Sabtu, 16 Januari 2016

MY SAKURA (bagian 21)



Grand Pacific Le Daiba terletak di Odaiba, di seberang Rainbow Bridge dari pusat kota Tokyo. Hotel ini menawarkan akomodasi yang mewah, 6 pilihan tempat bersantap, kolam renang outdoor, dan sauna. Kamar-kamar yang luas di Odaiba Grand Pacific Hotel menampilkan gaya Eropa yang elegan dan akses internet kabel gratis. Juga dapat menikmati pemandangan Teluk Tokyo di kamar-kamar tertentu. Grand Pacific Le Daiba Hotel ini terletak tepat di samping stasiun monorail Daiba, yang menyediakan akses langsung ke area Shiodome dalam 13 menit. Tokyo Big Sight Exhibition Centre berjarak 10 menit perjalanan naik monorel. Hotel ini menawarkan layanan antar-jemput gratis ke Tokyo Disney Land. Terdapat beragam toko di bawah hotel, berolahraga di Le Club Fitness Centre dengan biaya tambahan, atau melihat-lihat karya seni di Art Gallery 21. Teppanyaki Restaurant Hamayu dan Star Road Dining and Bar menawarkan pemandangan cakrawala yang menakjubkan dari lantai 30. Tersedia juga restoran Sushi, masakan Cina, serta beberapa bar dan kafe. Minato adalah pilihan tepat buat wisatawan yang suka orang-orang yang ramah, kuliner, dan budaya

 
Grand Pacific le Daiba, Tokyo


Yamada menyiapkan 3 kamar. Untuk Mr. Grey dan Mrs. Grey, untuk Emily dan Anna, dan 1 lagi untuk Danny. Yamada ikut ke kamar Emily membantu membereskan tas-tas yang dibawa Emily dari Amerika.
“banyak sekali yang kau bawa, Ms. Grey”
“siapa tahu aku akan lama disini”
“tentu saja kau akan lama disini”
“ehem...! Maaf, sebaiknya aku permisi dulu. Aku harus menemui Danny. Permisi”
Anna meninggalkan Emily dan Yamada. Lalu Emily mendekati Yamada dan memeluknya.
“kau tahu? Aku sangat merindukanmu. Sepertinya sudah lama sekali kau pergi meninggalkan Manhattan”
“aku pergi belum ada seminggu, Ms. Grey”
“sama saja. Oya, bagaimana persiapan pesta pernikahan kita? Sebenarnya aku ingin ikut serta membantumu kalau kau tidak melarangku”
“tidak perlu. Sudah banyak orang yang membantu. Kau dan keluargamu tinggal duduk manis saja. Karena ini pesta kejutan untukmu”
“ya, bahkan untuk gaunnya saja kau tak mau memperlihatkan kepadaku”
“ah, kau jadi mengingatkanku untuk mengambil gaun itu”
“lihat? Kau tetap butuh orang lain. Tidak semuanya bisa kau handle sendirian”
“tidak apa-apa. Aku sudah terbiasa, Ms. Grey. Trimakasih karena kau sudah mau menikah denganku”
“sepertinya aku yang harus berterimakasih kepadamu. Kau sudah melakukan banyak hal untuk kami. Bukankah kau tadi bisa melihat bagaimana gembiranya orangtuaku sewaktu bisa menginjakkan kaki mereka di tanah ini lagi? Trimakasih, Yamada”
Emily mencium Yamada.
“oya, tadi Anna bertanya kepadaku kemana kau akan membawaku untuk berbulan madu? Tapi kau tahu? Aku tidak terlalu pusing memikirkan hal itu. Karena bisa menikah denganmu saja sudah merupakan hal terindah dalam hidupku”
“itu pun rahasia, Ms. Grey. Aku tak akan memberitahumu”
Yamada melihat ke arah jam tangannya.
“sepertinya aku harus pergi sekarang. Aku harus melihat gaun pengantinmu”
“bisakah aku ikut bersamamu? Aku tak mau kau menyelesaikan semuanya seorang diri. Bukankah aku juga harus mencobanya?”
“tapi bukankah dulu kau juga pernah memberiku ukuran bajumu?”
“tetap aku harus ikut, Yamada!”
“kau baru saja datang, Ms. Grey”
“dan aku tidak peduli!”
“hhh... baiklah kalau kau memaksa. Ayolah”
Mereka berdua segera menuju butik yang mengerjakan gaun pengantin mereka. Setelah sampai...
“selamat malam, Yamada-san”
“selamat malam. Apakah Takano-san ada? Maaf, aku belum membuat janji dengannya”
“kau beruntung sekali, Yamada-san. Takano-san masih ada di kantornya. Duduklah sebentar, akan aku panggilkan”
“trimakasih”
Emily dan Kei duduk di ruang tamu.
“kuharap kau nanti menyukainya, Ms. Grey. Tapi kalau ternyata kau tidak menyukainya, kita bisa memesan gaun yang lainnya. Ia sudah membuatkan beberapa gaun untukmu. Kau bisa memilihnya sesukamu”
“tapi bukankah kau belum tahu aku menginginkan gaun yang seperti apa? Bagaimana kalau ternyata aku tidak menyukai semuanya?”
“aku sudah tahu seleramu dengan membaca sifatmu, Ms. Grey. Dan aku yakin kalau kau nanti akan menyukainya”
“oh, kau sudah datang, Yamada-san. Gaun itu sudah selesai kalau kau ingin mengambilnya sekarang”
“tidak, kami ingin mencobanya terlebih dulu”
“apakah ini...”
“perkenalkan. Ini calon istriku, Emily Grey. Ms. Grey, ini Takano-san yang membuat gaunmu”
“senang bertemu denganmu, Takano-san”
“aku juga. Kuharap kau menyukai gaunmu. Masuklah, kita bisa mencobanya di dalam”
Setelah di dalam, Emily mencoba gaun pengantinnya di sebuah ruangan. Setelah selesai, ia kembali keluar dengan sudah memakai gaun itu. Tanpa berkedip, Yamada Kei menatap Emily.
“kau cantik sekali, Emily”
“eh... t-trimakasih”
“sungguh. Belum pernah aku melihatmu seperti ini. Apakah kau menyukai gaunmu?”
“sangat. Trimakasih, Yamada. Aku sangat menyukainya”
Lalu terdengarlah suara ribut-ribut di depan.
“ada apa itu?”
“m-maaf, Takano-san. Tapi di depan banyak sekali wartawan”
“wartawan? Untuk apa mereka kemari?”
“eh... sebenarnya mereka mencarimu, Yamada-san”
“aku? Kupikir selama ini aku tidak ada sesuatu dengan mereka”
“sepertinya... mereka ingin mewawancaraimu perihal pernikahanmu yang akan diadakan sebentar lagi”
“tapi aku bukan orang terkenal yang semua yang ada di diriku bisa mereka tanyakan”
“tapi...”
“... sebaiknya kau menemui mereka dulu, Yamada. Kalau mereka ingin bertemu denganmu, berarti mereka tertarik denganmu”
Yamada segera keluar. Dan memang benar, banyak sekali wartawan yang ada di depan butik.
 “Yamada-san wa, sore wa anata ga ni kekkonshiki o kaisai shimasu hontodesuka? (Yamada-san, apakah benar kau akan melangsungkan pernikahanmu yang kedua?)”
“anata no shorai no tsuma wa bijinesu-kai karamodearu ka do ka? (apakah calon istri anda juga dari kalangan pebisnis?”
“hidzuke wa seikaku ni anata ga kekkon shite iru dono kurai? (tanggal berapa tepatnya kalian akan menikah?)
“hokoku ni yoru to, kekkon shita nochi, anata wa dai kazoku no koun Yamada no subete no shisan o keisho suru tame ni kaishi sa remasu. Sore wa tadashidesuka? (kabarnya setelah menikah, maka kau akan mulai mewarisi semua aset kekayaan keluarga besar Yamada. Apakah itu benar?)”
 “anata wa Amerika shimin ni narudarou ka? Aruiwa, Nihon no kokumin ni naru anata no tsumedasu? (apakah kau akan menjadi warga negara Amerika? Ataukah istrimu yang akan menjadi warga Jepang?)”
Yamada Kei yang tidak pernah menghadapi wartawan nampak sangat bingung dan kikuk.
“doko ni ko no subete o shitte imasu ka? Watashi wa geijutsuka ka nanika’ to iu kotode wa nai yo... imi shimasu (darimana kalian tahu semua ini? Maksudku... aku bukanlah artis atau apapun itu)”
 “kagiri, anata wa Manhattan ni iru yo ni, anata wa koko ni nyusu o shirimasen. Shikasi, wareware wa anata no shinpo, tokuni saigo no sujitsukan (selama kau di Manhattan, kau memang tidak mengetahui berita disini. Tapi kami mengikuti perkembanganmu terutama beberapa hari terakhir ini)”
 “watashitachiha, anata ga on’nanoko to butikku ni haitte ita koto ga wakarimasu. Kare wa anata no hanayomedesu ka? (kami melihat kau tadi masuk ke butik ini dengan seorang gadis. Apakah ia calon istrimu?)”
Yamada hanya bisa terdiam sementara wartawan masih terus ribut bertanya ini dan itu. Yamada lalu masuk kembali.
“ada apa, Yamada?”
“kau harus ikut bersamaku. Kita selesaikan ini secepatnya”
Yamada menarik tangan Emily dan kembali menemui beberapa wartawan yang sudah menunggu di depan butik.
“hai, watashitachiha tashika ni chikai shorai ni kekkon shiyou to shite imasu. Kore wa watashi no mirai no tsuma, emiriguredesu. Sore wa kare ga Amerika no shimin to mae no gakko no yujindearu jijitsudesu. Soshite, shimin no hen’i ni tsuite wa, wareware wa sarani sore o setsumei shite imasen. Shikasi, machigainaku, kekkon-go, watashitachiha Manhattan no wareware no shigoto no subete no tame ni koko ni taizai shimasendeshita. Soshite, dai kazoku no koun Yamada no subete no shisan o, watashi wa sore ijo kangaeru hitsuyo wa arimasen. Maide-yuti imadake 1. Yamada gurupu o susumemasu. Nokori ni tsuite wa, watashi wa saikoshido-sha Yamada gurupu to shite chichi ni subete no mono o hoki. Ima, watashitachiha saisho ni ikanakereba narimasen. Watashitachi wa mada oku no mono ga arimasu. Arigato (ya, kami memang akan menikah dalam waktu dekat ini. Ini calon istriku, Emily Grey. Memang benar ia warga negara Amerika dan dulunya merupakan teman sekolahku. Dan tentang perpindahan warga negara, kami belum membicarakan hal itu lebih jauh. Tapi yang pasti setelah menikah kami tidak tinggal disini karena semua pekerjaan kami ada di Manhattan. Dan tentang semua aset kekayaan keluarga besar Yamada, aku tidak perlu memikirkan lebih jauh. Tugasku sekarang hanya satu. Memajukan Yamada Group. Untuk sisanya, aku menyerahkan semua hal kepada papaku selaku pimpinan tertinggi Yamada Group. Sekarang kami harus masuk dulu. Masih banyak hal yang harus kami kerjakan. Trimakasih)”
Yamada mengajak Emily untuk masuk ke butik lagi. Banyak wartawan yang sebenarnya masih ingin wawancara tapi di cegat oleh security di butik itu agar tidak masuk.
“what was that?”
“hhh... darimana mereka tahu kalau aku kesini? Ini juga baru pertama kalinya mereka seperti ini”
“mungkin karena kau pewaris Yamada Group, mungkin?”
“entahlah. Sudahlah, kita selesaikan ini dulu. Kalau kau menyukai gaun itu, berarti kita tidak perlu mengorder yang lainnya lagi. Untuk gaun pengiring pengantin, aku sudah menyuruh mereka untuk mengirim ke hotel. Semoga tidak ada yang perlu diubah. Jadi aku bisa mengurus yang lainnya lagi”
“kalau ada yang perlu ditambahi bisa kami kerjakan sebelum hari H”
“bagaimana, Ms. Grey?”
“seperti itu saja sudah cukup. Trimakasih”
“baiklah. Tolong gaun ini dan gaun pengiring yang sudah aku pesan dikirim ke hotel besok”
“tentu, Yamada-san”
“kalau begitu kami permisi dulu. Masih banyak hal yang harus aku kerjakan”
Setelah berganti dengan bajunya lagi, Yamada mengajak Emily kembali ke mobilnya. Ternyata masih banyak wartawan yang ada di depan dan mengejarnya. Tapi mereka segera diselamatkan oleh security butik hingga tiba di mobil mereka.
“aku tak habis pikir dengan mereka. Kemarin aku bisa bebas bepergian kemana pun aku suka”
“pernikahanmu yang kemarin kalian lakukan dengan mendadak. Kalau tidak, mungkin waktu itu mereka juga akan seperti ini. Eh, maaf kalau aku mengingatkanmu”
“ya, kau benar. Kemarin mendadak sekali dan hanya keluarga terdekat yang menghadirinya”

Setelah semua sudah siap dan melakukan gladi bersih, pernikahan Emily dan Yamada Kei dilakukan di tepi Tokyo Bay di malam hari dengan konsep outdoor. Yamada Kei memang sengaja tidak menggunakan adat Jepang karena menghormati keluarga Emily yang sudah lama tinggal dan berkewarganegaraan Amerika. Kei dan Emily berdansa diikuti tamu-tamu yang lain.
“sekarang kau sudah menjadi istriku, Ms. Grey. Ehm... maksudku Mrs. Yamada”
“trimakasih untuk itu. Kau membuat mimpiku menjadi nyata. Oya, darimana kau belajar berdansa? Karena kupikir aku tak pernah melihatmu berdansa”
“memang. Aku menyuruh Danny untuk mengajariku. Sudahlah, kau jangan mentertawakan aku seperti itu”
“aku menghargainya. Dan besok aku yang akan mengajarimu sendiri. Karena kami di Amerika sering berdansa”
“aku mencintaimu, Emily. Dan mulai sekarang, rupanya aku harus membiasakan diriku untuk memanggilmu dengan nama itu”
Emily hanya tersenyum dan mencium Kei. Setelah itu mereka mengobrol dengan beberapa teman dan relasi. Banyak orang yang mengucapkan selamat kepada mereka.
“sekarang aku akan menunggu kapan kau akan menikahi Anna, Danny”
“tentu, aku harus lulus sekolahku dulu. Setelah itu aku harus mencari pekerjaan, barulah aku akan menikahi gadis cantik ini. Kau akan sabar menungguku, kan?”
“tentu. Aku juga tidak mau terburu-buru seperti Yamada dan Emily. Aku masih ingin menikmati masa-masa mudaku lebih lama. Aku juga masih sibuk dengan sekolahku”
Lalu datanglah Yamada Yasuo di antara mereka.
“selamat untuk kalian berdua. Emily, selamat datang di keluarga besar Yamada. Sekarang kau sudah menjadi bagian dari keluarga kami. Aku senang melihat anakku bahagia bersamamu, Emily”
“trimakasih, pa”
“dan untuk kewarganegaraan, aku tidak akan memaksa kalian. Itu bisa kalian pikirkan sendiri. Aku pun tidak masalah jika Kei-chan harus pindah dan menetap di Manhattan. Karena ia sekarang memang bertanggung jawab penuh dengan perusahaan itu”
“maksud papa?”
“bukankah aku sudah memberitahumu. Kalau suatu saat kau menikah maka perusahaan dan semua asetnya menjadi milikmu, Kei-chan”
“aku belum memikirkan hal itu, pa. Itu bisa kita bicarakan nanti saja. Itu juga bukan menjadi prioritasku”
“bagaimana, Emily? Apakah kau menyukai pesta ini?”
“ya, aku menyukai pesta yang seperti ini”
“ini adalah ide Akemi. Ia yang menyusun pesta outdoor ini”
“aku harus berterimakasih kepadanya”
“dimana Oji-san dan bibi Akemi, pa?”
“mereka juga mengundang beberapa relasi mereka. Jadi saat ini mereka sedang bersama mereka”
“trimakasih karena telah mengijinkanku untuk menikahi Emily Grey, pa”
“aku pernah muda, Kei-chan. Ryuu yang kemarin menyadarkanku bahwa kau bukan anak kecil lagi. Oya, aku tinggal sebentar. Aku harus menemui Mr. Malkovich disana”
Ya, semua petinggi Yamada Group yang ada di Manhattan datang ke Tokyo untuk menghadiri pesta pernikahan boss besar mereka. Juga para pemimpin Yamada Group yang ada di setiap cabang.
Pesta itu diadakan sampai hari menjelang tengah malam. Waktu itu yang tersisa hanyalah teman-teman dan kerabat dekat saja.
“hei, Yamada. Mengapa kau masih disini? Bukankah ini malam pertama kalian? Apakah kalian akan melewatkannya begitu saja?”
“tentu saja kami tidak akan melewatkannya begitu saja, Danny. Aku benar, kan?”
Muka Emily memerah.
“tidak, kami masih punya banyak waktu. Kami tidak akan cepat-cepat pulang ke Amerika”
“kau cantik sekali, Emily”
“trimakasih, Anna”
“aku berkata yang sesungguhnya. Ditambah dengan gaunmu yang indah itu”
Emily menoleh kepada Yamada,”dia yang mendesainnya”
“dia?”
“ya, dia sendiri yang memesankan gaun ini untukku. Dan aku sangat menyukainya. Trimakasih, Kei”
“aku hanya berbekal dari sifatmu. Aku mengatakannya kepada Takano-san, memberikannya beberapa masukan dan... jadilah gaun ini”
Yamada Ryuu segera menyeruak di antara mereka.
“Kei-kun, Emily. Aku ikut senang dengan pernikahan kalian”
“trimakasih, Oji-san”
“sebenarnya hal ini yang sudah kunantikan sedari dulu. Aku menginginkanmu bahagia, Kei-kun. Dan jangan lupa. Banyak wartawan yang menantimu di luar sana”
“tapi... hhh... bisakah kalian mewakilkannya untukku?”
“tapi sayangnya KAU yang dicari mereka”
“tapi aku bukanlah orang terkenal yang harus masuk berita di televisi. Juga bukan seorang artis”
“sudahlah. Mereka melakukan itu karena papamu adalah Yamada Yasuo. Kalau tidak, tidak mungkin mereka akan memburumu”
“hhh... baiklah, aku nanti akan menemui mereka”
“nikmatilah ketenaranmu, Yamada. Hahaha...”
“stop it, Danny!”
Tak lama kemudian Yamada Kei dan Emily segera menemui wartawan yang sedari tadi sudah berkumpul menunggu mereka. Yamada yang lebih banyak menjawab pertanyaan karena memang Emily tak mengerti apa yang mereka bicarakan.

Pagi itu Emily terbangun dari tidurnya. Ia melihat Yamada masih tidur dengan lelapnya di bawah selimut tebalnya. Dengan masih agak malas, ia menuju kamar mandi. Setelah mandi dan berpakaian rapi, Emily duduk di sofa yang ada di kamar pengantinnya sambil melihat berita di TV. Ia tertegun. Berita tentang pernikahannya menjadi headline news di TV-TV Jepang. Ia hanya bisa maklum. Karena yang menikah adalah keturunan keluarga besar Yamada yang memang mempunyai pengaruh besar di Tokyo.
Yamada memeluknya dari belakang sofa.
“selamat pagi, Emily”
“kau mengagetkanku, Kei”
“mengapa kau tidak membangunkanku?”
“aku tak mau mengganggu tidur nyenyakmu dan sebaiknya kau segera mandi lalu kita bisa sarapan di bawah”
“apa kau tak mau makan pagi disini saja?”
“tidak, aku ingin di bawah dengan yang lainnya. Lebih ramai, kan?”
“baik, tunggu aku sebentar”
Setelah mandi dan sudah rapi, mereka segera pergi ke restoran yang ada di lantai bawah. Disana mereka melihat Danny dan Anna yang juga sedang makan pagi. Ya, kamar pengantin mereka memang jadi satu dengan tempat menginap keluarga Grey.
“hai, selamat pagi”
“waaahh... ini dia pengantin baru kita. Duduklah!”
“kau tahu dimana papa dan mamaku, Anna?”
“sedari tadi aku belum melihatnya”
“mungkin saja orangtuamu masih kelelahan karena semalam mereka sampai larut sekali”
Mereka segera makan pagi bersama.
“just tell me, Yamada. Kemana kau akan mengajak Emily berbulan madu?”
“itu masih rahasia, Danny”
“ya, kepadaku saja ia tidak mau memberitahuku”
“katakan sekarang. Yah... siapa tahu suatu saat kami juga bisa kesana”
“yang jelas tidak keluar negri. Masih di Jepang saja”
“dan aku yakin kalau tempat yang akan kau tuju adalah tempat yang masih alami. Iya, kan?”
“dari mana kamu tahu, Emily?”
“sudah menjadi ciri khas kamu. Selama ini setiap kali kau mengajakku bepergian, selalu tempat yang seperti itu”
“oke kalau kalian memaksa dan penasaran. Besok pagi kami akan terbang ke Wakkanai”
“Wakkanai?” kompak antara Danny, Anna dan Emily bertanya bersama.
“dimana itu?”
“iya, baru sekali ini aku mendengar nama itu”
“dari Haneda kita bisa terbang ke Memanbetsu. Itu ada di Hokkaido. Yah... paling lama perjalanannya 2 jam tidak ada. Dari sana kita bisa lewat jalan darat menuju Wakkanai”
“kau membuatku penasaran, Kei”
“itu salah satu tujuanku, Emily. Kita bisa menginap di Wakkanai. Tapi itu bukan yang terpenting. Karena yang terpenting aku ingin mengajakmu ke Rishiri dan Rebun Island. Kalian tidak perlu bertanya-tanya lagi. Silahkan cari sendiri di internet. Kalau kalian sudah melihatnya, aku jamin kalian ingin kesana”
“jam berapa penerbangan kita?”
“kita take off jam 07:15 dan sampai disana jam 08:55”
“kau sudah mempersiapkan segala sesuatunya sedetil itu?”
“tentu saja”
“dari dulu suamimu ini memang orang yang perfeksionis, Emily. Aku sudah tidak kaget lagi”

Sementara itu, jauh dari Tokyo, di Perfecture Chiba...
Seorang pria sedang melihat tayangan televisi tentang pernikahan Yamada Kei dan Emily.
“hmmm... rupanya kau tetap melangsungkan pernikahan itu. Untuk itu, kalian harus menerima akibatnya! Aku akan mengejar kalian. Kalau perlu sampai ke ujung dunia pun akan aku kejar!”

Keesokan harinya, mereka semua mengantar Emily dan Kei ke Haneda.
“sebenarnya kami tidak perlu diantar orang banyak seperti ini. Seperti orang penting saja”
“kau memang orang penting, Yamada. Untung tidak ada wartawan di sekitar sini. Bisa-bisa mereka ikut bulan madu kalian kesana”
Yamada dan Emily hanya tersenyum.
“baiklah, sepertinya kami harus masuk sekarang”
“ya, jangan sampai kalian ketinggalan pesawat”
Di Wakkanai, mereka menginap di Anna Crowne Plaza Wakkanai.
Sore itu mereka sedang berjalan santai di tepi pantai yang ada di dekat hotel mereka.
“negrimu sangat indah, Kei”
“bukankah ini juga negrimu? Aku tak mau kau lupa akan asal-usulmu”
“maaf, aku selalu lupa akan hal itu. Karena aku disini hanya sebentar saja”
“besok aku akan mengajakmu ke Cape Noshappu dan Cape Soya. Aku juga sudah menyiapkan kendaraan yang bisa kita pakai”
“apakah jauh dari sini?”
“tidak, hanya sekitar 10-40 menit berkendara. Dan aku yang akan mengendarainya sendiri karena kita sudah tidak butuh sopir”
Emily menatap Yamada Kei yang ada di hadapannya.
“mengapa kau membungkus keromantisanmu dengan kesombongan dan keangkuhanmu, Kei?”
“aku orang yang tidak pandai mengumbar keromantisan untuk orang banyak”
 “sungguh, aku tidak tahu kalau ternyata kau adalah seorang pria yang pandai wushu, egois di depan para karyawan tapi juga romantis dan sangat takut jika kehilangan orang yang kau cintai”
“ya, aku sangat takut kehilanganmu lagi”
Yamada memeluk Emily sementara matahari mulai tenggelam dan meninggalkan bayangan oranye di permukaan laut yang tenang.

Setelah sarapan pagi, mereka segera menuju Cape Noshappu yang hanya 10 menit berkendara.
“lihatlah gunung yang ada di tengah laut itu. Itu namanya Mt. Rishiri-fuji. Dan besok pagi aku akan membawamu kesana. Seperti kataku sebelum kita berangkat kemarin. Sebenarnya bukan Wakkanai yang menjadi tujuanku. Tapi Rishiri itu, juga Rebun Island”
“bisakah kita kesana? Sepertinya jauh sekali”
“ya, kita juga bisa membawa mobil kita kesana dengan naik kapal. Walaupun disana juga ada yang menyediakan mobil untuk disewa. Tapi harganya lebih mahal. Mending kita bawa mobil dari sini”

Cape Noshappu


Matahari sudah agak tinggi. Mereka lalu melanjutkan perjalanan mereka menuju Cape Soya. Mereka menghabiskan sisa hari itu di Cape Soya sampai hari menjelang malam.
Mereka juga makan di tempat itu dengan bekal yang mereka bawa. Emily nampak sangat antusias sekali bisa melihat tempat-tempat yang memang belum pernah ia kunjungi.

Cape Soya

Esok paginya mereka melanjutkan perjalanan mereka menuju pelabuhan yang akan membawa mereka ke Rebun Island. Setelah menumpang kapal beserta mobil mereka, sampailah mereka di pelabuhan Rebun Island. Jalan menuju puncak gunung sangat berliku dan indah. Hanya hutan-hutan yang ada di kanan dan kiri jalan. Sepi dan bersih.

Rebun Island
 
Rebun Island
Setelah sampai di terowongan, Yamada meminggirkan mobilnya.
“mengapa kita berhenti disini? Apakah kita sudah sampai. Tapi kalau kulihat, tempat ini sepi sekali”
“belum”
“tapi pemandangan dari sini sudah bagus sekali”
“kita akan berjalan ke atas bukit itu. Pemandangan yang disini belum ada apa-apanya bila kita melihatnya dari atas sana. Ayolah!”
Dari tempat itu mereka berjalan kaki menuju atas bukit. Hanya jalan setapak yang di kanan dan kirinya hanya terdapat rumput dan bunga-bunga liar sejauh mata memandang. Hanya terlihat beberapa orang saja yang mereka temui.
“tempat ini mengingatkanku akan Wellington”
“ya, hampir mirip seperti itu. Dan kalau kau sudah lelah, bilang saja kepadaku. Kita bisa istirahat dulu”
“ya, aku tak mau kau meninggalkan aku seperti kejadian di New Jersey dulu”
“kau masih ingat?”
“tentu saja”
Mereka menghabiskan hari itu di Rebun Island dan Rishiri.

Rebun Island




 
Rishiri Island


 
Rishiri Island

Mereka menghabiskan bulan madu mereka selama seminggu disana. Setelah itu mereka kembali lagi ke Tokyo. Sore itu mereka sedang berbincang di teras belakang.
“mungkin dalam beberapa hari lagi kami akan pulang ke Manhattan, pa”
“apa itu tidak terlalu cepat untuk kalian? Kalian bisa menikmati waktu liburan kalian disini tanpa diganggu dengan urusan pekerjaan”
“kami sudah cukup puas disini selama ini. Ini liburan terpanjangku. Lagipula, pekerjaan sudah menantiku. Apakah papa juga akan turut serta dengan kami?”
“tidak, tidak. Aku sepertinya sudah malas mau kembali kesana lagi. Aku ingin menghabiskan hidupku disini. Di tanah kelahiranku tanpa diganggu siapapun dan apapun”
“baiklah. Beritahu kami kalau papa memerlukan sesuatu”
“tentu, biar kalian saja yang datang kesini kalau aku merindukan kalian. Aku sangat ingin sekali secepatnya menimang cucu darimu, Kei-chan. Impiaku kemarin musnah karena...”
“... sudahlah, pa. Jangan membicarakan hal itu lagi. Tentu saja papa akan segera menimang cucu lagi”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar