan membuat
mereka terluka. Lebih baik, kita cari bersama-sama tanpa melibatkan mereka. Aku
akan membantumu”
“sampai
sekarang aku juga tak tahu. Bagaimana bisa aku dulu bisa masuk ke keluarga ini?
Apakah aku dulu memang sudah tidak mempunyai siapa-siapa lagi sehingga mereka
mengadopsiku? Ataukah... aku dulu hidup di panti asuhan?”
“sekarang
jangan kau pikirkan hal itu dulu. Kalau kau sudah bertemu keluargamu, kita bisa
menanyakan hal itu langsung kepada mereka”
“ya,
trimakasih. Kau tahu, kau berubah sekali semenjak kau menjadi istriku”
“berubah
yang seperti apa?”
“kau
lebih bijak dan pendiam, selalu menurut apa kataku”
“apakah
aku dulu selalu membantahmu?”
“ternyata
ada yang lupa kalau dulu ada seorang gadis yang selalu membullyku di sekolah.
Bahkan sewaktu aku menjadi boss besarnya, tetap saja aku mendapatkan hal itu”
Emily
hanya tertawa mendengarnya.
“kau
tak perlu mengingatkanku. Aku menyesal telah berbuat seperti itu kepadamu.
Hhh... sepertinya aku bukan karyawan yang baik, ya. Tapi aku juga heran,
mengapa kau dulu tidak memecatku saja?”
“mungkin
itulah yang menyebabkan aku menyukaimu. Mungkin kalau kau tak berbuat seperti
itu terhadapku, sampai sekarang aku yakin kita tidak akan menikah”
“kau
tak perlu bicara tentang hal itu lagi, Kei. Kau membuatku malu”
“kemarilah”
Kei
menarik tangan Emily hingga Emily duduk di pangkuan Kei.
“kapan
jadwalmu ke dokter? Aku akan mengantarmu”
“masih
minggu depan. Tapi kau tak perlu khawatir. Aku bisa berangkat sendiri kalau
misalnya minggu depan kau sudah sibuk dengan pekerjaanmu”
“tidak,
aku akan mengantarmu. Ingatkan aku tentang jadwal itu. Oke?”
Kei
lalu mencium Emily.
Pagi
itu setelah sarapan, Yasuo dan Kei nampak pergi keluar. Emily mendekati Ryuu
yang masih duduk di ruang keluarga lantai atas sambil membaca koran.
“Oji-san,
bisakah aku bertanya sesuatu kepadamu?”
Ryuu
menurunkan korannya,”katakanlah”
“sampai
sekarang Kei masih penasaran siapa keluarganya. Apakah... aku boleh
memberitahunya?”
“apakah
kau sudah memberitahunya?” sahut Ryuu cepat.
“belum.
Untuk itulah aku ingin bertanya kepadamu terlebih dahulu. Aku sepertinya merasa
bersalah kepadanya. Tiap hari ia melamunkan hal ini. Dan aku merasa, kalau kita
tidak memberitahukan hal ini kepadanya, kita telah berbuat yang tidak adil”
“sebaiknya
kita tak perlu memberitahunya dulu. Aku akan cari waktu yang tepat, Emily”
“baiklah”
“
oya, tahukah kau kemana mereka tadi akan pergi?”
“aku
tidak tahu. Mungkin hanya keluar sebentar karena sepertinya papa masih rindu
dengan Kei”
“ya,
padahal baru sebentar Kei meninggalkan rumah. Tapi sudah bisa membuat papanya
seperti itu. Ia memang sangat menyayangi Kei. Dan karena masalah ini sudah
selesai, sepertinya kami harus kembali lagi ke Tokyo”
“secepat
itukah? Kapan rencana kalian pulang?”
“mungkin
dalam beberapa hari ke depan. Sudah lama kami meninggalkan Tokyo. Jaga dirimu baik-baik.
Aku titip Kei kepadamu. Kalau ada apa-apa lagi, jangan ragu untuk langsung
menelponku”
“mengapa
kau tak pernah mengajak bibi Akemi?”
“kau
tahu sendiri kalau ia seorang wanita karir yang super sibuk. Untuk bertemu
dengannya saja, aku harus tahu jadwalnya”
“sampai
segitunya?”
“ya,
dia jarang pulang ke Tokyo”
“bicara
mengenai wanita karir, sepertinya kau dulunya ada hubungan dengan dokter
Takahara, ya?”
“kau
benar. Dia mantan kekasihku. Sayang sekali ia belum juga menikah sampai
sekarang”
“mengapa
kalian dulu berpisah. Eh, maaf kalau aku menanyakan hal yang terlalu pribadi”
“tidak
apa-apa. Aku dan Kei mengalami nasib yang sama. Korban dari kekuasaan keluarga
Yamada”
“maksudmu?”
“aku
dan juga Kei harus mengikuti tradisi keluarga besar kami. Kami semua dijodohkan
oleh ayah kami. Kalau tidak, tahu sendiri akibatnya. Mereka pasti akan
melenyapkan hal-hal yang akan menghalangi perjodohan itu. Dan aku pun menikah
dengan Akemi. Dan Kei menikah dengan Harumi, waktu itu. Tapi aku senang,
akhirnya Kei bisa menikah denganmu. Karena sebenarnya dari dulu Kei sangat
menginginkamu untuk menjadi istrinya”
“ya,
aku tahu cerita itu dari Kei. Apakah kau masih mencintai dokter Takahara?”
Ryuu
hanya tersenyum dan beranjak dari duduknya.
“hari
sudah semakin siang, aku akan ke kantor sekarang, Emily. Jaga dirimu baik-baik”
Ryuu
segera turun ke bawah untuk pergi ke kantor pusat Yamada Group.
“ya,
kau masih mencintai dokter Takahara, Oji-san,” ucap Emily lirih.
Pagi
itu, Yasuo, Ryuu dan Kei berangkat ke kantor bersama-sama. Sewaktu sampai di
lobi, semua orang yang berpapasan mengangguk dengan hormat. Mereka lalu ke
lantai paling atas, ke kantor Kei. Nishida yang memang mengetahui yang
sesungguhnya juga heran melihat Kei yang datang lagi ke kantor.
“Yamada-san?
Eh... s-selamat pagi”
“selamat
pagi, Nishida-san”
“apakah
kau...”
“ya,
aku kembali lagi”
“aku
ikut senang, Yamada-san”
“kalau
kau melihat Mr. Malkovich, tolong sampaikan aku sudah menunggunya di kantorku”
“ya,
tentu”
Kei
masuk ke kantornya mengikuti Yasuo dan Ryuu yang memang sudah masuk sedari
tadi.
“kantormu
masih seperti yang dulu. Kami tidak mengubah apapun”
“ya,
sepertinya sudah lama sekali aku tidak masuk kesini. Sepertinya aku harus
membiasakan diri lagi dengan segala rutinitasnya yang melelahkan”
“aku
akan bilang pada sekretarismu untuk memangkas jadwalmu yang padat itu. Kau tak
bisa meninggalkan istrimu di rumah sendirian. Takutnya terjadi hal-hal yang
tidak kita inginkan. Apalagi sekarang ia sedang hamil”
“papa
tak perlu repot-repot. Aku nanti yang akan bilang kepadanya”
“aku
tidak percaya kepadamu, Kei”
Lalu
datanglah Mr. Malkovich yang juga ikut duduk di sofa yang ada di tengah kantor.
“terus
terang aku tadi terkejut sewaktu Nishida mengabarkan kepadaku bahwa kau masuk
kerja lagi, Yamada-san. Aku ikut senang mengetahui hal ini lagi. Selamat datang
kembali”
“ya,
mereka berdua yang membuatku kembali lagi kesini”
“selama
kau tidak ada, banyak kekacauan disini. Banyak investor yang mengundurkan diri
maupun membatalkan kontraknya secara sepihak. Mereka tidak percaya kalau tidak
denganmu sendiri. Aku dan pamanmu sampai kewalahan”
“aku
tidak bohong kan, Kei-kun?”
“yah...
aku minta maaf. Saatnya aku yang akan membereskan semua masalah ini. Karena
papaku dan Oji-san akan kembali ke Tokyo sore ini”
“oya?
Mengapa cepat sekali kalian pulang?”
“sudah
ada Kei, jadi kami tidak perlu cemas meninggalkan perusahaan. Lagipula, sudah
terlalu lama kami meninggalkan Tokyo. Aku tak mau perusahaan yang di Tokyo
ikut-ikutan ada masalah”
“ah,
ya. Tentu saja. Oya, maafkan aku, Yamada-san. Waktu kau menyuruhku untuk ke
notaris waktu itu, aku tidak melakukannya. Jadi, semuanya masih atas namamu.
Itu karena... papamu yang melarangku”
“ya,
itu aku juga sudah tahu. Sepertinya aku juga harus berterimakasih kepada
kalian. Dan juga aku minta maaf. Karena keegoisanku yang sesaat, telah
merepotkan kalian semua. Maafkan aku”
“sudahlah.
Yang penting semuanya sudah kembali lagi. Aku titip perusahaan ini kepadamu,
Kei-chan. Jangan kecewakan aku lagi”
“siap,
pa!”
“dan
untungnya juga hanya aku dan Nishida yang tahu bahwa kau kemarin sebenarnya
mengundurkan diri. Tapi karyawan yang lain tahunya kau hanya cuti panjang. Itu
juga atas perintah papamu. Takutnya kalau terjadi keributan di dalam perusahaan
ini. Itu jelas mengganggu kinerja mereka”
“benarkah
itu, pa? Sebegitu yakinnya kau bahwa aku akan kembali kesini lagi?”
“ya,
aku yakin sekali, Kei-chan”
“dia
tak pernah ragu akan dirimu, Kei-kun”
Mereka
hanya menghabiskan waktu di kantor sampai siang saja. Karena sorenya Yasuo dan
Ryuu harus ke bandara untuk kembali ke Tokyo lagi. Emily dan Kei mengantarnya
sampai bandara.
“kami
pergi dulu, Kei-chan. Jaga istrimu baik-baik”
“tentu,
pa”
“aku
juga tak mau mendengar berita kalau kamu lari lagi, Kei-kun”
“kau
bisa mempercayaiku, Oji-san”
Setelah
Yasuo dan Ryuu masuk ke bandara, Emily dan Kei juga langsung pulang ke rumah
mereka di Manhattan.
Hari-hari
selanjutnya sudah bisa ditebak. Kei pun sibuk dengan pekerjaannya lagi.
Berangkat pagi-pagi sekali dan pulang pun larut malam.
Pagi
itu, Emily sedang menyiapkan sarapan untuk Kei.
“selamat
pagi, Kei. Aku sudah menyiapkan sarapan untukmu”
“bukankah
aku sudah mengatakannya kepadamu. Kau tak perlu repot-repot seperti ini”
“kau
suamiku. Jadi aku yang akan melayanimu, bukan yang lainnya”
“oke,
oke”
Mereka
segera makan pagi bersama.
“apakah
kau nanti pulang malam lagi?”
“sepertinya
begitu. Apakah kau memerlukan sesuatu?”
“tidak.
Aku hanya ingin mengingatkanmu saja. Kau terlalu workaholic. Ingat pesan papa.
Bukankah kau harus memangkas beberapa jadwal kerjamu?”
“aku
harus membereskan semua masalah yang aku timbulkan selama aku pergi. Kalau itu
belum selesai, aku belum bisa duduk manis. Ini bentuk dari tanggung jawabku”
“terserah
kaulah”
“hei,
kau marah, ya? Aku minta maaf. Tapi janji, setelah ini selesai aku akan selalu
ada waktu untukmu”
“bukan
seperti itu juga, Kei. Aku hanya ingin kau juga menjaga kesehatanmu. Bukan gila
kerja seperti ini!”
Kei
tak menggubris apa kata Emily. Ia sibuk dengan sarapannya.
“aku
sudah selesai. Aku pergi dulu, sayang. Karena jam 8 nanti aku ada meeting
penting”
“tapi...”
Setelah
mencium Emily, Kei langsung menuju lobi. Sebuah mobil sudah menunggunya. Emily
hanya mendesah perlahan dan tak jadi menghabiskan makan paginya. Lalu ponselnya
berbunyi.
“hai,
Emily. Apa kabar?”
“hai,
Anna. Kabarku baik. Ada apa? Tumben kau menelponku”
“hanya
untuk sekedar memastikan kalau kau baik-baik saja. Bagaimana kabar suamimu?”
“dia
sudah beraktifitas seperti biasa. Dan kau tahu, dia semakin gila kerja. Aku tak
bisa mengontrolnya lagi, Anna! Aku hanya memikirkan tentang kesehatannya. Dia
juga baru saja pulih dari sakitnya”
“dalam
waktu dekat aku akan ke Manhattan. Aku yang akan bilang kepada si brengsek itu,
Emily!”
“emmm...
sebaiknya tidak perlu, trimakasih. Aku akan mengatakan sendiri kepadanya”
“kau
selalu melarangku setiap kali aku ingin membicarakan masalah ini kepadanya”
“aku
tak mau ada ribut-ribut antara kau dengannya. Apakah kau akan liburan disini?”
“ya,
begitulah. Mungkin aku akan datang dengan Danny”
“bukankah
ia sedang berada di Malaysia?”
“ia
sudah pulang beberapa hari yang lalu. Ia ikut sedih mendengar cerita tentang
kalian, terutama Kei. Itulah mengapa ia mengajakku untuk ke Manhattan
mengunjungi kalian. Oya, juga untuk membawakan beberapa barang kalian yang
masih ada di apartemen Danny”
“ah,
iya. Aku belum sempat mengambilnya. Trimakasih, Anna”
“baiklah,
aku pergi dulu. Jaga dirimu baik-baik, Emily”
“thanx”
Suatu
siang, Emily sudah siap di ruang keluarga.
“taksi
sudah siap, Mrs. Yamada”
“ya,
trimakasih”
Emily
segera turun ke lobi. Taxi bergerak perlahan menuju pusat kota Manhattan.
Setelah sampai di gedung Yamada taksi berhenti. Emily segera menuju lantai
paling atas. Beberapa orang yang berpapasan dengannya menyapanya dengan hangat
dan hormat. Ia berhenti di depan meja Nishida yang ada di depan kantor Kei yang
tertutup rapat.
“selamat
siang, Nishida”
“selamat
siang. Eh, tumben anda kemari. Apakah anda mencari Yamada-san?”
“iya,
apakah ia ada?”
“ada
dan sepertinya sedang mendiskusikan hal yang serius dengan direktur keuangan”
“serius?
Tentang apa?”
“entahlah.
Tapi beberapa hari terakhir ini Yamada-san sedang dalam kondisi yang kurang
baik, menurutku. Eh, maaf...”
“tidak
apa-apa. Kau bisa bercerita kepadaku”
“mungkin
ini ada hubungannya dengan perusahaan yang di Korea. Tapi aku tak tahu
detilnya, maaf. Yamada-san sering
marah-marah tak jelas”
“dia
tidak pernah bercerita tentang urusan pekerjaan kepadaku. Tapi aku nanti bisa
bicara dengannya”
“sebaiknya
jangan. Aku tak mau kena marah olehnya lagi”
“kau
tak perlu khawatir”
Pintu
kantor Kei dibuka dari dalam lalu keluarlah direktur keuangan dengan wajah
lesu.
“eh,
selamat siang, Mrs. Yamada”
“selamat
siang, Mr. Wayne. Apa kabar?”
“baik”
“Emily?
Apa yang sedang kau lakukan disini?”
Kei
tiba-tiba muncul di antara mereka.
“eh,
aku...”
“sebaiknya
aku permisi dulu”
“ya.
Tentu, Mr. Wayne”
Kei
mengajak Emily untuk masuk ke kantornya dan menutup pintunya lagi. Emily duduk
di sofa diikuti Kei yang nampak penat dan lelah itu.
“tumben
kau kemari. Apakah ada sesuatu yang kau perlukan?”
“tidak.
Aku baru ingat kalau hari ini adalah jadwal aku ke dokter. Bukankah dulu kau
pernah mengatakannya kepadaku kalau aku HARUS memberitahumu tentang hal ini?”
“ah,
iya. Kau benar”
“tapi
sepertinya kau sedang sibuk sekali. Apakah ada masalah?”
Kei
hanya menatap Emily,”aku sudah memberitahumu waktu itu, kan? Aku tidak mau
membicarakan masalah pekerjaan denganmu. Kau istriku, bukan karyawanku. Aku tak
mau kau ikut terbebani dengan memikirkan hal-hal yang menyangkut pekerjaan”
“oke,
oke. Aku hanya tak mau kau marah-marah kepada karyawanmu. Itu bisa membuat
mereka tertekan. Aku pernah mengalaminya, Kei. Kau sangat menakutkan kalau kau
sedang bad mood”
Kei
hanya tersenyum kecil lalu merengkuh bahu Emily.
“jam
berapa kita berangkat ke dokter?”
“sebentar
lagi. Tapi kalau kau masih ada pekerjaan, aku bisa naik taksi”
“kau
jadi mengingatkanku untuk mencarikan seorang driver untukmu”
“aku
tidak pernah kemana-mana. Bukankah setiap kali aku pergi aku selalu bersamamu?”
“hanya
untuk berjaga-jaga saja. Seperti kali ini, kau kesini dengan naik taksi, kan?
Sebaiknya kita berangkat sekarang saja. Setelah dari sana, kita bisa makan
siang bersama. Sudah lama aku tidak makan siang denganmu”
Mereka
lalu keluar dari lantor Kei.
“kami
pergi dulu, Nishida-san”
“tentu,
Mrs. Yamada”
Tanpa
ditemani sopirnya, Kei mengantar Emily ke dokter untuk pemeriksaan rutin.
Setelah itu mereka makan siang bersama.
“Kei,
aku ingin meminta sesuatu darimu”
“katakanlah”
Nampak
Kei menikmati makan siangnya kali ini. Emily hanya menatapnya dan Kei pun
menghentikan makannya karena merasa diperhatikan oleh Emily.
“ada
apa? Katakanlah. Maaf, aku lapar sekali”
Emily
hanya tertawa tertahan.
“bukankah
setelah kita menikah kau akan membawaku ke Tokyo lagi?”
“ah,
iya. Tapi sepertinya belum bisa dalam waktu dekat ini. Aku akan meminta Nishida
untuk mengosongkan jadwalku untuk beberapa hari”
“emmm...
sebenarnya aku ingin tinggal lama disana”
“maksudmu?”
“kalau
kau mengijinkan, sebenarnya aku ingin melahirkan disana”
Kei
mendekatkan wajahnya kepada Emily dan menatapnya lekat-lekat.
“mengapa
kau punya pikiran seperti itu?”
“aku
ingin anakku lahir disana. Bukankah kita juga lahir disana? Eh, itupun kalau
kau bersedia”
“pekerjaanku
ada disini, sayang”
“aku
tahu. Bukankah aku bisa tinggal dengan papa?”
“kau
tinggal di Tokyo sedangkan aku tinggal di Manhattan?”
“ya,
tidak masalah, kan?”
“bukan
aku yang menjadi masalah disini. Tapi kamu. Aku tidak bisa mengawasimu setiap
waktu. Kau sedang hamil, Emily!”
“aku
tahu, tapi kau tak perlu khawatir. Bukankah ada papa? Mungkin dengan begini,
kau bisa lebih fokus dengan pekerjaanmu. Tapi, maaf. Aku mendengar dari Nishida
kalau kau sedang ada masalah dengan perusahaan yang ada di Korea”
“Nishida?”
“tolong
jangan kau marahi dia. Dari dulu aku sudah tahu kalau perusahaan yang di Korea
itu selalu bermasalah. Sementara aku tinggal di Tokyo, kau bisa dengan tenang
menyelesaikan masalah itu”
Kei
menyandarkan punggungnya ke sandaran kursinya dan diam sejenak.
“kau
benar. Saat ini aku sedang sibuk mengurusi masalah ini. Dan masalahnya sama
seperti yang di London. Mungkin aku akan mengirim Ryunosuke untuk pergi ke
Korea. Pertimbanganku, dia berhasil mengatasi masalah yang di London itu.
Sepertinya kedua perusahaan itu kurang begitu ketat tentang anggaran. Aku ingin
Ryunosuke mengaudit perusahaan itu”
“benarkah
yang di London sudah beres? Aku tidak mengetahui hal itu”
“I
told you. Aku tidak membicarakan masalah pekerjaan denganmu”
“jadi...
bolehkah aku tinggal di Tokyo?”
“akan
aku pikirkan lagi. Sekarang selesaikanlah makanmu. Aku harus segera ke kantor
lagi. Aku sudah ada janji dengan seseorang”
Setelah
selesai makan siang, Kei mengantar Emily pulang.
“jaga
dirimu baik-baik. Aku nanti pulang larut malam, jadi kau tak perlu menungguku”
“ya.
Dan tentang permintaanku tadi... tolong kau pikirkan baik-baik, ya”
“tentu.
Dan kalaupun aku nantinya menyetujuinya, kau tetap harus menanyakan hal itu
kepada doktermu”
“kau
tak perlu khawatir tentang hal itu. Trimakasih, Kei”
Setelah
mencium Emily, Kei segera kembali ke kantornya lagi.
Sore
itu sebelum pulang kantor, Nishida masuk ke kantor Kei dengan membawa selembar
kertas yang harus ditandatangani oleh Kei. Ia melihat Kei masih sibuk dengan
pekerjaannya.
“maaf,
Yamada-san. Ini ada beberapa hal yang harus kau tanda tangani”
“apa
ini?”
“surat
tugas untuk Ryunosuke Kamiki. Bukankah kau memintaku untuk membuatkan surat
tugas ini untuknya untuk mengaudit perusahaan yang di Korea itu?”
“ya,
trimakasih”
Kei
segera menandatangani surat itu.
“kalau
ia besok sudah tiba disini, aku ingin bicara dengannya dulu. Banyak hal yang
harus kurundingkan dengannya. Dan satu lagi. Aku ingin kau mengosongkan
jadwalku untuk bulan depan sekitar seminggu. Aku harus pulang ke Tokyo”
“tentu.
Apakah ada hal yang lainnya?”
“tidak,
trimakasih. Kalau sudah tidak ada hal yang perlu dikerjakan kau boleh pulang
sekarang”
“baiklah,
aku permisi dulu”
Kei
tenggelam lagi dengan kesibukannya.