Sudah terlalu jauh
mereka meninggalkan Manhattan. Emily pun hanya terus terdiam tanpa berani
mengusik Kei. Mereka lalu beristirahat di sebuah kedai kecil, memesan beberapa
makanan dan minuman.
“kau harus banyak
makan, Emily. Kau harus menjaga kesehatanmu”
“aku belum lapar”
“maaf kalau aku
membuatmu seperti ini. Aku tidak bisa menjadi seseorang yang bisa kau harapkan
lagi. Aku tidak bisa membahagiakanmu lagi. Aku tidak punya apa-apa untuk
kuberikan kepadamu. Bahkan tempat untuk kita tinggal pun aku tidak punya”
“aku mencintaimu,
Kei. Bukan hartamu. Aku tidak masalah kemana pun kau membawaku pergi”
Kei hanya terdiam
dan menunduk. Mengamati kopinya yang sudah hampir habis. Ia lalu menelpon
seseorang dengan ponselnya.
“hallo, Yamada.
Apa kabar? Tumben kau menelponku. Ada apa?”
“dimana kamu? Aku
ingin minta bantuanmu”
“aku masih di
Malaysia. Bantuan apa? Tidak biasanya. Atau... kau ingin aku menghajar
Koyamada?”
“aku sedang menuju
apartemenmu. Aku ingin kau membantuku untuk mencari apartemen yang tidak
terlalu mahal untukku. Tapi kalau kau sedang pergi, ya sudahlah”
“hei, ada apa
denganmu? Mengapa kau butuh apartemen?”
“aku meninggalkan
rumahku, meninggalkan semuanya. Itu saja dulu yang bisa aku ceritakan kepadamu
saat ini. Aku butuh tempat untuk beristirahat setidaknya sebelum aku bisa
mencari tempat untuk kami”
“bagaimana keadaan
Emily?”
“itulah...”
“... kau tak perlu
repot-repot mencari apartemen. Kau bisa tinggal sementara di apartemenku.
Mungkin aku masih lama disini. Kalian bisa memakainya. Kuncinya aku titipkan di
penjaga apartemen itu”
“ya, trimakasih,
Danny”
“tidak perlu
berterimakasih kepadaku. Itu hanya hal kecil yang bisa kulakukan untukmu. Kau
yang sudah berbuat banyak untuk membantuku, membantu uang sekolahku juga. Kuharap
kau dan istrimu baik-baik saja walaupun aku belum tahu apa masalah kalian”
“baiklah,
trimakasih. Kami sementara akan memakai apartemenmu dulu. Bye, Danny”
Kei mematikan
sambungan telponnya. Ia melihat Emily sedang menatapnya.
“untuk sementara
kita bisa memakai apartemen Danny. Aku akan cari kerja agar kita bisa menyewa
apartemen sendiri. Ada apa, sayang?”
“aku... tidak
apa-apa. Oya, aku sudah selesai makan. Apakah kita akan ke tempat Danny
sekarang?”
“apakah kau
keberatan?”
“tidak, bukankah
Anna juga tinggal di kota itu?”
“ya, kau benar.
Trimakasih, Emily”
“untuk apa? Kau
tak perlu berterimakasih kepada istrimu sendiri, kan?”
Kei hanya terdiam.
“baiklah, kita
pergi sekarang”
Kei mengarahkan
mobilnya ke arah Connecticut menuju apartemen Danny. Setelah lama berkendara,
sampailah mereka disana.
“sepertinya kita
harus membersihkan tempat ini dulu”
“dia tidak pernah
berubah. Selalu saja berantakan seperti ini. Kau duduk saja, Emily. Biar aku
saja yang membersihkannya. Atau kalau tidak kau bisa keluar dulu. Debu ini
tidak baik untukmu”
“tidak, aku akan
membantumu”
Dengan mengerjakan
pekerjaan yang ringan, Emily membantu Kei membersihkan apartemen Danny. Emily
juga membuatkan minuman untuk Kei. Emily hanya tersenyum melihat Kei yang penuh
dengan peluh dan kotor oleh debu.
“ada apa?”
“kau lucu, Kei.
Aku belum pernah melihatmu seperti itu. Sorry”
“dan mulai
sekarang, kau akan terbiasa dengan pemandangan seperti ini”
“istirahatlah
dulu. Ini sudah kubuatkan minuman untukmu”
Kei yang duduk di
kursinya hanya terus menatap Emily yang sedang membuatkan minuman untuknya.
“kau istri yang
baik, Emily”
“aku mencintaimu,
Kei”
“mengapa kau tidak
mendesakku dan bertanya kepadaku mengapa aku melakukan hal seperti ini?”
“kalau kau ingin
bercerita kepadaku, tanpa aku bertanya pun kau pasti juga akan langsung
bercerita kepadaku. Untuk apa aku mendesakmu. Iya, kan?”
Kei meraih tangan
Emily dan menyuruhnya untuk duduk di dekatnya. Emily mengusap peluh Kei.
“aku...”
Kei menghentikan
kalimatnya.
“ada apa? Atau
sebaiknya kau mandi dulu, Kei. Lihatlah badanmu kotor sekali. Setelah itu kita
bisa duduk mengobrol berdua. Ini semua ada hikmahnya. Lihatlah, sepertinya
jarang sekali kita bisa mengobrol berdua saja. Pekerjaan di kantormu menyita
banyak sekali waktumu. Aku benar, kan?”
“ya, kau benar”
Kei segera
beranjak ke kamar mandi sedangkan Emily merapikan baju-baju mereka. Tiba-tiba
ia merasakan perutnya sakit. Ia hanya bisa meringis menahan sakit sambil
membuka tasnya, mencari obatnya. Ia pun segera meminumnya begitu ia
menemukannya.
“ada apa, Emily?”
“eh, tidak...
aku...”
“wajahmu pucat
sekali”
“aku tidak
apa-apa, sungguh”
“apakah kau sudah
meminum obatmu?”
“ya, sudah. Kau
tidak perlu khawatir”
“masih untuk
berapa lama obatmu?”
“itu... masih
banyak kok. Kemarin aku sudah ke dokter dan sudah ada persediaan untuk beberapa
hari ke depan”
“mungkin besok aku
akan mulai cari kerja. Aku takut kalau sampai obatmu sudah habis dan kita tidak
punya uang untuk membelinya”
Emily hanya
terdiam. Karena ia tahu, obatnya yang mahal itu hanya tinggal untuk esok hari
saja.
“ada apa?”
“eh, tidak ada
apa-apa. Minumlah minumanmu, keburu dingin”
Kei mengambil
gelasnya dan meminumnya sedikit.
“aku ingin
memberitahumu sesuatu hal. Mengapa aku melakukan hal ini. Mengapa aku berani
mengambil resiko ini dengan meninggalkan semuanya. Termasuk resiko jika suatu
saat kau akan meninggalkanku”
“apa maksudmu
meninggalkanmu?”
“setelah aku
bercerita, kau bebas menentukan sikapmu kepadaku”
“kau tahu, apapun
yang terjadi denganmu aku tidak akan pergi meninggalkanmu, Kei”
“hhh... aku telah
melepaskan semua harta keluarga Yamada, juga perusahaan itu. Aku sudah
mengundurkan diri dari Yamada Group dan khususnya keluarga Yamada. Aku bukan
anggota keluarga besar Yamada lagi”
“tapi mengapa?”
“karena aku memang
bukan anggota keluarga Yamada. Aku bukan anak Yamada Yasuo. Dan kau tahu siapa
yang pantas untuk mendapatkan semua aset yang tak ternilai harganya itu? Ia
adalah orang yang telah membunuh Harumi. Ia juga orang yang telah menyerangmu”
“maksudmu...
dia...?”
“Shin Koyamada
adalah anak kandung Yamada Yasuo. Ia yang lebih berhak daripada aku. Itulah
mengapa ia ingin mengacaukan hidupku. Ia ingin balas dendam terhadapku. Karena
mungkin menurutnya akulah yang telah menyingkirkannya dalam daftar waris
keluarga Yamada. Bahkan aku pun baru tahu bahwa aku bukanlah anak papa. Tapi
satu hal yang akan kulakukan. Aku akan membalaskan dendamku kepadanya. Aku akan
membunuhnya, Emily!”
“Kei, jangan kau lakukan
hal itu!”
“mengapa? Ia yang
telah membunuh Harumi. Dan hampir saja kau akan menjadi korbannya yang kedua! Apa
itu belum cukup, ha?!”
Emily hanya
terdiam mendapat bentakan dari Kei.
“maafkan aku,
Emily. Aku hanya belum terbiasa dengan ini semua. Ini begitu mendadak bagiku”
Emily memeluk Kei
dan membelai rambut Kei.
“aku tidak akan
meninggalkanmu. Kita hadapi ini semua bersama”
Kei masih terdiam
di pelukan Emily.
“apakah kau tahu
siapa papamu yang sebenarnya?”
Kei hanya
menggeleng perlahan.
“sebaiknya kau
beristirahat dulu, Kei”
Kei lalu berbaring
di sofa depan TV.
Esok paginya, Kei
mulai berkeliling untuk mencari pekerjaan. Sebenarnya bisa saja ia menelpon
salah satu relasinya untuk mendapatkan pekerjaan dengan posisi yang lumayan.
Tapi ia tidak mau melakuka hal itu. Ia berusaha semampunya tanpa bantuan orang
lain. Menjelang sore, ia pun pulang.
“oh, kau sudah
pulang. Aku sudah memasak untukmu. Sekarang, kau harus mandi dulu. Setelah itu
kita bisa makan bersama”
“kau belum makan?”
Emily hanya
menggeleng,”aku menantimu”
“hhh... aku sudah
memberitahumu. Kau tidak perlu menungguku, sayang”
Setelah Kei mandi,
mereka lalu makan bersama di meja makan kecil itu.
“darimana kau
mendapatkan sayuran seperti ini?”
“di dekat sini ada
supermarket. Hanya beberapa blok dari sini. Oya, bagaimana dengan hari ini?”
“aku sudah
mendapat pekerjaan”
“oya? Aku turut
senang, Kei. Pekerjaan apa?”
“emm... itu...
bukan pekerjaan yang penting”
“tidak perduli itu
pekerjaan penting atau bukan, yang penting kau sudah mendapatkan pekerjaan”
“aku dapat
pekerjaan di sebuah supermarket sebagai cleaning service. Apakah itu masalah
buatmu?”
“tentu saja tidak.
Namun hanya satu pintaku, kau jangan terlalu capek, Kei. Karena kau belum
terbiasa dengan pekerjaan fisik seperti itu”
“kau meremehkanku?
Memang dulu aku hanya bekerja di belakang meja. Namun aku selalu berlatih wushu
hampir setiap hari. Aku sudah terbiasa, Emily. Percayalah”
Hari-hari
selanjutnya, Kei memulai hidup barunya sebagai pekerja di supermarket sebagai
cleaning service. Emily pun hanya berdiam diri di rumah. Terkadang Anna datang
berkunjung untuk menemaninya sambil membawakan beberapa makanan.
“setiap kali kau
kesini, kau selalu saja membawa makanan yang banyak, Anna. Padahal kau mau
kesini saja aku sudah senang. Aku tidak sendirian”
“tidak apa-apa.
Anggap saja semua makanan ini untuk calon anakmu. Semoga ia sehat terus dan kau
lancar dalam melahirkan nanti. Berapa bulan?”
“baru 4 bulan,
masih lama, Anna”
“hhh... aku tak
pernah menyangka kalau kalian akan seperti ini. Walaupun aku kurang menyukai
suamimu itu, namun aku selalu mendukung kalian. Aku juga menghargai semua
keputusannya itu. Ini memang berat. Tapi mau bagaimana lagi? Kapan pun kalian
membutuhkan bantuanku, aku selalu siap, Emily. Kau tak perlu ragu”
Pagi itu, setelah
berbelanja kebutuhan sehari-hari di toko langganannya, Emily segera kembali ke
apartemennya. Ia hanya terduduk di sofa. Merasakan kembali perutnya sakit luar
biasa. Ia hanya bisa meringis menahan sakitnya karena obatnya memang sudah
habis. Keringat dingin membanjiri tubuhnya. Ia hanya minum air hangat lalu
merebahkan tubuhnya di sofanya sambil terus menahan sakit
Tiba-tiba pintunya
diketuk seseorang dari luar. Ia pun hanya terdiam karena tidak mampu untuk
berdiri. Pintu terbuka dari luar perlahan. Seseorang masuk dan mendekatinya.
“Emily...?”
“Oji-san?”
“apa yang terjadi
denganmu, Emily? Ayo, aku harus membawamu ke rumah sakit sekarang”
“tidak,
trimakasih”
“aku tahu kau,
Emily! Kau sakit karena obatmu sudah habis, kan? Kau jangan egois, Emily.
Setidaknya kita bisa ke rumah sakit demi anakmu”
“aku tidak mau Kei
marah padaku,” ucap Emily lirih.
“kalau ia marah,
aku nanti yang akan menghadapinya. Apakah kau mau terjadi sesuatu dengan
anakmu?”
Dengan di gendong
Ryuu, Ryuu membawa Emily ke mobilnya dan segera menuju rumah sakit terdekat.
Dokter pun segera menangani Emily dan memberikannya obat.
“aku harus pulang
sekarang, Oji-san”
“kau tidak dengar
apa kata dokter tadi? Kau harus tetap disini sampai kau sembuh benar”
“tidak, Oji-san.
Maafkan aku”
Emily turun dari
tempat tidurnya.
“aku harus segera
pulang. Sebentar lagi Kei pulang dan aku sudah harus ada di rumah. Aku tak mau
ia tahu tentang kehadiranmu. Maaf, bukan maksudku untuk...”
“... aku tahu,
Emily. Baiklah, aku akan mengantarmu pulang”
Ryuu mengantar
Emily kembali ke apartemen.
“Emily, kalau kau
memerlukan sesuatu jangan ragu untuk menelponku. Aku menyayangimu, juga Kei.
Apapun yang terjadi kemarin, itu tidak membuatku mengurangi rasa sayangku
kepada kalian. Dan ini, aku tadi sudah membelikanmu obat yang masih kau
butuhkan. Ini cukup untuk sebulan ke depan”
“ya, trimakasih”
“dan ini, bawalah
kartuku ini. Kau bisa mempergunakannya”
“tidak, Oji-san.
Sekali lagi trimakasih. Kalau itu aku tidak bisa menerimanya. Obat ini sudah
lebih dari cukup untukku”
“aku pasti akan
mengunjungimu lagi, Emily. Aku tidak akan kembali ke Jepang selama aku belum
bisa membawa Kei pulang. Walaupun ia bukan bagian dari keluarga kami, tapi aku
sudah sangat menyayanginya. Aku yang merawatnya semenjak dia masih kecil”
Ryuu menatap
kosong ke arah luar jendela.
“maafkan Kei,
Oji-san,”ucap Emily dengan hati-hati.
“aku tidak
menyalahkannya. Aku hanya tidak ingin ia membenciku”
“aku akan mencoba
membantumu untuk bicara kepada Kei”
“trimakasih,
Emily”
“oya, darimana kau
tahu kalau kami tinggal disini?”
“anak buah Yasuo
sangat banyak. Kau tahu itu, kan? Sekarang aku pergi dulu, Emily. Kau jangan
bilang apa-apa dulu kepada Kei kalau hari ini aku kesini. Jaga dirimu dan
kesehatanmu baik-baik. Bye”
Emily mengantarkan
Ryuu sampai ke depan apartemen. Setelah itu ia hanya terduduk di kursinya
kembali. Tak lama kemudian, Kei pulang.
“eh, kau sudah
pulang?”
“ya, kenapa?”
“eh... baru
saja...”
“baru saja apa?”
“m-maksudku...
baru saja aku akan membuatkan makanan untukmu”
“tidak perlu,
Emily. Kau tidak perlu memaksakan dirimu”
“tidak apa-apa.
Kau tunggu disini dulu. Aku akan memasak sebentar”
“apakah Anna tadi
kesini?”
“kenapa?”
“banyak sekali
buah-buahan ini. Pasti Anna yang membawanya, ya?”
“i-itu... iya,
Anna yang membawanya”
Emily bernafas
lega karena obatnya ada di sakunya sehingga Kei tidak bertanya lebih jauh.
“bagaimana
pekerjaanmu?”
“aku sudah mulai
terbiasa dengan ini semua”
“apakah kau
menyukainya?”
“tentu saja.
ternyata bekerja di lapangan lumayan juga. Tidak bosan. Kita bisa berinteraksi
dengan banyak orang”
“apakah ada orang
yang mengenalimu?”
“tentu saja tidak.
Kau tahu kalau aku tidak pernah berinteraksi dengan banyak orang di luar
pekerjaanku”
Kei segera
membantu Emily untuk memasak.
“besok aku masuk
sore. Apakah kau tidak apa-apa kalau kutinggal sendirian?”
“tentu saja tidak.
Memang kalau kita bekerja untuk kepentingan publik, ya kita harus siap untuk
masuk shift malam. Itu tidak masalah untukku”
“thanx, Emily”
Malam itu, Kei
sedang membersihkan area kerjanya ketika seorang perempuan cantik
menghampirinya.
“sepertinya kau
pegawai baru disini”
Kei menoleh ke
sumber suara.
“Yamada? Is that
you?”
“hai, Christy.
Iya, ini aku”
“tapi... kenapa...
bagaimana bisa kau bekerja disini?”
“apakah itu
masalah buatmu? Aku tidak masalah dengan semua ini. Maaf, aku juga belum tahu
kalau kau juga bekerja disini”
“tentu saja aku
bekerja disini. Papaku yang mempunyai supermarket ini”
“oh...”
“bisa kita bicara
berdua saja?”
“aku sedang
bekerja, maaf”
“tidak ada yang
akan marah kepadamu. Aku atasanmu, ayo!”
Christy mengajak
Kei ke dalam kantornya.
“sungguh, aku tak
tahu kalau kau bekerja disini. Tapi... bukankah kau punya perusahaan keluarga?”
“aku tidak ingin
membicarakan masalah pribadiku. Aku hanya ingin bekerja, itu saja”
“maaf. Oya, apakah
kau sudah menikah?”
“tentu saja”
“dengan siapa?”
“Emily, kau pasti
mengenalnya”
“Emily? Aku
sungguh tidak menyangka. Sepertinya kalian dulu tidak pernah akur. Walaupun
terlambat, tapi aku mengucapkan selamat atas pernikahan kalian”
“ya, trimakasih”
“bagaimana kalau
sepulang kerja nanti kita keluar bersama”
“aku tidak bisa,
maaf. Aku tidak bisa membiarkan Emily sendirian terlalu lama apalagi malam
hari”
“oh, baiklah.
Sampaikan saja salamku untuk Emily. Kapan-kapan aku juga ingin bertemu
dengannya”
Sepulang kerja
yang hampir tengah malam, Kei berjalan sendirian di trotoar. Malam sudah mulai
sunyi. Tiba-tiba dari arah kejauhan, meluncurlah mobil dengan kencangnya ke
arah Kei. Tanpa sempat menghindar, Kei pun tertabrak dan terpental agak jauh.
Terjatuh dan diam tak bergerak lagi. Dengan cepat, mobil itu segera pergi lagi
meninggalkan Kei.
Emily tertidur di
sofa. Ia langsung terbangun begitu ponselnya berdering terus menerus. Ia
melihat layarnya, dari Kei. Ia kemudian mengangkatnya.
“hallo, ada apa,
Kei?”
Emily hanya
terdiam mendengarkan suara di sebrang sana. Bukan suara Kei, tapi seorang
polisi yang mengabarkan tentang keadaan Kei yang tengah kritis di sebuah rumah
sakit. Ia masih terdiam walaupun suara di sebrang sana sudah hening.
“Kei...”
Setelah tersadar,
buru-buru ia menyambar sweaternya. Malam itu sudah sunyi, untunglah ada sebuah
taksi yang lewat. Ia mempercepat langkahnya menuju IGD rumah sakit tersebut.
“maaf, anda
siapa?”
“aku istrinya”
“sebaiknya anda
menunggu sebentar disini. Kami akan berusaha semampu kami untuk menolong suami
anda. Keadaannya kritis sekali”
“apakah separah
itu?”
“semoga saja
tidak. Permisi”
Emily terduduk di
bangku panjang rumah sakit. Tak tahu apa yang harus di perbuatnya selain
menunggu dan menunggu. Sudah berjam-jam Kei ada di dalam dan belum juga keluar.
Hanya beberapa orang perawat saja yang sibuk mondar-mandir, juga beberapa orang
dokter.
Pagi sudah hampir
menjelang. Seorang dokter wanita mendekatinya.
“benarkah anda
istrinya?”
“iya, bagaimana
keadaannya?”
“sebaiknya kita
bicara di ruanganku saja. Mari”
Dengan raut wajah
penuh kecemasan, Emily mengikuti dokter itu.
“silahkan duduk
dulu. Begini, keadaan suamimu belum juga stabil. Ia banyak kehilangan darah.
Sebenarnya bisa saja kami segera mentranfusi darah untuknya. Tapi sayangnya,
dia mempunyai golongan darah yang langka. Mungkin ada keluarga dekatnya yang
bisa kau mintai bantuan untuk mendonorkan darahnya untuk suamimu? Kalau bisa
secepatnya. Kita berpacu melawan waktu”
“i-iya, akan aku
usahakan”
“aku akan
menuliskan resep obat yang harus anda beli. Obat ini harus segera kami berikan
kepada pasien”
Emily terlihat
kebingungan. Karena terus terang ia memang tidak mempunyai uang.
“ada apa?”
“eh, aku... aku
tidak mempunyai uang. Tapi... aku punya ini”
Emily melepas
kalungnya dan menyerahkannya kepada dokter perempuan tersebut.
“kau bisa
mengambil kalung ini. Tapi tolong selamatkan suamiku. Lakukan apapun agar dia
bisa cepat sembuh”
Dokter perempuan
itu mengamati kalung yang diberikan Emily kepadanya. Keningnya berkerut melihat
kalung panjang yang berliontinkan simbol keluarga Yamada.
“dari mana anda
mendapatkan kalung ini?”
“itu... pemberian
keluarga suamiku. Kami semua memakainya. Bagaimana? Apakah aku bisa membayarnya
menggunakan kalung itu? Please...”
“baiklah. Aku akan
mengurus semuanya. Tapi tolong anda telpon keluarga suami secepatnya untuk
mendonorkan darah mereka untuk suami anda. Kami juga harus mencari yang cocok
untuk suami anda”
“ya, trimakasih”
Di lorong rumah
sakit yang sudah mulai ramai dengan aktivitas masing-masing orang itu, Emily
masih menimang-nimang ponselnya.
Ryuu sedang
memimpin sebuah rapat di kantor pusat Yamada Group ketika ponselnya berbunyi.
Ia sebenarnya ingin mengabaikannya. Tapi karena berbunyi terus, ia pun
mengamati layarnya. Ia segera keluar dari ruang meeting.
“ada apa, Emily?”
“sebenarnya... aku
minta maaf kalau aku mengganggumu”
“tidak. Ada apa?”
“itu... sebenarnya
aku ingin kau segera kemari secepatnya, Oji-san. Aku tidak tahu apa yang harus
kulakukan. Ini tentang Kei”
“ada apa
dengannya?”
“semalam ia
kecelakaan. Keadaannya sangat kritis. Aku tak tahu apa yang harus kulakukan.
Aku...”
“... tenang! Kau
disana dulu. Aku akan ke tempatmu sekarang juga!”
Ryuu kembali masuk
ke ruang meeting.
“maaf, Mr.
Malkovich. Bisakah kau menggantikan aku? Aku ada perlu yang lebih penting”
“tentu saja, tidak
masalah”
“trimakasih”
Tanpa ditemani
seorang sopir, Ryuu segera memacu mobilnya menuju CT.
Emily hanya mondar
mandir di lorong rumah sakit itu tanpa tahu apa yang harus dilakukannya.
“Emily!”
“oh... kau,
Oji-san. Maaf, kalau aku mengganggu waktu kerjamu”
“bagaimana
keadaannya?”
“aku tidak tahu.
Dari tadi malam Kei masih berada di dalam sana. Dan juga...”
“ada apa?”
“kata dokter kita
harus segera menemukan keluarga terdekat Kei untuk mendonorkan darahnya untuk
Kei. Karena Kei mempunyai golongan darah yang langka. Tapi, bukankah Kei bukan
anggota keluarga Yamada? Aku tidak tahu kemana aku harus menghubungi mereka.
Itulah mengapa aku menelponmu. Siapa tahu kau mengetahui sesuatu, Oji-san”
“hhh...”
Ryuu terduduk di
bangku rumah sakit.
“kau tak perlu
khawatir. Aku yang akan menyelesaikan semua ini. Tunggu aku disini”
Ryuu berjalan
menjauhi Emily dan terlihat sedang menelpon seseorang.
“jangan kau tutup
telponnya dulu, Kimura. Aku ingin bicara denganmu. Penting!”
“ada apa lagi?
Bukankah aku sudah melaksanakan perintahmu untuk menjauh dari kehidupan Kei?”
“sebenarnya... aku
membutuhkan bantuanmu”
“hmmm... tumben.
Salah seorang keluarga Yamada meminta bantuanku. Apakah aku tidak salah
dengar?”
“aku ingin kau
segera ke Amerika secepatnya”
“apa? Tunggu dulu,
untuk apa?”
“Kei membutuhkan
donor darah dari keluarga dekatnya. Keadaannya sangat kritis. Jadi...”
“... aku akan
kesana secepatnya! Tunggu aku!”
Kimura mematikan
sambungan telponnya. Ryuu segera mendekati Emily lagi.
“kau tak perlu
khawatir Emily. Kei pasti akan baik-baik saja. Sejak kapan kau berada di rumah
sakit ini?”
“tengah malam
tadi”
“mengapa kau tidak
segera menelponku?”
“aku takut. Aku
takut mengganggumu”
“sebaiknya kau
pulang saja, Emily. Biarkan aku yang menunggu Kei. Kau juga butuh lebih banyak
istirahat”
“tapi...”
“kalau kau juga
ikut sakit, semua jadi akan tambah repot. Ingat kesehatanmu juga. Pulanglah!
Kalau kau sudah istirahat, kau bisa kesini lagi”
Setelah memberikan
hormatnya kepada Ryuu, Emily bergegas meninggalkan rumah sakit itu.
Dengan sabar, Ryuu
menunggu di luar ruang emergency itu. Kemudian seorang dokter wanita keluar
dengan seorang perawat. Ia menghentikan langkahnya sewaktu melihat Ryuu duduk
di bangku panjang seorang diri. Ryuu pun juga menatap dokter itu.
“kau?”
“Ryuu?”
Ryuu berdiri dan
mendekati dokter wanita itu.
“kau... dokter di
rumah sakit ini?”
“iya, apa kabar?”
“baik. Bagaimana
denganmu?”
“seperti yang kau
lihat. Apa yang sedang kau lakukan disini?”
“sebentar...
apakah kau yang menangani pasien yang ada di dalam itu?”
“benar. Ada
hubungan apa kau dengan pasien itu?”
“dia... Kei”
“Kei?!”
“ya, bagaimana
keadaannya?”
“sebaiknya kita
bicara di kantorku, Ryuu!”
Dokter wanita yang
ternyata Takahara Eiko itu dengan langkah cepat menuju kantornya diikuti Ryuu.
“aku membutuhkan
donor darah untuk Kei secepatnya, Ryuu. Aku harap kau sudah menghubungi keluarganya.
Karena aku tahu siapa Kei”
“ya, aku sudah
menghubunginya. Apakah... Kei masih kritis?”
“dia belum
melewati masa kritisnya. Itulah mengapa aku belum memindahkannya ke bangsal.
Tapi secara keseluruhan, dia sudah semakin membaik. Berarti... wanita yang sedang
hamil tadi...”
“ya, kau benar.
Namanya Emily”
Eiko merogoh saku
jasnya. Mengambil kalung Emily dan menyerahkannya kepada Ryuu.
“tolong kau
berikan kalung ini untuk istri Kei. Ia tadi memberiku kalung ini karena ia
merasa tidak bisa membayar biaya pengobatannya. Aku tahu kalung ini pasti milik
salah satu anggota keluarga Yamada karena kau pun juga memakainya. Hanya saja
aku tak tahu siapa Emily”
Ryuu menyimpan
kembali kalung Emily. Sejenak hening di antara mereka. Ryuu lalu tersenyum.
“aku tak tahu kalau
aku akan bertemu denganmu disini, Eiko”
“aku juga. Kurang
lebih sudah 20 tahun kita tidak berjumpa”
“bagaimana bisa
kau dulu yang seorang wanita karir pindah haluan menjadi seorang dokter yang
bertugas di negri ini”
“ceritanya
panjang, Ryuu. Bagaimana kabar istrimu?”
“dia baik-baik
saja. Ia ada di Jepang menjalankan bisnis papanya. Apakah... kau sudah
menikah?”
Eiko hanya
tersenyum lalu beranjak meninggalkan Ryuu.
“kita bicara lain
kali, Ryuu. Maaf, pasienku masih banyak. Termasuk Kei”
Ryuu menemui Kimura
yang baru saja datang dari Jepang tanpa sepengetahuan Emily. Mereka segera
menemui Eiko untuk mendonorkan darahnya untuk Kei.
“trimakasih,
Kimura. Kau sudah mau datang kesini”
“aku juga
mengucapkan trimakasih untukmu, Ryuu. Kau langsung memberitahuku sehingga nyawa
Kei segera bisa diselamatkan”
Kei sudah
dipindahkan ke ruang perawatan biasa.
“sebenarnya... Kei
sudah tahu kalau Yasuo bukanlah papanya. Itulah mengapa ia melarikan diri ke
kota ini. Meninggalkan semuanya. Padahal perusahaan dan karyawannya bergantung
kepada Kei. Ia seorang pemimpin yang handal”
Kimura hanya
terdiam,”bagaimana reaksi Yasuo?”
“sampai sekarang
ia hanya mengurung diri di kamarnya. Tidak mau berinteraksi dengan dunia luar.
Ia sangat terpukul. Ia begitu mendambakan Kei yang menjadi pimpinan di Yamada
Group”
“dia sudah
merasakan akibatnya!”
“eh?”
“kau pikir,
bagaimana perasaanku sewaktu ia membunuh Emi dan membawa Kei kabur, ha?!”
Gantian Ryuu yang
hanya bisa terdiam. Lalu masuklah Emily.
“kata dokter, Kei
sudah melalui masa-masa kritisnya. Trimakasih, Oji-san”
“eh, itu karena...
ya, sama-sama, Emily. Sebaiknya kau tunggu disini dulu. Aku akan mengantar
temanku ini pulang. Kalau ada apa-apa lagi, jangan ragu untuk menelponku”
Ryuu dan Kimura
meninggalkan ruangan Kei. Emily menggenggam tangan Kei yang masih belum sadar
juga itu. Tiba-tiba tangan Kei bergerak.
“Kei...”
“ada apa, Emily?”
“sepertinya Kei
sudah mulai siuman, Oji-san”
“kau bisa
mendengarku, Kei-kun?”
Kei hanya bisa
menatap Ryuu dan Emily secara bergantian.
“dia masih lemah,
Emily. Sebaiknya kita membiarkannya untuk beristirahat dulu”
“oya, apakah
temanmu tadi sudah pulang?”
“ya, baru saja”
“apakah... papa
tahu tentang ini semua?”
Ryuu hanya
menggeleng,”aku ingin memberitahunya, tapi nanti dulu menunggu keadaan Kei membaik”
Ponsel Ryuu
berbunyi.
“ya, hallo. Tidak,
hari ini aku tidak kembali ke kantor. Mungkin aku tidak datang ke kantor untuk
beberapa hari. Masih ada beberapa hal yang harus kuselesaikan disini. Aku ingin
kau menggantikan aku sementara seperti kau dulu menggantikan posisi Kei, Mr.
Malkovich. Ya, trimakasih”
“maafkan aku,
Oji-san. Aku selalu saja mengganggumu”
Ryuu menghempaskan
tubuhnya ke sofa yang ada di ruangan itu.
“tolong bantu aku
untuk membawa Kei pulang. Mungkin denganmu ia akan mendengarmu, Emily. Banyak
orang yang bergantung dengannya. Bagaimana dengan nasib para karyawannya yang
banyak itu? Hhh... aku harus segera bisa menyelesaikan masalah ini!”
Emily duduk di
samping Ryuu.
“apakah kau sudah
bertemu dengan keluarga Kei, Oji-san?”
“mengapa kau bertanya
seperti itu?”
“keadaan Kei sudah
membaik. Dan aku tadi mendengar kalau Kei sudah mendapatkan transfusi darah
yang diperlukannya. Apakah keluarganya yang mendonorkan darah itu? Kalau aku
boleh tahu”
Beberapa saat
lamanya Ryuu hanya bisa menatap Emily yang masih juga setia menunggu jawaban
darinya.
“lupakan saja,
Oji-san. Seandainya kau tidak ingin bercerita kepadaku”
“kalau aku tidak
bercerita kepadamu, aku rasa aku telah bertindak yang tidak adil kepadamu,
Emily. Sekarang kau pun juga berhak untuk tahu. Calon anakmu itu juga berhak
tahu siapa kakeknya, kan? Hhh... sebenarnya orang yang bersamaku tadi adalah
ayah Kei yang sebenarnya”
Emily kaget sambil
masih terus menatap Ryuu.
“wajahnya sangat
familiar sekali. Sepertinya aku pernah bertemu dengannya entah dimana. Tapi,
itu mungkin hanya perasaanku saja. Apakah Kei pernah juga bertemu dengannya?”
“pernah, mungkin
beberapa kali. Tapi ia tetap tidak percaya. Kalau ia sudah sembuh nantinya, aku
bermaksud ingin menjernihkan masalah ini. Menceritakan semuanya kepadanya.
Setelah itu... aku menyerahkan sepenuhnya keputusan itu di tangan Kei”
“tapi, bagaimana
Kei bisa masuk ke keluarga Yamada?”
“sebaiknya itu
dulu saja yang harus kau ketahui. Karena aku tak mau kau juga ikut membenci
keluarga Yamada”
“aku tidak mungkin
membenci kalian. Kalian baik kepadaku, terutama kau, Oji-san”
“kami tidak sebaik
itu, Emily. Kau tidak tahu apa-apa tentang keluarga Yamada”
“walaupun suatu
saat nanti aku mengetahuinya, aku tetap menyayangi kalian”
“thanx, Emily.
Oya, aku keluar sebentar. Kalau ada apa-apa lagi, langsung telpon aku
secepatnya”
Ryuu meninggalkan
Emily sendirian di ruangan itu. Rupanya ia menuju kantin rumah sakit dan menuju
sebuah meja.
“hai, maaf aku
terlambat. Selalu saja kau yang duluan datang, Eiko”
Eiko hanya tersenyum.
Sejenak hening diantara mereka.
“jadi... sejak
kapan kau tinggal disini? Sepertinya aku melewatkan banyak cerita tentangmu”
“ya, kita memang
sama sekali tidak pernah bertemu”
“itu karena kau
menghilang dari kehidupanku setelah aku menikah dengan Akemi”
“itu karena aku
sudah tidak diperlukan lagi”
“sudahlah.
Bagaimana bisa kau sekarang menjadi seorang dokter spesialis? Bukankah kau dulu
seorang wanita karir yang bermasa depan cerah?”
“aku jenuh, Ryuu.
Jenuh dengan segala rutinitasku. Itulah mengapa aku ingin sesuatu yang berbeda.
Aku mulai belajar tentang kedokteran. Aku sekolah lagi. Dan seperti inilah
hasilnya”
“apakah sudah lama
kau bertugas disini?”
“ya, mungkin
sekitar 5 tahun. Kau sendiri? Apakah kau juga menetap disini?”
“tidak, aku
mengurus perusahaan yang di Tokyo. Aku kesini karena Emily menelponku”
“sepertinya kau
harus memberitahu Kei tentang semuanya”
“kau benar. Aku
yang akan membereskan semua kekacauan ini”
“aku hanya takut
kalau Kei tidak mau menerima ini semua. Tentang apa yang telah kalian lakukan
terhadap keluarganya. Mungkin kalau aku menjadi Kei pun, aku juga belum bisa
memaafkan kalian. Maaf”
“aku akan
mencobanya. Aku sangat menyayangi Kei, Eiko”
“tanpa kau
mengatakannya pun aku sudah tahu”
“hei, kemarin kau
belum menjawab pertanyaanku”
“pertanyaan yang
mana?”
“apakah kau sudah
menikah?”
Eiko hanya
tersenyum lalu perlahan menggeleng.
“mengapa? Kau
cantik, Eiko. Kau bisa mendapatkan pria manapun yang kau suka”
“aku sudah tidak
mempunyai pria yang aku suka. Jadi, buat apa aku menikah? Aku sudah cukup
senang dengan bekerja di rumah sakit ini. Menolong banyak orang. Melihat orang
yang kutolong bisa sembuh, itu sudah lebih dari cukup. Apalagi yang kubutuhkan?
Disini juga banyak orang yang siap membantuku di saat-saat aku membutuhkan mereka”
“maafkan aku,
Eiko”
“don’t be”
“aku terkadang
merindukan masa-masa lalu. Tapi masa lalu tetaplah masa lalu yang tempatnya ada
di belakang, kan?”
“kau sudah
mempunyai istri, Ryuu”
“aku tahu. Kau tak
perlu mengingatkanku akan hal itu. Tapi satu hal yang harus kau tahu.
Perasaanku tak pernah berubah kepadamu. Karena pernikahan ini bukan
keinginanku”
“bukan keinginanmu
ataupun keinginanmu sendiri, kau harus bisa melupakannya. Tidakkah kau lelah
hidup dalam segala kebohongan? Kebohongan yang kau ciptakan sendiri? Sadarlah,
Ryuu!”
“kau juga tahu
kalau aku tidak mencintainya, Eiko! Perasaan juga tidak bisa dipaksakan”
“sampai kapan kau
akan seperti ini?”
Ryuu hanya terdiam
beberapa saat lamanya.
“aku harus pergi
sekarang, Ryuu. Sudah saatnya mengunjungi beberapa pasienku. Senang bisa
mengobrol denganmu lagi”
Tanpa menunggu
jawaban Ryuu, Takahara Eiko meninggalkan Ryuu sendirian di kantin itu.
Ryuu masuk ke
ruang perawatan Kei.
“selamat pagi,
Emily. Bagaimana kabar Kei? Apakah sudah mulai membaik?”
“eh, selamat pagi.
Iya, Kei sudah mulai membaik”
Ryuu mendekati Kei
yang masih terbaring di tempat tidurnya.
“apa kabar,
Kei-kun? Senang bisa melihatmu lagi. Kuharap kau bisa secepatnya keluar dari
sini. Aku tahu kau, kau sangat membenci rumah sakit. Aku benar, kan?”
Kei hanya terdiam
tanpa menjawab pertanyaan Ryuu.
“eh, sebaiknya aku
keluar sebentar. Ada beberapa hal yang harus kuselesaikan dengan dokter”
Emily meninggalkan
Ryuu dan Kei berdua di ruangan itu. Ryuu duduk di kursi di samping tempat tidur
Kei.
“aku tahu kalau
kau masih marah kepadaku. Dan aku paham benar tentang hal itu. Aku tidak
menyalahkanmu, Kei-kun. Mungkin... aku pun akan melakukan hal yang sama seperti
dirimu kalau aku menjadi kamu”
Kei hanya
memalingkan wajahnya menatap keluar jendela yang ada di sampingnya.
“atas nama
keluarga besar Yamada, aku ingin meminta maaf kepadamu. Maaf telah
menyebabkanmu mengalami kejadian seperti ini. Kalau kau belum bisa menerimanya,
tidak apa-apa. Dengan ada atau tidaknya kejadian seperti ini, aku tetap
menyayangimu, Kei-kun. Tidak berkurang sedikitpun. Aku ingin kamu kembali lagi.
Pulang ke rumah kita dan kembali meneruskan Yamada Group. Mereka sangat
bergantung dan membutuhkanmu. Begitu juga dengan papamu. Ia sekarang lebih
sering menyendiri. Ia selalu memikirkanmu. Tentang hal ini pun, aku belum
memberitahunya”
Barulah Kei
menoleh.
“untuk apa ia
memikirkanku?”
“ia khawatir
tentang dirimu. Kau keluar dari rumah itu tanpa membawa apapun. Sebagai seorang
ayah, itu sangat mengganggu pikirannya. Sudah sejak kecil kau dirawatnya,
dipenuhi segala keperluanmu. Kalau sekarang kau tiba-tiba pergi, tentu saja ia
tetap merasa khawatir terhadapmu”
“tolong bilang
kepadanya. Tak perlu ia khawatir tentang aku”
“aku bukannya yang
ingin memikirkan kepentingan pribadi ataupun bisnis keluarga Yamada. Tapi
banyak klienmu yang mengundurkan diri begitu tahu kau sudah tidak lagi menjabat
CEO disana. Bagaimana nasib perusahaan itu ke depannya? Kau tak kasihan dengan
para anak buahmu itu?”
“itu bukan
perusahaanku. Kalianlah yang lebih berhak. Atau... kalian bisa merekrut
Koyamada untuk menggantikanku”
“aku sedang tidak
ingin membicarakan dia. Siapapun dia, aku tidak tertarik untuk membicarakannya”
“bukankah ia
adalah penerus generasi keluarga Yamada yang asli? Suka atau tidak suka, dialah
yang lebih berhak. Kau tak bisa memungkirinya, Oji-san”
“aku tahu. Hhh...
aku benar-benar tak tahu tentang hal ini. Mungkin kalau waktu itu aku tidak
mendesak Yasuo untuk bercerita yang sebenarnya, sampai dengan saat ini aku juga
tidak tahu siapa itu Koyamada”
“lalu bagaimana
tentang statusku? Bukankah kau tahu sudah lama? Mengapa kau tak
memberitahukannya kepadaku? Kau tahu, aku seperti orang bodoh di hadapan
kalian. Yang bisa kalian bodohi setiap harinya”
“ya, aku tahu
semuanya tentangmu. Dan kau juga tahu kalau aku selalu di bawah bayang-bayang
Yasuo dan papaku. Aku tidak berani memberitahukannya kepadamu waktu itu, maaf”
“apakah kau tahu
siapa keluargaku yang sesungguhnya?”
Ryuu hanya terdiam
dan menundukkan kepalanya.
“hei... mengapa
kau tidak menjawabku, Oji-san?”
“aku belum bisa
menjawabnya, maaf”
“baiklah. Tapi
sekarang, tolong tinggalkan aku sendirian. Aku belum ingin bertemu dengan orang
yang ada hubungan dengan keluarga Yamada, maaf”
Kei membalikkan
badannya memunggungi Ryuu. Perlahan Ryuu pun melangkah keluar meninggalkan Kei.
Tak lama kemudian, Emily kembali masuk ke kamar Kei.
“Oji-san baru saja
pergi, ya? Apa yang kalian bicarakan tadi?” Emily bertanya sambil membetulkan
letak bunga yang ada di dalam vas samping tempat tidur Kei.
“tolong, aku
sedang tak ingin bertemu dengan siapapun. Apalagi orang yang ada hubungannya
dengan keluarga Yamada. Dan jangan bicarakan mereka lagi!”
Emily lalu duduk
di samping tempat tidur Kei.
“kalau ia tidak
sayang kepadamu, Oji-san tidak mungkin meluangkan waktunya kesini untuk
mengunjungimu. Kau tahu kan kalau sekarang ini banyak pekerjaan di kantor? Dan
ia memilih untuk meninggalkan itu semua demi kamu. Sudah beberapa hari ini ia
tidak pulang ke Manhattan. Kalau aku jadi dia, mungkin aku juga bingung. Disisi
lain ada kamu, tapi disisi lain ada kakaknya dan perusahaan. Semua sama
pentingnya. Tidakkah kamu menghargai apa yang dilakukan olehnya? Aku melihat ia
sangat sedih melihatmu seperti ini. Kau berubah menjadi orang asing adalam
sekejap mata di hadapannya. Ia sangat terluka. Apakah kau sudah tidak
menyayanginya lagi, Kei?”
Kei hanya menatap
Emily,”aku tidak ingin membicarakan hal itu, Emily”
“ya sudahlah kalau
kau belum ingin membicarakan hal ini. Tapi aku hanya berharap kalau kau tidak
berubah kepadanya. Aku ikut sedih melihat hubungan kalian seperti ini”
Emily bermaksud
beranjak dari duduknya. Namun Kei menarik tangan Emily untuk mendekat kepadanya.
“bagaimana
kabarmu?”
“maksudmu?”
“baru beberapa
hari tapi sepertinya sudah lama sekali aku tidak bertemu denganmu”
“kau kritis selama
beberapa hari, Kei”
“apakah kau
baik-baik saja?”
“kau tak perlu
mengkhawatirkanku. Sekarang yang perlu kita fokuskan adalah kesembuhanmu
terlebih dahulu. Semoga kau cepat keluar dari rumah sakit ini. Aku tadi sudah
bertanya kepada dokter bahwa kau akan segera pulih dalam beberapa hari. Dan
kita bisa segera pulang”
“trimakasih, Emily.
Apakah kandunganmu baik-baik saja? Bagaimana dengan obatmu?”
“kau tak perlu
khawatir tentang hal itu. Aku baik-baik saja, I told you”
Eiko masuk ke
ruangan Kei.
“rupanya keadaanmu
sudah mulai membaik, Yamada”
“ya, trimakasih”
“tapi aku akan
memeriksamu kembali. Kuharap kau bisa segera meninggalkan rumah sakit ini.
Kasihan istrimu disini terus. Aku sudah menyuruhnya untuk istirahat di rumah
tapi ia tak mau. Kau seharusnya bangga mempunyai istri sebaik dia”
“tentu”
Eiko segera
memeriksa keadaan Kei. Seorang perawat membantunya.
“keadaanmu sudah
mulai membaik, Yamada. Aku hanya akan memberimu obat biasa. Tak ada yang perlu
dikhawatirkan tentang kesehatanmu lagi. Tapi tetap kau harus beristirahat dulu
disini”
“trimakasih”
“baiklah, aku
pergi dulu. Senang bisa bertemu lagi denganmu, Kei”
“bertemu lagi?
Maksudmu?”
“ah, tidak. Tidak
ada apa-apa. Semoga hari kalian menyenangkan. Permisi”
Sepeninggal
Eiko...
“apa maksud dokter
tadi?”
Emily hanya
mengangkat bahunya.