Selasa, 21 Juni 2016

MY SAKURA (bagian 25)



Kei dan Emily sudah berada di bandara. Mereka sedang bersiap-siap menuju Tokyo.  Mereka duduk di ruang tunggu bandara.
“makanlah ini. Tadi kau belum sempat makan, Emily”
“ya, trimakasih”
Emily memakan roti pemberian Kei.
“trimakasih, Kei. Kau sudah mengabulkan keinginanku”
“setelah aku pikir-pikir, idemu ada benarnya juga. Aku ingin anakku dilahirkan di Jepang, bukan di Amerika. Tapi tetap saja aku masih khawatir denganmu walaupun kau nanti akan tinggal dengan papa. Kau tetap saja sendirian disana”
“aku bukan orang yang manja, Kei!”
“hmmm... sifat aslimu muncul lagi, Ms. Grey”
Emily hanya bersungut-sungut sementara Kei hanya tersenyum melihat kelakuan Emily. Ia lalu merengkuh bahu Emily.
“kau senang, kan?”
Emily mengangguk.
“aku ingin mencoba hidup disana. Kalau nanti ternyata aku tidak betah, aku bisa menelponmu untuk menjemputku kembali”
“boleh. Semoga saja kau betah disana. Aku tak mau kau melupakan asal usulmu. Kau lihat? Walaupun aku juga bukan orang Jepang asli seperti kamu, tapi aku tetap menjunjung tinggi adat keluargaku”
Emily menatap Kei yang memang juga berdarah campuran.
“aku tahu. Kau membuatku semakin mencintaimu, Kei”
Mereka segera masuk ke pesawat yang akan membawa mereka ke Tokyo.
Di Tokyo, mereka dijemput oleh Yamada Yasuo sendiri.
“mengapa papa yang menjemput kami?”
“aku sedang tidak sibuk. Jadi aku ingin menjemput kalian. Sudah lama kita tidak bertemu”
“kita berpisah baru beberapa minggu yang lalu, pa”
“hhh... tetap saja aku merindukan kalian. Terutama kau, Emily. Aku ingin segera menimang cucu”
Jalanan Tokyo sangat ramai. Yamada Kei yang memegang kemudi.
“itu juga yang menjadi alasan kami kemari, pa”
“maksudmu?”
“Emily ingin tinggal disini. Ia ingin melahirkan disini”
“perfect! Kau bisa menemaniku, Emily. Aku akan sangat senang sekali kau bisa tinggal disini”
“ini memang idenya, pa. Setelah kupikir ada benarnya juga. Aku juga ingin anakku dilahirkan disini”
“aku akan menyiapkan seorang pelayan khusus untukmu, Emily”
“tidak perlu repot-repot, pa. Aku terbiasa mengurus sendiri”
“aku tidak mau ambil resiko, Emily. Kau harus jaga kesehatanmu. Apalagi kau pernah pendarahan waktu itu. Tetap aku tak mau ambil resiko!”
Kei hanya tersenyum sambil melihat ke arah Emily yang duduk di belakang melalui kaca spionnya. Tak lama kemudian mereka sudah sampai di lobi rumah. Seorang pelayan membawakan barang-barang mereka ke kamar. Sedangkan mereka beristirahat di ruang keluarga.
“apakah Oji-san sedang banyak pekerjaan, pa?”
“tidak. Dia ambil cuti panjang”
“mengapa?”
“dia pergi ke Osaka untuk menemui istrinya”
“apakah selama ini mereka hidup terpisah seperti itu?”
“ya, terpaksa itu semua mereka lakukan. Pekerjaan Ryuu disini, sedangkan istrinya memimpin perusahaan keluarganya yang di Osaka”
Emily dan Kei hanya saling pandang.
“bagaimana kabar perusahaan yang disana, Kei? Apakah tidak ada hambatan apa-apa? Sepertinya sudah lama sekali kau tidak menelponku tentang urusan pekerjaan disana”
“eh, itu... y-ya, tidak ada apa-apa. Itulah mengapa aku tidak menelponmu. Semuanya baik-baik saja”
Emily hanya menatap Kei yang ada di sampingnya. Karena ia tahu bahwa sebenarnya perusahaan pusat sedang ada masalah dengan perusahaan cabang Korea.
“baguslah! Semoga semakin maju. Kalau ada apa-apa, jangan ragu untuk menelponku, Kei-chan”
“tentu, pa”
“sebaiknya kalian istirahat dulu. Kasihan istrimu”
“baiklah. Kami ke kamar dulu, pa”
Kei mengajak Emily menuju kamar mereka yang ada di lantai atas.
“kau harus istirahat dulu, Emily”
“aku tidak serapuh itu, Kei”
“mulai lagi”
Kei hanya menatap Emily. Sedangkan Emily langsung membaringkan tubuhnya di sofa sambil meluruskan kakinya. Seorang pelayan membawakan mereka minuman hangat.
“mengapa kau tadi berbohong kepada papa?”
“aku tak mau mengganggunya. Aku ingin papa tidak direpotkan tentang masalah-masalah yang di pusat”
“apakah Ryunosuke sudah pergi ke Korea?”
“ya. Mengapa kau menanyakan hal itu? Apakah kau merindukan mantanmu itu?”
Emily melempar bantal kecil yang ia pegang kepada Kei.
“hahaha... kalau kau mau, aku akan mengantarmu ke Korea”
“itu tidak lucu, Kei!”
Kei langsung duduk di samping Emily yang sedang berbaring itu.
“kau yakin mau tinggal disini?”
“kau masih saja menanyakan hal itu”
“bisa kau pikirkan lagi. Mumpung aku belum pulang ke Manhattan”
“aku tetap ingin disini saja, Kei. Sungguh, aku akan baik-baik saja. Kalau ada apa-apa, aku pasti akan segera menelponmu”
“aku belum pernah berpisah darimu sehari pun. Aku pasti akan merindukanmu”
Kei menundukkan kepalanya dan mencium perut Emily yang sedang mengandung itu.
“berapa lama kau akan tinggal disini?”
“aku menyuruh Nishida untuk mengosongkan jadwalku selama seminggu saja. Kenapa?”
“aku hanya ingin tahu, kemana kau akan membawaku selama seminggu ini? Karena biasanya kau yang menjadi guide-ku”
“untuk kali ini, aku tidak akan membawamu kemana-mana. Kita hanya akan di rumah terus”
“mengapa bisa seperti itu? Pastinya akan sangat membosankan!”
“kau lupa apa kata doktermu? Kau tidak boleh terlalu capek dan banyak pikiran. Kau pernah pendarahan juga, sayang. Seperti kata papa juga, aku tidak mau ambil resiko”
Emily bangkit dan memeluk Kei.
“padahal sebenarnya aku ingin ke Osaka untuk pergi ke rumah Oji-san. Aku belum pernah kesana”
“lain kali kalau keadaannya memungkinkan, aku pasti akan mengajakmu kesana. Mungkin jika saat itu tiba, kita bisa kesana dengan anak kita. Kau suka?”
Emily hanya mengangguk dan tersenyum.
Ponsel Kei yang ada di atas meja berdering. Ia segera meraihnya.
“hallo, Oji-san”
“Kei, aku dengar dari papamu kau sedang di Tokyo”
“ya, aku bersama Emily juga, Oji-san. Apa kabar?”
“aku baik-baik saja. Bagaimana denganmu dan istrimu?”
“kami juga baik-baik saja. Aku kesini hanya mengantar Emily. Katanya ia ingin tinggal disini sampai ia melahirkan nanti”
“that sounds great!”
“untuk itulah, aku juga ingin meminta bantuanmu untuk turut menjaga Emily. Aku mengkhawatirkan kesehatannya dan juga karena aku tidak pernah berpisah dalam waktu yang lama dengannya”
“tanpa kau meminta pun, aku akan menjaga Emily, Kei. Berapa lama kau akan ada di Tokyo? Karena kebetulan aku juga ada perlu denganmu. Tentang masalah pekerjaan”
“aku hanya seminggu disini. Kalau kau belum sempat untuk ke Tokyo, aku yang akan ke Osaka, Oji-san”
“tidak, urusanku sudah selesai disini. Aku saja yang akan ke Tokyo. Besok aku sudah sampai disana”
“baiklah, kami akan menunggumu”
“salam saja untuk istrimu, Kei-kun”
“tentu”
Kei kembali meletakkan ponselnya di atas meja samping sofa.
“tapi kalau kau memaksa ingin pergi keluar, aku hanya akan membawamu ke Ueno Park saja. Apakah kau mau?”
“boleh, daripada hanya di rumah terus”
Mereka segera jalan-jalan ke Ueno Park sampai agak lama.

Siang itu, Ryuu datang ke rumah. Ia segera ke teras belakang.
“rupanya kalian ada disini. Apa kabar kalian semua? Lama tak bertemu dengan kalian”
“akhirnya kau datang juga, Oji-san. Kami baik-baik saja”
“apakah kau sudah membulatkan tekadmu untuk tinggal disini, Emily? Secara kau akan berjauhan dengan suamimu”
“ya, aku sudah yakin. Aku akan tinggal disini untuk beberapa bulan, atau mungkin setahun. Kalau dia merindukanku, dia bisa langsung terbang kesini, kan?”
“kau tak perlu khawatir, Kei-kun. Aku pasti akan menjaganya. Ada papamu juga, kan?”
“ya, trimakasih. Bagaimana kabar bibi Akemi?”
“dia baik-baik saja. Dia juga masih sibuk seperti biasanya”
“bagaimana kalian bisa hidup terpisah seperti itu terus?”
“tak ada jalan lain. Pekerjaan yang membuat kami harus seperti ini”
“bagaimana kalau perusahaan yang di Osaka diserahkan kepada orang lain untuk mengelolanya? Jadi bibi Akemi bisa tinggal dengan nyaman di Tokyo”
“itu akan sangat sulit. Dia tak begitu mudahnya untuk mempercayai orang. Kalau kau bisa membujuknya, aku pasti akan sangat berterimakasih sekali kepadamu, Emily”
“bibi Akemi sudah terbiasa bekerja keras, Emily. Ia pasti akan merasa jenuh kalau tiba-tiba ia harus berada di rumah terus”
“oya, apa yang ingin kau bicarakan, Oji-san?”
“ah, iya! Kau mengingatkanku. Aku ingin membahas sesuatu hal denganmu sebelum kau pergi ke Manhattan lagi. Tapi di kantor saja. Kapan kau ada waktu senggang?”
“kapan pun kau siap, Oji-san. Sekarang pun aku bisa”
“baiklah, lebih cepat lebih baik. Emily, aku pinjam suamimu sebentar”
Emily hanya tersenyum. Ryuu dan Kei segera pergi menuju kantor Ryuu.

Tokyo


Selama berada di Tokyo, Kei lebih banyak menemani Emily. Mereka pun tidak melakukan perjalanan jauh seperti yang mereka lakukan dahulu. Hanya berkeliling dalam kota Tokyo saja. Terkadang mereka hanya berbincang santai di teras belakang rumah
Tibalah hari dimana Kei harus kembali ke Manhattan. Emily mengantarnya ke bandara dengan Ryuu.
“yakin kau tidak berubah pikiran, Emily?”
“tidak. Kau saja yang sering-sering kesini. Aku akan menunggumu”
“jaga dirimu baik-baik,  jaga kesehatanmu dan jangan terlalu banyak memikirkan hal-hal yang tidak perlu. Itu semua bisa mempengaruhi kondisi kesehatanmu. Kau harus selalu ingat apa kata doktermu itu. Kalau kau akan ke dokter lagi, kau bisa diantar oleh Oji-san ataupun papa”
“iya, iya. Aku masih dan akan terus mengingat semua katamu itu, Kei”
Ryuu hanya tersenyum.
“aku pergi dulu, Oji-san. Aku mempercayakan Emily kepadamu. Kalau ada apa-apa langsung telpon saja”
“tentu. Hati-hati”
Setelah mengantar Kei, Emily dan Ryuu segera meninggalkan bandara.
“kalau kau belum makan, aku ingin mengajakmu makan, Emily”
“boleh, dimana?”
“aku tahu ada restoran yang enak di sekitar sini. Aku sering datang kesana”
“dengan siapa?”
“sendirian. Dengan siapa lagi?”
Setelah sampai, mereka segera memesan makanan mereka. Tak lama kemudian makanan yang mereka pesan sudah datang.
“kau harus makan yang banyak, Emily”
“ah, perutku tak akan muat memakan makanan sebanyak ini, Oji-san”
“oya, aku lupa memberikan kalung ini. Ini kalungmu, kan?”
“darimana kau mendapatkannya? Apakah kau mendapatkannya dari dokter Takahara?”
“ya, ia memintaku untuk mengembalikan kalung ini kepadamu. Sini aku pakaikan. Semua keluarga Yamada memakai kalung ini, Emily”
“trimakasih. Oya, Oji-san. Apakah kau sudah memberitahu tentang Kei tentang orangtuanya yang sebenarnya? Setiap kali ia membicarakan hal itu, setiap kali itu pula aku merasa bersalah kepadanya”
“hhh... aku hanya bingung untuk bisa jujur kepadanya. Ini sangat sulit bagi kami keluarga Yamada, terutama aku, Emily”
“bukankah kau hanya tinggal bilang saja kepadanya kalau papanya adalah Kimura Takeo itu?”
“ini tidak sesederhana itu juga, Emily. Memang mudah untuk mengatakannya. Tapi kau tahu, Kei orangnya sangat kritis. Bagaimana jika ia bertanya lebih jauh? Aku tak akan bisa menjawabnya”
“apakah ada sesuatu lagi di balik itu semua?” Emily bertanya dengan hati-hati.
“sayangnya iya. Kalau aku sudah memutuskan untuk memberitahunya tentang hal itu, maka aku juga sudah harus siap dengan cerita-cerita yang lain yang kesemuanya saling berhubungan. Bukankah aku pernah mengatakannya kepadamu waktu di rumah sakit waktu Kei sakit dulu? Kalau aku bercerita tentang semuanya, aku tak mau kalian menyimpan benci kepada keluarga Yamada”
“ya, aku masih ingat itu. Apakah... aku boleh tahu cerita apakah itu?”
“belum saatnya kamu untuk tahu, Emily. Dan mungkin akan lebih baik begini saja adanya. Satu hal yang harus kalian tahu, bahwa aku sangat menyayangi kalian apapun yang terjadi. Kei sudah menjadi bagian dari diriku semenjak ia masih bayi”
“aku jadi ingat sesuatu. Apakah kau mengetahui siapa ibu Kei? Karena aku melihat sepertinya Kei juga bukan orang Jepang asli. Maksudku ada kemungkinan ibunya orang asing, atau ada campuran dengan orang asing”
“maaf, tapi aku juga belum bisa bercerita tentang hal itu kepadamu”
“mengapa?”
“baiklah. Aku hanya bisa memberitahumu bahwa memang benar. Ibu Kei bukan orang Jepang, tapi orang asing. Itu saja yang perlu kamu tahu. Untuk selebihnya aku belum bisa bercerita, maaf. Sebaiknya kita tidak perlu membicarakan hal ini lagi. Aku tak mau ada masalah lagi antara Kei dan keluarga Yamada seperti kemarin”
“tentu, maafkan aku”
Emily kembali melanjutkan makannya. Ia pun tak berani untuk bertanya lebih jauh lagi tentang siapa keluarga Kei yang sebenarnya kepada Ryuu.
Hari-hari selanjutnya, Emily berusaha untuk menyesuaikan diri hidup di negri yang baginya masih asing. Ia mencoba memasak ataupun makan makanan lokal. Ia sangat antusias sekali belajar dari koki di rumah utama keluarga Yamada itu. Ia juga mulai belajar tentang adat istiadat setempat, juga tradisi keluarga Yamada yang sudah turun temurun. Ia pun menelpon Kei begitu sudah bisa melakukan hal-hal baru.
“aku senang kau mau belajar, Emily. Tapi...”
“... iya, iya. Aku tahu, kau pasti akan megingatkanku tentang kesehatanku, kan? Jangan terlalu capek dan bla bla bla. Aku senang dengan kegiatanku ini, Kei. Ini hal baru bagiku belajar tentang ini semua”
“hhh... sepertinya seharusnya dari awal aku tidak mengijinkanmu untuk tinggal jauh dariku”
“... dan juga mulai besok aku akan belajar sadou”
“sadou?”
“ya, kau pernah mempelajarinya?”
“itu akan menyita banyak waktu. Kurang lebih ada 300 tata cara yang harus kamu pelajari. Dan itu butuh waktu bertahun-tahun untuk mempelajari hal itu. Bahkan ada yang mempelajari hal itu seumur hidupnya. Dan kau harus memakai kimono yang pastinya akan sangat merepotkanmu karena saat ini kau sedang hamil. Juga apakah kau bisa untuk duduk selama itu?”
“begitukah?”
“tentu saja, sayang. Aku pun sudah pernah mempelajari hal itu. Sekarang pergilah tidur. Di tempatmu sudah malam, kan? Dan sebaiknya kau batalkan untuk belajar sadou ini dulu. Kau bisa belajar lain kali”
“yah, kali ini mungkin kau benar”
“bukannya mungkin, tapi aku memang benar kali ini!”
“oke, oke. Aku tutup dulu telponnya. Bye!”
Emily segera membaringkan tubuhnya yang penat di ranjangnya yang besar berusaha untuk segera tidur.

Siang itu, Emily melihat mobil Ryuu memasuki halaman rumah dan berhenti tepat di depan lobi dari balkon kamarnya
Hari itu memang hari libur. Ryuu langsung menuju ruang kerja kakaknya, Yamada Yasuo, yang memang sudah menunggunya.
“aku sudah datang. Katanya ada yang mau kau bicarakan, apa itu?”
“sebenarnya aku bingung harus memulai dari mana, tapi... anak itu kemarin datang menemuiku lagi”
“anak itu? Siapa?”
“Shin Koyamada tentu saja”
“maksudmu anak kandungmu itu?”
“ya”
“untuk apa?”
“hhh... sepertinya ia mendesakku untuk menarik kembali semua aset yang sudah kuberikan kepada Kei. Aku tak mungkin melakukan hal itu. Ia juga mendesakku agar ia yang memimpin Yamada Group. Bagaimana bisa aku melakukan hal itu jika ia saja tidak mempunyai kemampuan untuk itu? Selama ini aku sudah mendidik Kei sejak kecil. Kutanamkan jiwa seorang pemimpin agar suatu saat ia bisa menjadi pimpinan tertinggi Yamada Group. Sedangkan Koyamada?”
“sepertinya ia hanya cemburu dengan Kei yang bukan siapa-siapa itu. Sedangkan ia yang keturunan Yamada langsung namun tidak kau beri apa-apa”
“aku juga sudah menawarkan beberapa aset pribadiku tapi ia tetap tidak mau. Ia hanya mau Yamada Group. Dia memang pandai sekali karena aset Yamada Group tak terhitung jumlahnya”
“lalu apa yang akan kau lakukan?”
“entahlah. Ia bahkan juga berani mengancamku”
“mengancam?”
“ya. Dia akan membeberkan semua rahasia yang selama ini terpendam kepada Kei. Tentang Kimura Takeo, tentang Emi, semuanya. Hhh...”
Yamada Yasuo berjalan ke jendela besar. Ia hanya menerawang menatap taman yang ada di luar jendela.
“sebenarnya... Emily juga sudah tahu kalau Kimura Takeo adalah ayah Kei yang sebenarnya”
“apa?! Bagaimana bisa?”
“dulu sekali ia pernah bertemu dengannya. Sebenarnya ia juga mendesakku untuk memberitahunya siapa ibu Kei. Tapi aku tak berani memberitahunya. Aku hanya tak mau mereka membenci keluarga Yamada. Aku juga sudah bilang kepada Emily agar merahasiakan hal ini dari Kei”
Yamada Yasuo terduduk di kursinya.
“sepertinya aku tak bisa menolongmu kali ini. Kalau saja waktu itu kau tak membunuh Emi, ibu Kei, tentunya kita tak akan menghadapi masalah seperti ini!”
“hentikan, Ryuu!”
“mengapa? Bukankah kau yang membunuh Emi dan membawa kabur Kei yang waktu itu masih bayi? Atau kau sudah lupa akan hal itu?”
“pelankan suaramu, Ryuu! Kau mau semua orang di rumah ini mendengarmu? Ingat, Emily juga ada disini”
Ryuu juga terduduk di kursinya.
“aku sebenarnya menyesal karena telah membunuh Emi. Kau tahu aku sangat mencintai Emi. Tapi mengapa ia malah menikah dengan Kimura? Itu sangat menyakitkanku. Jadi, kuambil Kei sebagai anakku. Kuanggap ia sebagai anakku. Kei sangat mirip sekali dengan Emi. Setiap kali aku melihatnya, aku seperti melihat Emi di dalam dirinya. Bayang-bayang Emi selalu menghantuiku. Bagaimana bisa aku mengatakannya kepada Kei? Mengatakan bahwa akulah pembunuh ibumu, begitu?”
Ryuu hanya terdiam di kursinya. Sementara di luar ruangan, nampak Emily hanya terdiam di depan pintu. Rupanya ia mendengarkan pembicaraan Ryuu dan Yasuo. Tubuhnya gemetar, tak tahu apa yang harus diperbuatnya. Seorang pelayan berjalan ke arahnya dengan membawa minuman.
“mengapa kau berdiri disini, Nyonya? Mengapa tidak masuk?”
“eh, aku ada perlu. Aku harus pergi”
Emily buru-buru meninggalkan tempat itu menuju kamarnya. Ia hanya terduduk lemas di sofa kamarnya.
“benarkah apa yang baru saja kudengar ini? Papa yang telah membunuh ibu Kei dan mengambil Kei yang waktu itu masih bayi? Apakah aku harus memberitahukan hal ini kepada Kei? Apa yang harus kulakukan?”
Emily memegangi perutnya yang tiba-tiba kram itu. Ia meringis menahan rasa sakit.
 “apa yang harus kulakukan? Aku tinggal di rumah seorang pembunuh ibu suamiku. Aku sendirian. Kei, aku takut. Aku ingin pulang”
Kei yang saat itu sedang di kantor merasa gelisah. Ia beberapa kali bermaksud menelpon Emily namun ia mngurungkan niatnya. Ia segera membereskan beberapa kertas-kertas yang ada di hadapannya. Setelah itu dengan mengendarai mobilnya seorang diri, ia pulang.
Setelah sampai di rumah, ia menghempaskan dirinya di sofa ruang tengah. Seorang pelayan mendekatinya sambil membawakan segelas minuman.
“maaf, Yamada-san. Baru saja nyonya menelpon kesini”
“keisni? Mengapa ia tidak menelpon ponselku?”
“kalau itu saya tidak tahu, Yamada-san”
“apa yang dikatakannya?”
“nyonya tidak meninggalkan pesan apa-apa. Tapi saya dengar dari suaranya, sepertinya nyonya sedang sedih”
“sedih?”
Setelah pelayan itu berlalu dari hadapannya, Kei segera menelpon Emily memakai telpon yang ada di sampingnya. Belum sempat Kei membuka mulutnya, ia sudah mendengar Emily menangis.
“h-hei, ada apa ini? Mengapa kau menangis? Apakah kau merindukanku so badly?”
“eh, a-aku... iya, aku merindukanmu”
“mengapa kau tidak menelpon ponselku? Bukankah kau tahu kalau aku lebih sering di kantor daripada di rumah?”
“aku ingin menelponmu. Tapi di sisi yang lain aku takut mengganggu pekerjaanmu. Itulah mengapa aku menelpon rumah”
“lain kali telpon ponselku langsung. Bagaimana kabarmu?”
“sudah kubilang. Aku hanya merindukanmu saja. Bagaimana denganmu? Siapa yang mengurus segala keperluanmu?”
“aku sudah terbiasa mengurus segala keperluanku sendiri. Jadi kau tak perlu khawatir tentang hal ini”
“Kei, sebenarnya...”
Emily menghentikan kalimatnya.
“ada apa? Apakah ada yang kau pikirkan? Ingat, kau tak boleh banyak pikiran yang mengganggumu”
“tapi...”
“aku mendengarkanmu, Emily”
“aku ingin kau segera kesini. Aku takut, Kei”
“takut? Takut apa? Papa dan Oji-san akan menjagamu. Tak ada yang perlu kau takutkan lagi”
“tidak, tetap aku ingin kau kesini secepatnya. Aku ingin pulang ke Manhattan”
“hei, hei, hei. Ada apa ini? Bukankah dulu kau yang memintanya? Mengapa kau jadi berubah pikiran begini?”
“aku tak perlu mengemukakan alasanku. Aku ingin kau secepatnya kesini untuk menjemputku. Kalau tidak, aku akan pulang sendiri ke Manhattan!”
“jangan pernah kau lakukan hal itu!”
Emily hanya terdiam mendapat bentakan dari Kei.
“hhh... maafkan aku. Aku akan menjemputmu, secepatnya. Oke? Bagaimana kabar papa dan Oji-san?”
“mereka baik-baik saja. Tapi masih sibuk dengan pekerjaan mereka, seperti biasanya”
“apakah kau ingin pulang karena kau merasa kesepian disana?”
“itu salah satunya. Cepatlah kesini untuk menjemputku”
“tentu. Oya, sebentar. Nishida menelponku. Nanti kau kutelpon lagi. Jaga dirimu baik-baik”
Sepeninggal Kei, Emily hanya melamun di balkon kamarnya. Ia semakin menarik diri dari Ryuu dan Yamada Yasuo. Ia pun jarang untuk makan bersama mereka di meja makan. Ia lebih sering makan sendirian di kamarnya. Setelah mendengar bahwa Yasuo adalah seorang pembunuh, ia merasakan ketakutan yang luar biasa. Ia pun sering mengalami kram di perutnya namun ia hanya menyimpannya seorang diri.
Pintu kamarnya diketuk seseorang dari luar.
“ya, masuklah”
Nampak Ryuu memasuki kamar Emily hingga membuat Emily terkejut.
“oh, ternyata kau, Oji-san”
“maaf kalau aku mengagetkanmu. Apakah kau menunggu orang lain?”
“ah, t-tidak. Ada apa? Tumben siang-siang kemari. Bukankah ini bukan hari libur?”
“ya, aku mmemang sengaja datang kesini dari kantor”
“mengapa?”
“aku ingin mengajakmu makan siang bersama. Bagaimana?”
“maaf, aku sedang tidak enak badan”
“mengapa, Emily?”
“maksudmu?”
“aku tidak tahu apa alasanmu. Tapi aku hanya ingin tahu saja mengapa akhir-akhir ini kau menarik diri dari kami. Kau tak pernah makan bersama kami lagi. Kau lebih banyak berdiam diri di kamarmu. Setiap kali ada yang mengajakmu, kau pasti punya banyak alasan. Apakah ada yang kau sembunyikan? Atau barangkali ada masalah yang ingin kau bicarakan dengan kami”
“ah, itu hanya perasaanmu saja. Mungkin ini hanya efek kehamilanku saja”
“aku tak mau kamu merasa bosan disini. Bagaimana kalau kita makan siang bersama? Tidak setiap hari juga kita bisa makan siang bersama”
“b-baiklah. Aku akan mengganti bajuku dulu”
“aku akan menunggumu di bawah”
Setelah Ryuu keluar dari kamarnya, Emily masih terdiam.
“maafkan aku, Oji-san. Kau memang tidak tahu akan ketakutanku kepada keluarga Yamada”
Dengan agak malas, Emily mengganti bajunya. Setelah itu menemui Ryuu yang sudah menunggunya di lantai bawah.
Mereka makan siang di restoran biasanya.
“mengapa kau hanya memesan sedikit makanan, Emily? Biasanya banyak sekali yang kau pesan seperti terakhir kali kita kesini”
“akhir-akhir ini aku sering mual. Jadi, aku kurang begitu nafsu untuk makan”
“aku tak mau kamu sakit, Emily. Disini akulah yang bertanggung jawab akan kesehatanmu. Apa kata Kei kalau ia melihatmu semakin kurus ketika tinggal disini? Ia pasti mengira aku tak memperhatikanmu”
Emily hanya tersenyum.
“oya, selama disini kau belum pernah memeriksakan kehamilanmu. Aku bisa mengantarmu setelah makan siang ini”
“tidak, trimakasih. Aku merasa baik-baik saja. Dan sepertinya ini juga belum jadwalnya aku ke dokter”
“mmm... aku tahu”
“apa?”
“apakah kau merindukan suamimu? Aku benar, kan? Jadi wajar saja kalau kau bertingkah seperti ini”
Emily hanya menunduk. Jujur saja, ia sangat ketakutan. Ia hanya bisa menahan rasa sakit di perutnya yang tiba-tiba datang itu agar Ryuu tidak tahu.
“aku bisa menelponnya agar ia kesini untuk menemuimu”
“tidak perlu. Aku sudah menelponnya”
“baguslah. Kapan ia akan kesini?”
“itu aku tidak tahu. Mungkin ia masih sibuk dengan pekerjaannya”
“sampai kapan pun dia akan sibuk terus, Emily. Kapan ia akan meluangkan waktunya untukmu? Ditambah sebentar lagi kalian akan mempunyai anak. Mau tak mau ia harus mengurangi kesibukannya”
“tentu, aku pasti akan memberitahunya”
“ada apa, Emily? Sepertinya kau pucat sekali hari ini”
“eh... a-aku tidak apa-apa”
“sebaiknya kita pulang sekarang. Maafkan aku, Emily. Aku yang memaksamu untuk makan siang denganku”
“kau harus menghabiskan makanmu dulu, Oji-san. Kau belum selesai”
“tidak. Ayo, kuantar kau pulang sekarang”
Ryuu membantu Emily untuk menuju mobil. Sesampainya di rumah...
“akan kupanggilkan dokter untukmu”
“aku hanya butuh istirahat saja, Oji-san”
Ryuu menelpon dokter sedangkan dengan tertatih-tatih Emily berjalan ke sofa ruang tengah. Wajahnya sangat pucat dan nampak ia menahan rasa sakit di perutnya. Keringat dingin membanjiri wajahnya. Belum sampai di sofa, ia merasa ada darah segar mengalir dari sela-sela kakinya.
Ryuu yang sedang menunggu telpon untuk diangkat menoleh. Ia terkejut melihat Emily mengalami pendarahan hebat seperti itu. Buru-buru ia membopong Emily dan membaringkannya di sofa. Karena banyak mengalami pendarahan, Emily pun pingsan.
Seorang pelayan dengan tergopoh-gopoh mendekati Ryuu.
“cepat, telponkan ambulans! Kita harus segera membawanya ke rumah sakit”
“i-iya, Yamada-san”
Sebentar saja Emily sudah dibawa ke rumah sakit. Ryuu hanya mondar-mandir di depan ruangan Emily dirawat.
“Yasuo, dimana kamu sekarang?”
“aku masih ada di kantor. Aku baru ada tamu. Ada apa?”
“Emily mengalami pendarahan hebat lagi”
“what?! Bagaimana bisa?! Dimana kau sekarang?”
“aku di rumah sakit. Ia sedang dirawat oleh dokter”
“baiklah. Jangan tinggalkan Emily seorang diri. Kalau ini sudah selesai, aku akan secepatnya kesana”
Ryuu hanya terduduk di kursinya. Bingung. Kemudian ia menelpon Kei. Lama tidak diangkat, lalu...
“hallo, Kei. Maaf, kalau aku mengganggu tidurmu”
“ah, ya. Ada apa, Oji-san?”
Terdengar dari suaranya, Kei masih sangat mengantuk. Maklum karena perbedaan waktu.
“ini tentang Emily”
Kei buru-buru duduk di ranjangnya yang besar.
“ada apa dengannya?”
“aku harap kau secepatnya bisa kesini. Emily mengalami pendarahan lagi dan sekarang sedang dirawat di rumah sakit”
“apa?! Apa yang terjadi?”
“aku belum tahu. Ia masih ada di dalam dirawat dokter. Semoga saja ia tidak apa-apa. Tapi... pandarahannya kali ini sangat hebat dibandingkan yang lalu. Bukan bermaksud membuatmu khawatir, tapi...”
“aku akan kesana secepatnya, Oji-san! Tolong jaga Emily untukku”
“tentu”
Kei pun bingung. Karena waktu itu sudah tengah malam.

Seorang dokter keluar dari ruang emergency itu.
“bagaimana keadaannya, dokter?”
“apakah anda keluarga dari pasien yang ada di dalam?”
“ya. Bagaimana dengan kandungannya?”
“apakah ia pernah mengalami keguguran ataupun pendarahan sebelumnya?”
“ya, ia pernah mengalami pendarahan sebelumnya”
“hhh... dengan sangat menyesal kami beritahukan bahwa ia keguguran saat ini. Kemungkinan ia terjatuh, bisa juga karena banyak pikiran yang mengganggunya. Maaf, tapi ia harus kehilangan janinnya. Sekarang aku harus mempersiapkan operasinya. Semoga semuanya berjalan dengan lancar. Permisi”
Ryuu kembali terduduk di kursinya.
“bagaimana aku harus memberitahukan hal ini kepada Kei?”

Esoknya ketika sudah sampai di bandara Jepang, Kei langsung menuju rumah sakit tempat Emily dirawat. Dengan terburu-buru ia segera menuju ruangan Emily.
“Kei?”
“Oji-san, bagaimana keadaannya?”
“ehm... itu...”
“ada apa, Oji-san?”
“dia sudah sadar. Tapi sekarang ia sedang beristirahat. Sebaiknya kita bicara di luar. Aku tak mau mengganggu istirahatnya”
Ryuu mengajak Kei untuk keluar dari kamar Emily yang masih tertidur dengan pulasnya itu.
“bagaimana aku harus memberitahumu, Kei. Aku bingung”
“katakan saja apa yang terjadi”
“Emily pendarahan lagi. Dan kali ini... dia keguguran”
Kei hanya terdiam sambil masih terus menatap Ryuu tanpa berkedip.
“bagaimana itu bisa terjadi, Oji-san?”
“aku juga tidak tahu. Tiba-tiba saja sepulang dari kami makan siang, ia langsung mengalami pendarahan hebat. Maafkan aku, Kei. Aku tak bisa menjaga Emily”
“hhh... ini semua bukan salahmu, Oji-san. Mungkin akulah yang harus disalahkan. Aku suaminya tapi aku lebih sibuk bekerja daripada memperhatikannya. Seharusnya aku melarangnya pergi kesini sejauh ini. Tapi mengapa aku malah membolehkan dia?”
“aku ikut berduka, Kei-kun. Kau kehilangan anakmu lagi”
Kei terduduk di kursi panjang di koridor rumah sakit itu.
“apakah Emily sudah tahu tentang hal ini?”
“ya, dia sudah tahu. Dan ia sangat syok. Itulah mengapa dokter memberinya obat penenang dan sekarang ia baru bisa beristirahat”
“hhh... baiklah. Kau harus pulang dulu, Oji-san. Biar aku yang menggantikanmu”
“kau baru saja datang”
“tidak apa-apa. Pulanglah”
“baiklah kalau begitu. Telpon aku kalau kau memerlukanku”
“ya, trimakasih”
Sepeninggal Ryuu, dengan langkah gontai Kei masuk ke ruang perawatan Emily dan duduk di kursi samping tempat tidur Emily. Ia hanya terus memandangi Emily yang tertidur dengan pulasnya. Kei menggenggam tangan Emily dan di saat itulah Emily terbangun.
“Emily...”
“K-Kei? Kapan kau datang?”
“sebaiknya kau istirahat dulu. Sepertinya kau masih lemah”
Emily terus terdiam sambil menatap Kei. Tak terasa bulir-bulir air mata keluar membasahi wajahnya.
“maafkan aku, Kei. Maaf...”
“tenangkan dirimu dulu. Yang penting kau harus cepat sehat kembali. Jangan memikirkan apa-apa dulu. Okey?”
Emily mengangguk,”setelah aku sembuh, aku ingin pulang. Aku tak mau disini”
“baik, kau bisa pulang bersamaku nanti. Tapi harus menunggu setelah kau sembuh benar”

Hari-hari berlalu. Keadaan Emily sudah membaik. Pagi itu ia sedang duduk di tempat tidurnya. Melamun, memandang pemandangan yang ada di luar jendela kamarnya.
“selamat pagi, sayang”
“Kei? Darimana kamu?”
“di luar ada yang menjual bunga ini. Jadi aku membelinya untukmu”
“mengapa kau berubah menjadi romantis seperti ini?”
Kei hanya tersenyum kecil dan memberikan bunga itu untuk Emily.
“maafkan aku, Kei”
“untuk apa?”
“aku tidak bisa menjaga diriku sendiri hingga kau harus kehilangan anak yang selalu kau impikan”
“itu bukan kesalahanmu sepenuhnya. Tapi, apakah kau pernah terjatuh disini sebelumnya?”
“tidak”
“apakah kau memikirkan sesuatu hingga mengganggu kesehatanmu?”
Emily hanya terdiam dan mengalihkan pandangannya.
“tatap aku, Emily. Aku tahu kamu. Kau pasti memikirkan sesuatu. Apa itu kalau aku boleh tahu?”
Emily hanya terdiam dan menatap Kei. Sewaktu akan membuka mulutnya, datanglah Yasuo.
“selamat pagi, Emily. Bagaimana kabarmu?”
“aku sudah merasa jauh lebih baik, trimakasih”
“aku senang mendengarnya. Kuharap kau secepatnya meninggalkan rumah sakit ini. Kau pastinya juga tidak betah tinggal disini, bukan?”
“mungkin besok pagi ia sudah boleh pulang, pa”
“benarkah? Dan setelah itu kuharap Kei akan lebih lama tinggal disini. Kau jangan terburu-buru untuk pulang, Kei-chan”
“itu sebenarnya... aku ingin menjemput Emily untuk pulang ke Manhattan begitu kesehatannya sudah pulih”
“mengapa? Kau tak mau tinggal disini lagi, Emily?”
“bukan begitu, pa. Bukankah alasan mengapa aku ingin tinggal disini karena aku ingin melahirkan disini? Jadi, sepertinya hal itu sudah tidak mungkin lagi. Aku harus kembali bersama Kei”
“kalau itu sudah menjadi keputusan kalian, aku tidak bisa mencegahnya kan?”
“kami akan terus mengunjungi papa”
“ah, aku tidak percaya. Kau terlalu sibuk dengan pekerjaanmu, Kei-chan”
Kei hanya tersenyum mendengarnya.

Yamada Kei


Sore itu, Kei sedang berbincang santai dengan Emily di balkon depan kamar mereka.
“kalau kau sudah sembuh benar, aku akan mengajakmu jalan-jalan lagi. Terakhir kali kita kesini waktu kita tidak begitu banyak. Jadi kita hanya jalan-jalan saja di Tokyo”
“kemana kau akan mengajakku?”
“belum tahu. Tapi mumpung kita disini, aku ingin keluar kota. Aku jenuh dengan kota ini”
“kita bisa ke Rishiri lagi”
“tidak, itu terlalu jauh. Kau belum sembuh benar, Emily. Oya, kau belum menjawab pertanyaanku sewaktu di rumah sakit waktu itu”
“pertanyaan yang mana?”
“apa yang kau pikirkan sehingga kau mengalami keguguran seperti itu? Sepertinya bukan masalah yang ringan. Aku tahu kamu, Emily”
Emily hanya menundukkan kepalanya lalu mengalihkan pandangannya.
“dengar aku. Aku suamimu, Emily. Kau bisa bercerita apa saja kepadaku. Tak ada yang perlu dikhawatirkan”
Emily menatap Kei lekat-lekat. Nampak berpikir keras apa yang harus dikatakannya, bingung. Tiba-tiba dari arah lantai bawah terdengar seperti suara barang pecah yang keras sekali. Mereka kaget dan saling pandang.
“kau tunggu disini. Aku akan melihat ke bawah dulu”
Kei meninggalkan Emily menuju lantai bawah. Ia melihat seorang pemuda disana dan sepertinya ia yang memecahkan keramik besar yang ada di dekatnya. Seorang pelayan yang berada di dekatnya kelihatan sangat ketakutan lalu berlari menghampiri Kei.
“Yamada-san...”
“kau masuk saja. Aku yang akan mengurusnya”
“i-iya”
Dengan ketakutan, pelayan itu masuk dan tinggallah Kei dengan pemuda itu.
aku sepertinya mengingatmu. Apa yang kau lakukan disini?”
sepertinya aku yang harus bertanya kepadamu mengapa kau masuk ke rumah orang lain seolah-olah kau adalah pemilik rumah ini”
“maksudmu? Aku sama sekali tidak mengerti”
“aku tahu kamu, Kei. Bukankah kau adalah Yamada Kei? Ehm... bukan. Lebih tepatnya Kimura Kei. Jangan katakan kepadaku kalau kau tidak mengetahui akan hal ini, Kimura Kei”
“kau belum menjawab pertanyaanku. Siapa kamu?” Kei bertanya dengan tenang.
Pada saat itulah datang Yamada Yasuo.
“ada apa ini? Kau...?!”
Yamada Yasuo sangat terkejut melihat pemuda itu. Apalagi ada Kei di antara mereka.