“aku
sudah membawa karyawan yang kumaksud kemarin”
Yamada
Kei mengernyitkan keningnya. Emily semakin salah tingkah. Ingin rasanya ia
berlari meninggalkan tempat itu. Tapi kakinya lemas serasa tak bisa digerakkan.
Sedangkan Yamada segera bisa menguasai keadaan.
“oh…
ya, trimakasih. Silahkan duduk”
“ehm…
sebelumnya aku minta maaf. Kalau aku memang tidak diperlukan sekali, aku minta
ijin dulu. Karena ada tamu yang harus kutemui siang ini. Maaf kalau mendadak
sekali”
“oh,
ya. Tentu, silahkan. Trimakasih sebelumnya”
“tapi,
Mr. Johnsson…”
“kau
disini dulu, Ms. Grey. Tidak apa-apa. Tampilkan yang terbaik. Aku pergi dulu”
Emily
tak dapat berbuat apa-apa ketika Mr. Johnsson meninggalkan mereka berdua di
ruangan yang tidak terlalu besar itu. Ia semakin kikuk, tak tahu apa yang mesti
diperbuatnya. Ia melihat Kei sedang menatapnya dengan tajam.
“aku
tak tahu apa yang harus kukatakan kepadamu, Ms. Grey. Tapi… silahkan duduk
dulu”
“y-ya,
trimakasih”
Kei
melangkah mendekati Emily. Ia hanya berdiri bersandar di meja meeting yang ada
di hadapan Emily itu sambil melipat
kedua tangannya di depan dadanya.
“jadi…
kau bekerja part time disini? Sejak kapan?”
“belum
lama, baru hitungan bulan”
“terus
terang saja aku tadi terkejut kalau ternyata kaulah yang dibawa kemari. Aku
sungguh tidak tahu dan tidak menyangka kalau kau disini. Aku baru ingat
sekarang. Berarti sewaktu perusahaan ini mengadakan pesta di resort waktu itu,
kau sudah bekerja disini?”
“ya”
“tapi
sepertinya aku meragukan kemampuanmu. Disini pertama kalinya kamu bekerja,
itupun belum lama. Apalagi posisimu baru pekerja part time. Apa kau bisa
mendampingi aku?”
“kau
benar, sepertinya aku salah bekerja disini. Aku sepertinya tidak mampu untuk
mendampingimu. Maaf, permisi”
Emily
beranjak dari duduknya dan bermaksud keluar dari ruangan itu.
“tunggu
dulu, Ms. Grey! Silahkan duduk dulu. Aku ingin bicara denganmu”
“apa
lagi? Sepertinya aku bukanlah orang yang kau inginkan. Aku juga mungkin tidak
bisa mengikuti ritme kerjamu”
“aku
belum selesai bicara, Ms. Grey”
Dengan
berat hati, Emily duduk kembali di kursinya. Bingung, antara senang ataukah
harus bersedih. Yamada Kei juga duduk di depan Emily. Mereka hanya dipisahkan
oleh meja meeting.
“begini…
aku yakin kalau kau sudah diberitahu oleh Mr. Johnsson”
“ya,
tapi aku tak tahu kalau itu kau”
“begitu
juga denganku, Ms. Grey. Kau pasti juga sudah tahu kalau sekretarisku ingin
mengundurkan diri karena sesuatu hal. Aku mencari seorang karyawan yang bisa
kujadikan sekretarisku. Aku belum mengenalmu. M-maksudku… untuk urusan
pekerjaan. Tapi kudengar kalau sekretaris adalah pekerjaan impianmu. Jadi, tak
ada salahnya kalau kau ingin mencobanya. Berhubung aku belum tahu tentang hasil
kerjamu, kau disini tidak untuk menggantikan posisi Ms. Andrews. Kau hanya
membantuku untuk ikut mengurusi beberapa pekerjaanku. Kalau aku sudah melihat
hasil kerjamu, aku akan dengan hati mengangkatmu menjadi karyawan tetap. Apakah
kau mau menerima tawaraku ini, Ms. Grey?”
Emily
mendesah panjang sambil menyandarkan badannya ke sandaran kursi.
“aku
belum bisa menjawabnya. Bisakah kau memberiku sedikit waktu untuk berpikir?”
“tidak
masalah. Temui aku besok siang di kantorku. Itu adalah batas waktu untukmu.
Kuharap kau sudah mempunyai jawabannya. Apapun keputusanmu, semoga itu yang
terbaik untukmu. Kuharap kita bisa bekerja sama dengan baik”
“ya,
trimakasih. Bolehkah aku pergi sekarang?”
“ya,
tentu. Silahkan”
Sepeninggal
Emily, Yamada Kei masih tetap terdiam, terpaku di tempat duduknya semula. Ia
hanya menatap pintu ruang meeting yang tertutup rapat.
“Emily…”
gumam Kei,”mengapa kau berada disini? Hhh…”
Ia
segera menuju kantornya lagi dengan langkah gontai. Ia pun tak begitu
memperdulikan sapaan beberapa karyawannya yang berpapasan dengannya dan itu
membuat mereka bertanya-tanya. Tidak biasanya boss besar mereka berkelakuan
seperti itu.
“excuse
me, sir”
Karena
Yamada Kei sepertinya tidak mendengarkannya, Ms. Andrews memanggilnya kembali.
“Yamada-san!”
“eh,
maafkan aku, Ms. Andrews. Ada apa?”
“aku
telah melihat jadwalmu yang kosong. Tapi sayangnya yang terdekat masih lama”
“berapa
lama?”
“sekitar
4 bulan lagi. Bagaimana?”
“tunggu
info dariku dulu. Aku harus bicara dengan istriku”
Tanpa
menoleh lagi, ia segera masuk ke kantornya dan duduk termenung di kursinya.
Namun ia segera melepaskan jasnya dan menyambar jaketnya. Dengan terburu-buru,
ia keluar lagi dari kantornya.
“kalau
ada yang mencariku, bilang aku sedang ada urusan yang penting. Dan satu lagi,
kalau tidak ada hal yang urgent sekali, jangan menelponku. Aku pergi dulu, Ms.
Andrews”
Ms.
Andrews akan membuka mulutnya untuk bicara tapi Kei sudah menghilang di balik
pintu lift. Ia turun ke lobi. Setelah meminta kunci mobilnya dari sopir
pribadinya, ia pergi meninggalkan gedung itu. Ia kemudian menelpon seseorang.
“kau
ada dimana sekarang?”
“tunggu,
tunggu, tunggu. Ada apa ini?”
“kau
ada dimana sekarang?” Yamada Kei mengulangi pertanyaannya.
“tentu
saja aku di kampus. Ada apa?”
“aku
ke kampusmu sekarang”
Tanpa
menunggu jawaban dari Danny Wang, Kei mematikan ponselnya. Sedangkan Danny
hanya terheran-heran dan melanjutkan aktivitasnya lagi.
Dengan
ngebut, Yamada Kei menuju Yale University. Kurang lebih 2 jam ia sudah sampai.
Tapi ia tidak masuk ke kampus itu, ia hanya menghentikan mobilnya di depan
kampus lalu menelpon Danny lagi.
“aku
sudah di depan kampusmu, Danny”
“baik,
tunggu aku. Sebentar lagi aku kesana”
Yamada
Kei keluar dari mobilnya. Ia hanya berdiri sambil bersandar di mobilnya yang
ada di tepi trotoar. Sesekali ia melihat ke jam tangannya.
“hai,
ada apa ini? Tiba-tiba sekali kau kesini”
Tepukan
tangan Danny di punggungnya mengagetkannya.
“hanya
ingin refreshing saja”
“percaya
deh… mau kemana kita?”
“bagaimana
kalau ke kedai kopi biasanya?”
“boleh.
Aku juga belum makan siang. Kau mau mentraktirku, kan?”
“that’s
fine”
Kei
mengarahkan mobilnya ke kedai kopi yang biasa mereka kunjungi. Kei hanya
memesan secangkir kopi. Sedangkan Danny memesan banyak sekali makanan dan
melahapnya. Kei hanya diam memperhatikannya.
“kau
memang benar-benar sedang kelaparan, Danny”
“tentu
saja. Aku tidak bohong”
“percaya”
“oya,
tumben kau kesini mendadak. Ada apa?”
“I
told you”
“maaf,
Kei. Tapi aku tidak percaya. Kau pasti sedang ada masalah. Bicaralah! Aku
mendengarkanmu”
Kei
masih saja menatap Danny yang sedang makan dengan lahapnya. Tanpa sepatah kata
pun keluar dari mulutnya. Tahu Kei hanya diam saja sambil memperhatikannya,
Danny menghentikan makannya.
“aku
mendengarkanmu, Kei”
Sebuah
senyum kecil tersungging di bibir Kei.
“apakah
nanti malam kau ada latihan di gym?”
“tidak,
kenapa?”
“aku
ingin bertarung denganmu”
“hei,
hei, hei… aku merasa belum ada kemajuan lagi sejak terakhir kali kita
bertarung”
“dengan
kau banyak berlatih, itu bisa meningkatkan ilmumu. Siapa tahu kau bisa
mengalahkan Oji-san”
“boleh,
tapi kau belum menjawab pertanyaanku”
“aku
ingin Emily Grey menjadi sekretarisku”
“what?!
Tidak ada angin tidak ada hujan tapi kenapa…”
“keputusan
dia besok siang di kantorku. Entah dia mau atau tidak”
“tapi…”
“…
dia bekerja part time di perusahaanku. Aku baru mengetahuinya tadi siang”
“kalau
dia menolak ataupun mau menjadi sekretarismu, apa yang akan kau lakukan?”
“entahlah,
tapi menurutku sama saja. Dia akan ada di sekelilingku terus”
“ini
yang aku takutkan”
“apa?”
“perasaanmu
bisa berubah, terpengaruh. Ingat Harumi, Kei”
“iya,
iya. Aku tahu. Apalagi dia sekarang sedang hamil muda”
“what?!
Aku tertinggal banyak rupanya. Selamat, ya. Itu menambah poinmu untuk melupakan
Emily. Kau dan Emily sudah punya kehidupan masing-masing. Jalani kehidupan
kalian. Sepertinya Ryunosuke sangat mencintai Emily”
“kau
benar. Walau Emily menjadi sekretarisku nantinya, aku tetap bersikap
professional”
“bagaimana
sikap Emily tadi siang”
“sama
sepertiku. Tapi aku bisa melihat dari raut wajahnya kalau dia sangat terkejut
sekali berjumpa denganku. Dia tidak bisa menyembunyikan itu”
“apakah
kau bisa?”
“aku
sudah terbiasa menghadapi orang banyak, Danny”
“selama
ini kurasa kalian saling berseteru. Maksudku… ada gap di antara kalian, saling
diam. Padahal dulu kalian berteman. Kurasa semenjak dia tahu tentang siapa kau
sebenarnya waktu itu”
“ya,
kau benar”
“tidak
bisakah kalian akrab lagi? Maksudku tanpa ada perseteruan di antara kalian?”
“aku
mencoba untuk bicara dengannya tapi dia tidak mau. Aku bisa apa?”
“sekarang
dia bekerja di perusahaanmu. Cobalah untuk mendekatinya. Dalam artian yang
lain. Kau tahu maksudku?”
“ya,
ya, aku tahu”
“hhh…
benar-benar kecil sekali dunia ini, Kei”
Setelah
menyelesaikan makan mereka dan jalan-jalan berkeliling CT, mereka segera ke gym
Yale. Mereka berdua sudah terlihat bertarung di gym itu. Yamada Kei memang
mirip dengan pamannya, Ryuu. Setiap kali sedang suntuk atau sedang terlibat
suatu permasalahan, bertarung adalah pelarian mereka.
“apa?
Kau menjadi sekrtetaris si brengsek itu?! Trus, apa keputusanmu besok siang?
Apakah Ryunosuke sudah tahu tentang hal ini? Bagaimana dengan perasaanmu, Emily?
Sedih ataukah bahagia?”
“aku
belum bertemu Ryunosuke sejak tadi siang. Dan aku juga belum tahu apa
keputusanku besok siang. Aku bingung, Anna. Apa yang harus kulakukan?”
“kalau
aku… ehm, aku akan menerima pekerjaan itu. Lupakan soal perasaan, Emily! Ini
bisa menjadi lompatan besar dalam karirmu. Kalau dia cocok dengan pekerjaanmu,
kau bisa diangkat menjadi pegawai tetap dan menjadi sekretaris pribadinya.
Sekretaris seorang CEO perusahaan besar, Emily! Kau sadar tidak, ha?!”
“iy-ya,
aku tahu. Tapi kau bukanlah aku, Anna! Aku senang bisa berada di dekatnya. Tapi
disaat yang bersamaan aku harus menyadari kalau dia sudah menjadi milik orang
lain! Itu sangat menyakitkanku!”
“bagaimana
dengan Ryunosuke?”
Emily
hanya terdiam lama.
“Emily?”
“ya,
ya. Aku masih disini, Anna”
“menurutku,
kau bisa mencobanya. Kalau kau tetap merasa tidak nyaman, kau bisa mengundurkan
diri menjadi sekretarisnya yang setiap hari harus bersamanya terus. Ingat, dulu
kau juga tidak mau untuk bekerja sebagai part time disitu, tapi akhirnya?
Bagaimana, kau mau mencobanya?”
“I’ll
think about it first. Trimakasih atas masukanmu, Anna”
“kita
bersahabat, Emily. Kalau ada apa-apa lagi, kau bisa menelponku lagi”
“ya,
trimakasih”
Pagi
itu, Emily berangkat kerja dengan agak malas. Di tempat kerja pun ia seperti
malas-malasan.
“bagaimana
pembicaraanmu dengan Yamada-san kemarin, Ms. Grey?”
“aku
belum memberikan keputusan apakah aku mau atau tidak”
“kenapa
bisa? Peluang karirmu terbuka lebar. Dari sana kau bisa mengembangkan karirmu”
“ya,
trimakasih, Mr. Johnsson. Sebentar lagi aku akan bertemu dengan Yamada-san
untuk memeritahukan keputusanku”
“dan
apa keputusanmu itu kalau aku boleh tahu?”
“hhh….
Aku belum tahu”
“kuharap
kau berpikir masak-masak, Ms. Grey. Jangan sampai kau menyesal nantinya”
“tentu,
aku permisi dulu”
Dengan
langkah yang agak sedikit dipaksakan, Emily naik lift menuju lantai paling
atas. Ia segera menemui Ms. Andrews yang sedang sibuk di mejanya.
“selamat
siang, Ms. Andrews”
“oh…
selamat siang, Ms. Grey. Kau sudah ditunggu Yamada-san di dalam. Sebentar”
Ms.
Andrews mengetuk pintu kantor Yamada.
“ya,
ada apa, Ms. Andrews?”
“Ms.
Grey sudah ada disini. Apakah bisa masuk sekarang?”
“tentu,
silahkan masuk”
Yamada
menutup buku yang sedari tadi dibacanya dan menatap Emily yang masih saja berdiri
mematung di hadapannya. Sedangkan Ms. Andrews segera meninggalkan ruangan itu.
“silahkan
duduk, Ms. Grey”
“trimakasih”
Emily
duduk di hadapan Kei. Hanya hening diantara mereka beberapa saat lamanya.
“kuharap
kau membawa berita baik, Ms. Grey. Sekarang beritahu kepadaku. Apa
keputusanmu?”
Emily
hanya menunduk. Memainkan jari jemarinya di atas pangkuannya.
“aku…”
“apakah
kau menerima tawaranku tentang pekerjaan ini?”
Emily
mendongak, menatap mata Kei dan dengan tegas berkata…
“ya,
aku menerimanya, Yamada-san”
Kei
menyandarkan punggungnya di sandaran kursinya.
“apakah
kau yakin? Sepertinya kemarin kau tidak begitu yakin tentang hal ini. Apa yang
membuatmu berubah pikiran?”
Yamada
berdiri dan berjalan ke jendela besar di ruangan kantornya itu membelakangi Emily.
Padahal mungkin ia sebenarnya menyembunyikan raut wajahnya dari Emily.
“untuk
menjadi seorang sekretaris, itu adalah impianku. Itu yang pertama. Yang kedua…
ini demi mengembangkan karirku. Kesempatan seperti ini tidak datang dua kali.
Merupakan kebanggaan untukku bisa membantu seorang CEO besar sepertimu”
Yamada
melangkah mendekati Emily dan menatapnya dengan tajam.
“jam
kerjaku tidak menentu. Terkadang aku harus pulang larut malam dan berangkat
pagi-pagi sekali. Apakah itu tidak merepotkanmu? Karena pertimbanganku kau juga
masih sekolah”
“kalau
hanya hal seperti itu, itu tidak menjadi masalah buatku. Karena kupikir kau
juga masih sekolah. Dan kau bisa menjalankan bisnis ini. Maka aku pun juga bisa
sepertimu”
“menurutmu
seperti itu?”
“tentu
saja. Kalau kau bisa, aku pun juga bisa”
“kau
tahu, Ms. Grey? Kau tidak pernah berubah”
Emily
menjadi kikuk karena Yamada berkata seperti itu. Yamada mendekatkan wajahnya
kepada Emily dan tersenyum.
“kapan
kau mulai bisa bekerja? Aku menantangmu, Ms. Grey”
“kapan
pun kau membutuhkanku, Yamada-san”
“baik,
temuilah Ms. Andrews sekarang. Kau bisa bertanya kepadanya pekerjaan apa saja
yang biasanya ia lakukan untukku.
Belajarlah kepadanya. Kuharap setelah Ms. Andrews pergi, kau bisa langsung
mengerti apa saja tugasmu. Itu harapanku”
“tentu,
aku permisi sekarang”
“ya,
silakan”
Emily
segera menemui Ms. Andrews dan ia mulai diajari dan diberitahu hal-hal yang
harus ia lakukan.
“sepertinya
aku pernah melihatmu”
“tentu
saja, aku datang ke pesta pernikahamu dengan Ryunosuke Kamiki”
“ah…
iya, tentu saja. Kau kekasihnya, bukan?”
“ehm,
i-iya”
“dia
begitu mencintaimu”
“darimana
kau tahu?”
“setiap
kali membicarakanmu, aku melihat binar di matanya. Dia ingin segera menikah
denganmu”
“ya,
aku tahu”
Emily
duduk di sebelah Ms. Andrews dan menerangkan hal-hal apa saja yang menjadi
tanggung jawabnya untuk mendampingi Yamada.
“aku
sebentar lagi sudah tidak bekerja disini. Tolong kau pantau terus jadwal
Yamada. Kalau ada yang kosong selama seminggu, cepat kau infokan kepadanya.
Karena dia ada rencana untuk pulang ke Jepang. Untuk sementara ini, jadwal yang
kosong masih lama. Yah… siapa tahu bisa maju karena ada jadwal yang cancel atau
diundur”
“apakah
urusan pekerjaan?”
“kukira
tidak. Mungkin hanya urusan keluarga saja. Karena dia akan mengajak juga
istrinya”
“istrinya,
ya?” Emily bergumam.
“jangan
beritahu aku kalau kau belum tahu kalau dia sudah beristri”
“eh,
tentu saja aku sudah tahu” ucap Emily cepat.
Pintu
kantor Yamada terbuka. Yamada Kei keluar dari kantornya.
“tolong
infokan ke bagian keuangan, Ms. Andrews. Aku akan menunggu mereka di lobi saja”
“yes,
sir”
Tanpa
menoleh kepada Emily, Kei segera menghilang di tikungan gang dan masuk ke lift
untuk turun ke lobi.
“mereka
akan pergi kemana?”
“ada
acara meeting bagian keuangan. Tapi meeting di luar”
“kau
tidak ikut?”
“tentu
saja aku ikut. Ini beberapa pekerjaan yang harus kau selesaikan. Kuharap nanti
sore sudah selesai”
Ms.
Andrews segera menelpon bagian keuangan.
“setelah
aku resign, kau yang akan mengikuti kemanapun Yamada-san pergi. Aku pergi dulu,
Ms. Grey”
Dengan
terburu-buru, Ms. Andrews segera ke lobi menyusul Yamada Kei. Sedangkan Emily
hanya melihat pekerjaan yang menumpuk di hadapannya.
“hhh…
banyak sekali pekerjaan yang ditinggalkan kepadaku. Tapi aku tak mau si
brengsek itu menganggapku lemah dan tak mampu untuk bekerja. Akan kutunjukkan
kepadanya kalau aku bisa melebihi apa yang dipikirkannya. Aku tidak akan pernah
kalah denganmu, Kei!”
Dengan
semangat, Emily segera menyelesaikan pekerjaan yang menumpuk itu karena tak mau
dianggap tak becus oleh Yamada Kei. Ia tak tahu kalau di depannya sudah ada
seseorang.
“kau
bekerja terlalu serius, sayang”
Emily
mendongak. Ia terkejut karena Ryunosuke sudah ada di depannya.
“apa
yang kau lakukan disini?”
“aku
ingin mengajakmu makan siang. Bagaimana?”
“apa
kau tidak takut kalau Yamada melihatmu dan menegurmu?”
“aku
tahu kalau dia sekarang sedang keluar. Aku melihatnya sewaktu meninggalkan
tempat ini. Lagipula, sekarang sudah jam istirahat. Apakah kau mau pergi
bersamaku?”
“mmm…
baiklah. Tunggu sebentar. Aku akan merapikan ini dulu”
Setelah
itu, mereka segera makan siang di kantin perusahaan.
“bagaimana
pekerjaanmu? Apakah kau menyukainya?”
“tentu,
aku tak mau kalah dengan Yamada. Dia menantangku apakah aku bisa bekerja
untuknya seperti Ms. Andrews. Akan kutunjukkan siapa aku sebenarnya! Dia tak
akan pernah bisa mengalahkanku!”
“sepertinya
kau dendam sekali kepadanya. Apa yang terjadi dengan masa lalu kalian?”
“sewaktu
sekolah disini aku tidak terlalu sering berinteraksi dengannya. Dia selalu
menyendiri. Sedangkan sewaktu kami masih kecil dan sekolah di Jepang, aku dan
dia selalu bersaing untuk menjadi sang juara kelas”
“dan
siapa yang menang?”
“sewaktu
kecil, akulah yang selalu menang”
“berarti
sewaktu sekolah disini, kau yang selalu kalah. Benar begitu?”
“sayangnya…
apa katamu benar sekali. Dan dia sering mengejekku. Dan sekarang? Aku bekerja
untuknya! Akan kutunjukkan kalau aku juga bisa seperti Ms. Andrews, bahkan
lebih!”
“aku
menyukai semangatmu. Kalau kau bisa berbuat lebih untukya, maka dia bisa
merekomendasikan dirimu untuk diangkat sebagai karyawan tetap. Dan sebagai
pengganti Ms. Andrews, tentu saja”
“kau
benar”
“jadi…
sekarang tidak masalah kan kalau kau bertemu dia? Maksudku kau tidak akan
mengundurkan diri begitu dia tahu kau bekerja untuknya”
“tidak.
Aku tidak akan menyerah. Dia akan menganggapku pengecut dan dia yang menang.
Tak akan kubiarkan dia menang!”
Ryunosuke
hanya senyum-senyum sendiri mendengar perkataan Emily yang berapi-api.
Hari-hari
selanjutnya, Emily selalu mendampingi Ms. Andrews. Agar ia mengetahui secara
detil apa yang harus ia kerjakan untuk Yamada. Lama-kelamaan dia tahu apa yang
harus diperbuat tanpa harus diperintah Yamada. Ia pun juga semakin mengetahui
karakter Yamada. Tanpa terasa hari sudah berada di ujung bulan. Ms. Andrews pun
harus berhenti dari pekerjaannya.
“aku
pergi dulu, Ms. Grey. Semoga karirmu semakin sukses. Jangan lupa untuk
menelponku. Juga info aku kalau kau akan menikah dengan Ryunosuke”
“iya,
tentu saja. Aku tak akan melupakanmu, Ms. Andrews”
Ms.
Andrews masuk ke mobil yang sudah menjemputnya. Setelah mobilnya sudah tidak
kelihatan lagi, barulah Emily meninggalkan lobi menuju kantornya di lantai
paling atas. Baru saja pintu lift terbuka, seorang karyawan menghampirinya.
“kau
sudah ditunggu Yamada-san di dalam, Ms. Grey. Sebaiknya kau cepat kesana. Sejak
tadi dia mencarimu”
“tapi
aku pergi belum lama”
“kau
bisa bertanya kepadanya sendiri”
Emily
mengetuk pintu kantor Yamada.
“masuklah!
Oh… kau, Ms. Grey. Aku mencarimu sedari tadi”
“aku
pergi baru sebentar saja. Aku mengantar Ms. Andrews sampai ke lobi”
“itu
bukan termasuk job description-mu”
“tapi…”
“…
aku sedang bicara, Ms. Grey. Jangan potong pembicaraanku!”
“baiklah”
“siapa
yang membuat laporan-laporan ini?”
“aku
yang membuatnya”
“dan
aku tahu kalau Ms. Andrews sudah mengajarimu semuanya. Mengapa semuanya seperti
ini? Ini bukan yang aku mau. Dan tentang jadwalku, kau seharusnya menanyakan
hal itu dulu kepadaku. Bukan sembarangan membuat jadwal yang aku tidak tahu”
“tapi…”
“…
aku belum selesai bicara, Ms. Grey! 2 minggu kurasa sudah cukup waktu untukmu
mengenal aku. Tapi mengapa pekerjaanmu masih seperti ini? Aku tidak mau hal
seperti ini terjadi lagi. Sekarang, aku mau kau mengulangi laporan-laporan ini.
Sebaiknya kau lebih teliti lagi, Ms. Grey. Ambil ini dan kau boleh pergi”
“ya,
permisi”
Dengan
cepat Emily mengambil laporan-laporannya yang tadinya sudah tersusun rapi di
atas meja Yamada dan segera keluar dari ruangan itu menuju mejanya. Ia
membanting kertas-kertas itu dengan kesal.
“kau
memang benar-benar brengsek, Yamada! Kau juga tidak pernah berubah!”
Dengan
hati dongkol, Emily kembali menyusun laporan-laporannya.