Rabu, 05 Agustus 2015

MY SAKURA (bagian 12)



“aku sudah membawa karyawan yang kumaksud kemarin”
Yamada Kei mengernyitkan keningnya. Emily semakin salah tingkah. Ingin rasanya ia berlari meninggalkan tempat itu. Tapi kakinya lemas serasa tak bisa digerakkan. Sedangkan Yamada segera bisa menguasai keadaan.
“oh… ya, trimakasih. Silahkan duduk”
“ehm… sebelumnya aku minta maaf. Kalau aku memang tidak diperlukan sekali, aku minta ijin dulu. Karena ada tamu yang harus kutemui siang ini. Maaf kalau mendadak sekali”
“oh, ya. Tentu, silahkan. Trimakasih sebelumnya”
“tapi, Mr. Johnsson…”
“kau disini dulu, Ms. Grey. Tidak apa-apa. Tampilkan yang terbaik. Aku pergi dulu”
Emily tak dapat berbuat apa-apa ketika Mr. Johnsson meninggalkan mereka berdua di ruangan yang tidak terlalu besar itu. Ia semakin kikuk, tak tahu apa yang mesti diperbuatnya. Ia melihat Kei sedang menatapnya dengan tajam.
“aku tak tahu apa yang harus kukatakan kepadamu, Ms. Grey. Tapi… silahkan duduk dulu”
“y-ya, trimakasih”
Kei melangkah mendekati Emily. Ia hanya berdiri bersandar di meja meeting yang ada di hadapan Emily  itu sambil melipat kedua tangannya di depan dadanya.
“jadi… kau bekerja part time disini? Sejak kapan?”
“belum lama, baru hitungan bulan”
“terus terang saja aku tadi terkejut kalau ternyata kaulah yang dibawa kemari. Aku sungguh tidak tahu dan tidak menyangka kalau kau disini. Aku baru ingat sekarang. Berarti sewaktu perusahaan ini mengadakan pesta di resort waktu itu, kau sudah bekerja disini?”
“ya”
“tapi sepertinya aku meragukan kemampuanmu. Disini pertama kalinya kamu bekerja, itupun belum lama. Apalagi posisimu baru pekerja part time. Apa kau bisa mendampingi aku?”
“kau benar, sepertinya aku salah bekerja disini. Aku sepertinya tidak mampu untuk mendampingimu. Maaf, permisi”
Emily beranjak dari duduknya dan bermaksud keluar dari ruangan itu.
“tunggu dulu, Ms. Grey! Silahkan duduk dulu. Aku ingin bicara denganmu”
“apa lagi? Sepertinya aku bukanlah orang yang kau inginkan. Aku juga mungkin tidak bisa mengikuti ritme kerjamu”
“aku belum selesai bicara, Ms. Grey”
Dengan berat hati, Emily duduk kembali di kursinya. Bingung, antara senang ataukah harus bersedih. Yamada Kei juga duduk di depan Emily. Mereka hanya dipisahkan oleh meja meeting.
“begini… aku yakin kalau kau sudah diberitahu oleh Mr. Johnsson”
“ya, tapi aku tak tahu kalau itu kau”
“begitu juga denganku, Ms. Grey. Kau pasti juga sudah tahu kalau sekretarisku ingin mengundurkan diri karena sesuatu hal. Aku mencari seorang karyawan yang bisa kujadikan sekretarisku. Aku belum mengenalmu. M-maksudku… untuk urusan pekerjaan. Tapi kudengar kalau sekretaris adalah pekerjaan impianmu. Jadi, tak ada salahnya kalau kau ingin mencobanya. Berhubung aku belum tahu tentang hasil kerjamu, kau disini tidak untuk menggantikan posisi Ms. Andrews. Kau hanya membantuku untuk ikut mengurusi beberapa pekerjaanku. Kalau aku sudah melihat hasil kerjamu, aku akan dengan hati mengangkatmu menjadi karyawan tetap. Apakah kau mau menerima tawaraku ini, Ms. Grey?”
Emily mendesah panjang sambil menyandarkan badannya ke sandaran kursi.
“aku belum bisa menjawabnya. Bisakah kau memberiku sedikit waktu untuk berpikir?”
“tidak masalah. Temui aku besok siang di kantorku. Itu adalah batas waktu untukmu. Kuharap kau sudah mempunyai jawabannya. Apapun keputusanmu, semoga itu yang terbaik untukmu. Kuharap kita bisa bekerja sama dengan baik”
“ya, trimakasih. Bolehkah aku pergi sekarang?”
“ya, tentu. Silahkan”
Sepeninggal Emily, Yamada Kei masih tetap terdiam, terpaku di tempat duduknya semula. Ia hanya menatap pintu ruang meeting yang tertutup rapat.
“Emily…” gumam Kei,”mengapa kau berada disini? Hhh…”
Ia segera menuju kantornya lagi dengan langkah gontai. Ia pun tak begitu memperdulikan sapaan beberapa karyawannya yang berpapasan dengannya dan itu membuat mereka bertanya-tanya. Tidak biasanya boss besar mereka berkelakuan seperti itu.
“excuse me, sir”
Karena Yamada Kei sepertinya tidak mendengarkannya, Ms. Andrews memanggilnya kembali.
“Yamada-san!”
“eh, maafkan aku, Ms. Andrews. Ada apa?”
“aku telah melihat jadwalmu yang kosong. Tapi sayangnya yang terdekat masih lama”
“berapa lama?”
“sekitar 4 bulan lagi. Bagaimana?”
“tunggu info dariku dulu. Aku harus bicara dengan istriku”
Tanpa menoleh lagi, ia segera masuk ke kantornya dan duduk termenung di kursinya. Namun ia segera melepaskan jasnya dan menyambar jaketnya. Dengan terburu-buru, ia keluar lagi dari kantornya.
“kalau ada yang mencariku, bilang aku sedang ada urusan yang penting. Dan satu lagi, kalau tidak ada hal yang urgent sekali, jangan menelponku. Aku pergi dulu, Ms. Andrews”
Ms. Andrews akan membuka mulutnya untuk bicara tapi Kei sudah menghilang di balik pintu lift. Ia turun ke lobi. Setelah meminta kunci mobilnya dari sopir pribadinya, ia pergi meninggalkan gedung itu. Ia kemudian menelpon seseorang.
“kau ada dimana sekarang?”
“tunggu, tunggu, tunggu. Ada apa ini?”
“kau ada dimana sekarang?” Yamada Kei mengulangi pertanyaannya.
“tentu saja aku di kampus. Ada apa?”
“aku ke kampusmu sekarang”
Tanpa menunggu jawaban dari Danny Wang, Kei mematikan ponselnya. Sedangkan Danny hanya terheran-heran dan melanjutkan aktivitasnya lagi.
Dengan ngebut, Yamada Kei menuju Yale University. Kurang lebih 2 jam ia sudah sampai. Tapi ia tidak masuk ke kampus itu, ia hanya menghentikan mobilnya di depan kampus lalu menelpon Danny lagi.
“aku sudah di depan kampusmu, Danny”
“baik, tunggu aku. Sebentar lagi aku kesana”
Yamada Kei keluar dari mobilnya. Ia hanya berdiri sambil bersandar di mobilnya yang ada di tepi trotoar. Sesekali ia melihat ke jam tangannya.
“hai, ada apa ini? Tiba-tiba sekali kau kesini”
Tepukan tangan Danny di punggungnya mengagetkannya.
“hanya ingin refreshing saja”
“percaya deh… mau kemana kita?”
“bagaimana kalau ke kedai kopi biasanya?”
“boleh. Aku juga belum makan siang. Kau mau mentraktirku, kan?”
“that’s fine”
Kei mengarahkan mobilnya ke kedai kopi yang biasa mereka kunjungi. Kei hanya memesan secangkir kopi. Sedangkan Danny memesan banyak sekali makanan dan melahapnya. Kei hanya diam memperhatikannya.
“kau memang benar-benar sedang kelaparan, Danny”
“tentu saja. Aku tidak bohong”
“percaya”
“oya, tumben kau kesini mendadak. Ada apa?”
“I told you”
“maaf, Kei. Tapi aku tidak percaya. Kau pasti sedang ada masalah. Bicaralah! Aku mendengarkanmu”
Kei masih saja menatap Danny yang sedang makan dengan lahapnya. Tanpa sepatah kata pun keluar dari mulutnya. Tahu Kei hanya diam saja sambil memperhatikannya, Danny menghentikan makannya.
“aku mendengarkanmu, Kei”
Sebuah senyum kecil tersungging di bibir Kei.
“apakah nanti malam kau ada latihan di gym?”
“tidak, kenapa?”
“aku ingin bertarung denganmu”
“hei, hei, hei… aku merasa belum ada kemajuan lagi sejak terakhir kali kita bertarung”
“dengan kau banyak berlatih, itu bisa meningkatkan ilmumu. Siapa tahu kau bisa mengalahkan Oji-san”
“boleh, tapi kau belum menjawab pertanyaanku”
“aku ingin Emily Grey menjadi sekretarisku”
“what?! Tidak ada angin tidak ada hujan tapi kenapa…”
“keputusan dia besok siang di kantorku. Entah dia mau atau tidak”
“tapi…”
“… dia bekerja part time di perusahaanku. Aku baru mengetahuinya tadi siang”
“kalau dia menolak ataupun mau menjadi sekretarismu, apa yang akan kau lakukan?”
“entahlah, tapi menurutku sama saja. Dia akan ada di sekelilingku terus”
“ini yang aku takutkan”
“apa?”
“perasaanmu bisa berubah, terpengaruh. Ingat Harumi, Kei”
“iya, iya. Aku tahu. Apalagi dia sekarang sedang hamil muda”
“what?! Aku tertinggal banyak rupanya. Selamat, ya. Itu menambah poinmu untuk melupakan Emily. Kau dan Emily sudah punya kehidupan masing-masing. Jalani kehidupan kalian. Sepertinya Ryunosuke sangat mencintai Emily”
“kau benar. Walau Emily menjadi sekretarisku nantinya, aku tetap bersikap professional”
“bagaimana sikap Emily tadi siang”
“sama sepertiku. Tapi aku bisa melihat dari raut wajahnya kalau dia sangat terkejut sekali berjumpa denganku. Dia tidak bisa menyembunyikan itu”
“apakah kau bisa?”
“aku sudah terbiasa menghadapi orang banyak, Danny”
“selama ini kurasa kalian saling berseteru. Maksudku… ada gap di antara kalian, saling diam. Padahal dulu kalian berteman. Kurasa semenjak dia tahu tentang siapa kau sebenarnya waktu itu”
“ya, kau benar”
“tidak bisakah kalian akrab lagi? Maksudku tanpa ada perseteruan di antara kalian?”
“aku mencoba untuk bicara dengannya tapi dia tidak mau. Aku bisa apa?”
“sekarang dia bekerja di perusahaanmu. Cobalah untuk mendekatinya. Dalam artian yang lain. Kau tahu maksudku?”
“ya, ya, aku tahu”
“hhh… benar-benar kecil sekali dunia ini, Kei”
Setelah menyelesaikan makan mereka dan jalan-jalan berkeliling CT, mereka segera ke gym Yale. Mereka berdua sudah terlihat bertarung di gym itu. Yamada Kei memang mirip dengan pamannya, Ryuu. Setiap kali sedang suntuk atau sedang terlibat suatu permasalahan, bertarung adalah pelarian mereka.




“apa? Kau menjadi sekrtetaris si brengsek itu?! Trus, apa keputusanmu besok siang? Apakah Ryunosuke sudah tahu tentang hal ini? Bagaimana dengan perasaanmu, Emily? Sedih ataukah bahagia?”
“aku belum bertemu Ryunosuke sejak tadi siang. Dan aku juga belum tahu apa keputusanku besok siang. Aku bingung, Anna. Apa yang harus kulakukan?”
“kalau aku… ehm, aku akan menerima pekerjaan itu. Lupakan soal perasaan, Emily! Ini bisa menjadi lompatan besar dalam karirmu. Kalau dia cocok dengan pekerjaanmu, kau bisa diangkat menjadi pegawai tetap dan menjadi sekretaris pribadinya. Sekretaris seorang CEO perusahaan besar, Emily! Kau sadar tidak, ha?!”
“iy-ya, aku tahu. Tapi kau bukanlah aku, Anna! Aku senang bisa berada di dekatnya. Tapi disaat yang bersamaan aku harus menyadari kalau dia sudah menjadi milik orang lain! Itu sangat menyakitkanku!”
“bagaimana dengan Ryunosuke?”
Emily hanya terdiam lama.
“Emily?”
“ya, ya. Aku masih disini, Anna”
“menurutku, kau bisa mencobanya. Kalau kau tetap merasa tidak nyaman, kau bisa mengundurkan diri menjadi sekretarisnya yang setiap hari harus bersamanya terus. Ingat, dulu kau juga tidak mau untuk bekerja sebagai part time disitu, tapi akhirnya? Bagaimana, kau mau mencobanya?”
“I’ll think about it first. Trimakasih atas masukanmu, Anna”
“kita bersahabat, Emily. Kalau ada apa-apa lagi, kau bisa menelponku lagi”
“ya, trimakasih”

Pagi itu, Emily berangkat kerja dengan agak malas. Di tempat kerja pun ia seperti malas-malasan.
“bagaimana pembicaraanmu dengan Yamada-san kemarin, Ms. Grey?”
“aku belum memberikan keputusan apakah aku mau atau tidak”
“kenapa bisa? Peluang karirmu terbuka lebar. Dari sana kau bisa mengembangkan karirmu”
“ya, trimakasih, Mr. Johnsson. Sebentar lagi aku akan bertemu dengan Yamada-san untuk memeritahukan keputusanku”
“dan apa keputusanmu itu kalau aku boleh tahu?”
“hhh…. Aku belum tahu”
“kuharap kau berpikir masak-masak, Ms. Grey. Jangan sampai kau menyesal nantinya”
“tentu, aku permisi dulu”
Dengan langkah yang agak sedikit dipaksakan, Emily naik lift menuju lantai paling atas. Ia segera menemui Ms. Andrews yang sedang sibuk di mejanya.
“selamat siang, Ms. Andrews”
“oh… selamat siang, Ms. Grey. Kau sudah ditunggu Yamada-san di dalam. Sebentar”
Ms. Andrews mengetuk pintu kantor Yamada.
“ya, ada apa, Ms. Andrews?”
“Ms. Grey sudah ada disini. Apakah bisa masuk sekarang?”
“tentu, silahkan masuk”
Yamada menutup buku yang sedari tadi dibacanya dan menatap Emily yang masih saja berdiri mematung di hadapannya. Sedangkan Ms. Andrews segera meninggalkan ruangan itu.
“silahkan duduk, Ms. Grey”
“trimakasih”
Emily duduk di hadapan Kei. Hanya hening diantara mereka beberapa saat lamanya.
“kuharap kau membawa berita baik, Ms. Grey. Sekarang beritahu kepadaku. Apa keputusanmu?”
Emily hanya menunduk. Memainkan jari jemarinya di atas pangkuannya.
“aku…”
“apakah kau menerima tawaranku tentang pekerjaan ini?”
Emily mendongak, menatap mata Kei dan dengan tegas berkata…
“ya, aku menerimanya, Yamada-san”
Kei menyandarkan punggungnya di sandaran kursinya.
“apakah kau yakin? Sepertinya kemarin kau tidak begitu yakin tentang hal ini. Apa yang membuatmu berubah pikiran?”
Yamada berdiri dan berjalan ke jendela besar di ruangan kantornya itu membelakangi Emily. Padahal mungkin ia sebenarnya menyembunyikan raut wajahnya dari Emily.
“untuk menjadi seorang sekretaris, itu adalah impianku. Itu yang pertama. Yang kedua… ini demi mengembangkan karirku. Kesempatan seperti ini tidak datang dua kali. Merupakan kebanggaan untukku bisa membantu seorang CEO besar sepertimu”
Yamada melangkah mendekati Emily dan menatapnya dengan tajam.
“jam kerjaku tidak menentu. Terkadang aku harus pulang larut malam dan berangkat pagi-pagi sekali. Apakah itu tidak merepotkanmu? Karena pertimbanganku kau juga masih sekolah”
“kalau hanya hal seperti itu, itu tidak menjadi masalah buatku. Karena kupikir kau juga masih sekolah. Dan kau bisa menjalankan bisnis ini. Maka aku pun juga bisa sepertimu”
“menurutmu seperti itu?”
“tentu saja. Kalau kau bisa, aku pun juga bisa”
“kau tahu, Ms. Grey? Kau tidak pernah berubah”
Emily menjadi kikuk karena Yamada berkata seperti itu. Yamada mendekatkan wajahnya kepada Emily dan tersenyum.
“kapan kau mulai bisa bekerja? Aku menantangmu, Ms. Grey”
“kapan pun kau membutuhkanku, Yamada-san”
“baik, temuilah Ms. Andrews sekarang. Kau bisa bertanya kepadanya pekerjaan apa saja yang biasanya ia  lakukan untukku. Belajarlah kepadanya. Kuharap setelah Ms. Andrews pergi, kau bisa langsung mengerti apa saja tugasmu. Itu harapanku”
“tentu, aku permisi sekarang”
“ya, silakan”
Emily segera menemui Ms. Andrews dan ia mulai diajari dan diberitahu hal-hal yang harus ia lakukan.
“sepertinya aku pernah melihatmu”
“tentu saja, aku datang ke pesta pernikahamu dengan Ryunosuke Kamiki”
“ah… iya, tentu saja. Kau kekasihnya, bukan?”
“ehm, i-iya”
“dia begitu mencintaimu”
“darimana kau tahu?”
“setiap kali membicarakanmu, aku melihat binar di matanya. Dia ingin segera menikah denganmu”
“ya, aku tahu”
Emily duduk di sebelah Ms. Andrews dan menerangkan hal-hal apa saja yang menjadi tanggung jawabnya untuk mendampingi Yamada.
“aku sebentar lagi sudah tidak bekerja disini. Tolong kau pantau terus jadwal Yamada. Kalau ada yang kosong selama seminggu, cepat kau infokan kepadanya. Karena dia ada rencana untuk pulang ke Jepang. Untuk sementara ini, jadwal yang kosong masih lama. Yah… siapa tahu bisa maju karena ada jadwal yang cancel atau diundur”
“apakah urusan pekerjaan?”
“kukira tidak. Mungkin hanya urusan keluarga saja. Karena dia akan mengajak juga istrinya”
“istrinya, ya?” Emily bergumam.
“jangan beritahu aku kalau kau belum tahu kalau dia sudah beristri”
“eh, tentu saja aku sudah tahu” ucap Emily cepat.
Pintu kantor Yamada terbuka. Yamada Kei keluar dari kantornya.
“tolong infokan ke bagian keuangan, Ms. Andrews. Aku akan menunggu mereka di lobi saja”
“yes, sir”
Tanpa menoleh kepada Emily, Kei segera menghilang di tikungan gang dan masuk ke lift untuk turun ke lobi.
“mereka akan pergi kemana?”
“ada acara meeting bagian keuangan. Tapi meeting di luar”
“kau tidak ikut?”
“tentu saja aku ikut. Ini beberapa pekerjaan yang harus kau selesaikan. Kuharap nanti sore sudah selesai”
Ms. Andrews segera menelpon bagian keuangan.
“setelah aku resign, kau yang akan mengikuti kemanapun Yamada-san pergi. Aku pergi dulu, Ms. Grey”
Dengan terburu-buru, Ms. Andrews segera ke lobi menyusul Yamada Kei. Sedangkan Emily hanya melihat pekerjaan yang menumpuk di hadapannya.
“hhh… banyak sekali pekerjaan yang ditinggalkan kepadaku. Tapi aku tak mau si brengsek itu menganggapku lemah dan tak mampu untuk bekerja. Akan kutunjukkan kepadanya kalau aku bisa melebihi apa yang dipikirkannya. Aku tidak akan pernah kalah denganmu, Kei!”
Dengan semangat, Emily segera menyelesaikan pekerjaan yang menumpuk itu karena tak mau dianggap tak becus oleh Yamada Kei. Ia tak tahu kalau di depannya sudah ada seseorang.
“kau bekerja terlalu serius, sayang”
Emily mendongak. Ia terkejut karena Ryunosuke sudah ada di depannya.
“apa yang kau lakukan disini?”
“aku ingin mengajakmu makan siang. Bagaimana?”
“apa kau tidak takut kalau Yamada melihatmu dan menegurmu?”
“aku tahu kalau dia sekarang sedang keluar. Aku melihatnya sewaktu meninggalkan tempat ini. Lagipula, sekarang sudah jam istirahat. Apakah kau mau pergi bersamaku?”
“mmm… baiklah. Tunggu sebentar. Aku akan merapikan ini dulu”
Setelah itu, mereka segera makan siang di kantin perusahaan.
“bagaimana pekerjaanmu? Apakah kau menyukainya?”
“tentu, aku tak mau kalah dengan Yamada. Dia menantangku apakah aku bisa bekerja untuknya seperti Ms. Andrews. Akan kutunjukkan siapa aku sebenarnya! Dia tak akan pernah bisa mengalahkanku!”
“sepertinya kau dendam sekali kepadanya. Apa yang terjadi dengan masa lalu kalian?”
“sewaktu sekolah disini aku tidak terlalu sering berinteraksi dengannya. Dia selalu menyendiri. Sedangkan sewaktu kami masih kecil dan sekolah di Jepang, aku dan dia selalu bersaing untuk menjadi sang juara kelas”
“dan siapa yang menang?”
“sewaktu kecil, akulah yang selalu menang”
“berarti sewaktu sekolah disini, kau yang selalu kalah. Benar begitu?”
“sayangnya… apa katamu benar sekali. Dan dia sering mengejekku. Dan sekarang? Aku bekerja untuknya! Akan kutunjukkan kalau aku juga bisa seperti Ms. Andrews, bahkan lebih!”
“aku menyukai semangatmu. Kalau kau bisa berbuat lebih untukya, maka dia bisa merekomendasikan dirimu untuk diangkat sebagai karyawan tetap. Dan sebagai pengganti Ms. Andrews, tentu saja”
“kau benar”
“jadi… sekarang tidak masalah kan kalau kau bertemu dia? Maksudku kau tidak akan mengundurkan diri begitu dia tahu kau bekerja untuknya”
“tidak. Aku tidak akan menyerah. Dia akan menganggapku pengecut dan dia yang menang. Tak akan kubiarkan dia menang!”
Ryunosuke hanya senyum-senyum sendiri mendengar perkataan Emily yang berapi-api.

Hari-hari selanjutnya, Emily selalu mendampingi Ms. Andrews. Agar ia mengetahui secara detil apa yang harus ia kerjakan untuk Yamada. Lama-kelamaan dia tahu apa yang harus diperbuat tanpa harus diperintah Yamada. Ia pun juga semakin mengetahui karakter Yamada. Tanpa terasa hari sudah berada di ujung bulan. Ms. Andrews pun harus berhenti dari pekerjaannya.
“aku pergi dulu, Ms. Grey. Semoga karirmu semakin sukses. Jangan lupa untuk menelponku. Juga info aku kalau kau akan menikah dengan Ryunosuke”
“iya, tentu saja. Aku tak akan melupakanmu, Ms. Andrews”
Ms. Andrews masuk ke mobil yang sudah menjemputnya. Setelah mobilnya sudah tidak kelihatan lagi, barulah Emily meninggalkan lobi menuju kantornya di lantai paling atas. Baru saja pintu lift terbuka, seorang karyawan menghampirinya.
“kau sudah ditunggu Yamada-san di dalam, Ms. Grey. Sebaiknya kau cepat kesana. Sejak tadi dia mencarimu”
“tapi aku pergi belum lama”
“kau bisa bertanya kepadanya sendiri”
Emily mengetuk pintu kantor Yamada.
“masuklah! Oh… kau, Ms. Grey. Aku mencarimu sedari tadi”
“aku pergi baru sebentar saja. Aku mengantar Ms. Andrews sampai ke lobi”
“itu bukan termasuk job description-mu”
“tapi…”
“… aku sedang bicara, Ms. Grey. Jangan potong pembicaraanku!”
“baiklah”
“siapa yang membuat laporan-laporan ini?”
“aku yang membuatnya”
“dan aku tahu kalau Ms. Andrews sudah mengajarimu semuanya. Mengapa semuanya seperti ini? Ini bukan yang aku mau. Dan tentang jadwalku, kau seharusnya menanyakan hal itu dulu kepadaku. Bukan sembarangan membuat jadwal yang aku tidak tahu”
“tapi…”
“… aku belum selesai bicara, Ms. Grey! 2 minggu kurasa sudah cukup waktu untukmu mengenal aku. Tapi mengapa pekerjaanmu masih seperti ini? Aku tidak mau hal seperti ini terjadi lagi. Sekarang, aku mau kau mengulangi laporan-laporan ini. Sebaiknya kau lebih teliti lagi, Ms. Grey. Ambil ini dan kau boleh pergi”
“ya, permisi”
Dengan cepat Emily mengambil laporan-laporannya yang tadinya sudah tersusun rapi di atas meja Yamada dan segera keluar dari ruangan itu menuju mejanya. Ia membanting kertas-kertas itu dengan kesal.
“kau memang benar-benar brengsek, Yamada! Kau juga tidak pernah berubah!”
Dengan hati dongkol, Emily kembali menyusun laporan-laporannya.

Sabtu, 01 Agustus 2015

MY SAKURA (bagian 11)



Sebelum jam makan siang, ponsel Emily berbunyi.
“ada apa, Anna?”
“aku sudah berada di Manhattan. Bisakah kita makan siang bersama?”
“mengapa kau tidak mengabari aku dulu? Tentu saja aku bisa. Bolehkah aku mengajak Ryunosuke?”
“boleh, aku juga mengajak temanku. Dimana kita bisa makan siang?”
“di tempat makan kita yang biasanya saja. Aku akan ada disana sekitar mmm… 15 menit lagi”
“baiklah, kutunggu kau disana. Bye!”
Dengan terburu-buru, Emily menuju meja Ryunosuke yang ada di sebelah ruangan.
“kau sudah selesai?”
“sudah, kita bisa makan siang sekarang”
Emily segera menyeret tangan Ryunosuke.
“ada apa, Emily?”
“aku ada janji makan siang dengan Anna. Kebetulan sekarang dia ada di kota ini. Ayo, cepat!”
Mereka segera naik ke lift yang membawa mereka turun. Setelah sampai di bawah, Emily masih terus menyeret Ryunosuke menyusuri lorong-lorong kantor. Namun mendadak berhenti dan bersembunyi di balik tembok. Hampir saja Ryunosuke menabrak Emily.
“Emily, bisakah kita pelan-pelan saja? Ada apa?”
“sssttt… “
Emily memperhatikan ruangan yang ada di depannya. Setelah itu…
“ayo, sudah aman sekarang”
“kamu bersembunyi dari siapa?”
“tentu saja dari boss besar kamu itu. Untung saja aku melihatnya jadi kita bisa bersembunyi”
“hhh… maksudmu Yamada Kei?”
“siapa lagi?”
Tak lama kemudian mereka sudah sampai di trotoar yang menuju restoran yang sudah disepakati.


“hai, Anna. Apa kabar? Maaf sudah membuatmu menunggu”
“baik. Apa kabar, Ryunosuke? Apakah kau masih ingat denganku?”
“tentu saja, Anna. Aku masih ingat denganmu”
“oya, kenalkan. Aku kesini dengan teman kampusku. Ryunosuke, Emily, ini temanku, Danny Wang. Danny, ini teman-temanku disini, Ryunosuke dan Emily”
“senang berkenalan dengan kalian”
“ya, kami juga senang berkenalan denganmu”
“bagaimana dengan sekolahmu, Emily?”
“hhh… sudah agak lama juga aku tidak masuk. Yah… agak terbengkalai. Aku harus mengatur jadwal dengan sebaik mungkin. Kau sudah tahu kalau aku juga harus bekerja part time”
“jangan terlalu terlena dengan pekerjaanmu. Sekolahmu yang terpenting”
“iya, kau tak perlu khawatir”
“permisi sebentar, aku harus ke toilet”
“ya, tentu saja”
Danny segera pergi ke toilet. Di depan cermin toilet yang besar ia menelpon seseorang.
“ada apa, Danny?”
“kau tahu sekarang aku sedang makan siang dengan siapa?”
“siapa? Apakah itu juga penting untukku?”
“tentu saja. Aku sedang makan siang dengan Emily dan karyawanmu itu”
“Emily? Maksudmu Emily Grey?”
“tentu saja”
“how come?”
“sebenarnya aku mengantar Anna kesini. Sewaktu dia bilang akan bertemu Emily, aku putuskan aku akan mengantarnya. Agar aku bisa bertemu Emily. Dan benar katamu, Emily sangat cantik. Pantas kau tak bisa melupakannya”
Yamada Kei hanya terdiam.
“Yamada? Kau masih disana?”
“emh… i-iya. Aku masih disini”
“apakah kau melamun?”
“tidak, hanya saja…”
“maaf kalau aku membuatmu memikirkan dia lagi. Aku hanya penasaran saja dengan wajah Emily yang bisa membuatmu seperti itu. Terus terang saja, aku belum pernah melihatmu seperti ini. Dulu kau orang yang kuat. Tapi sekarang? Oya, Emily datang dengan Ryunosuke. Kau pasti sudah tahu tentang dia. Aku harus menutup telpon ini. Aku akan bergabung dengan mereka lagi”
“ya. Thanx, Danny”
Sementara itu di meja makan…
“apa benar Danny tadi hanya teman kampusmu?”
“sebenarnya… semalam dia mengatakan kepadaku kalau dia menyukaiku”
“trus? Bagaimana tanggapanmu?”
“terus terang, sejak pertama kali kami bertemu aku sudah menyukainya. Dan kalau kau kuberitahu info yang satu ini, kau pasti akan terkejut”
“info apa?
“dia sahabat si brengsek itu, sahabat dekat sampai sekarang”
“sahabat Kei? Apakah dia tahu kalau aku bekerja di perusahaannya? Aduh, bagaimana ini?”
“tenang saja. Dia tidak tahu tentang itu”
“jangan bercerita apapun tentang aku ke dia. Takutnya dia hanya ingin mengorek sesuatu tentang aku”
“kau tidak perlu khawatir, Emily. Aku tahu mana yang harus kubicarakan dan mana yang tidak”
“Ryunosuke sudah kembali. Jangan bicara apapun tentang hal ini juga”
Ryunosuke yang sudah selesai menerima telpon, segera duduk di samping Emily kembali.
“mengapa kalian belum juga makan?”
“kami masih menunggu Danny. Nah, itu dia!”
“maaf, aku terlalu lama”
“tidak apa-apa. Ayo, kita makan sekarang. Aku sudah kelaparan!”

Yamada Kei hanya terdiam memandang gedung-gedung tinggi yang ada di depannya lewat jendela kantornya yang besar. Tiba-tiba ponselnya berbunyi. Ia terkejut.
“ada apa, Harumi?”
“bukankah hari ini kita ada janji makan siang? Apakah kau sudah lupa?”
“oh, maafkan aku. Kalau kau tidak mengingatkanku, aku pasti lupa. Aku pulang sekarang, Harumi. Bye!”
Buru-buru Kei menyambar kunci mobilnya dan turun ke lobi. Tanpa ditemani seorang sopir, ia segera pulang ke rumahnya dan langsung menuju ruang makan. Ia melihat Harumi sedang menata meja makan.
“ah, kau sudah datang, Kei?”
Harumi menghampiri Kei, lalu memeluk dan menciumnya.
“ada apa? Sepertinya kau tidak begitu bersemangat hari ini. Apakah pekerjaanmu banyak sekali?”
“yah, begitulah”
“aku sudah memasak makanan kesukaanmu”
“tidak biasanya kau menuntutku untuk makan siang di rumah. Ada apa?”
“sebaiknya kita makan siang sekarang. Aku tahu kau sudah lapar karena tadi pagi kau tidak mau makan pagi. Biar kuambilkan untuk makan siangmu”
“ya, trimakasih”
Mereka segera makan siang bersama. Namun, Yamada Kei lebih banyak diam.
“ada apa, Kei? Hari ini kau lebih banyak melamun. Apakah ada yang kau pikirkan?”
“ah, tidak. Hanya ada sedikit pekerjaan yang belum aku selesaikan dan itu agak menggangguku. Kau tak perlu khawatir. Aku tidak apa-apa”
“baguslah, kalau seperti itu. Tunggu sebentar”
Harumi masuk ke kamarnya. Tak lama kemudian, ia sudah kembali lagi dengan sebuah amplop putih di tangannya. Ia mendekati Kei dan memeluknya dari belakang.
“ini untukmu”
“apa ini?”
“bukalah, kau pasti akan segera tahu”
Kei membukanya perlahan dan membaca isinya. Keningnya berkerut dan menatap Harumi penuh selidik.
“apa maksud semua ini? Ehm, m-maksudku…”
“apa yang tertera disitu benar adanya, Kei. Kau akan segera menjadi seorang ayah”
“kau… hamil?”
Harumi mengangguk. Namun ia melihat Kei hanya diam saja tanpa ekspresi. Ia mendekatinya.
“ada apa, Kei? Kau tidak menyukainya?”
“b-bukan begitu. Ini mendadak sekali. Maksudku… aku tidak menyangka akan secepat ini”
“bukankah kau yang bilang kalau keluargamu ingin sekali kita segera mempunyai keturunan untuk melanjutkan keluarga Yamada?”
“i-iya, aku senang sekali. Trimakasih, Harumi”
Kei memeluk Harumi dan menciumnya.
“mungkin aku hanya belum terbiasa saja. Maafkan aku”
Harumi kembali duduk di dekat Kei.
“kapan kau mengetahui akan hal itu?”
“beberapa hari yang lalu”
“mengapa kau tidak memintaku untuk mengantarmu ke dokter?”
“aku ingin memberikan kejutan buatmu. Dan aku berhasil. Kau tahu, Kei? Aku senang sekali dengan kehamilanku ini. Aku bisa memenuhi harapan keluargamu. Untuk meneruskan keluarga Yamada”
“ya, kau benar. Papa pasti senang sekali kalau mendengar berita ini. Aku nanti akan menelponnya. Lain kali kalau kau ingin pergi ke dokter, aku akan mengantarmu”
“kalau kau sedang tidak sibuk saja. Aku juga bisa pergi sendiri kok. Kau harus mengurusi perusahaanmu itu. Mereka lebih membutuhkanmu”
“kau tidak membutuhkanku lagi?”
“bukan begitu. Tapi aku bisa diantar sopir kan kalau hanya untuk ke dokter?”
“tapi aku ingin mengantarmu, Harumi”
“baiklah, aku akan menelponmu kalau waktunya tiba. Oya, aku ingin sekali pulang ke Jepang. Maksudku… kalau kau sedang tidak sibuk saja”
“apakah melakukan perjalanan jauh dengan usia kandunganmu yang masih sangat muda tidak apa-apa?”
“aku akan bertanya dulu kepada dokterku. Kalau memang misalnya tidak masalah, apakah kau mau?”
“aku tidak masalah. Bukankah sudah ada Mr. Malkovich?”
“thank you, Kei. Oya, ini sudah melewati jam makan siangmu. Bukankah kau harus kembali lagi ke kantor?”
“kau benar. Aku ada janji dengan Mr. Johnsson. Kau tahu kalau Ms. Andrews ingin mengundurkan diri. Jadi, aku memerlukan sekretaris baru. Katanya dia punya seseorang yang katanya cocok untuk kujadikan sekretarisku”
“mengapa dia mengundurkan diri?”
“dia harus mengikuti suaminya pindah kerja ke Mexico. Aku sebenarnya sudah sangat puas dengan kerjanya. Aku paling malas kalau harus beradaptasi dengan orang baru lagi. Aku harus menjelaskan apa-apa yang kumau lagi”
“sudahlah, tidak setiap hari juga, kan?”
“kau benar. Aku harus berangkat sekarang”
“ya, hati-hati”
Yamada Kei segera kembali ke kantornya. Ia melihat Mr. Johnsson sudah ada di depan kantornya berbincang dengan Mr. Mal kovich.
“kau sudah disini, Mr. Johnsson? Maaf, sudah membuatmu menunggu terlalu lama”
“aku baru saja datang lalu melihat Mr. Malkovich disini. Kami mengobrol sebentar”
“baiklah, silakan masuk. Apakah kau mau ikut juga, Mr. Malkovich?”
“ah… tidak, trimakasih. Aku masih ada beberapa pekerjaan yang menungguku”
Yamada Kei dan Mr. Johnsson segera masuk ke kantor Kei.
“silakan duduk, Mr. Johnsson”
Mereka duduk di sofa yang ada di tengah kantor Kei yang luas.
“bagaimana, Mr. Johnsson? Apakah kau sudah menemukan seorang sekretaris untukku?”
“antara sudah dan belum”
“maksudmu?”
“sebenarnya aku ada 2 orang kandidat. Yang 1 karyawan kita sendiri. Dia bekerja di lantai 2. Sebenarnya dia cocok jadi sekretarismu tapi sepertinya dia kurang begitu suka untuk berprofesi jadi seorang sekretaris”
“dia kerja di bagian apa?”
“bagian keuangan. Dia handal sekali. Tapi kita juga tidak bisa memaksa seseorang bekerja di tempat yang dia tidak suka, kan?”
“kau benar. Lalu yang satunya lagi, siapa dia?”
“dia berbakat juga menjadi sekretaris, karena itu memang cita-citanya sejak dulu. Tapi sayang sekali. Dia bukan karyawan kita. Dia disini hanya bekerja part time. Dia bekerja di departemenku”
“apakah kau mempunyai kandidat yang lainnya lagi?”
“sayangnya belum ada lagi. Bagaimana?”
“kita hanya mempunyai waktu sebulan. Kau sudah tahu kalau surat pengunduran diri berlaku sebulan setelah diajukan dan disetujui. Dalam waktu dekat, mungkin aku juga akan pergi ke Jepang. Kuharap sebelum itu sudah ada sekretaris pengganti. Tapi kalau misalnya belum ada juga, tidak apa-apa untuk sementara pegawai part time itu bisa kupinjam sebentar. Maksudku bukan menggantikan posisi Ms. Andrews. Tapi hanya sekedar membantuku saja”
“baiklah, apakah perlu kupanggilkan sekarang? Maksudku kalau kau ingin bertemu dengannya”
“jangan sekarang, aku masih banyak pekerjaan. Besok kalau aku sudah ada waktu, aku akan memberitahumu”
“baiklah kalau begitu, aku permisi dulu”
“thanx, Mr. Johnsson”

Suatu pagi sewaktu akan masuk ke kantornya, Yamada Kei mampir ke meja Ms. Andrews.
“good morning, Ms. Andrews”
“good morning, sir”
“tolong kau cek jadwalku sebulan ke depan. Aku berencana pulang ke Jepang. Kalau ada jadwal yang kosong sekitar seminggu, tolong pesankan tiket untukku dan istriku”
“baik, apakah ada yang lainnya?”
“tolong telponkan Mr. Johnsson. Tanyakan kepadanya apakah pegawai part time yang akan membantuku sudah ada hari ini? Aku ingin menemuinya sekarang kalau bisa”
“tentu, anything else?”
“sementara itu dulu, trimakasih”
Dengan terburu-buru Kei masuk ke ruangannya. Ia menghempaskan tubuhnya di kursi kerjanya yang empuk. Ponselnya kemudian berbunyi.
“bagaimana, sayang? Apakah jadwalmu ada yang kosong bulan ini?”
“aku baru saja menanyakan hal itu kepada sekretarisku. Kusuruh untuk segera pesan tiket begitu ada jadwalku yang kosong. Hhh… andai pesawat itu tidak dipakai papa, kita bisa memakainya. Jadi kau tidak perlu repot-repot”
“tidak apa-apa. Baiklah, kalau nanti sudah ada kabar segera kabari aku. I love you, Kei”
Tanpa membalas ucapan Harumi, Kei segera mematikan ponselnya. Ia terkejut sewaktu pintu kantornya  diketuk seseorang.
“ya, masuklah. Ada apa, Ms. Andrews?”
“Mr. Johnsson bilang kalau kau bisa bertemu dengan pegawai part time itu sekarang. Tapi, bukankah kita ada jadwal meeting untuk 15 menit lagi di ruang meeting lantai 3?”
“ah, iya. Kau benar. Kalau begitu setelah meeting kita saja aku akan menemuinya di ruang meeting lantai 3 itu. Beritahukan hal itu kepadanya. Aku akan siap-siap kesana”
Setelah persiapan selesai, Yamada Kei dan Ms. Andrews turun ke lantai 3 menuju ruang meeting. Ternyata mereka sudah ditunggu beberapa petinggi perusahaan tersebut.

Di kantin perusahaan…
“Mr. Johnsson mengatakan kepadaku kalau nanti setelah jam makan siang aku diminta ikut bersamanya”
“ada perlu apa?”
“entahlah. Sepertinya aku akan diperbantukan entah dimana dan untuk siapa. Katanya ada seorang sekretaris yang ingin mengundurkan diri. Jadi aku diminta untuk membantu pekerjaannya”
“ini kesempatanmu, Emily. Tunjukkan kepada mereka kalau kau mampu. Yah… siapa tahu mereka puas dengan pekerjaanmu dan akhirnya kau diangkat jadi pegawai tetap dan menjadi seorang sekretaris sesuai dengan impianmu selama ini. Iya, kan?”
“kau benar. Trimakasih, Ryunosuke. Seperti biasa kau selalu memberiku support. It means to me”
Setelah makan siang, Emily menemui Mr. Johnsson di kantornya.
“apakah aku boleh tahu siapa atasanku nantinya?”
“ini akan menjadi kejutan buatmu. Aku yakin sekali kau pasti bangga dengan siapa kau akan bekerja. Tunjukkan pekerjaan terbaikmu. Kalau atasanmu ini nanti menyukaimu, aku yakin bisa saja nanti kau akan diangkat menjadi pegawai tetap. Aku jamin”
“trimakasih. Terus terang saja aku masih penasaran dengan ini semua walaupun sekretaris adalah pekerjaan yang aku impikan selama ini. Tapi, aku tetap mengucapkan terimakasih untuk anda. Bisakah kita kesana sekarang?”
“tentu saja. Boss barumu menunggu kita di ruang meeting lantai 3. Ayo!”
Mereka segera menuju meeting room lantai 3. Perasaan Emily berkecamuk. Penasaran dengan siapa dia akan bekerja. Mr. Johnsson membuka sebuah ruangan yang tidak begitu besar.
“masuklah, Ms. Grey”
Mereka berdua masuk ke meeting room tersebut. Sepi. Rupanya meeting yang tadi sudah usai. Hanya terlihat seorang pria berpakaian rapi membelakangi mereka. Rupanya ia sedang menatap gedung-gedung tinggi yang ada di hadapannya lewat kaca jendela ruangan itu. Sehingga ia tidak menyadari kehadiran Emily dan Mr. Johnsson.



“selamat siang, Yamada-san”
Emily menoleh dengan cepat kepada Mr. Johnsson dan beralih kepada orang yang berdiri membelakangi mereka. Yamada Kei membalikkan badannya.