Sebelum
jam makan siang, ponsel Emily berbunyi.
“ada
apa, Anna?”
“aku
sudah berada di Manhattan. Bisakah kita makan siang bersama?”
“mengapa
kau tidak mengabari aku dulu? Tentu saja aku bisa. Bolehkah aku mengajak
Ryunosuke?”
“boleh,
aku juga mengajak temanku. Dimana kita bisa makan siang?”
“di
tempat makan kita yang biasanya saja. Aku akan ada disana sekitar mmm… 15 menit
lagi”
“baiklah,
kutunggu kau disana. Bye!”
Dengan
terburu-buru, Emily menuju meja Ryunosuke yang ada di sebelah ruangan.
“kau
sudah selesai?”
“sudah,
kita bisa makan siang sekarang”
Emily
segera menyeret tangan Ryunosuke.
“ada
apa, Emily?”
“aku
ada janji makan siang dengan Anna. Kebetulan sekarang dia ada di kota ini. Ayo,
cepat!”
Mereka
segera naik ke lift yang membawa mereka turun. Setelah sampai di bawah, Emily
masih terus menyeret Ryunosuke menyusuri lorong-lorong kantor. Namun mendadak
berhenti dan bersembunyi di balik tembok. Hampir saja Ryunosuke menabrak Emily.
“Emily,
bisakah kita pelan-pelan saja? Ada apa?”
“sssttt…
“
Emily
memperhatikan ruangan yang ada di depannya. Setelah itu…
“ayo,
sudah aman sekarang”
“kamu
bersembunyi dari siapa?”
“tentu
saja dari boss besar kamu itu. Untung saja aku melihatnya jadi kita bisa
bersembunyi”
“hhh…
maksudmu Yamada Kei?”
“siapa
lagi?”
Tak
lama kemudian mereka sudah sampai di trotoar yang menuju restoran yang sudah
disepakati.
“hai,
Anna. Apa kabar? Maaf sudah membuatmu menunggu”
“baik.
Apa kabar, Ryunosuke? Apakah kau masih ingat denganku?”
“tentu
saja, Anna. Aku masih ingat denganmu”
“oya,
kenalkan. Aku kesini dengan teman kampusku. Ryunosuke, Emily, ini temanku,
Danny Wang. Danny, ini teman-temanku disini, Ryunosuke dan Emily”
“senang
berkenalan dengan kalian”
“ya,
kami juga senang berkenalan denganmu”
“bagaimana
dengan sekolahmu, Emily?”
“hhh…
sudah agak lama juga aku tidak masuk. Yah… agak terbengkalai. Aku harus
mengatur jadwal dengan sebaik mungkin. Kau sudah tahu kalau aku juga harus
bekerja part time”
“jangan
terlalu terlena dengan pekerjaanmu. Sekolahmu yang terpenting”
“iya,
kau tak perlu khawatir”
“permisi
sebentar, aku harus ke toilet”
“ya,
tentu saja”
Danny
segera pergi ke toilet. Di depan cermin toilet yang besar ia menelpon
seseorang.
“ada
apa, Danny?”
“kau
tahu sekarang aku sedang makan siang dengan siapa?”
“siapa?
Apakah itu juga penting untukku?”
“tentu
saja. Aku sedang makan siang dengan Emily dan karyawanmu itu”
“Emily?
Maksudmu Emily Grey?”
“tentu
saja”
“how
come?”
“sebenarnya
aku mengantar Anna kesini. Sewaktu dia bilang akan bertemu Emily, aku putuskan
aku akan mengantarnya. Agar aku bisa bertemu Emily. Dan benar katamu, Emily
sangat cantik. Pantas kau tak bisa melupakannya”
Yamada
Kei hanya terdiam.
“Yamada?
Kau masih disana?”
“emh…
i-iya. Aku masih disini”
“apakah
kau melamun?”
“tidak,
hanya saja…”
“maaf
kalau aku membuatmu memikirkan dia lagi. Aku hanya penasaran saja dengan wajah
Emily yang bisa membuatmu seperti itu. Terus terang saja, aku belum pernah
melihatmu seperti ini. Dulu kau orang yang kuat. Tapi sekarang? Oya, Emily
datang dengan Ryunosuke. Kau pasti sudah tahu tentang dia. Aku harus menutup
telpon ini. Aku akan bergabung dengan mereka lagi”
“ya.
Thanx, Danny”
Sementara
itu di meja makan…
“apa
benar Danny tadi hanya teman kampusmu?”
“sebenarnya…
semalam dia mengatakan kepadaku kalau dia menyukaiku”
“trus?
Bagaimana tanggapanmu?”
“terus
terang, sejak pertama kali kami bertemu aku sudah menyukainya. Dan kalau kau
kuberitahu info yang satu ini, kau pasti akan terkejut”
“info
apa?
“dia
sahabat si brengsek itu, sahabat dekat sampai sekarang”
“sahabat
Kei? Apakah dia tahu kalau aku bekerja di perusahaannya? Aduh, bagaimana ini?”
“tenang
saja. Dia tidak tahu tentang itu”
“jangan
bercerita apapun tentang aku ke dia. Takutnya dia hanya ingin mengorek sesuatu
tentang aku”
“kau
tidak perlu khawatir, Emily. Aku tahu mana yang harus kubicarakan dan mana yang
tidak”
“Ryunosuke
sudah kembali. Jangan bicara apapun tentang hal ini juga”
Ryunosuke
yang sudah selesai menerima telpon, segera duduk di samping Emily kembali.
“mengapa
kalian belum juga makan?”
“kami
masih menunggu Danny. Nah, itu dia!”
“maaf,
aku terlalu lama”
“tidak
apa-apa. Ayo, kita makan sekarang. Aku sudah kelaparan!”
Yamada
Kei hanya terdiam memandang gedung-gedung tinggi yang ada di depannya lewat
jendela kantornya yang besar. Tiba-tiba ponselnya berbunyi. Ia terkejut.
“ada
apa, Harumi?”
“bukankah
hari ini kita ada janji makan siang? Apakah kau sudah lupa?”
“oh,
maafkan aku. Kalau kau tidak mengingatkanku, aku pasti lupa. Aku pulang
sekarang, Harumi. Bye!”
Buru-buru
Kei menyambar kunci mobilnya dan turun ke lobi. Tanpa ditemani seorang sopir,
ia segera pulang ke rumahnya dan langsung menuju ruang makan. Ia melihat Harumi
sedang menata meja makan.
“ah,
kau sudah datang, Kei?”
Harumi
menghampiri Kei, lalu memeluk dan menciumnya.
“ada
apa? Sepertinya kau tidak begitu bersemangat hari ini. Apakah pekerjaanmu
banyak sekali?”
“yah,
begitulah”
“aku
sudah memasak makanan kesukaanmu”
“tidak
biasanya kau menuntutku untuk makan siang di rumah. Ada apa?”
“sebaiknya
kita makan siang sekarang. Aku tahu kau sudah lapar karena tadi pagi kau tidak
mau makan pagi. Biar kuambilkan untuk makan siangmu”
“ya,
trimakasih”
Mereka
segera makan siang bersama. Namun, Yamada Kei lebih banyak diam.
“ada
apa, Kei? Hari ini kau lebih banyak melamun. Apakah ada yang kau pikirkan?”
“ah,
tidak. Hanya ada sedikit pekerjaan yang belum aku selesaikan dan itu agak
menggangguku. Kau tak perlu khawatir. Aku tidak apa-apa”
“baguslah,
kalau seperti itu. Tunggu sebentar”
Harumi
masuk ke kamarnya. Tak lama kemudian, ia sudah kembali lagi dengan sebuah amplop
putih di tangannya. Ia mendekati Kei dan memeluknya dari belakang.
“ini
untukmu”
“apa
ini?”
“bukalah,
kau pasti akan segera tahu”
Kei
membukanya perlahan dan membaca isinya. Keningnya berkerut dan menatap Harumi
penuh selidik.
“apa
maksud semua ini? Ehm, m-maksudku…”
“apa
yang tertera disitu benar adanya, Kei. Kau akan segera menjadi seorang ayah”
“kau…
hamil?”
Harumi
mengangguk. Namun ia melihat Kei hanya diam saja tanpa ekspresi. Ia
mendekatinya.
“ada
apa, Kei? Kau tidak menyukainya?”
“b-bukan
begitu. Ini mendadak sekali. Maksudku… aku tidak menyangka akan secepat ini”
“bukankah
kau yang bilang kalau keluargamu ingin sekali kita segera mempunyai keturunan
untuk melanjutkan keluarga Yamada?”
“i-iya,
aku senang sekali. Trimakasih, Harumi”
Kei
memeluk Harumi dan menciumnya.
“mungkin
aku hanya belum terbiasa saja. Maafkan aku”
Harumi
kembali duduk di dekat Kei.
“kapan
kau mengetahui akan hal itu?”
“beberapa
hari yang lalu”
“mengapa
kau tidak memintaku untuk mengantarmu ke dokter?”
“aku
ingin memberikan kejutan buatmu. Dan aku berhasil. Kau tahu, Kei? Aku senang
sekali dengan kehamilanku ini. Aku bisa memenuhi harapan keluargamu. Untuk
meneruskan keluarga Yamada”
“ya,
kau benar. Papa pasti senang sekali kalau mendengar berita ini. Aku nanti akan
menelponnya. Lain kali kalau kau ingin pergi ke dokter, aku akan mengantarmu”
“kalau
kau sedang tidak sibuk saja. Aku juga bisa pergi sendiri kok. Kau harus
mengurusi perusahaanmu itu. Mereka lebih membutuhkanmu”
“kau
tidak membutuhkanku lagi?”
“bukan
begitu. Tapi aku bisa diantar sopir kan kalau hanya untuk ke dokter?”
“tapi
aku ingin mengantarmu, Harumi”
“baiklah,
aku akan menelponmu kalau waktunya tiba. Oya, aku ingin sekali pulang ke
Jepang. Maksudku… kalau kau sedang tidak sibuk saja”
“apakah
melakukan perjalanan jauh dengan usia kandunganmu yang masih sangat muda tidak
apa-apa?”
“aku
akan bertanya dulu kepada dokterku. Kalau memang misalnya tidak masalah, apakah
kau mau?”
“aku
tidak masalah. Bukankah sudah ada Mr. Malkovich?”
“thank
you, Kei. Oya, ini sudah melewati jam makan siangmu. Bukankah kau harus kembali
lagi ke kantor?”
“kau
benar. Aku ada janji dengan Mr. Johnsson. Kau tahu kalau Ms. Andrews ingin
mengundurkan diri. Jadi, aku memerlukan sekretaris baru. Katanya dia punya
seseorang yang katanya cocok untuk kujadikan sekretarisku”
“mengapa
dia mengundurkan diri?”
“dia
harus mengikuti suaminya pindah kerja ke Mexico. Aku sebenarnya sudah sangat
puas dengan kerjanya. Aku paling malas kalau harus beradaptasi dengan orang
baru lagi. Aku harus menjelaskan apa-apa yang kumau lagi”
“sudahlah,
tidak setiap hari juga, kan?”
“kau
benar. Aku harus berangkat sekarang”
“ya,
hati-hati”
Yamada
Kei segera kembali ke kantornya. Ia melihat Mr. Johnsson sudah ada di depan
kantornya berbincang dengan Mr. Mal kovich.
“kau
sudah disini, Mr. Johnsson? Maaf, sudah membuatmu menunggu terlalu lama”
“aku
baru saja datang lalu melihat Mr. Malkovich disini. Kami mengobrol sebentar”
“baiklah,
silakan masuk. Apakah kau mau ikut juga, Mr. Malkovich?”
“ah…
tidak, trimakasih. Aku masih ada beberapa pekerjaan yang menungguku”
Yamada
Kei dan Mr. Johnsson segera masuk ke kantor Kei.
“silakan
duduk, Mr. Johnsson”
Mereka
duduk di sofa yang ada di tengah kantor Kei yang luas.
“bagaimana,
Mr. Johnsson? Apakah kau sudah menemukan seorang sekretaris untukku?”
“antara
sudah dan belum”
“maksudmu?”
“sebenarnya
aku ada 2 orang kandidat. Yang 1 karyawan kita sendiri. Dia bekerja di lantai
2. Sebenarnya dia cocok jadi sekretarismu tapi sepertinya dia kurang begitu
suka untuk berprofesi jadi seorang sekretaris”
“dia
kerja di bagian apa?”
“bagian
keuangan. Dia handal sekali. Tapi kita juga tidak bisa memaksa seseorang
bekerja di tempat yang dia tidak suka, kan?”
“kau
benar. Lalu yang satunya lagi, siapa dia?”
“dia
berbakat juga menjadi sekretaris, karena itu memang cita-citanya sejak dulu.
Tapi sayang sekali. Dia bukan karyawan kita. Dia disini hanya bekerja part
time. Dia bekerja di departemenku”
“apakah
kau mempunyai kandidat yang lainnya lagi?”
“sayangnya
belum ada lagi. Bagaimana?”
“kita
hanya mempunyai waktu sebulan. Kau sudah tahu kalau surat pengunduran diri
berlaku sebulan setelah diajukan dan disetujui. Dalam waktu dekat, mungkin aku
juga akan pergi ke Jepang. Kuharap sebelum itu sudah ada sekretaris pengganti.
Tapi kalau misalnya belum ada juga, tidak apa-apa untuk sementara pegawai part
time itu bisa kupinjam sebentar. Maksudku bukan menggantikan posisi Ms.
Andrews. Tapi hanya sekedar membantuku saja”
“baiklah,
apakah perlu kupanggilkan sekarang? Maksudku kalau kau ingin bertemu dengannya”
“jangan
sekarang, aku masih banyak pekerjaan. Besok kalau aku sudah ada waktu, aku akan
memberitahumu”
“baiklah
kalau begitu, aku permisi dulu”
“thanx,
Mr. Johnsson”
Suatu
pagi sewaktu akan masuk ke kantornya, Yamada Kei mampir ke meja Ms. Andrews.
“good
morning, Ms. Andrews”
“good
morning, sir”
“tolong
kau cek jadwalku sebulan ke depan. Aku berencana pulang ke Jepang. Kalau ada
jadwal yang kosong sekitar seminggu, tolong pesankan tiket untukku dan istriku”
“baik,
apakah ada yang lainnya?”
“tolong
telponkan Mr. Johnsson. Tanyakan kepadanya apakah pegawai part time yang akan
membantuku sudah ada hari ini? Aku ingin menemuinya sekarang kalau bisa”
“tentu,
anything else?”
“sementara
itu dulu, trimakasih”
Dengan
terburu-buru Kei masuk ke ruangannya. Ia menghempaskan tubuhnya di kursi
kerjanya yang empuk. Ponselnya kemudian berbunyi.
“bagaimana,
sayang? Apakah jadwalmu ada yang kosong bulan ini?”
“aku
baru saja menanyakan hal itu kepada sekretarisku. Kusuruh untuk segera pesan
tiket begitu ada jadwalku yang kosong. Hhh… andai pesawat itu tidak dipakai
papa, kita bisa memakainya. Jadi kau tidak perlu repot-repot”
“tidak
apa-apa. Baiklah, kalau nanti sudah ada kabar segera kabari aku. I love you,
Kei”
Tanpa
membalas ucapan Harumi, Kei segera mematikan ponselnya. Ia terkejut sewaktu pintu
kantornya diketuk seseorang.
“ya,
masuklah. Ada apa, Ms. Andrews?”
“Mr.
Johnsson bilang kalau kau bisa bertemu dengan pegawai part time itu sekarang.
Tapi, bukankah kita ada jadwal meeting untuk 15 menit lagi di ruang meeting
lantai 3?”
“ah,
iya. Kau benar. Kalau begitu setelah meeting kita saja aku akan menemuinya di
ruang meeting lantai 3 itu. Beritahukan hal itu kepadanya. Aku akan siap-siap
kesana”
Setelah
persiapan selesai, Yamada Kei dan Ms. Andrews turun ke lantai 3 menuju ruang
meeting. Ternyata mereka sudah ditunggu beberapa petinggi perusahaan tersebut.
Di
kantin perusahaan…
“Mr.
Johnsson mengatakan kepadaku kalau nanti setelah jam makan siang aku diminta
ikut bersamanya”
“ada
perlu apa?”
“entahlah.
Sepertinya aku akan diperbantukan entah dimana dan untuk siapa. Katanya ada
seorang sekretaris yang ingin mengundurkan diri. Jadi aku diminta untuk
membantu pekerjaannya”
“ini
kesempatanmu, Emily. Tunjukkan kepada mereka kalau kau mampu. Yah… siapa tahu
mereka puas dengan pekerjaanmu dan akhirnya kau diangkat jadi pegawai tetap dan
menjadi seorang sekretaris sesuai dengan impianmu selama ini. Iya, kan?”
“kau
benar. Trimakasih, Ryunosuke. Seperti biasa kau selalu memberiku support. It
means to me”
Setelah
makan siang, Emily menemui Mr. Johnsson di kantornya.
“apakah
aku boleh tahu siapa atasanku nantinya?”
“ini
akan menjadi kejutan buatmu. Aku yakin sekali kau pasti bangga dengan siapa kau
akan bekerja. Tunjukkan pekerjaan terbaikmu. Kalau atasanmu ini nanti
menyukaimu, aku yakin bisa saja nanti kau akan diangkat menjadi pegawai tetap.
Aku jamin”
“trimakasih.
Terus terang saja aku masih penasaran dengan ini semua walaupun sekretaris
adalah pekerjaan yang aku impikan selama ini. Tapi, aku tetap mengucapkan
terimakasih untuk anda. Bisakah kita kesana sekarang?”
“tentu
saja. Boss barumu menunggu kita di ruang meeting lantai 3. Ayo!”
Mereka
segera menuju meeting room lantai 3. Perasaan Emily berkecamuk. Penasaran
dengan siapa dia akan bekerja. Mr. Johnsson membuka sebuah ruangan yang tidak
begitu besar.
“masuklah,
Ms. Grey”
Mereka
berdua masuk ke meeting room tersebut. Sepi. Rupanya meeting yang tadi sudah
usai. Hanya terlihat seorang pria berpakaian rapi membelakangi mereka. Rupanya
ia sedang menatap gedung-gedung tinggi yang ada di hadapannya lewat kaca jendela
ruangan itu. Sehingga ia tidak menyadari kehadiran Emily dan Mr. Johnsson.
“selamat
siang, Yamada-san”
Emily
menoleh dengan cepat kepada Mr. Johnsson dan beralih kepada orang yang berdiri
membelakangi mereka. Yamada Kei membalikkan badannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar