Selasa, 09 Februari 2016

MY SAKURA (bagian 23)



Sudah terlalu jauh mereka meninggalkan Manhattan. Emily pun hanya terus terdiam tanpa berani mengusik Kei. Mereka lalu beristirahat di sebuah kedai kecil, memesan beberapa makanan dan minuman.
“kau harus banyak makan, Emily. Kau harus menjaga kesehatanmu”
“aku belum lapar”
“maaf kalau aku membuatmu seperti ini. Aku tidak bisa menjadi seseorang yang bisa kau harapkan lagi. Aku tidak bisa membahagiakanmu lagi. Aku tidak punya apa-apa untuk kuberikan kepadamu. Bahkan tempat untuk kita tinggal pun aku tidak punya”
“aku mencintaimu, Kei. Bukan hartamu. Aku tidak masalah kemana pun kau membawaku pergi”
Kei hanya terdiam dan menunduk. Mengamati kopinya yang sudah hampir habis. Ia lalu menelpon seseorang dengan ponselnya.
“hallo, Yamada. Apa kabar? Tumben kau menelponku. Ada apa?”
“dimana kamu? Aku ingin minta bantuanmu”
“aku masih di Malaysia. Bantuan apa? Tidak biasanya. Atau... kau ingin aku menghajar Koyamada?”
“aku sedang menuju apartemenmu. Aku ingin kau membantuku untuk mencari apartemen yang tidak terlalu mahal untukku. Tapi kalau kau sedang pergi, ya sudahlah”
“hei, ada apa denganmu? Mengapa kau butuh apartemen?”
“aku meninggalkan rumahku, meninggalkan semuanya. Itu saja dulu yang bisa aku ceritakan kepadamu saat ini. Aku butuh tempat untuk beristirahat setidaknya sebelum aku bisa mencari tempat untuk kami”
“bagaimana keadaan Emily?”
“itulah...”
“... kau tak perlu repot-repot mencari apartemen. Kau bisa tinggal sementara di apartemenku. Mungkin aku masih lama disini. Kalian bisa memakainya. Kuncinya aku titipkan di penjaga apartemen itu”
“ya, trimakasih, Danny”
“tidak perlu berterimakasih kepadaku. Itu hanya hal kecil yang bisa kulakukan untukmu. Kau yang sudah berbuat banyak untuk membantuku, membantu uang sekolahku juga. Kuharap kau dan istrimu baik-baik saja walaupun aku belum tahu apa masalah kalian”
“baiklah, trimakasih. Kami sementara akan memakai apartemenmu dulu. Bye, Danny”
Kei mematikan sambungan telponnya. Ia melihat Emily sedang menatapnya.
“untuk sementara kita bisa memakai apartemen Danny. Aku akan cari kerja agar kita bisa menyewa apartemen sendiri. Ada apa, sayang?”
“aku... tidak apa-apa. Oya, aku sudah selesai makan. Apakah kita akan ke tempat Danny sekarang?”
“apakah kau keberatan?”
“tidak, bukankah Anna juga tinggal di kota itu?”
“ya, kau benar. Trimakasih, Emily”
“untuk apa? Kau tak perlu berterimakasih kepada istrimu sendiri, kan?”
Kei hanya terdiam.
“baiklah, kita pergi sekarang”
Kei mengarahkan mobilnya ke arah Connecticut menuju apartemen Danny. Setelah lama berkendara, sampailah mereka disana.
“sepertinya kita harus membersihkan tempat ini dulu”
“dia tidak pernah berubah. Selalu saja berantakan seperti ini. Kau duduk saja, Emily. Biar aku saja yang membersihkannya. Atau kalau tidak kau bisa keluar dulu. Debu ini tidak baik untukmu”
“tidak, aku akan membantumu”
Dengan mengerjakan pekerjaan yang ringan, Emily membantu Kei membersihkan apartemen Danny. Emily juga membuatkan minuman untuk Kei. Emily hanya tersenyum melihat Kei yang penuh dengan peluh dan kotor oleh debu.
“ada apa?”
“kau lucu, Kei. Aku belum pernah melihatmu seperti itu. Sorry”
“dan mulai sekarang, kau akan terbiasa dengan pemandangan seperti ini”
“istirahatlah dulu. Ini sudah kubuatkan minuman untukmu”
Kei yang duduk di kursinya hanya terus menatap Emily yang sedang membuatkan minuman untuknya.
“kau istri yang baik, Emily”
“aku mencintaimu, Kei”
“mengapa kau tidak mendesakku dan bertanya kepadaku mengapa aku melakukan hal seperti ini?”
“kalau kau ingin bercerita kepadaku, tanpa aku bertanya pun kau pasti juga akan langsung bercerita kepadaku. Untuk apa aku mendesakmu. Iya, kan?”
Kei meraih tangan Emily dan menyuruhnya untuk duduk di dekatnya. Emily mengusap peluh Kei.
“aku...”
Kei menghentikan kalimatnya.
“ada apa? Atau sebaiknya kau mandi dulu, Kei. Lihatlah badanmu kotor sekali. Setelah itu kita bisa duduk mengobrol berdua. Ini semua ada hikmahnya. Lihatlah, sepertinya jarang sekali kita bisa mengobrol berdua saja. Pekerjaan di kantormu menyita banyak sekali waktumu. Aku benar, kan?”
“ya, kau benar”
Kei segera beranjak ke kamar mandi sedangkan Emily merapikan baju-baju mereka. Tiba-tiba ia merasakan perutnya sakit. Ia hanya bisa meringis menahan sakit sambil membuka tasnya, mencari obatnya. Ia pun segera meminumnya begitu ia menemukannya.
“ada apa, Emily?”
“eh, tidak... aku...”
“wajahmu pucat sekali”
“aku tidak apa-apa, sungguh”
“apakah kau sudah meminum obatmu?”
“ya, sudah. Kau tidak perlu khawatir”
“masih untuk berapa lama obatmu?”
“itu... masih banyak kok. Kemarin aku sudah ke dokter dan sudah ada persediaan untuk beberapa hari ke depan”
“mungkin besok aku akan mulai cari kerja. Aku takut kalau sampai obatmu sudah habis dan kita tidak punya uang untuk membelinya”
Emily hanya terdiam. Karena ia tahu, obatnya yang mahal itu hanya tinggal untuk esok hari saja.
“ada apa?”
“eh, tidak ada apa-apa. Minumlah minumanmu, keburu dingin”
Kei mengambil gelasnya dan meminumnya sedikit.
“aku ingin memberitahumu sesuatu hal. Mengapa aku melakukan hal ini. Mengapa aku berani mengambil resiko ini dengan meninggalkan semuanya. Termasuk resiko jika suatu saat kau akan meninggalkanku”
“apa maksudmu meninggalkanmu?”
“setelah aku bercerita, kau bebas menentukan sikapmu kepadaku”
“kau tahu, apapun yang terjadi denganmu aku tidak akan pergi meninggalkanmu, Kei”
“hhh... aku telah melepaskan semua harta keluarga Yamada, juga perusahaan itu. Aku sudah mengundurkan diri dari Yamada Group dan khususnya keluarga Yamada. Aku bukan anggota keluarga besar Yamada lagi”
“tapi mengapa?”
“karena aku memang bukan anggota keluarga Yamada. Aku bukan anak Yamada Yasuo. Dan kau tahu siapa yang pantas untuk mendapatkan semua aset yang tak ternilai harganya itu? Ia adalah orang yang telah membunuh Harumi. Ia juga orang yang telah menyerangmu”
“maksudmu... dia...?”
“Shin Koyamada adalah anak kandung Yamada Yasuo. Ia yang lebih berhak daripada aku. Itulah mengapa ia ingin mengacaukan hidupku. Ia ingin balas dendam terhadapku. Karena mungkin menurutnya akulah yang telah menyingkirkannya dalam daftar waris keluarga Yamada. Bahkan aku pun baru tahu bahwa aku bukanlah anak papa. Tapi satu hal yang akan kulakukan. Aku akan membalaskan dendamku kepadanya. Aku akan membunuhnya, Emily!”
“Kei, jangan kau lakukan hal itu!”
“mengapa? Ia yang telah membunuh Harumi. Dan hampir saja kau akan menjadi korbannya yang kedua! Apa itu belum cukup, ha?!”
Emily hanya terdiam mendapat bentakan dari Kei.
“maafkan aku, Emily. Aku hanya belum terbiasa dengan ini semua. Ini begitu mendadak bagiku”
Emily memeluk Kei dan membelai rambut Kei.
“aku tidak akan meninggalkanmu. Kita hadapi ini semua bersama”
Kei masih terdiam di pelukan Emily.
“apakah kau tahu siapa papamu yang sebenarnya?”
Kei hanya menggeleng perlahan.
“sebaiknya kau beristirahat dulu, Kei”
Kei lalu berbaring di sofa depan TV.

Esok paginya, Kei mulai berkeliling untuk mencari pekerjaan. Sebenarnya bisa saja ia menelpon salah satu relasinya untuk mendapatkan pekerjaan dengan posisi yang lumayan. Tapi ia tidak mau melakuka hal itu. Ia berusaha semampunya tanpa bantuan orang lain. Menjelang sore, ia pun pulang.
“oh, kau sudah pulang. Aku sudah memasak untukmu. Sekarang, kau harus mandi dulu. Setelah itu kita bisa makan bersama”
“kau belum makan?”
Emily hanya menggeleng,”aku menantimu”
“hhh... aku sudah memberitahumu. Kau tidak perlu menungguku, sayang”
Setelah Kei mandi, mereka lalu makan bersama di meja makan kecil itu.
“darimana kau mendapatkan sayuran seperti ini?”
“di dekat sini ada supermarket. Hanya beberapa blok dari sini. Oya, bagaimana dengan hari ini?”
“aku sudah mendapat pekerjaan”
“oya? Aku turut senang, Kei. Pekerjaan apa?”
“emm... itu... bukan pekerjaan yang penting”
“tidak perduli itu pekerjaan penting atau bukan, yang penting kau sudah mendapatkan pekerjaan”
“aku dapat pekerjaan di sebuah supermarket sebagai cleaning service. Apakah itu masalah buatmu?”
“tentu saja tidak. Namun hanya satu pintaku, kau jangan terlalu capek, Kei. Karena kau belum terbiasa dengan pekerjaan fisik seperti itu”
“kau meremehkanku? Memang dulu aku hanya bekerja di belakang meja. Namun aku selalu berlatih wushu hampir setiap hari. Aku sudah terbiasa, Emily. Percayalah”

Hari-hari selanjutnya, Kei memulai hidup barunya sebagai pekerja di supermarket sebagai cleaning service. Emily pun hanya berdiam diri di rumah. Terkadang Anna datang berkunjung untuk menemaninya sambil membawakan beberapa makanan.
“setiap kali kau kesini, kau selalu saja membawa makanan yang banyak, Anna. Padahal kau mau kesini saja aku sudah senang. Aku tidak sendirian”
“tidak apa-apa. Anggap saja semua makanan ini untuk calon anakmu. Semoga ia sehat terus dan kau lancar dalam melahirkan nanti. Berapa bulan?”
“baru 4 bulan, masih lama, Anna”
“hhh... aku tak pernah menyangka kalau kalian akan seperti ini. Walaupun aku kurang menyukai suamimu itu, namun aku selalu mendukung kalian. Aku juga menghargai semua keputusannya itu. Ini memang berat. Tapi mau bagaimana lagi? Kapan pun kalian membutuhkan bantuanku, aku selalu siap, Emily. Kau tak perlu ragu”
Pagi itu, setelah berbelanja kebutuhan sehari-hari di toko langganannya, Emily segera kembali ke apartemennya. Ia hanya terduduk di sofa. Merasakan kembali perutnya sakit luar biasa. Ia hanya bisa meringis menahan sakitnya karena obatnya memang sudah habis. Keringat dingin membanjiri tubuhnya. Ia hanya minum air hangat lalu merebahkan tubuhnya di sofanya sambil terus menahan sakit
Tiba-tiba pintunya diketuk seseorang dari luar. Ia pun hanya terdiam karena tidak mampu untuk berdiri. Pintu terbuka dari luar perlahan. Seseorang masuk dan mendekatinya.
“Emily...?”
“Oji-san?”
“apa yang terjadi denganmu, Emily? Ayo, aku harus membawamu ke rumah sakit sekarang”
“tidak, trimakasih”
“aku tahu kau, Emily! Kau sakit karena obatmu sudah habis, kan? Kau jangan egois, Emily. Setidaknya kita bisa ke rumah sakit demi anakmu”
“aku tidak mau Kei marah padaku,” ucap Emily lirih.
“kalau ia marah, aku nanti yang akan menghadapinya. Apakah kau mau terjadi sesuatu dengan anakmu?”
Dengan di gendong Ryuu, Ryuu membawa Emily ke mobilnya dan segera menuju rumah sakit terdekat. Dokter pun segera menangani Emily dan memberikannya obat.
“aku harus pulang sekarang, Oji-san”
“kau tidak dengar apa kata dokter tadi? Kau harus tetap disini sampai kau sembuh benar”
“tidak, Oji-san. Maafkan aku”
Emily turun dari tempat tidurnya.
“aku harus segera pulang. Sebentar lagi Kei pulang dan aku sudah harus ada di rumah. Aku tak mau ia tahu tentang kehadiranmu. Maaf, bukan maksudku untuk...”
“... aku tahu, Emily. Baiklah, aku akan mengantarmu pulang”
Ryuu mengantar Emily kembali ke apartemen.
“Emily, kalau kau memerlukan sesuatu jangan ragu untuk menelponku. Aku menyayangimu, juga Kei. Apapun yang terjadi kemarin, itu tidak membuatku mengurangi rasa sayangku kepada kalian. Dan ini, aku tadi sudah membelikanmu obat yang masih kau butuhkan. Ini cukup untuk sebulan ke depan”
“ya, trimakasih”
“dan ini, bawalah kartuku ini. Kau bisa mempergunakannya”
“tidak, Oji-san. Sekali lagi trimakasih. Kalau itu aku tidak bisa menerimanya. Obat ini sudah lebih dari cukup untukku”
“aku pasti akan mengunjungimu lagi, Emily. Aku tidak akan kembali ke Jepang selama aku belum bisa membawa Kei pulang. Walaupun ia bukan bagian dari keluarga kami, tapi aku sudah sangat menyayanginya. Aku yang merawatnya semenjak dia masih kecil”
Ryuu menatap kosong ke arah luar jendela.
“maafkan Kei, Oji-san,”ucap Emily dengan hati-hati.
“aku tidak menyalahkannya. Aku hanya tidak ingin ia membenciku”
“aku akan mencoba membantumu untuk bicara kepada Kei”
“trimakasih, Emily”
“oya, darimana kau tahu kalau kami tinggal disini?”
“anak buah Yasuo sangat banyak. Kau tahu itu, kan? Sekarang aku pergi dulu, Emily. Kau jangan bilang apa-apa dulu kepada Kei kalau hari ini aku kesini. Jaga dirimu dan kesehatanmu baik-baik. Bye”
Emily mengantarkan Ryuu sampai ke depan apartemen. Setelah itu ia hanya terduduk di kursinya kembali. Tak lama kemudian, Kei pulang.
“eh, kau sudah pulang?”
“ya, kenapa?”
“eh... baru saja...”
“baru saja apa?”
“m-maksudku... baru saja aku akan membuatkan makanan untukmu”
“tidak perlu, Emily. Kau tidak perlu memaksakan dirimu”
“tidak apa-apa. Kau tunggu disini dulu. Aku akan memasak sebentar”
“apakah Anna tadi kesini?”
“kenapa?”
“banyak sekali buah-buahan ini. Pasti Anna yang membawanya, ya?”
“i-itu... iya, Anna yang membawanya”
Emily bernafas lega karena obatnya ada di sakunya sehingga Kei tidak bertanya lebih jauh.
“bagaimana pekerjaanmu?”
“aku sudah mulai terbiasa dengan ini semua”
“apakah kau menyukainya?”
“tentu saja. ternyata bekerja di lapangan lumayan juga. Tidak bosan. Kita bisa berinteraksi dengan banyak orang”
“apakah ada orang yang mengenalimu?”
“tentu saja tidak. Kau tahu kalau aku tidak pernah berinteraksi dengan banyak orang di luar pekerjaanku”
Kei segera membantu Emily untuk memasak.
“besok aku masuk sore. Apakah kau tidak apa-apa kalau kutinggal sendirian?”
“tentu saja tidak. Memang kalau kita bekerja untuk kepentingan publik, ya kita harus siap untuk masuk shift malam. Itu tidak masalah untukku”
“thanx, Emily”

Malam itu, Kei sedang membersihkan area kerjanya ketika seorang perempuan cantik menghampirinya.
“sepertinya kau pegawai baru disini”
Kei menoleh ke sumber suara.
“Yamada? Is that you?”
“hai, Christy. Iya, ini aku”
“tapi... kenapa... bagaimana bisa kau bekerja disini?”
“apakah itu masalah buatmu? Aku tidak masalah dengan semua ini. Maaf, aku juga belum tahu kalau kau juga bekerja disini”
“tentu saja aku bekerja disini. Papaku yang mempunyai supermarket ini”
“oh...”
“bisa kita bicara berdua saja?”
“aku sedang bekerja, maaf”
“tidak ada yang akan marah kepadamu. Aku atasanmu, ayo!”
Christy mengajak Kei ke dalam kantornya.
“sungguh, aku tak tahu kalau kau bekerja disini. Tapi... bukankah kau punya perusahaan keluarga?”
“aku tidak ingin membicarakan masalah pribadiku. Aku hanya ingin bekerja, itu saja”
“maaf. Oya, apakah kau sudah menikah?”
“tentu saja”
“dengan siapa?”
“Emily, kau pasti mengenalnya”
“Emily? Aku sungguh tidak menyangka. Sepertinya kalian dulu tidak pernah akur. Walaupun terlambat, tapi aku mengucapkan selamat atas pernikahan kalian”
“ya, trimakasih”
“bagaimana kalau sepulang kerja nanti kita keluar bersama”
“aku tidak bisa, maaf. Aku tidak bisa membiarkan Emily sendirian terlalu lama apalagi malam hari”
“oh, baiklah. Sampaikan saja salamku untuk Emily. Kapan-kapan aku juga ingin bertemu dengannya”
Sepulang kerja yang hampir tengah malam, Kei berjalan sendirian di trotoar. Malam sudah mulai sunyi. Tiba-tiba dari arah kejauhan, meluncurlah mobil dengan kencangnya ke arah Kei. Tanpa sempat menghindar, Kei pun tertabrak dan terpental agak jauh. Terjatuh dan diam tak bergerak lagi. Dengan cepat, mobil itu segera pergi lagi meninggalkan Kei.
Emily tertidur di sofa. Ia langsung terbangun begitu ponselnya berdering terus menerus. Ia melihat layarnya, dari Kei. Ia kemudian mengangkatnya.
“hallo, ada apa, Kei?”
Emily hanya terdiam mendengarkan suara di sebrang sana. Bukan suara Kei, tapi seorang polisi yang mengabarkan tentang keadaan Kei yang tengah kritis di sebuah rumah sakit. Ia masih terdiam walaupun suara di sebrang sana sudah hening.
“Kei...”
Setelah tersadar, buru-buru ia menyambar sweaternya. Malam itu sudah sunyi, untunglah ada sebuah taksi yang lewat. Ia mempercepat langkahnya menuju IGD rumah sakit tersebut.
“maaf, anda siapa?”
“aku istrinya”
“sebaiknya anda menunggu sebentar disini. Kami akan berusaha semampu kami untuk menolong suami anda. Keadaannya kritis sekali”
“apakah separah itu?”
“semoga saja tidak. Permisi”
Emily terduduk di bangku panjang rumah sakit. Tak tahu apa yang harus di perbuatnya selain menunggu dan menunggu. Sudah berjam-jam Kei ada di dalam dan belum juga keluar. Hanya beberapa orang perawat saja yang sibuk mondar-mandir, juga beberapa orang dokter.
Pagi sudah hampir menjelang. Seorang dokter wanita mendekatinya.
“benarkah anda istrinya?”
“iya, bagaimana keadaannya?”
“sebaiknya kita bicara di ruanganku saja. Mari”
Dengan raut wajah penuh kecemasan, Emily mengikuti dokter itu.
“silahkan duduk dulu. Begini, keadaan suamimu belum juga stabil. Ia banyak kehilangan darah. Sebenarnya bisa saja kami segera mentranfusi darah untuknya. Tapi sayangnya, dia mempunyai golongan darah yang langka. Mungkin ada keluarga dekatnya yang bisa kau mintai bantuan untuk mendonorkan darahnya untuk suamimu? Kalau bisa secepatnya. Kita berpacu melawan waktu”
“i-iya, akan aku usahakan”
“aku akan menuliskan resep obat yang harus anda beli. Obat ini harus segera kami berikan kepada pasien”
Emily terlihat kebingungan. Karena terus terang ia memang tidak mempunyai uang.
“ada apa?”
“eh, aku... aku tidak mempunyai uang. Tapi... aku punya ini”
Emily melepas kalungnya dan menyerahkannya kepada dokter perempuan tersebut.
“kau bisa mengambil kalung ini. Tapi tolong selamatkan suamiku. Lakukan apapun agar dia bisa cepat sembuh”
Dokter perempuan itu mengamati kalung yang diberikan Emily kepadanya. Keningnya berkerut melihat kalung panjang yang berliontinkan simbol keluarga Yamada.
“dari mana anda mendapatkan kalung ini?”
“itu... pemberian keluarga suamiku. Kami semua memakainya. Bagaimana? Apakah aku bisa membayarnya menggunakan kalung itu? Please...”
“baiklah. Aku akan mengurus semuanya. Tapi tolong anda telpon keluarga suami secepatnya untuk mendonorkan darah mereka untuk suami anda. Kami juga harus mencari yang cocok untuk suami anda”
“ya, trimakasih”
Di lorong rumah sakit yang sudah mulai ramai dengan aktivitas masing-masing orang itu, Emily masih menimang-nimang ponselnya.

Ryuu sedang memimpin sebuah rapat di kantor pusat Yamada Group ketika ponselnya berbunyi. Ia sebenarnya ingin mengabaikannya. Tapi karena berbunyi terus, ia pun mengamati layarnya. Ia segera keluar dari ruang meeting.
“ada apa, Emily?”
“sebenarnya... aku minta maaf kalau aku mengganggumu”
“tidak. Ada apa?”
“itu... sebenarnya aku ingin kau segera kemari secepatnya, Oji-san. Aku tidak tahu apa yang harus kulakukan. Ini tentang Kei”
“ada apa dengannya?”
“semalam ia kecelakaan. Keadaannya sangat kritis. Aku tak tahu apa yang harus kulakukan. Aku...”
“... tenang! Kau disana dulu. Aku akan ke tempatmu sekarang juga!”
Ryuu kembali masuk ke ruang meeting.
“maaf, Mr. Malkovich. Bisakah kau menggantikan aku? Aku ada perlu yang lebih penting”
“tentu saja, tidak masalah”
“trimakasih”
Tanpa ditemani seorang sopir, Ryuu segera memacu mobilnya menuju CT.

Emily hanya mondar mandir di lorong rumah sakit itu tanpa tahu apa yang harus dilakukannya.
“Emily!”
“oh... kau, Oji-san. Maaf, kalau aku mengganggu waktu kerjamu”
“bagaimana keadaannya?”
“aku tidak tahu. Dari tadi malam Kei masih berada di dalam sana. Dan juga...”
“ada apa?”
“kata dokter kita harus segera menemukan keluarga terdekat Kei untuk mendonorkan darahnya untuk Kei. Karena Kei mempunyai golongan darah yang langka. Tapi, bukankah Kei bukan anggota keluarga Yamada? Aku tidak tahu kemana aku harus menghubungi mereka. Itulah mengapa aku menelponmu. Siapa tahu kau mengetahui sesuatu, Oji-san”
“hhh...”
Ryuu terduduk di bangku rumah sakit.
“kau tak perlu khawatir. Aku yang akan menyelesaikan semua ini. Tunggu aku disini”
Ryuu berjalan menjauhi Emily dan terlihat sedang menelpon seseorang.
“jangan kau tutup telponnya dulu, Kimura. Aku ingin bicara denganmu. Penting!”
“ada apa lagi? Bukankah aku sudah melaksanakan perintahmu untuk menjauh dari kehidupan Kei?”
“sebenarnya... aku membutuhkan bantuanmu”
“hmmm... tumben. Salah seorang keluarga Yamada meminta bantuanku. Apakah aku tidak salah dengar?”
“aku ingin kau segera ke Amerika secepatnya”
“apa? Tunggu dulu, untuk apa?”
“Kei membutuhkan donor darah dari keluarga dekatnya. Keadaannya sangat kritis. Jadi...”
“... aku akan kesana secepatnya! Tunggu aku!”
Kimura mematikan sambungan telponnya. Ryuu segera mendekati Emily lagi.
“kau tak perlu khawatir Emily. Kei pasti akan baik-baik saja. Sejak kapan kau berada di rumah sakit ini?”
“tengah malam tadi”
“mengapa kau tidak segera menelponku?”
“aku takut. Aku takut mengganggumu”
“sebaiknya kau pulang saja, Emily. Biarkan aku yang menunggu Kei. Kau juga butuh lebih banyak istirahat”
“tapi...”
“kalau kau juga ikut sakit, semua jadi akan tambah repot. Ingat kesehatanmu juga. Pulanglah! Kalau kau sudah istirahat, kau bisa kesini lagi”
Setelah memberikan hormatnya kepada Ryuu, Emily bergegas meninggalkan rumah sakit itu.

Dengan sabar, Ryuu menunggu di luar ruang emergency itu. Kemudian seorang dokter wanita keluar dengan seorang perawat. Ia menghentikan langkahnya sewaktu melihat Ryuu duduk di bangku panjang seorang diri. Ryuu pun juga menatap dokter itu.
“kau?”
“Ryuu?”
Ryuu berdiri dan mendekati dokter wanita itu.
“kau... dokter di rumah sakit ini?”
“iya, apa kabar?”
“baik. Bagaimana denganmu?”
“seperti yang kau lihat. Apa yang sedang kau lakukan disini?”
“sebentar... apakah kau yang menangani pasien yang ada di dalam itu?”
“benar. Ada hubungan apa kau dengan pasien itu?”
“dia... Kei”
“Kei?!”
“ya, bagaimana keadaannya?”
“sebaiknya kita bicara di kantorku, Ryuu!”
Dokter wanita yang ternyata Takahara Eiko itu dengan langkah cepat menuju kantornya diikuti Ryuu.
“aku membutuhkan donor darah untuk Kei secepatnya, Ryuu. Aku harap kau sudah menghubungi keluarganya. Karena aku tahu siapa Kei”
“ya, aku sudah menghubunginya. Apakah... Kei masih kritis?”
“dia belum melewati masa kritisnya. Itulah mengapa aku belum memindahkannya ke bangsal. Tapi secara keseluruhan, dia sudah semakin membaik. Berarti... wanita yang sedang hamil tadi...”
“ya, kau benar. Namanya Emily”
Eiko merogoh saku jasnya. Mengambil kalung Emily dan menyerahkannya kepada Ryuu.
“tolong kau berikan kalung ini untuk istri Kei. Ia tadi memberiku kalung ini karena ia merasa tidak bisa membayar biaya pengobatannya. Aku tahu kalung ini pasti milik salah satu anggota keluarga Yamada karena kau pun juga memakainya. Hanya saja aku tak tahu siapa Emily”
Ryuu menyimpan kembali kalung Emily. Sejenak hening di antara mereka. Ryuu lalu tersenyum.
“aku tak tahu kalau aku akan bertemu denganmu disini, Eiko”
“aku juga. Kurang lebih sudah 20 tahun kita tidak berjumpa”
“bagaimana bisa kau dulu yang seorang wanita karir pindah haluan menjadi seorang dokter yang bertugas di negri ini”
“ceritanya panjang, Ryuu. Bagaimana kabar istrimu?”
“dia baik-baik saja. Ia ada di Jepang menjalankan bisnis papanya. Apakah... kau sudah menikah?”
Eiko hanya tersenyum lalu beranjak meninggalkan Ryuu.
“kita bicara lain kali, Ryuu. Maaf, pasienku masih banyak. Termasuk Kei”

Ryuu menemui Kimura yang baru saja datang dari Jepang tanpa sepengetahuan Emily. Mereka segera menemui Eiko untuk mendonorkan darahnya untuk Kei.
“trimakasih, Kimura. Kau sudah mau datang kesini”
“aku juga mengucapkan trimakasih untukmu, Ryuu. Kau langsung memberitahuku sehingga nyawa Kei segera bisa diselamatkan”
Kei sudah dipindahkan ke ruang perawatan biasa.
“sebenarnya... Kei sudah tahu kalau Yasuo bukanlah papanya. Itulah mengapa ia melarikan diri ke kota ini. Meninggalkan semuanya. Padahal perusahaan dan karyawannya bergantung kepada Kei. Ia seorang pemimpin yang handal”
Kimura hanya terdiam,”bagaimana reaksi Yasuo?”
“sampai sekarang ia hanya mengurung diri di kamarnya. Tidak mau berinteraksi dengan dunia luar. Ia sangat terpukul. Ia begitu mendambakan Kei yang menjadi pimpinan di Yamada Group”
“dia sudah merasakan akibatnya!”
“eh?”
“kau pikir, bagaimana perasaanku sewaktu ia membunuh Emi dan membawa Kei kabur, ha?!”
Gantian Ryuu yang hanya bisa terdiam. Lalu masuklah Emily.
“kata dokter, Kei sudah melalui masa-masa kritisnya. Trimakasih, Oji-san”
“eh, itu karena... ya, sama-sama, Emily. Sebaiknya kau tunggu disini dulu. Aku akan mengantar temanku ini pulang. Kalau ada apa-apa lagi, jangan ragu untuk menelponku”
Ryuu dan Kimura meninggalkan ruangan Kei. Emily menggenggam tangan Kei yang masih belum sadar juga itu. Tiba-tiba tangan Kei bergerak.
“Kei...”
“ada apa, Emily?”
“sepertinya Kei sudah mulai siuman, Oji-san”
“kau bisa mendengarku, Kei-kun?”
Kei hanya bisa menatap Ryuu dan Emily secara bergantian.
“dia masih lemah, Emily. Sebaiknya kita membiarkannya untuk beristirahat dulu”
“oya, apakah temanmu tadi sudah pulang?”
“ya, baru saja”
“apakah... papa tahu tentang ini semua?”
Ryuu hanya menggeleng,”aku ingin memberitahunya, tapi nanti dulu menunggu keadaan Kei membaik”
Ponsel Ryuu berbunyi.
“ya, hallo. Tidak, hari ini aku tidak kembali ke kantor. Mungkin aku tidak datang ke kantor untuk beberapa hari. Masih ada beberapa hal yang harus kuselesaikan disini. Aku ingin kau menggantikan aku sementara seperti kau dulu menggantikan posisi Kei, Mr. Malkovich. Ya, trimakasih”
“maafkan aku, Oji-san. Aku selalu saja mengganggumu”
Ryuu menghempaskan tubuhnya ke sofa yang ada di ruangan itu.
“tolong bantu aku untuk membawa Kei pulang. Mungkin denganmu ia akan mendengarmu, Emily. Banyak orang yang bergantung dengannya. Bagaimana dengan nasib para karyawannya yang banyak itu? Hhh... aku harus segera bisa menyelesaikan masalah ini!”
Emily duduk di samping Ryuu.
“apakah kau sudah bertemu dengan keluarga Kei, Oji-san?”
“mengapa kau bertanya seperti itu?”
“keadaan Kei sudah membaik. Dan aku tadi mendengar kalau Kei sudah mendapatkan transfusi darah yang diperlukannya. Apakah keluarganya yang mendonorkan darah itu? Kalau aku boleh tahu”
Beberapa saat lamanya Ryuu hanya bisa menatap Emily yang masih juga setia menunggu jawaban darinya.
“lupakan saja, Oji-san. Seandainya kau tidak ingin bercerita kepadaku”
“kalau aku tidak bercerita kepadamu, aku rasa aku telah bertindak yang tidak adil kepadamu, Emily. Sekarang kau pun juga berhak untuk tahu. Calon anakmu itu juga berhak tahu siapa kakeknya, kan? Hhh... sebenarnya orang yang bersamaku tadi adalah ayah Kei yang sebenarnya”
Emily kaget sambil masih terus menatap Ryuu.
“wajahnya sangat familiar sekali. Sepertinya aku pernah bertemu dengannya entah dimana. Tapi, itu mungkin hanya perasaanku saja. Apakah Kei pernah juga bertemu dengannya?”
“pernah, mungkin beberapa kali. Tapi ia tetap tidak percaya. Kalau ia sudah sembuh nantinya, aku bermaksud ingin menjernihkan masalah ini. Menceritakan semuanya kepadanya. Setelah itu... aku menyerahkan sepenuhnya keputusan itu di tangan Kei”
“tapi, bagaimana Kei bisa masuk ke keluarga Yamada?”
“sebaiknya itu dulu saja yang harus kau ketahui. Karena aku tak mau kau juga ikut membenci keluarga Yamada”
“aku tidak mungkin membenci kalian. Kalian baik kepadaku, terutama kau, Oji-san”
“kami tidak sebaik itu, Emily. Kau tidak tahu apa-apa tentang keluarga Yamada”
“walaupun suatu saat nanti aku mengetahuinya, aku tetap menyayangi kalian”
“thanx, Emily. Oya, aku keluar sebentar. Kalau ada apa-apa lagi, langsung telpon aku secepatnya”
Ryuu meninggalkan Emily sendirian di ruangan itu. Rupanya ia menuju kantin rumah sakit dan menuju sebuah meja.
“hai, maaf aku terlambat. Selalu saja kau yang duluan datang, Eiko”
Eiko hanya tersenyum. Sejenak hening diantara mereka.
“jadi... sejak kapan kau tinggal disini? Sepertinya aku melewatkan banyak cerita tentangmu”
“ya, kita memang sama sekali tidak pernah bertemu”
“itu karena kau menghilang dari kehidupanku setelah aku menikah dengan Akemi”
“itu karena aku sudah tidak diperlukan lagi”
“sudahlah. Bagaimana bisa kau sekarang menjadi seorang dokter spesialis? Bukankah kau dulu seorang wanita karir yang bermasa depan cerah?”
“aku jenuh, Ryuu. Jenuh dengan segala rutinitasku. Itulah mengapa aku ingin sesuatu yang berbeda. Aku mulai belajar tentang kedokteran. Aku sekolah lagi. Dan seperti inilah hasilnya”
“apakah sudah lama kau bertugas disini?”
“ya, mungkin sekitar 5 tahun. Kau sendiri? Apakah kau juga menetap disini?”
“tidak, aku mengurus perusahaan yang di Tokyo. Aku kesini karena Emily menelponku”
“sepertinya kau harus memberitahu Kei tentang semuanya”
“kau benar. Aku yang akan membereskan semua kekacauan ini”
“aku hanya takut kalau Kei tidak mau menerima ini semua. Tentang apa yang telah kalian lakukan terhadap keluarganya. Mungkin kalau aku menjadi Kei pun, aku juga belum bisa memaafkan kalian. Maaf”
“aku akan mencobanya. Aku sangat menyayangi Kei, Eiko”
“tanpa kau mengatakannya pun aku sudah tahu”
“hei, kemarin kau belum menjawab pertanyaanku”
“pertanyaan yang mana?”
“apakah kau sudah menikah?”
Eiko hanya tersenyum lalu perlahan menggeleng.
“mengapa? Kau cantik, Eiko. Kau bisa mendapatkan pria manapun yang kau suka”
“aku sudah tidak mempunyai pria yang aku suka. Jadi, buat apa aku menikah? Aku sudah cukup senang dengan bekerja di rumah sakit ini. Menolong banyak orang. Melihat orang yang kutolong bisa sembuh, itu sudah lebih dari cukup. Apalagi yang kubutuhkan? Disini juga banyak orang yang siap membantuku di saat-saat aku membutuhkan mereka”
“maafkan aku, Eiko”
“don’t be”
“aku terkadang merindukan masa-masa lalu. Tapi masa lalu tetaplah masa lalu yang tempatnya ada di belakang, kan?”
“kau sudah mempunyai istri, Ryuu”
“aku tahu. Kau tak perlu mengingatkanku akan hal itu. Tapi satu hal yang harus kau tahu. Perasaanku tak pernah berubah kepadamu. Karena pernikahan ini bukan keinginanku”
“bukan keinginanmu ataupun keinginanmu sendiri, kau harus bisa melupakannya. Tidakkah kau lelah hidup dalam segala kebohongan? Kebohongan yang kau ciptakan sendiri? Sadarlah, Ryuu!”
“kau juga tahu kalau aku tidak mencintainya, Eiko! Perasaan juga tidak bisa dipaksakan”
“sampai kapan kau akan seperti ini?”
Ryuu hanya terdiam beberapa saat lamanya.
“aku harus pergi sekarang, Ryuu. Sudah saatnya mengunjungi beberapa pasienku. Senang bisa mengobrol denganmu lagi”
Tanpa menunggu jawaban Ryuu, Takahara Eiko meninggalkan Ryuu sendirian di kantin itu.

Ryuu masuk ke ruang perawatan Kei.
“selamat pagi, Emily. Bagaimana kabar Kei? Apakah sudah mulai membaik?”
“eh, selamat pagi. Iya, Kei sudah mulai membaik”
Ryuu mendekati Kei yang masih terbaring di tempat tidurnya.
“apa kabar, Kei-kun? Senang bisa melihatmu lagi. Kuharap kau bisa secepatnya keluar dari sini. Aku tahu kau, kau sangat membenci rumah sakit. Aku benar, kan?”
Kei hanya terdiam tanpa menjawab pertanyaan Ryuu.
“eh, sebaiknya aku keluar sebentar. Ada beberapa hal yang harus kuselesaikan dengan dokter”
Emily meninggalkan Ryuu dan Kei berdua di ruangan itu. Ryuu duduk di kursi di samping tempat tidur Kei.
“aku tahu kalau kau masih marah kepadaku. Dan aku paham benar tentang hal itu. Aku tidak menyalahkanmu, Kei-kun. Mungkin... aku pun akan melakukan hal yang sama seperti dirimu kalau aku menjadi kamu”
Kei hanya memalingkan wajahnya menatap keluar jendela yang ada di sampingnya.
“atas nama keluarga besar Yamada, aku ingin meminta maaf kepadamu. Maaf telah menyebabkanmu mengalami kejadian seperti ini. Kalau kau belum bisa menerimanya, tidak apa-apa. Dengan ada atau tidaknya kejadian seperti ini, aku tetap menyayangimu, Kei-kun. Tidak berkurang sedikitpun. Aku ingin kamu kembali lagi. Pulang ke rumah kita dan kembali meneruskan Yamada Group. Mereka sangat bergantung dan membutuhkanmu. Begitu juga dengan papamu. Ia sekarang lebih sering menyendiri. Ia selalu memikirkanmu. Tentang hal ini pun, aku belum memberitahunya”
Barulah Kei menoleh.
“untuk apa ia memikirkanku?”
“ia khawatir tentang dirimu. Kau keluar dari rumah itu tanpa membawa apapun. Sebagai seorang ayah, itu sangat mengganggu pikirannya. Sudah sejak kecil kau dirawatnya, dipenuhi segala keperluanmu. Kalau sekarang kau tiba-tiba pergi, tentu saja ia tetap merasa khawatir terhadapmu”
“tolong bilang kepadanya. Tak perlu ia khawatir tentang aku”
“aku bukannya yang ingin memikirkan kepentingan pribadi ataupun bisnis keluarga Yamada. Tapi banyak klienmu yang mengundurkan diri begitu tahu kau sudah tidak lagi menjabat CEO disana. Bagaimana nasib perusahaan itu ke depannya? Kau tak kasihan dengan para anak buahmu itu?”
“itu bukan perusahaanku. Kalianlah yang lebih berhak. Atau... kalian bisa merekrut Koyamada untuk menggantikanku”
“aku sedang tidak ingin membicarakan dia. Siapapun dia, aku tidak tertarik untuk membicarakannya”
“bukankah ia adalah penerus generasi keluarga Yamada yang asli? Suka atau tidak suka, dialah yang lebih berhak. Kau tak bisa memungkirinya, Oji-san”
“aku tahu. Hhh... aku benar-benar tak tahu tentang hal ini. Mungkin kalau waktu itu aku tidak mendesak Yasuo untuk bercerita yang sebenarnya, sampai dengan saat ini aku juga tidak tahu siapa itu Koyamada”
“lalu bagaimana tentang statusku? Bukankah kau tahu sudah lama? Mengapa kau tak memberitahukannya kepadaku? Kau tahu, aku seperti orang bodoh di hadapan kalian. Yang bisa kalian bodohi setiap harinya”
“ya, aku tahu semuanya tentangmu. Dan kau juga tahu kalau aku selalu di bawah bayang-bayang Yasuo dan papaku. Aku tidak berani memberitahukannya kepadamu waktu itu, maaf”
“apakah kau tahu siapa keluargaku yang sesungguhnya?”
Ryuu hanya terdiam dan menundukkan kepalanya.
“hei... mengapa kau tidak menjawabku, Oji-san?”
“aku belum bisa menjawabnya, maaf”
“baiklah. Tapi sekarang, tolong tinggalkan aku sendirian. Aku belum ingin bertemu dengan orang yang ada hubungan dengan keluarga Yamada, maaf”
Kei membalikkan badannya memunggungi Ryuu. Perlahan Ryuu pun melangkah keluar meninggalkan Kei. Tak lama kemudian, Emily kembali masuk ke kamar Kei.
“Oji-san baru saja pergi, ya? Apa yang kalian bicarakan tadi?” Emily bertanya sambil membetulkan letak bunga yang ada di dalam vas samping tempat tidur Kei.
“tolong, aku sedang tak ingin bertemu dengan siapapun. Apalagi orang yang ada hubungannya dengan keluarga Yamada. Dan jangan bicarakan mereka lagi!”
Emily lalu duduk di samping tempat tidur Kei.
“kalau ia tidak sayang kepadamu, Oji-san tidak mungkin meluangkan waktunya kesini untuk mengunjungimu. Kau tahu kan kalau sekarang ini banyak pekerjaan di kantor? Dan ia memilih untuk meninggalkan itu semua demi kamu. Sudah beberapa hari ini ia tidak pulang ke Manhattan. Kalau aku jadi dia, mungkin aku juga bingung. Disisi lain ada kamu, tapi disisi lain ada kakaknya dan perusahaan. Semua sama pentingnya. Tidakkah kamu menghargai apa yang dilakukan olehnya? Aku melihat ia sangat sedih melihatmu seperti ini. Kau berubah menjadi orang asing adalam sekejap mata di hadapannya. Ia sangat terluka. Apakah kau sudah tidak menyayanginya lagi, Kei?”
Kei hanya menatap Emily,”aku tidak ingin membicarakan hal itu, Emily”
“ya sudahlah kalau kau belum ingin membicarakan hal ini. Tapi aku hanya berharap kalau kau tidak berubah kepadanya. Aku ikut sedih melihat hubungan kalian seperti ini”
Emily bermaksud beranjak dari duduknya. Namun Kei menarik tangan Emily untuk mendekat kepadanya.
“bagaimana kabarmu?”
“maksudmu?”
“baru beberapa hari tapi sepertinya sudah lama sekali aku tidak bertemu denganmu”
“kau kritis selama beberapa hari, Kei”
“apakah kau baik-baik saja?”
“kau tak perlu mengkhawatirkanku. Sekarang yang perlu kita fokuskan adalah kesembuhanmu terlebih dahulu. Semoga kau cepat keluar dari rumah sakit ini. Aku tadi sudah bertanya kepada dokter bahwa kau akan segera pulih dalam beberapa hari. Dan kita bisa segera pulang”
“trimakasih, Emily. Apakah kandunganmu baik-baik saja? Bagaimana dengan obatmu?”
“kau tak perlu khawatir tentang hal itu. Aku baik-baik saja, I told you”
Eiko masuk ke ruangan Kei.
“rupanya keadaanmu sudah mulai membaik, Yamada”
“ya, trimakasih”
“tapi aku akan memeriksamu kembali. Kuharap kau bisa segera meninggalkan rumah sakit ini. Kasihan istrimu disini terus. Aku sudah menyuruhnya untuk istirahat di rumah tapi ia tak mau. Kau seharusnya bangga mempunyai istri sebaik dia”
“tentu”
Eiko segera memeriksa keadaan Kei. Seorang perawat membantunya.
“keadaanmu sudah mulai membaik, Yamada. Aku hanya akan memberimu obat biasa. Tak ada yang perlu dikhawatirkan tentang kesehatanmu lagi. Tapi tetap kau harus beristirahat dulu disini”
“trimakasih”
“baiklah, aku pergi dulu. Senang bisa bertemu lagi denganmu, Kei”
“bertemu lagi? Maksudmu?”
“ah, tidak. Tidak ada apa-apa. Semoga hari kalian menyenangkan. Permisi”
Sepeninggal Eiko...
“apa maksud dokter tadi?”
Emily hanya mengangkat bahunya.

Senin, 08 Februari 2016

MY SAKURA (bagian 22)



Yamada dan Emily sudah berada di bandara. Mereka memang akan kembali ke Manhattan lagi. Mereka hanya diantar sopir keluarga.
“ada apa, Kei?”
“entahlah... sepertinya ada seseorang yang terus menerus memperhatikan kita sedari tadi”
“apakah kira-kira kau mengenalnya?”
“aku tidak tahu”
“kau jangan membuatku takut, Kei”
“sudahlah, mungkin hanya perasaanku saja”
Setibanya di JFK, mereka dijemput sopir mereka. Mereka lalu beristirahat di ruang keluarga lantai atas. Seorang pelayan membawakan minuman hangat untuk mereka.
“akhirnya kita tiba juga disini”
“ya, dan akhirnya kau bisa masuk kembali kesini dengan sudah menyandang gelar sebagai Mrs. Yamada”
“kau juga tak menyangka, kan?”
“ya, kupikir setelah kematian Harumi aku tidak menginginkan seseorang untuk mendampingiku lagi. Karena kau sudah menjadi milik Ryunosuke, tentu saja. Tapi ternyata takdir berkata lain”
“sepertinya kau harus berterimakasih kepadanya. Karena kalau dia tidak memutuskan untuk pergi ke London, akulah yang akan menjadi istrinya”
Yamada merengkuh bahu Emily.
“tenang saja. Aku bisa memberikannya posisi yang bagus sebagai rasa trimakasihku kepadanya”
“semuanya jangan kau ukur dengan kekuasaanmu, Kei”
“tentu saja aku juga ingin bertemu langsung dengannya. Karena aku juga ingin ke London. Sudah lama sekali rasanya aku tidak kesana. Terakhir kali kesana sewaktu aku diajak papa, itupun lebih dari 5 tahun yang lalu”
“ke London?”
“apakah kau pernah kesana?”
“eh... aku belum pernah kemana-mana”
“kau bisa ikut denganku juga kalau suatu saat nanti aku kesana”
“thanx. Oya, aku ingin mandi dan beristirahat sekarang. Aku lelah sekali”
“oya, maaf. Aku belum menyiapkan kamar kita. Tapi, untuk sementara pakailah kamarku dulu. Setelah itu, terserah kau bagaimana mengatur rumah yang besar ini. Aku tidak ada waktu untuk itu”
“kau tidak perlu khawatir. Kita pakai saja kamarmu. Kamarmu besar sekali, kan? Secara aku pernah tidur disana, waktu itu”
“ah, rupanya kau masih ingat dengan kejadian itu”
“aku tak akan bisa lupa”
Emily beranjak meninggalkan Kei menuju kamar Kei yang besar. Dulu sewaktu ia pernah tidur di tempat itu, ia tak sempat untuk melihat berbagai hal yang ada di kamar itu. Kali ini, ia melihat keadaan dalam kamar itu. Banyak ornamen dan hiasan yang indah. Banyak foto-foto yang dipigura cantik yang terpajang diatas meja besar yanga ada di dekat tembok. Emily mengamati foto-foto itu. Foto-foto Harumi dan Kei. Pelukan Kei mengagetkannya.
“kau mengagetkanku, Kei”
“bukankah kau ingin mandi dan beristirahat?”
“ah, iya. Aku masih terpesona dengan kamarmu ini”
Kei mengambil sebuah foto dirinya dengan Harumi dari tangan Emily.
“maaf, aku belum sempat menyimpan foto-foto itu. Aku bisa membereskannya nanti”
“tidak apa-apa. Ia juga pernah menjadi bagian dari dirimu, kan?”

Yamada Yasuo sedang berada di ruang kerjanya ketika tiba-tiba seorang pemuda masuk lewat balkon yang ada di sampingnya.
“siapa kau? Berani-beraninya kau memasuki rumah ini tanpa seijinku? Aku bisa menyeretmu ke kantor polisi!”
“kau pikir aku takut dengan gertakanmu itu, old man?”
“kau belum menjawab pertanyaanku”
“belum saatnya kau tahu aku. Aku hanya ingin mengingatkanmu saja. Kalau semua asetmu itu kau berikan kepada Kei semua, maka aku akan menghancurkan keluarga Yamada. Dia tidak berhak untuk itu! Aku tahu siapa dia. Dan kau pun tetap akan mempertanggungjawabkan perbuatanmu di masa lalu. Aku akan membuat hidupmu berantakan, Yamada-san. Tidak peduli kau siapa!”
“sebenarnya apa maumu?”
“apakah kau ingat tentang Sunosaki Lighthouse 25 tahun yang lalu?”
Pemuda itu berdiri sambil bersandar di tepi jendela yang besar.
“Sunosaki Lighthouse? 25 tahun yang lalu? Dimana itu?”
“sudah kuduga kau pasti lupa akan itu semua. Ingatkah kau akan seorang gadis yang tanpa kau sadari masih tetap menunggumu disana, ha?! Kau janjikan kepadanya sebuah pernikahan! Tapi mana janjimu sekarang?! Kau lupakan dia! Kau campakkan dia!”
“apakah dia... Tomoko?” Yasuo bertanya dengan hati-hati.
“kau pikir siapa lagi?! Tentu saja itu dia!”
“bagaimana kabarnya? Maaf, itu sudah lama sekali”
“aku tidak perlu menjawabnya. Mungkin sebaiknya kau kesana dan bicara langsung dengannya. Kuberi kau kesempatan untuk kesana. Setelah itu, aku akan membuat perhitungan denganmu karena kau telah menelantarkannya!”
“aku bertanya sekali lagi, siapa kau?”
“aku juga menjawab sekali lagi, kalau belum waktunya kau untuk mengenalku. Aku pasti akan membuat hidup anak kesayanganmu itu berantakan! Jangan kau anggap main-main ancamanku ini, Yamada-san!”
Pemuda itu dengan lincahnya langsung melompat keluar melewati balkon yang ada di belakangnya. Sedangkan Yasuo hanya terduduk lagi di kursinya.
“Tomoko? Hhh... itu sudah lama sekali. 25 tahun yang lalu. Aku bahkan sudah tidak mengingatnya lagi. Dan lagi, siapa pemuda tadi? Mengapa ia ingin menghancurkan hidup Kei-chan?”

Suatu pagi...
Yamada Ryuu menghentikan mobilnya di lobi depan rumah utama keluarga Yamada ketika ia melihat Yasuo memasuki mobilnya yang terparkir di halaman samping. Ryuu mendekatinya.
“kau mau pergi kemana sepagi ini?”
“kau tak perlu tahu, Ryuu. Aku ada keperluan sebentar. Kalau kau ada perlu denganku, tunggu sampai besok!”
Tanpa menunggu jawaban dari Ryuu, Yasuo segera memacu mobilnya meninggalkan tempat itu menuju ke timur, ke arah luar kota. Setelah melewati Chiba, Ichihara, Futtsu, Minamiboso, sampailah ia di Tateyama. Setelah itu, ia menuju Mt. Daisen untuk menuju Sanosuke Lighthouse yang ada di ujung pulau. Waktu itu hari sudah mulai senja. Ia memarkirkan mobilnya di ujung jalan lalu berjalan menuju tepian pantai. Ia melihat seorang perempuan duduk di bangku kayu panjang. Perempuan itu duduk seorang diri.
Dengan perlahan, ia mendekati perempuan itu dan menyentuh bahunya.
“Tomoko...?”
Perempuan itu menoleh. Begitu melihat Yasuo, ia berdiri dengan mulut yang ternganga.
“kau... Yamada?”
“h-hai, apa kabar?”
Perlahan Yasuo ikut duduk di bangku panjang itu. Tomoko masih diam membisu sambil menatap sinar matahari yang mulai melemah. Hari semakin gelap.
“akhirnya kau datang juga, Yamada”
“ya, maafkan aku. Setelah sekian lama, aku baru kesini”
“sepertinya kau sudah menjadi orang yang sukses di Tokyo”
Yamada Yasuo hanya tersenyum.
“apa yang membuatmu ingat dan datang kesini?”
“maaf kalau aku telah melupakanmu. Aku tak tahu kalau kau telah menungguku selama ini. Seorang pemuda datang ke rumahku dan memberitahukan tentangmu. Entah bagaimana ia bisa tahu rumahku”
“siapa?”
“entahlah, aku tidak tahu. Tapi sepertinya ia menyimpan dendam kepadaku”
“Shin Koyamada”
“apa?”
“namanya Shin Koyamada”
“bagaimana kamu bisa tahu, Tomoko?”
“karena... ia adalah anakmu”
“apa?! T-tapi...”
“... aku memang tak pernah memberitahukan hal ini kepadamu karena sedari dulu aku ingin sekali memberitahumu secara langsung sejak aku tahu bahwa aku mengandung. Ia darah dagingmu sendiri, Yamada. Ia juga berhak menyandang nama Yamada”
Yamada Yasuo tak mampu berkata-kata. Ia hanya diam membisu. Menyandarkan punggungnya ke bangku dan menatap laut tenang yang ada di hadapannya.
“aku sudah mencoba memberikan pengertian kepadanya agar jangan bertindak yang berlebihan. Tapi sepertinya ia tak mendengar omonganku. Dia kalau sudah mempunyai kehendak, tidak bisa dicegah. Apalagi yang dikatakannya kepadamu?”
“e-eh... dia tidak berkata apa-apa lagi”
Tiba-tiba dari arah belakang muncullah Koyamada.
“oh, rupanya kau langsung kesini. Bagus! Karena ini akan menjadi pertemuan terakhir kalian. Dan setelah itu, aku pasti akan menghabisi nyawa Kei dan istrinya!”
Tanpa peringatan terlebih dahulu, Koyamada menyerang Yasuo dengan tongkat panjangnya. Yasuo tak sempat mengelak hingga ia menjadi bulan-bulanan Koyamada. Walaupun ia bisa saja mengalahkan Koyamada, namun ia memilih untuk terus menghindar dari serangan-serangan Koyamada.
“kau meremehkanku, Yamada-san. Ayo, seranglah aku!”
“tidak. Aku tidak akan menyerangmu”
“kalau begitu aku yang akan membunuhmu!”
“sudah, sudah! Dia ayahmu! Kau sudah tahu akan hal itu, kan?”
“aku tahu. Dan sayangnya, aku ingin membunuhnya karena telah meninggalkanmu sendirian tanpa ia pernah tahu, atau mungkin tidak mau tahu bagaimana penderitaanmu selama ini!”
“kalau kau menyentuh dia sedikit saja, kau harus membunuhku terlebih dulu!”
“tapi, bu... masihkah kau mencintai pria yang sudah membuatmu menderita selama 25 tahun ini?!”
“ya, Shin-chan. Aku masih mencintainya. Tak peduli betapa aku telah lelah menunggunya kembali selama ini. Dan kau, Yamada. Sebaiknya kau tinggalkan tempat ini secepatnya!”
“tapi...”
“... tinggalkan kami!”
Perlahan Yasuo masuk kembali ke mobilnya dan meninggalkan tempat itu.

Suatu siang, Ryuu menelpon ponsel Yamada Kei yang sedang sibuk di kantornya.
“Oji-san? Apa kabar? Tumben kau menelponku. Ada apa?”
“kabarku baik-baik saja. Bagaimana kabarmu dan istrimu?”
“kami juga baik-baik saja”
“apakah kau sedang sibuk?”
“sebenarnya... iya. Tapi sepertinya lebih penting dengan apa yang ingin kau bicarakan denganku”
“darimana kamu tahu?”
“tak mungkin kalau kau hanya menelponku untuk berbasa-basi saja. Aku benar, kan? Apa yang ingin kau bicarakan, Oji-san?”
“sebenarnya... aku mengkhawatirkan Yasuo”
“ada apa dengan papa?”
“entahlah, aku sendiri tidak tahu. Semenjak ia pergi keluar kota beberapa hari, ia lebih sering menyendiri di dalam kamarnya. Setiap kali aku bertanya, ia hanya diam. Ia pun jarang menyentuh makanan”
“apakah kau tahu kemana tujuannya keluar kota itu?”
“tidak, ia juga tak mau menjawabnya. Apakah kau mengetahui sesuatu, Kei-kun?”
“aku? Tidak, Oji-san. Papa tidak pernah berbuat seperti itu”
“kau telponlah dia. Mungkin hanya denganmu saja ia mau bicara. Secara kau anak kesayangannya”
“baiklah, aku akan menelponnya. Trimakasih, Oji-san”
Pintu kantornya diketuk seseorang dari luar.
“ya, masuklah. Oh... kau, Nishida. Ada apa?”
“ini ada undangan dari Mr. Brown untuk nanti malam”
“undangan apa lagi?”
“sepertinya acara peresmian kantor barunya yang di Upper West Side. Apakah kau akan menghadirinya?”
“apakah aku ada acara untuk malam nanti?”
“sampai dengan saat ini belum ada”
“baiklah, aku akan kesana nanti dengan istriku. Trimakasih, Nishida-san”
Setelah Nishida keluar dari kantornya, Kei langsung menelpon ponsel papanya.
“hallo”
“papa? Apa kabar, pa?”
“aku? Ehmmm... aku baik-baik saja, Kei-chan. Ada apa kau menelponku? Apakah ada masalah lagi di kantor?”
“mengapa papa menduga demikian?”
“setiap kali kau menelponku, pasti sedang ada masalah di kantor yang tidak bisa kau selesaikan”
“tidak ada apa-apa. Hanya saja sudah lama kita tidak mengobrol bersama”
“apakah kau sedang tidak sibuk?”
“tentu saja tidak. Tapi papa benar baik-baik saja, kan?”
“ah... aku tahu. Kau pasti ditelpon Ryuu karena sekarang aku lebih suka menghabiskan waktuku di kamar sendirian. Aku benar, kan?”
“sebenarnya... iya. Ada apa, pa? Papa boleh cerita kepadaku. Siapa tahu aku bisa membantu kalau papa sedang ada masalah”
“aku tidak apa-apa, Kei-chan”
“apa perlu aku kesana mengunjungi papa?”
“tidak perlu. Aku tidak ingin mengganggu pekerjaanmu disana. Banyak yang lebih membutuhkanmu disana. Oya, bagaimana kabar istrimu?”
“Emily baik-baik saja, pa. Dia sekarang sibuk dengan sekolahnya”
“bilang kepadanya agar jangan terlalu sibuk dengan sekolahnya. Kau tahu kalau aku sudah ingin menimang cucu darimu, Kei-chan”
“tentu saja. Akan kusampaikan kepadanya. Tapi tolong, papa jaga kesehatan. Terus terang aku jadi khawatir karena Oji-san tadi menelponku”
“aku tidak apa-apa, Kei-chan. Sekarang kau harus bekerja kembali. Kalau kau ada masalah pekerjaan, kau bisa menelponku kapan saja. Aku sangat mengandalkanmu untuk meneruskan perusahaan itu, Kei-chan. Jaga dirimu dan istrimu baik-baik”
Yasuo menutup telponnya. Kei kembali tenggelam dalam kesibukannya. Jadwal pekerjaannya bertambah padat. Lebih sering ia dan Nishida pulang sampai larut malam dan sudah harus berangkat pagi-pagi sekali.

Pagi itu, Yamada Kei sudah rapi di ruang keluarga. Emily yang baru saja terbangun mendekatinya.
“kau akan berangkat pagi-pagi lagi, Kei?”
“ya, aku dan Nishida banyak pekerjaan akhir-akhir ini”
“aku mau kau mengambil liburmu. Jaga kesehatanmu juga, Kei. Pekerjaan tidak akan ada habisnya. Kalau aku masih jadi sekretarismu, akan kupangkas sebagian besar jadwalmu”
Kei hanya tersenyum dan mendekati Emily.
“dan untungnya, sekarang kau BUKAN sekretarisku lagi. Kaulah yang  harus menjaga kesehatanmu”
Kei langsung duduk di samping Emily sambil mengusap perut Emily yang agak membuncit.
“sebenarnya nanti malam aku ingin mengajakmu menghadiri suatu acara. Tapi sepertinya kau sedang tidak enak badan”
“ya, sedari kemarin belum sembuh juga”
“kalau sampai besok kau belum sembuh juga, aku harus membawamu ke dokter lagi. Lihatlah, wajahmu pucat begitu. Kalau perlu, aku akan membatalkan acaraku untuk nanti malam”
“tidak perlu. Bukankah kau juga sudah ada janji dengan Oji-san juga untuk menghadiri acara itu dengannya?”
“ya, kau benar. Tapi aku nanti akan pulang lebih cepat, aku usahakan”
Emily merebahkan badannya ke sofa.
“untuk sementara ini, kau juga jangan ke kampus dulu. Aku mau kau beristirahat total”
Setelah mencium Emily, Kei segera berangkat ke kantornya. Telpon yang ada di sampingnya berdering.
“hai, Emily! Apa kabar?”
“hai, Anna. Aku merindukanmu. Kapan kau akan kesini?!”
“aku masih sibuk, Emily. Setelah wisuda mungkin aku baru bisa pulang. Dimana suamimu?”
“dia sudah berangkat ke kantor. Tumben kau menanyakan dia”
“tidak apa-apa, kan? Dia sudah menjadi suamimu. Jadi aku harus bisa akrab dengan si brengsek itu”
Emily hanya tersenyum.
“bagaimana dengan kehamilanmu, Emily? Terus terang sampai sekarang aku masih belum percaya kalau kau sedang mengandung”
“seperti kata dokter, banyak sekali masalah yang ditimbulkan. Tapi aku baik-baik saja, Anna. Aku menikmati ini semua. Sekarang pun aku juga tidak berangkat ke kampus lagi”
“apakah sekarang kau sedang sakit?”
“bisa dibilang seperti itu. Dari kemarin aku tidak enak badan. Badanku terasa lemas sekali. Demamku belum turun juga”
“haduuuhh... Emily, kalau aku tinggal di dekatmu, aku pasti akan ke tempatmu”
“tapi tidak apa-apa. Aku sekarang juga sedang beristirahat seperti anjuran dokter. Semoga sudah bisa pulih”
“berarti kau di rumah sendirian, kan?”
“ya. Dan mungkin Kei pulangnya nanti malam. Karena setelah jam kerja dia sudah ada acara dengan Oji-san”
“bagaimana bisa dia meninggalkanmu sendirian, Emily?!”
“tidak setiap hari juga, kan? Lagipula ini acara penting yang harus mereka hadiri”
“sepertinya di pertemuan selanjutnya aku harus bicara dengan si brengsek itu! Bukan hanya pekerjaan yang harus diurusinya terus sampai melupakan kesehatan istrinya!”
“sudahlah, Anna. Lupakan. Bagaimana hubunganmu dengan Danny? Kapan kalian akan menikah?”
“entahlah, Emily. Akhir-akhir ini kami sedang agak jauh. Ditambah lagi kemarin dia pulang ke Malaysia”
“pulang? Kenapa? Berapa lama?”
“sepertinya ibunya sakit dan dia harus pulang untuk entah berapa lama”
“aku hanya berharap yang terbaik untukmu, Anna. Danny juga orang yang baik”
“tentu saja. Tapi aku tak berani berharap yang lebih jauh tentang hubungan kami. Biarkan berjalan apa adanya, seperti air yang mengalir. Kalau dia jodohku, maka apapun yang terjadi ia akan kembali kepadaku lagi. Begitu pun sebaliknya. Contohnya kamu. Iya, kan?”
“yah... begitulah. Kupikir dulu sudah tidak ada harapan bagi kami untuk bisa bersatu”
“ya, kupikir juga begitu. Tapi nyatanya? Sekarang kau sudah menjadi istrinya, Emily. Tentu keluarga Yamada sangat senang sekali mengetahui kehamilanmu ini”
“ya, beberapa waktu yang lalu mereka sempat datang kemari mengunjungi kami. Mereka berharap banyak kepada kami agar ada penerus di keluarga mereka”
“aku ikut senang, Emily. Oya, aku harus pergi dulu. Kalau tidak, aku bisa mengganggu waktu istirahatmu. Semoga kau cepat sembuh, Emily. Aku akan ke Manhattan lagi begitu ada waku kosong”
“ya. Trimakasih, Anna”
Setelah menutup telponnya, Emily lalu bangkit menuju kamarnya. Seorang pelayan mendekatinya.
“selamat pagi, Nyonya. Apakah perlu sarapannya kubawakan ke kamarmu?”
“ya, trimakasih”
Emily kembali ke kamarnya dan berbaring kembali disana. Ia merasa lemah. Tak lama kemudian pelayan itu sudah membawa nampan yang berisi sarapannya, tak lupa obat dari dokter yang harus diminumnya.
“letakkan saja di meja itu. Trimakasih”
Disaat ia akan memejamkan matanya, ia mendengar suara pelayannya yang menjerit. Ia berusaha bangkit dan keluar dari kamarnya. Di ujung ruangan, ia melihat pelayannya tergeletak di lantai. Ia bermaksud untuk mendekatinya, namun ia mengurungkan niatnya begitu ia melihat seseorang yang pernah ia lihat sebelumnya. Ia mundur beberapa langkah.
“kau...?”
“rupanya kau masih mengingatku, Emily. Maksudku... Mrs. Yamada”
“ada apa kau kemari? Aku tidak mengenalmu dan tidak mempunyai urusan apapun denganmu”
“tentu saja ada. Karena kau tidak memenuhi apa yang dulu pernah kukatakan kepadamu”
Emily terus mundur tapi langkahnya kemudian terhenti karena di belakangnya sudah ada tangga yang menuju ke bawah.
“kurasa pernikahan kami tak ada hubungannya denganmu”
“bukankah dulu aku pernah memberitahumu? Tinggalkan Yamada! Namun kalian malah melangsungkan pernikahan!”
Pemuda yang tak lain adalah Shin Koyamada itu mengambil katana kesayangan Yamada Kei dari dinding yang ada di sampingnya.
“tragis sekali. Aku tahu kalau katana ini kesayangan suamimu. Tapi sayangnya aku harus memakainya”
“apa yang akan kau lakukan?”
“maafkan aku, Mrs. Yamada. Tapi sepertinya aku harus melenyapkanmu menggunakan katana ini”
Emily sangat ketakutan. Tubuhnya yang masih lemah ditambah demam, ia hanya bisa berpegangan pada tangga. Namun sayang, pada waktu mundur ia kehilangan keseimbangan hingga ia terjatuh dari tangga itu sampai ke lantai bawah!
Shin Koyamada hanya termangu di tempatnya.
“Emily...” ucapnya lirih.
Namun ia segera tersadar. Ia langsung turun ke lantai bawah tapi ia tak menemukan Emily.
“Emily! Dimana kamu, Emily?!”
Koyamada mencari Emily ke sekeliling ruangan. Ruangan bawah memang juga luas dan terdapat banyak ruangan yang luas-luas. Karena ia tak tahu tentang keadaan rumah itu, ia pun kesulitan menemukan Emily.
Sementara itu, Emily dengan tertatih-tatih menuju dapurnya yang ada di bagian belakang. Ia merasakan perutnya sangat sakit dan mulas. Ada darah segar yang keluar dari sela-sela kakinya. Ia berusaha mengambil telpon wireless yang ada di dapur itu dan memencet sebuah nomor.
Yamada Kei yang sedang ada di kantornya dengan Ryuu mengangkat ponselnya. Dari Emily.
“ya, ada apa, Emily? Tumben sekali kau menelponku di saat aku sedang di kantor”
“K-Kei...”
“Emily? Ada apa? Apa yang terjadi denganmu? Kau membuatku khawatir, sayang”
“ada apa dengan Emily, Kei-kun?”
“entahlah, Oji-san. Sepertinya dia kesakitan tapi aku tak tahu mengapa. Ia membuatku khawatir. Tidak biasanya juga ia menelponku seperti ini”
“sebaiknya kita pulang sekarang, Kei-kun!”
Bergegas mereka keluar dari kantor Kei.
“oya, Nishida. Kami pergi dulu. Batalkan semua jadwal untuk hari ini!”
Belum sempat Nishida menjawab, Kei dan Ryuu sudah menghilang dari depannya. Ryuu yang menyetir mobil sedangkan Kei masih terhubung ke Emily namun tak ada sahutan apapun.
“Emily! Jawab aku, Emily!”
“s-sakit, Kei...”
“dimana kau sekarang?! Aku dalam perjalanan pulang dengan Oji-san. Kalau kau di rumah, tunggu aku disana. Kau mengerti!”
Emily meringkuk di sudut pantry dapur. Ia menahan rasa sakit yang menderanya.
“Emily, bisa kau ceritakan apa yang terjadi denganmu?”
“ada seseorang yang masuk ke rumah dan membunuh pelayan kita”
“apa?! Siapa dia?”
“aku tidak tahu, Kei. Aku sudah tidak kuat lagi...”
“Emily! Dimana kau sekarang? Tetaplah bersamaku, sayang”
“aku bersembunyi di dapur lantai bawah. Semoga ia tidak menemukanku, Kei. Ia pun membawa katana kesayanganmu”
“untuk apa ia membawa katanaku?!”
“ada apa, Kei-kun?”
“entahlah. Sepertinya seorang psikopat telah masuk ke rumahku. Ia sudah membunuh pelayanku. Dan sekarang Emily sedang bersembunyi di dapur lantai bawah!”
Ryuu pun sama terkejutnya dengan Kei. Tanpa banyak bicara, Ryuu langsung menginjak gas dan melarikan mobilnya dengan cepat menuju rumah Kei.
Emily mendengar suara langkah kaki mengarah ke dapurnya. Pintu dapur terbuka dari luar.
“sepertinya aku tahu kau bersembunyi dimana, Mrs. Yamada. Kau tak bisa lari dariku”
Emily berusaha untuk tidak mengerang menahan sakitnya. Namun karena sudah tidak kuat lagi, telponnya pun terjatuh dari tangannya sehingga Koyamada menoleh ke sumber suara.
“rupanya kau disini. Membunuhmu seperti membunuh seekor semut yang sudah tidak berdaya. Sebelum aku membunuhmu, kuberitahu satu hal. Bahwa akulah yang telah membunuh Harumi, istri pertama suamimu itu! Jadi, sekarang pun aku tak segan-segan untuk membunuhmu, Emily”
Emily hanya terdiam dan memejamkan matanya, pasrah. Koyamada mengambil telpon Emily.
“istrimu sudah ada di tanganku, Kei. Tapi sayang, kau tak akan bisa melihatnya lagi. Seperti halnya kau yang sudah tidak bisa melihat Harumi lagi”
“hei, siapa kau?!”
Koyamada mematikan sambungan telponnya.
“cepat, Oji-san! Kita harus segera tiba di rumah secepatnya! Orang itu sudah menemukan Emily!”
Ujung pedang Koyamada sudah menempel di leher Emily. Sedangkan Emily hanya terdiam dan memejamkan matanya. Pasrah...
“tunggu!”
Shin Koyamada membalikkan badannya.
“owh, rupanya kalian sudah tiba disini. Bagus! Karena kalian bisa menyaksikan bagaimana cara aku dulu membunuh Harumi”
“ternyata dugaanku benar. Kaulah yang ada di balik kematian Harumi. Aku tidak mengenalmu dan sepertinya aku juga tak ada urusan apapun denganmu. Mengapa kau selalu mengusik kehidupanku?!”
“ada! Dan itu kesalahan terbesarmu! Dengan berada di keluarga Yamada itulah kesalahan terbesarmu. Kau tidak pantas untuk mendapatkan itu semua. Kalau kau masih belum paham juga, tanyakan saja kepadanya!”
Shin Koyamada menunjuk kepada Ryuu.
“bisakah hal ini kita bicarakan baik-baik?” timpal Ryuu.
“baik-baik? Apakah dengan bicara baik-baik maka semua luka yang sudah kalian torehkan bisa hilang begitu saja?”
“kau pengecut! Beranimu hanya dengan perempuan yang sudah tidak bisa berbuat apa-apa. Hadapi aku kalau kau bisa!”
“Kei, lebih baik aku saja yang menghadapinya. Kau bawalah istrimu ke rumah sakit. Ia tidak bisa menunggu lebih lama lagi. Kau tentu tahu maksudku. Pergilah!”
“tapi, Oji-san...”
“percayalah! Aku bisa menghadapinya. Kau tak perlu khawatir”
“bagus! Sudah lama aku ingin bertarung denganmu”
Dengan cepatnya Koyamada menyerang Ryuu yang saat itu tidak membawa senjata apapun. Ia pun hanya terus menghindari serangan dari Koyamada. Buru-buru, Kei naik ke lantai atas mengambil salah satu katana yang masih tergantung di dinding dan kembali lagi ke lantai bawah.
“Oji-san! Tangkap ini!”
Dengan cepat Ryuu melompat untuk menangkap katana itu. Dengan cepat, Kei lalu membawa Emily yang sedari tadi hanya diam saja. Membawanya ke rumah sakit dengan mobilnya.

“bagaimana, anak muda? Apakah kau masih berlagak sok jagoan, ha?!”
Rupanya Yamada Ryuu berhasil menyabet punggung Koyamada plus menghajarnya tanpa ampun!
“seharusnya aku ingin sekali membunuhmu. Karena kau telah mengusik kebahagiaan Kei”
“dia tak pantas untuk bahagia! Ia tak berhak untuk itu!”
“atas dasar apa kau berkata hal itu? Kau tak tahu apa-apa tentang kami”
“karena darah yang mengalir di tubuhnya bukan darah keluarga Yamada! Dan akulah yang berhak atas semua aset keluarga Yamada!”
Ryuu mengernyitkan keningnya, menurunkan katananya dan mendekati Koyamada.
“apakah ada yang aku tidak tahu tentang keluargaku sendiri?”
“tanyakan saja kepada kakakmu itu siapa aku!”
Koyamada mendorong Ryuu dengan keras hingga Ryuu terjengkang ke belakang. Dengan cepat Koyamada melarikan diri dari rumah besar itu. Ryuu masih termangu, terdiam di tempatnya semula. Ia lalu berdiri sambil mengambil katana kesayangan Kei yang tergeletak tak jauh darinya lalu menelpon Kei.
“bagaimana keadaan istrimu, Kei-kun?”
“entahlah. Ia masih ditangani oleh dokter. Kuharap ia baik-baik saja. Kau tahu, Oji-san. Aku tak mau ia mengalami hal yang sama seperti Harumi”
“ya, aku juga. Aku akan menyusulmu ke rumah sakit”
“bagaimana dengan orang itu?”
“ia kabur”
“apakah ada yang dikatakannya kepadamu?”
“eee... itu.... tidak, tidak ada. Aku akan mengabari Yasuo agar dia langsung ke rumah sakit. Urusan pekerjaan bisa kita tunda”
“ya, trimakasih”
Begitu tiba di parkiran rumah sakit, ternyata Yasuo juga baru saja tiba.
“Ryuu, apa yang terjadi?”
“entahlah. Sebaiknya kita ke dalam saja dulu. Dan nanti, aku perlu bicara denganmu”
“bicara apa?”
“itu kita bicarakan nanti”
Tanpa menunggu Yasuo, Ryuu segera masuk ke rumah sakit itu. Ternyata Emily sudah dipindahkan ke ruang perawatan.
“apa kata dokter, Kei-kun?”
“Emily baik-baik saja, Oji-san. Papa juga sudah disini?”
“syukurlah. Ya, aku tadi ditelpon Ryuu kalau Emily di rumah sakit. Apa yang terjadi, Kei-chan?”
“aku juga tidak tahu, pa. Mungkin untuk lebih detilnya, kita harus menunggu Emily sampai tersadar. Yang kutahu, ia diserang oleh seseorang yang aku juga tidak tahu itu siapa”
“diserang?”
“ya, dan orang itu berhasil kabur. Sepertinya ia mengenalmu, Yasuo”
“siapa namanya?”
“dia belum sempat menyebut nama. Tapi ia masih sangat muda. Kira-kira seumuran Kei”
Yamada Yasuo hanya terdiam.
“apakah kau mengetahui sesuatu?”
“eh, tidak. Aku tidak mengenalnya”
Seorang dokter memasuki kamar itu.
“apakah kalian keluarganya?”
“tentu saja. Bagaimana keadaannya?”
“dia tidak apa-apa. Dia hanya perlu mengkonsumsi obat ini sehari sekali. Tapi obat ini mahal sekali”
“dan aku tidak perduli. Yang penting istriku sembuh”
“baiklah. Aku akan memberikannya nanti setelah dia tersadar dari pingsannya. Dan ini beberapa dokumen yang harus kau tanda tangani selaku suaminya”
Setelah Kei menandatangani beberapa lembar kertas itu, lalu menyerahkannya kepada dokter lagi. Seorang perawat membantu dokter itu untuk membawakan beberapa lembar kertas tersebut.
“kami permisi dulu. Kalau ada apa-apa, kalian bisa ke kantorku”
“ya, trimakasih”
Selama di rumah sakit, Kei yang menunggui Emily. Sedangkan Ryuu dan Yasuo lebih banyak di kantor pusat untuk mengambil alih tugas Kei. Emily hanya dirawat selama 3 hari. Ia pun masih harus mengkonsumsi obat yang sudah diresepkan oleh dokter.
“sedari kemarin kau menungguku terus. Aku tahu kau pasti jenuh. Aku benar, kan?”
Kei hanya tersenyum kecil.
“tentu saja tidak. Aku hanya ingin kau secepatnya pulang denganku dan masalah ini bisa secepatnya selesai. Aku sudah bosan melihatmu ditanya berbagai hal oleh polisi itu. Bisakah mereka sabar menunggu sampai kau sembuh?”
“mereka hanya mengerjakan apa tugasnya, Kei. Aku tidak apa-apa. Aku sudah merasa lebih baik walaupu aku masih harus tetap mengkonsumsi obat mahal itu”
“harga tak menjadi masalah buatku. Aku sudah tak sabar untuk menanti besok. Karena besok kau sudah boleh pulang”
“dan kau akan sibuk dengan pekerjaanmu lagi”
“sudah aku putuskan. Aku akan berangkat kerja kalau kau sudah sembuh benar. Aku akan menemanimu”

Besok paginya, Emily sudah boleh pulang dengan Kei. Sesampainya di rumah...
“akhirnya bisa sampai di rumah juga. Aku sudah bosan di rumah sakit. Pastinya pekerjaanmu banyak sekali, Kei. Buktinya papa dan Oji-san ke kantor semua”
“ya, aku memang minta tolong kepada mereka agar pekerjaanku tidak menumpuk selama aku tidak berangkat”
Emily duduk di sofa ruang keluarga lantai atas. Kei duduk di sebelahnya.
“aku juga ingin bertanya kepadamu tentang orang yang menyerangmu kemarin. Apakah kau mengenalnya?”
“eh, itu... aku tidak tahu”
“sepertinya kau menyembunyikan sesuatu dariku”
“sebenarnya... aku ingin bercerita denganmu sejak dulu tapi aku takut”
“apa yang perlu kau takutkan? Bukankah aku selalu ada di sampingmu?”
“sebenarnya... orang yang menyerangku kemarin pernah menemuiku sewaktu kita berkunjung ke Tokyo dulu. Itulah mengapa, malam itu aku ingin kau menemaniku karena aku takut sekali kalau ia datang lagi”
“kau tahu siapa dia?”
“tidak”
“apa yang dikatakannya kepadamu?”
“dia ingin aku menjauhimu, meninggalkanmu. Aku tak tahu apa maksud dan tujuannya. Kalau aku tidak melakukan apa yang diperintahkannya, maka ia akan membunuhku. Dan karena kita ternyata menikah, ia datang lagi untuk...”
Emily tak melanjutkan kalimatnya. Ia hanya terdiam. Kei lalu memeluknya.
“andai kau bicara langsung kepadaku waktu itu. Tapi tidak apa-apa. Sekarang kau dalam pengawasanku 24 jam. Kalau perlu aku akan menyewa bodyguard untukmu”
“dan ternyata ia juga yang telah membunuh Harumi, maaf”
“membunuh Harumi? Hmmm... sepertinya aku tahu siapa dia. Aku juga yakin kau pasti ingat. Dia yang menyerang kita di Brooklyn dahulu”
“ah, ya. Aku ingat sekarang. Iya, orang itu”
“hhh... baiklah, semoga suatu saat aku bisa bertemu dengannya lagi”
“sudahlah, semoga kita tidak bertemu dengannya lagi”
Suatu siang...
“kau mau kemana, Kei?”
“aku akan ke kantor sebentar. Apakah kau sudah meminum obatmu?”
“ya, sudah. Dokter kemarin membawakan obat itu sekalian untuk konsumsi seminggu ke depan”
“baiklah, aku akan ke kantor sebentar. Aku tidak enak hati dengan papa dan Oji-san. Aku telah merepotkan mereka. Aku sudah menyuruh seseorang untuk menjagamu. Jadi, kau tidak perlu khawatir lagi. Aku pergi dulu”
Kei menyambar jaketnya dan sebentar saja ia sudah meluncur menuju kantor. Beberapa orang yang ia temui di lobi mengangguk hormat padanya. Setelah sampai di lantai atas...
“selamat siang, Yamada-san”
“selamat siang, Nishida. Bagaimana pekerjaanmu selama aku tinggal?”
“tidak ada masalah apapun. Semua sudah di handle oleh papamu. Tak ada yang perlu dikhawatirkan. Oya, aku ikut sedih mendengar berita tentang istrimu. Bagaimana kabarnya sekarang?”
“trimakasih. Tapi ia sekarang sudah baik-baik saja. Oya, apakah papa dan Oji-san ada?”
“mereka ada di dalam”
“oke. Trimakasih, Nishida”
Kei segera masuk ke kantornya. Namun, ia mengurungkan niatnya karena ia mendengar papanya dan Ryuu yang sedang duduk di sofa di tengah kantor sedang berbicara yang sepertinya serius. Ia hanya terus berdiri di dekat pintu.
“aku hanya ingin tahu siapa pemuda yang menyerang Emily waktu itu, Yasuo!”
“kau tidak perlu mendesakku seperti ini, Ryuu! Dan pelankan bicaramu karena dinding pun mempunyai telinga”
“ya... kau selalu mengatakan hal itu. Jadi, siapa dia? Aku tahu pasti bahwa kau mengetahui sesuatu”
“kau benar. Aku tahu semuanya. Dan sepertinya aku juga tahu siapa yang membunuh Harumi”
“siapa?”
“Shin Koyamada”
“kau mengenalnya?”
“ya, dia... anakku. Anakku satu-satunya. Dialah yang seharusnya menjadi penerus keluarga besar Yamada”
“maksudmu...?”
“hhh... puluhan tahun yang lalu, aku berkunjung ke Tateyama. Disana aku mengenal seorang gadis. Dia sangat cantik. Dia telah membuatku lupa akan segalanya. Aku jatuh cinta kepadanya. Sewaktu aku akan pulang ke Tokyo, aku berjanji kepadanya untuk kembali lagi untuk menikah dengannya. Tapi kau tahu sendiri, aku tidak pernah melangsungkan perkawinan itu karena kesibukanku membesarkan perusahaan yang disini. Hingga beberapa waktu yang lalu, anak itu mendatangiku. Dan barulah aku tahu kalau dia adalah anakku”
“kau gila, Yasuo!”
“terserahlah apa yang akan kau katakan kepadaku”
“lalu, apa yang akan kau lakukan selanjutnya?”
“entahlah. Aku bingung. Aku sangat menyayangi Kei”
Ryuu menghempaskan tubuhnya ke sandaran sofa.
“kau tahu? Aku juga sangat menyayangi Kei, walaupun dia bukan anakmu. Dia sudah kuanggap sebagai anakku sendiri. Jadi kalau sekarang ada masalah seperti ini... entahlah”
Kei lalu menyeruak di antara mereka.
“apakah itu benar, pa? Benarkah aku bukan anakmu yang sebenarnya?”
“Kei-chan?”
“Kei-kun? Apa yang sedang kau bicarakan ini?”
“kalian tak perlu mengelaknya. Aku sudah mendengar percakapan kalian sejak tadi. Dan juga, apakah benar pemuda yang telah membunuh istriku adalah anakmu yang sebenarnya?”
Ryuu dan Yasuo tak dapat berkata apa-apa.
“baiklah. Sepertinya aku paham sekarang”
 “eee... itu...”
 “Kei-kun, tenangkan dirimu dulu”
“aku ingin segalanya lebih jelas, Oji-san. Hari ini juga. Aku tidak akan berbuat yang tidak-tidak. Bagaimana pun juga, aku harus berterimakasih kepada kalian. Karena kalianlah aku bisa jadi seperti ini. Tapi sepertinya aku harus meninggalkan semua ini. Ini semua tidak pantas untukku. Darah yang mengalir di tubuhku bukan darah keluarga besar Yamada”
“apa yang akan kau lakukan, Kei-chan?”
Kei tidak menjawab. Ia berjalan menuju pintu kantornya dan memanggil Nishida.
“Nishida, bisakah kau panggilkan Mr. Malkovich sekarang?”
“eh, tapi sepertinya ia sedang ada rapat di lantai 3”
“aku tak perduli entah itu rapat apa! Yang jelas, suruh ia kemari secepatnya!!”
“i-iya, Yamada-san”
Dengan terburu-buru dan penuh tanda tanya, Nishida meninggalkan mejanya. Ia masih bingung dengan boss besarnya yang tidak biasanya membentaknya seperti itu. Kei kembali masuk dan duduk di kursi kerjanya. Meraih selembar kertas dan menuliskan sesuatu. Ryuu mendekatinya.
“Kei-kun...”
Kei tak menggubrisnya. Ia tetap sibuk menuliskan sesuatu di atas kertas itu. Tak lama kemudian, datanglah Mr. Malkovich.
“apakah kau memanggilku, Yamada-san?”
“oh... kau, Mr. Malkovich. Duduklah, aku harus menyelesaikan ini dulu”
Ryuu dan Yasuo hanya bisa berdiri agak jauh dengan penuh tanda tanya di kepala mereka.
“aku ingin kau bawa surat ini ke notaris kita. Aku ingin dia mengesahkan surat ini secara resmi. Karena aku tak mau terjadi hal-hal yang tak diinginkan di kemudian hari”
“m-maksudmu...?”
“mulai hari ini aku bermaksud mengundurkan diri dari Yamada Group. Aku bukan pegawai sini lagi. Dan untuk semua MoU yang sudah aku tandatangani, semua dokumen-dokumen, surat-surat yang mengatasnamakan aku, mulai hari ini bisa dialihkan kepada papaku lagi. Itulah mengapa, aku ingin kau mengesahkan surat itu agar bisa digunakan sepeninggalku dari sini”
“tapi...”
“... aku sudah selesai. Kau boleh pergi, Mr. Malkovich”
“i-iya”
Dengan masih diliputi rasa penasaran, Mr. Malkovich meninggalkan ruangan kantor Kei. Yasuo mendekati Kei.
“kau tidak harus melakukan ini semua, Kei-chan. Kau tahu kalau aku sangat menyayangimu. Aku tetap ingin KAU yang menjadi CEO disini. Bukan yang lainnya!”
“maaf, aku tidak bisa, pa. Aku harus pergi. Aku tidak pantas mendapatkan ini semua. Aku kembalikan perusahaan ini sepenuhnya kepadamu. Aku tidak membawa apapun dari sini. Permisi”
Bergegas Kei meninggalkan gedung itu kembali ke rumahnya yang besar. Ia langsung menemui Emily yang waktu itu sedang di dapur.
“kau sudah pulang, Kei? Lihatlah, aku memasak makanan kesukaanmu”
“bereskan pakaianmu. Kita harus segera pergi dari sini”
“m-maksudmu?”
“kita harus segera pindah dari sini. Kita cari apartemen untuk kita tinggal. Kau jangan bertanya mengapa aku melakukan semua ini. Nanti aku akan menjelaskannya kepadamu”
Tanpa banyak bertanya, Emily segera mengemasi pakaiannya. Ia hanya membawa sekopor saja, begitu pula dengan Kei. Mereka bergegas ke lobi. Kei membantu Emily untuk naik ke mobilnya.
Di saat itulah, sebuah mobil berhenti di lobi. Yasuo dan Ryuu keluar mendekati Kei yang bermaksud untuk masuk ke mobilnya.
“kau mau kemana, Kei-kun?”
“ini bukan rumahku. Jadi aku harus pergi juga dari sini”
“kau tidak perlu bertindak sejauh ini, Kei-chan”
“aku HARUS pergi. Dan kalian tidak perlu repot-repot mengurusiku lagi”
Kei membuka pintu mobilnya.
“Yamada Kei! Papa sedang bicara denganmu!”
Kei mengurungkan niatnya. Menatap Yamada Yasuo dan melangkah mendekatinya.
“dan mulai sekarang, jangan panggil aku dengan nama itu lagi. Aku tidak berhak lagi untuk menyandang nama Yamada. Permisi”
Kei segera masuk ke mobilnya dan meninggalkan tempat itu.
“ini semua gara-gara ulahmu, Yasuo!”
“ini semua tidak akan terjadi kalau saja kau tidak menanyakan hal itu kepadaku!”
“kalau sampai terjadi apa-apa dengan mereka, aku yang akan membuat perhitungan denganmu!”
Dengan penuh rasa amarah, Ryuu masuk ke rumah meninggalkan Yasuo seorang diri.