Pagi
itu Emily masih terlelap di sofanya ketika ia mendengar suara pintu kamarnya
diketuk dari luar. Dengan masih mengatuk, ia membukakan pintunya, tenyata
Yamada.
“mengapa
kau baru bangun? Bukankah hari ini kita akan keluar Tokyo?”
“aku
sedang tidak enak badan, maaf”
“hei,
ada apa denganmu? Apakah semalam kau tidak bisa tidur?”
“ya,
aku baru saja bisa tidur”
“maaf,
aku tidak tahu. Maaf, kalau aku tadi membangunkanmu. Jadi...?”
“baiklah,
tunggu sebentar. Aku akan mandi dulu”
Sebentar
kemudian Emily sudah menghilang di balik pintu kamar mandinya. Mereka
berjalan-jalan keliling kota Tokyo dan sekitarnya. Namun sepertinya Emily tidak
begitu bersemangat hari itu. Ia sering melamun, masih memikirkan kejadian
semalam. Dan ia pun tak berani bercerita kepada Yamada.
Sore
itu mereka menghabiskan penghujung hari dengan duduk-duduk di bangku taman.
“kuperhatikan
sejak tadi, kau sering melamun. Kalau aku boleh tahu, apakah kau sedang ada
masalah?”
“tidak.
Sudah kubilang, aku hanya tidak enak badan saja. Aku ingin cepat-cepat pulang
ke Manhattan”
“besok
kita sudah pulang meninggalkan Tokyo. Atau apakah kau tidak menyukai kota ini?”
“eh?
B-bukan begitu! Aku sangat menyukainya, Yamada. Aku hanya rindu dengan keluargaku.
Itu saja”
“besok
papaku tidak ikut. Ia akan menyusul kita kemudian”
Emily
hanya terdiam sambil masih terus menatap angsa yang berenang di danau depannya.
Setelah hari menjelang malam, Yamada kembali mengantar Emily ke hotelnya.
“ada
apa, Ms. Grey? Sepertinya kau kebingungan”
“maaf,
tapi... bisakah malam ini kau menginap disini?”
“aku?
Menginap disini? Tapi...”
“...
kalau kau keberatan tidak apa-apa. Aku baik-baik saja”
“sebenarnya
ada apa denganmu? Tidak biasanya kau bertingkah aneh seperti ini”
Yamada
masih melihat kecemasan di wajah Emily.
“kemarilah”
Yamada
memeluk Emily.
“aku
hanya tidak ingin kau pergi dariku. Itu saja, Yamada. Aku sangat takut sekali”
“dan
itu tidak akan terjadi, Ms. Grey. Tidak ada yang perlu ditakutkan ataupun dikhawatirkan”
“tapi...”
“...baiklah,
malam ini aku akan menginap disini”
Malam
itu, Yamada tidur di sofa depan TV. Nampak lelap sekali. Sedangkan Emily? Ia
masih terjaga di tempat tidurnya. Tidak bisa memejamkan matanya. Akhirnya ia
hanya melihat chanel TV yang sebenarnya tak ada yang ia sukai. Tiba-tiba tengah
malam itu Yamada langsung duduk di sampingnya.
“kau
belum tidur juga?”
“eh?
M-maaf kalau aku membangunkanmu”
“ya,
aku mendengar suara TV. Ternyata kau belum tidur. Ada apa?”
Emily
hanya tersenyum dan menggeleng. Yamada merengkuh bahu Emily dan menatapnya.
“sungguh,
aku tidak apa-apa. Aku hanya ingin ada di dekatmu terus”
Emily
menyandarkan kepalanya di dada Yamada. Terasa nyaman sekali. Semua kegelisahan
dan ketakutannya hilang seketika.
Emily
membuka matanya. Ternyata hari sudah pagi. Sinar matahari sudah menerobos masuk
melalui sela-sela tirai di kamarnya. Ia mendengar suara seseorang yang sedang
mandi. Tak lama kemudian Yamada keluar dari dalam kamar mandi. Nampak segar.
“ternyata
kau sudah bangun, Yamada”
“ya,
aku harus segera pulang. Kuharap kau sudah tidak apa-apa kalau kutinggal
sendirian. Kau juga harus segera berkemas. Karena hari ini kita sudah harus
pergi ke bandara. Atau... kau ingin menetap di Tokyo saja, Ms. Grey?”
“aku
menetap disini? No way! Aku ikut pulang denganmu”
Emily
bangkit dari tidurnya. Ia hanya melihat Yamada yang sedang membereskan
barang-barangnya.
“trimakasih
kau sudah menemaniku”
“kapan
pun kau memerlukan bantuanku, Ms. Grey. Aku pergi dulu, bye”
Yamada
buru-buru menghilang di balik pintu kamar hotel Emily.
Yamada
sudah sampai di rumahnya. Ia melihat papanya sedang minum kopi ditemani Ryuu.
“ini
dia yang kita tunggu-tunggu sudah datang”
“selamat
pagi, pa. Kau juga berada disini, Oji-san?”
Yamada
langsung duduk di kursi di depan papanya dan Ryuu.
“ya.
Ada beberapa pekerjaan yang harus kami selesaikan. Dan kau juga harus ikut
dengan kami. Karena ini ada hubungannya dengan perusahaan pusat”
“tapi
hari ini jadwalku pulang ke Manhattan”
“aku
tahu, Kei-chan. Kita tidak akan lama. Oya, mengapa semalam kau tidak pulang?
Kau tidur dimana?”
“ehmmm...
itu...”
“Kei-kun
sudah besar, Yasuo. Untuk apa kau menanyakan hal itu kepadanya?”
“tapi
dia tetap anakku!”
“aku
tahu. Tapi akan lebih baik lagi kalau kita segera pergi ke kantor sekarang.
Tentunya Kei tak ingin terlambat di bandara. Aku benar kan, Kei-kun?”
“i-iya,
Oji-san”
“kau
benar, Ryuu. Kita berangkat sekarang”
Yamada
Yasuo segera menuju meja kerjanya, meraih tasnya dan segera menuju garasi.
“apa
itu benar, Kei-kun?”
“apanya?”
“semalam
kau tidak tidur di rumah. Dimana kau menginap?”
“hhh...
rupanya kau juga penasaran, Oji-san. Aku menginap di tempat Emily. Dan jangan
bertanya apapun kepadaku lagi tentang hal ini. Oke?”
Ryuu
hanya terseyum kecil.
“tentu
saja tidak. Karena aku sudah paham”
“kau
paham apa? Hei, Oji-san!”
Kei
berlari kecil di belakang Ryuu yang juga sedang menuju garasi.
“kau
jangan berpikir yang tidak-tidak tentangku, Oji-san”
“aku
percaya kepadamu, Kei-kun”
Ryuu
membuka pintu mobil diikuti Kei. Mereka bertiga dengan diantar sopir segera
menuju kantor Ryuu.
Pesawat
mendarat di bandara JFK. Seorang sopir menjemput Kei dan Emily.
“kita
mengantar Ms. Grey dulu ke rumahnya”
“ya,
tuan”
Mereka
menuju rumah Emily dan berhenti tepat di depan rumahnya. Emily melihat kedua
orang tuanya sedang duduk-duduk santai di teras rumah.
“kau
sudah datang, Emily?”
“iya,
ma. Apa kabar, pa?”
“baik.
Oh... kau datang dengan Yamada-san?”
“ya,
ia hanya mengantarku saja”
“selamat
malam, Mr. Grey. Apa kabar, Mrs. Grey?”
“kami
baik-baik saja, Yamada-san. Trimakasih kau sudah mengantar Emily. Mari,
silahkan masuk dulu”
“tidak,
trimakasih. Aku langsung pulang saja”
“oh,
baiklah kalau begitu. Sekali lagi trimakasih banyak”
Setelah
mobil Yamada Kei tak terlihat lagi, barulah mereka masuk ke dalam.
“bagaimana
liburanmu, Emily?”
“liburan?
Kami kesana dalam ragka kerja, mama”
“tapi
masa disana mau kerja terus? Pasti ada liburannya juga, kan?”
“ah,
mama. Tapi... iya juga sih. Kalau tidak diajak Yamada, mana mungkin aku bisa
pergi ke Wellington dan Tokyo”
“Tokyo?
Kau kesana juga?”
“ya,
tapi sebenarnya kami tidak ada rencana kesana. Itu mendadak sekali”
“kau
jadi membuatku ingin kesana lagi, Emily. Katakan kepadaku, kemana kalian pergi
pada saat kalian di Tokyo?”
“kami
disana hanya 3 hari, ma. Jadi kami tidak punya waktu banyak. Kami hanya ke
Tokyo Tower. Terus kuil apa itu aku lupa. Namanya sulit untuk kuingat”
“kita
bisa merencanakan liburan kita ke Tokyo tahun depan”
“betul
apa yang dikatakan papa, ma”
“oya,
bagaimana hubunganmu dengan Yamada-san?”
“maksud
papa?”
“aku
juga pernah muda, Emily. Sepertinya hubungan kalian lebih dari sekedar atasan
dan bawahan”
“ya,
kau akhir-akhir ini dekat sekali dengannya”
“eh,
itu... sebenarnya...”
“...
kau tak perlu menjawabnya, Emily”
“ia
akan melamarku dalam waktu dekat ini”
“what?!”
Mama
dan papa Emily seakan tak percaya.
“kau
jangan bergurau, Emily. Ia orang kaya, boss kamu. Seorang CEO besar!”
“aku
tidak sedang bergurau, ma, pa. Itulah mengapa aku memberitahukan hal ini kepada
kalian”
“apa
kau sudah memikirkan hal ini dalam-dalam, Emily? Maksudku... lihatlah kita!”
“aku
sangat mencintainya, ma. Bukankah mama juga sudah tahu akan hal ini? Sebelum
aku bertemu Ryunosuke pun aku sudah mencintainya”
“apakah...
kau yakin akan cintanya kepadamu?”
“ya,
aku sangat yakin sekali. Ia membuktikannya kepadaku waktu kami bertemu papanya
di Tokyo kemarin”
“yah...
kami tak bisa berbuat apa-apa, Emily. Yang penting kalian saling mencintai dan
menyayangi, kami tak akan mengahalangi kalian. Kami hanya bisa ikut senang
kalau kau sudah menemukan cinta sejatimu”
“trimakasih,
ma, pa”
“sebaiknya
kau beristirahat dulu, Emily. Tentu kau lelah sekali setelah menempuh
perjalanan panjang”
“ya,
trimakasih. Besok aku juga sudah harus masuk kerja. Aku harus membereskan semua
pekerjaanku sebelum aku benar-benar keluar dari sana”
Emily
segera ke kamarnya yang ada di lantai atas.
Pagi-pagi
sekali Emily sudah berangkat ke kantornya. Setelah seminggu lebih ia
meninggalkan meja kerjanya, ia mulai menjalankan pekerjaannya yang menumpuk.
Merapikan semua laporan-laporannya yang harus ia serahkan ke Yamada tentang
perjalanan mereka ke Wellington dan Tokyo.
“selamat
pagi, Emily”
“eh,
selamat pagi. Kau juga sudah berangkat rupanya”
“bagaimana
perjalananmu dengan boss kita itu? Apakah menyenangkan?”
“itu
bukan liburan, Kristin”
“ya,
aku tahu. Dalam rangka mengecek anak perusahaan yang disana plus liburan.
Apakah aku benar, Emily? Ceritakan padaku, apakah liburanmu seru? Pastinya
menyenangkan sekali bisa jalan-jalan kesana”
“terserah
kaulah”
“hei,
jangan marah dulu. Aku hanya bertanya kepadamu. Karena aku mempunyai impian
ingin sekali pergi kesana suatu saat nanti”
“ya,
kalau tidak diajak aku juga tidak mungkin bisa pergi kesana. Sangat indah
sekali”
Emily
melamun sambil membayangkan sewaktu ia dan Yamada sedang diatas bukit menikmati
indahnya Oriental Bay yang ada di bawah mereka.
“hai,
kau melamun, Emily!?”
“eh,
maaf...”
“apa
yang kau lamunkan? Ah, aku tahu! Kau pasti melamunkan boss kita, ya?
Hahahaha...”
“ada
gosip apa lagi selama kami pergi?”
“biasalah.
Mereka masih membicarakan kalian. Tapi kuharap kalau itu benar adanya, kalian
bisa menikah secepatnya. Dan kau harus mengundangku juga! Kau tahu, Emily?
Mereka itu hanya iri saja kepadamu. Secara kau orang baru disini. Tapi kau
sudah menempati posisi yang bergengsi disini. Buktikan kepada mereka bahwa
mereka semua hanya bullshit! Buktikan kalau kau lebih hebat dari mereka!”
“membuktikan
tentang apa, Kristin?”
Emily
dan Kristin terkejut. Mereka menoleh ke sumber suara. Ternyata Yamada Kei sudah
berdiri di belakang mereka!
“eh,
selamat pagi, Yamada-san”
“selamat
pagi. Apa yang sedang kalian bicarakan?”
“eh,
itu... bukan apa-apa. Sebaiknya aku permisi dulu, Yamada-san. Bye, Emily!”
Buru-buru
Kristin meninggalkan meja Emily kembali ke mejanya.
“kau
juga sudah datang, Ms. Grey?”
“ya,
aku harus mengejar ketertinggalanku. Biasanya setelah ini kau pasti meminta
beberapa laporan dariku. Dan sebelum kau memintanya, aku akan mengerjakannya
dulu”
“ya,
kau benar. Trimakasih, Ms. Grey”
Yamada
segera masuk ke kantornya sedangkan Emily sibuk dengan pekerjaannya sendiri.
Sewaktu
break istirahat, Emily sedang ngobrol dengan Kristin di meja Kristin sewaktu
Yamada melewati mereka.
“bisakah
kau ke ruanganku sebentar, Ms. Grey?”
“ya,
tentu. Kristin, aku tinggal dulu ya”
Emily
mengikuti langkah kaki Yamada yang cepat itu masuk ke kantornya.
“duduklah,
Ms. Grey”
“trimakasih”
“ada
hal penting yang ingin kubicarakan denganmu, Ms. Grey. Papaku tadi telpon kalau
besok ia ingin bertemu dengan keluargamu”
“hah?!
Secepat itukah? Aku... aku belum siap, Yamada!”
“jadi,
kapan kau akan siap, Ms. Grey?”
Emily
berdiri dari duduknya dan berdiri membelakangi Yamada.
“kau
membuatku gugup, Yamada. Aku belum siap untuk menghadapi papamu. Aku belum siap
untuk menghadapi sebuah penolakan”
“I
told you, Ms. Grey! Mengapa kau selalu memikirkan hal-hal yang belum terjadi?”
“tentu
saja aku memikirkannya! Kau tidak berada di posisiku! Aku tahu diri, Yamada!
Siapa kau dan siapa aku ini!”
Yamada
menyentuh bahu Emily.
“maafkan
aku. Tapi, aku berharap banyak kepadamu. Kuharap kau memberitahu keluargamu
kalau besok kami akan ke rumahmu, please”
Emily
menatap mata Yamada dalam-dalam.
“aku
akan meninggalkan semuanya kalau sampai keluargaku menolakmu. Aku sudah lelah
dengan ini semua. Aku berusaha untuk menjadi anak yang baik. Yang menghormati
keluarga besarku. Tapi kali ini aku sudah angkat tangan. Percayalah, papaku
pasti akan menerimamu”
“darimana
kau bisa berkata seperti itu?”
“entahlah,
tapi aku yakin sekali tentang hal itu. Kau tak perlu khawatir... ehm... Emily”
“trimakasih...
Kei”
“hanya
itu saja yang ingin kusampaikan kepadamu. Sekarang kembalilah bekerja. Dan
selesaikan laporan-laporanmu tadi. Kuharap sore ini sudah selesai dan aku tidak
ingin ada alasan apapun. Kau mengerti, Ms. Grey?”
“aku
mengerti, Yamada-san. Excuse me, sir”
Dengan
senyum tersungging di bibirnya, Emily kembali ke mejanya.
“hei,
sepertinya kau bahagia sekali. Apa tadi yang disampaikan boss kita itu?”
“itu
rahasia, Kristin”
Dengan
wajah cemberut, Kristin meninggalkan meja Emily.
“apa?
Keluarga Yamada akan ke rumah kita besok malam? Ini sangat mendadak sekali,
Emily!”
“iya,
sayang. Kau yakin tentang hal ini? Secara mereka orang kaya. Orang-orang
penting di Yamada Group!”
“apakah
aku perlu menelpon Yamada Kei agar dia sendiri yang memberitahukan hal ini
kepada kalian?”
“aku
percaya, Emily. Tapi...”
“iya.
Aku seakan bermimpi, Emily. Tapi kalau itu memang sudah menjadi keputusan kalian
bersama, kami selaku orang tuamu, hanya bisa merestui kalian. Aku ingin kau
bahagia, Emily”
“trimakasih,
pa”
“jadi,
mereka hanya berdua saja? Maksudku hanya Yamada Kei dan papanya saja?”
“entahlah.
Tapi sepertinya begitu”
“berarti
kita harus bersiap-siap sedari sekarang”
“apa
yang perlu dipersiapkan, ma?”
“semuanya!”
“tadi
Yamada sudah berpesan kepadaku, jangan mengada-ada. Mereka hanya ingin
berkunjung saja”
“tidak
apa-apa. Tidak setiap hari juga, kan?”
“hhh...
terserah kalian sajalah”
Malam
itu, Emily sedang berada di kamarnya menanti dengan gelisah kedatangan Yamada
dan papanya ketika mamanya mengetuk pintu kamarnya.
“Emily!”
“ya,
masuklah, ma. Ada apa?”
“Yamada
dan papanya sudah ada di bawah. Apakah kau sudah selesai?”
“hhh...
yah, aku sudah selesai, ma. Tapi aku sangat gugup sekali”
“just
take a deep breath, Emily”
“apakah
mereka hanya berdua saja?”
“ya.
Hanya dia dan papanya. Kami menunggumu di bawah, Emily”
Sepeninggal
mamanya, Emily masih diam di depan cermin.
“apakah
kau sudah yakin tentang hal ini, Emily?”
Ia
bertanya kepada dirinya sendiri.
Lalu
dengan langkah tegap, ia segera turun menuju ruang keluarga. Masih di ujung
tangga paling atas, ia sudah bisa melihat Kei dan papanya sedang berbincang
dengan kedua orangtuanya. Mereka nampak akrab sekali. Terutama mamanya. Maklum,
mereka masih satu rumpun.
“kau
sudah disini, Emily? Duduklah”
“trimakasih,
pa”
Setelah
memberikan salam untuk Yamada Kei dan papanya, ia segera duduk. Gurat cemas dan
gugup masih menghiasi raut wajahnya.
“kau
cantik sekali, Emily. Aku benar kan, Kei-chan?”
“i-iya,
pa”
“trimakasih”
Mamanya
mengeluarkan beberapa cangkir minuman dan makanan kecil lalu kembali duduk.
“silakan
dinikmati, maaf seadanya”
“trimakasih,
Mrs. Grey”
Mereka
segera menikmati makanan yang disediakan oleh Mrs. Grey.
“sebenarnya
kami kemari hanya ingin mengenal lebih dekat dengan keluarga kalian. Karena...
yah, tentu kalian juga sudah tahu sendiri. Aku juga yakin sekali kalau putri
kalian juga sudah bercerita kepada kalian. Kei sudah membicarakan hal ini
denganku juga. Kalau ia ingin menikah dengan putri kalian. Tentu saja aku tidak
langsung menyetujuinya. Aku tidak mengenal Emily secara dekat. Karena Kei
putraku satu-satunya. Jadi, aku harus mengetahui asal-usul calon istrinya.
Kuharap kalian tidak salah paham ataupun tersinggung”
“yah,
mungkin kami pun juga akan melakukan hal yang sama”
“aku
menyukai keluarga kalian. Keluarga kecil yang harmonis. Apalagi kita masih satu
rumpun. Terutama anda, Mrs. Grey”
“ya,
tapi sudah lama juga kami tidak pernah kembali ke Jepang lagi. Kami sudah tidak
mempunyai siapa-siapa lagi disana. Untuk itulah, aku mengikuti suamiku untuk
pindah kesini”
“apakah
kalian ingin kesana lagi?”
“tentu
saja. Tapi entah kapan kami bisa kesana lagi”
“kapan?
Tentu saja pada waktu Kei menikahi Emily. Kita adakan pesta pernikahan mereka
di Tokyo”
“maksudnya...?”
“aku
merestui mereka berdua. Aku senang kalau Kei menikahi Emily. Dan sepertinya aku
tidak perlu menanyakan hal itu kepada mereka berdua. Mereka pasti setuju kalau
aku ingin sekali melihat Kei dan Emily menikah di Tokyo”
“papa?”
“aku
senang kau memilih Emly, Kei-chan. Kau sungguh beruntung sekali. Aku menyukai
Emily dan keluarganya”
“trimakasih,
pa”
“trimakasih,
Yamada-san” ucap Emily dengan penuh rasa hormat.
“ya,
aku juga ingin meminta maaf kepadamu, Emily. Waktu itu aku berkata kasar kepada
Kei tentangmu. Kei anakku satu-satunya, harapanku di masa depan tentang
kelanjutan Yamada Group”
“ya,
aku mengerti”
“jadi...
kapan kau akan menikahi Emily, Kei-chan?”
“aku
akan menikahi Ms. Grey secepatnya, pa. Tentu saja kalau ia bersedia aku nikahi
dalam waktu dekat ini” ucap Kei sambil menatap Emily yang sedari tadi hanya
diam.
“bagaimana,
Emily? Apakah kau sudah siap untuk menikah dengannya?”
“iya,
aku siap, mama. Kapan pun ia ingin menikahi aku” ucap Emily dengan tegas seolah
tidak mau kalah dari Yamada Kei.
“berarti
kita tinggal menentukan tanggalnya saja. aku terserah kepada kalian saja. Kalau
kalian sudah ada tanggal yang cocok, segera beritahukan kepadaku. Aku akan
segera mempersiapkan pernikahan kalian yang di Tokyo. Ingat, aku tidak mau
kalian menikah disini!”
“iya,
pa. Aku dan Ms. Grey mungkin masih perlu membahas banyak hal”
“baguslah.
Aku tidak mau ada gangguan apapun selama prosesi pernikahan kalian”
“sepertinya
pertemuan kita ini berjalan dengan baik. Bagaimana kalau kita mengobrol sambil
menikmati makan malam? Istriku dan Emily sendiri yang memasaknya. Kuharap
kalian menyukainya”
“ah,
tentu saja”
Mereka
segera ke ruang makan dan masih mengobrol disana. Sampai tak terasa jam sudah
menunjukkan pukul 10 malam.
“sepertinya
kami sudah harus permisi pulang. Hari sudah malam. Kita bisa melanjutkan
obrolan kita di lain waktu”
“ya,
trimakasih atas semuanya, Mr. Grey, Mrs. Grey, Ms. Grey. Kami permisi dulu”
Emily
dan kedua orang tuanya mengantar Kei dan papanya sampai depan rumah. Seorang
sopir yang sudah menunggu mereka segera menjalankan mobil dengan perlahan
meninggalkan rumah keluarga Grey.
“aku
tak percaya kau dipersunting oleh orang kaya pemilik Yamada Group, Emily”
“aku
sebenarnya juga masih belum percaya sepenuhnya, papa. Ini seperti mimpi bagiku.
Karena selama ini aku hanya berani bermimpi. Aku sudah jatuh cinta kepadanya
sejak dulu. Aku juga menyadari siapa kita ini. Itulah mengapa, ini seperti
mimpi yang menjadi nyata”
“papa
ikut bahagia untukmu, Emily”
“mama
juga”
Pagi
itu, Emily sudah berada di mejanya. Ia menyelesaikan pekerjaan kemarin yang
belum selesai.
“selamat
pagi, Emily”
“selamat
pagi, Kristin”
“sepertinya
kau sibuk sekali”
“ya,
aku harus menyelesaikan semua ini sebelum aku limpahkan kepada penggantiku
nantinya”
“kau
benar-benar ingin mengundurkan diri, ya? Sayang sekali”
“apakah
kau mau menggantikan posisiku?”
“aku?
Tidak, tidak. Aku tidak mau dekat-dekat dengan boss besarmu itu”
“kenapa?”
“takut
jatuh cinta dengannya!”
Emily
hanya tersenyum kecil sambil menatap Kristin yang meninggalkan mejanya.
“selamat
pagi, Ms. Grey”
Belum
sempat Emily membalas, Yamada Kei sudah menghilang di balik pintu kantornya.
Namun kemudian pintu kantornya terbuka lagi.
“bisakah
kau kemari sebentar, Ms. Grey?”
“tentu”
Buru-buru
Emily masuk ke kantor Yamada.
“duduklah
dulu, Ms. Grey. Sebenarnya aku ingin membahas tentang pengunduran dirimu. Kalau
tidak salah tinggal seminggu lagi kau bekerja disini. Benar begitu?”
“ya,
kau benar”
“semalam
aku juga sudah menelpon Mr. Roberts. Aku menginginkan Nishida-san yang menjadi
sekretarisku sebagai penggantimu. Mungkin dalam beberapa hari lagi ia sudah
tiba disini. Aku ingin kau mengajarkan kepadanya apa saja yang perlu ia
kerjakan. Seperti halnya kau dulu belajar kepada Ms. Andrews. Sebenarnya ia
juga sudah tahu apa pekerjaannya disini. Tapi tetap saja kau harus
memberitahunya. Ini penting agar ia bisa beradaptasi disini dengan baik. Jadi
sebelum kau mulai meninggalkan perusahaan ini, Nishida sudah bisa bekerja
sendiri. Kau paham, Ms. Grey?”
“ya,
aku paham sekali”
“apakah
ada pertanyaan?”
“belum
untuk saat ini”
“kalau
begitu, aku yang ada pertanyaan untukmu. Apakah kau yakin ingin meninggalkan
perusahaan ini? Maksudku... kau bisa saja membatalkannya”
“tidak,
tekadku sudah bulat. Aku ingin melamar ke tempat lain”
“kau?
Di perusahaan mana kau akan bekerja kalau aku boleh tahu”
“aku
ingin melamar pekerjaan sebagai... istrimu. Kalau kau mau menerima lamaranku
ini tentu saja”
Yamada
berdiri dan bersandar di meja kerjanya di depan Emily duduk.
“boleh,
asal kau lulus di beberapa test”
Yamada
menyilangkan kedua tangannya di depan dadanya.
“apa
test-nya?”
Yamada
membungkukkan badannya, mendekatkan wajahnya kepada Emily.
“nanti
malam sepulang kerja aku ingin mengajakmu ke suatu tempat”
“dimana?”
“aku belum tahu. Aku hanya ingin
menghabiskan malam ini denganmu, kalau kau tidak keberatan”
“boleh. Sekarang kalau kau sudah
selesai urusanmu denganku, aku ingin kembali ke mejaku. Aku harus menyelesaikan
pekerjaanku yang menumpuk sebelum boss besar marah-marah tidak jelas kepadaku”
Yamada hanya tersenyum kecil,”ya,
tentu saja. Aku sudah selesai. Kau boleh pergi, Ms. Grey”
Di saat itulah, datang Mr.
Malkovich.
“selamat pagi, Yamada-san”
“oh, selamat pagi, Mr. Malkovich.
Ada apa? Duduklah!”
Setelah Emily meninggalkan
ruangan itu, Mr. Malkovich dan Yamada Kei segera duduk di sofa yang ada di
tengah-tengah kantor.
“apa kabar, Mr. Malkovich?”
“baik. Aku kesini hanya untuk
memberitahumu kalau mungkin minggu depan aku harus ke London. Ada beberapa
pekerjaan disana”
“pekerjaan? Pekerjaan apa?
Bagaimana aku sampai tidak tahu?”
“sebenarnya aku mendapat laporan
dari Ryunosuke. Kau pasti tahu siapa dia”
“ya, aku tahu Ryunosuke Kamiki.
Ada apa dengannya?”
“sepertinya ada beberapa petinggi
perusahaan cabang London yang bermain curang. Kau tahu maksudku, kan? Aku harus
kesana dan memeriksa semua laporan tahunan mereka secara langsung. Kalau itu
memang betul, kita harus berterimakasih kepada Ryunosuke”
Yamada hanya terdiam dan melamun.
“Yamada-san?”
“eh, iya. Aku mendengarkanmu, Mr.
Malkovich. Pergilah ke London. Tidak perlu menunggu sampai minggu depan. Lebih
cepat lebih baik. Aku juga perlu bicara dengan Ryunosuke Kamiki”
“katanya mereka sudah beroperasi
sejak lama. Bagaimana mungkin kita bisa kecolongan selama itu?”
“aku ingin kasus ini kau usut
sampai tuntas berikut barang buktinya serahkan langsung kepadaku. Takutnya ada
orang yang juga bermain curang disini. Kalau bukti itu ternyata benar, aku
tidak segan-segan untuk memecatnya secara tidak hornat!”
“serahkan saja semuanya kepadaku,
Yamada-san. Kalau begitu aku pamit dulu”
“ya, trimakasih atas informasimu,
Mr. Malkovich. Sampaikan saja salamku untuk Ryunosuke Kamiki setibanya kau
disana”
“tentu, akan kusampaikan”
Setelah Mr. Malkovich keluar dari
kantornya, Yamada Kei hanya terduduk lemas di kursinya. Menutupi wajahnya
dengan kedua telapak tangannya.
Emily masuk ke kantor Yamada. Ia
melihat Yamada masih sibuk di mejanya. Emily meletakkan setumpuk kertas-kertas
di meja kerja Yamada. Yamada menghentikan aktivitasnya.
“apa ini?”
“bukankah kau sudah bilang kalau
semua ini harus selesai hari ini juga?”
Yamada menyandarkan tubuhnya yang
penat ke sandaran kursinya.
“hhh... pekerjaanku masih banyak,
Ms. Grey. Taruh disitu saja, aku akan memeriksanya nanti”
“ini sudah jam istirahat. Apakah
kau tidak ingin istirahat sejenak?”
“aku harus segera menyelesaikan
ini secepatnya”
“kau bukan robot, Yamada!”
Emily menggandeng tangan Yamada
agar segera beranjak dari kursinya. Dengan malas dan menyambar ponselnya, Yamada
mengikuti Emily untuk pergi ke kantin perusahaan. Sudah banyak yang makan siang
di tempat itu. Mereka memilih duduk di sudut ruangan. Banyak pegawai yang duduk
di samping mereka berbisik-bisik. Yamada bermaksud menghampiri mereka namun
Emily mencegahnya.
“sudahlah. Bukankah kau sendiri
yang bilang kalau kita harus mengabaikan mereka saja?”
Tanpa menghiraukan Emily, Yamada
menghampiri meja yang ada di sebelahnya.
“sepertinya kalian sedang
membicarakan kami. Apakah aku benar?”
“eh, Yamada-san. Tidak, kami
tidak sedang membicarakanmu”
“aku bukan orang bodoh yang bisa
kau bohongi. Kalau kau ada masalah
denganku, sebaiknya nanti setelah jam makan siang kau datang ke kantorku. Kita
bicarakan apa masalahmu!”
“aku tidak ada masalah apa-apa
denganmu, Yamada-san”
“aku tahu kau sudah lama. Jadi
kau tak perlu mengelak seperti itu”
Emily buru-buru mendekati Yamada.
“sudahlah. It’s not a big deal.
Kau pimpinan mereka, Yamada. Apa yang akan mereka katakan kalau sampai kau
menantang anak buahmu sendiri?”
“dan aku tak perduli lagi tentang
hal itu, Ms. Grey. Sebaiknya kau duduk lagi di tempatmu!”
Yamada segera naik ke podium dan
meraih pengeras suara yang ada di depannya.
“bisakah aku minta perhatian
kalian sebentar saja? Trimakasih. Aku sudah mendengar rumor yang beredar di
perusahaan ini. Kalian tidak perlu bertanya dari mana aku bisa tahu. Aku juga
bisa tahu dari tingkah laku kalian. Karena aku memperhatikan semua karyawanku
tanpa kalian sadari. Agar tidak terjadi kesalahpahaman, aku hanya ingin
mengumumkan kalau Ms. Emily Grey adalah calon istriku”
Seisi kantin menjadi heboh.
Sedangkan Emily semakin salah tingkah.
“aku akan menikahinya dalam waktu
dekat ini. Jadi kuharap mulai saat ini tidak ada lagi rumor yang berkembang
yang tidak jelas asal-usulnya! Kuharap ini bisa menjadi penjelasan untuk kalian
semua. Trimakasih”
Yamada kembali ke mejanya dan
meneruskan acara makannya yang sempat tertunda seolah tidak terjadi apa-apa
baru saja. Emily hanya masih terdiam dan menatap Yamada.
“ada apa? Lanjutkan makanmu”
“tidak, aku sudah selesai”
Emily meninggalkan area kantin,
Yamada pun mengejarnya.
“tunggu dulu, Ms. Grey!”
Yamada berhasil masuk ke dalam
lift yang hampir menutup itu.
“hei, ada apa denganmu?”
“mengapa kau melakukan hal yang
menurutku konyol itu? Menurutku tidak seharusnya kau bersikap seperti itu
terhadap bawahanmu. Kau pimpinan mereka, Kei!”
Emily langsung melangkah keluar dengan
cepat begitu pintu lift terbuka di lantai paling atas gedung Yamada. Di lantai
itu tidak begitu ramai karena jam istirahat. Hanya ada beberapa karyawan yang
masih ada di meja masing-masing.
“masuk ke ruanganku, Ms. Grey!”
Dengan masih diliputi rasa
amarah, Emily mengikuti langkah Yamada menuju kantor Yamada.
“kau tahu? Aku sudah bosan dengan
tingkah laku mereka! Setiap kali kita berpapasan dengan mereka, mereka selalu
saja berbisik-bisik. Aku risih dengan itu semua. Aku juga manusia biasa, Emily!
Aku juga punya perasaan seperti halnya mereka”
“tapi tidak di depan forum
seperti itu juga. Tapi... sudahlah. Semua sudah terjadi. Kuharap ini semua
tidak mengganggu pekerjaan mereka”
Yamada menghempaskan tubuhnya di
sofa.
“hhh... aku memang baru kacau
sekarang ini. Banyak yang harus kukerjakan dan kupikirkan. Ditambah lagi ada
kasus di London”
“kasus? Kasus apa?”
“sudahlah, Ms. Grey. Aku sedang tak
ingin membicarakan hal itu. Tolong kau bawa kemari Alec Norton”
“apakah kau akan menghajarnya?”
“tentu saja tidak. Aku perlu
bicara dengannya”
Tanpa diperintah dua kali, Emily
segera meninggalkan kantor Yamada. Dan tak lama kemudian, ia sudah kembali lagi
dengan Alec Norton.
“selamat siang, Yamada-san”
“silahkan duduk, Mr. Norton”
Alec Norton duduk di kursi di
sebrang meja Yamada Kei.
“aku memanggilmu karena aku ingin
meminta maaf kepadamu atas kejadian di kantin tadi”
“tidak apa-apa. Sepertinya aku yang
seharusnya minta maaf karena membuatmu seperti itu”
“aku memang sedang kacau hari
ini. Seharusnya aku sebagai pimpinan tidak seharusnya berkata seperti itu
kepadamu. Ini hal yang sangat memalukan buatku. Sekali lagi aku minta maaf”
“ya, tidak apa-apa, Yamada-san.
Kau membuatku semakin bangga mempunyai pimpinan sepertimu. Kau mau meminta maaf
kepada bawahanmu. I’m proud of you”
“trimakasih, Mr. Norton. Kau
boleh kembali ke mejamu. Sekali lagi trimakasih”
Sepeninggal Alec Norton, Yamada
Kei hanya diam termenung di atas mejanya. Ia tak mengetahui kalau Emily sudah
ada di depannya.
“kau melamun lagi”
“eh, ya. Maaf... ada apa?”
“ini ada beberapa berkas yang
harus kau tanda tangani. Sekretaris Mr. Johnsson yang memberikannya kepadaku”
Dengan rasa malas, Yamada menandatagani
beberapa lembar berkas tersebut.
“sepertinya kau memang butuh
cuti, Yamada. Aku tahu akhir-akhir ini pekerjaanmu banyak sekali. Tapi tetap
saja kau harus memperhatikan kesehatanmu”
“thanx, but I still say: NO!”
Yamada menyerahkan kertas-kertas
itu kepada Emily lagi dan melanjutkan pekerjaannya. Emily hanya mendengus kesal
lalu keluar dari ruangan besar itu.
Malam itu mereka bekerja sampai
larut malam. Banyak karyawan yang sudah pulang. Emily mendekati Yamada yang
masih sibuk di mejanya.
“sebaiknya kita pulang sekarang,
Yamada. Ini sudah terlalu larut malam”
Yamada melihat ke jam tangannya.
Hampir pukul 9 malam.
“kau benar, Ms. Grey. Kita
lanjutkan besok pagi saja”
Setelah membereskan mejanya
dibantu Emily, mereka segera meninggalkan gedung Yamada.
“bukankah tadi aku berjanji
kepadamu untuk membawamu berkeliling?”
“ini sudah malam. Kau perlu
beristirahat. Masih ada waktu untuk besok. Terus terang aku mengkhawatirkan
kesehatanmu, Yamada. Kau hanya perlu cuti beberapa hari tanpa diganggu urusan
pekerjaan. Matikan ponselmu dan nikmatilah hidupmu”
“baiklah, aku sudah memutuskan.
Mulai besok kita akan cuti, matikan ponsel kita dan kita akan berkeliling negri
ini sebelum kita menikah”
“what?! Kita?”
“ya, aku dan kamu, Ms. Grey. Kau
tak perlu khawatir tentang surat cutimu. Aku akan menelpon Mr. Malkovich untuk
membereskan semuanya”
“tapi...”
“apakah ada hal yang kau
khawatirkan?”
“bukankah Nishida-san...”
“sekalian itu biar diurus Mr.
Malkovich. Kalau kau bersedia ikut denganku, aku akan ambil cuti. Tapi kalau
tidak, besok kita tetap masuk kerja. Silahkan, kau yang memilihkan untukku”
“hhh... sepertinya aku tidak
punya pilihan lain selain aku ikut denganmu, ya? So, kemana kita besok akan
pergi?”
“aku yakin kau belum pernah
keliling negri ini dengan mobil. Iya kan?”
“maksudmu...?”
“ya, kita akan keliling negri ini
dengan mobil. Hanya kita berdua. Setelah itu, aku akan menikahimu di Tokyo”
Yamada menghentikan mobilnya
karena sudah sampai di depan rumah Emily.
“kau membuatku semakin
mencintaimu, Kei”
Emily hanya menatap Yamada Kei
lalu menciumnya.
“trimakasih sudah mengantarku.
Selamat malam, Yamada. Kutunggu kau besok pagi. Bye!”
Esok paginya, Yamada menjemput
Emily. Setelah pamit dengan Mr. dan Mrs. Grey, mereka segera berangkat.
“kemana kau akan mengajakku,
Yamada?”
“ke St. Clair Lake, di Detroit”
“apa?! I-itu jauh sekali dari
sini, Yamada! Kau gila!”
“memang, tapi kita tidak sedang
diburu waktu, kan?”
Yamada segera menjalankan mobilnya
meninggalkan Manhattan. Sedangkan Emily masih belum paham juga mengapa mereka
harus bepergian sejauh itu. Mereka mengambil rute I-80:
Hackensack-Denville-Tannersville-White Haven-Almedia-Little
Mountain-Winburne-Alaska-Austintown. Disini mereka mampir ke Cuyahoga Valley
National Park, lalu melanjutkan ke Maumee. Dari Maumee mereka mengambil I-75
menuju Detroit.
![]() | |
Cuyahoga Valley National Park |
![]() |
Cuyahoga Valley National Park |
Hari demi hari berlalu. Tanpa
terasa tanggal yang ditentukan untuk pernikahan Emily dan Kei tinggal
menghitung hari. Emily pun sudah resign dari kantor itu digantikan dengan Nishida.
Juga diadakan farewell party kecil-kecilan.
Yamada Kei sudah terlebih dahulu
terbang ke Tokyo. Sedangkan Emily dan keluarganya juga mengajak Anna dan Danny
Wang untuk kesana. Sore itu mereka sedang bersiap-siap untuk pergi ke bandara
bersama-sama. Mereka berkumpul di rumah keluarga Grey.
“aku benar-benar tak menyangka
kalau kau akhirnya akan menikah dengan si brengsek itu, Emily”
“apakah kau masih merasa sakit
hati dengannya? Kita lulus sekolah sudah lama, Anna. Sudah bertahun-tahun dan
kau masih menyimpan dendam kepadaya?”
“kalau ia belum meminta maaf
kepadaku, aku belum bisa menghilangkan rasa ini darinya. Apalagi kalau ia
sampai menyakitimu, Emily. Aku tambah tidak akan pernah bisa memaafkannya!”
“sudahlah, Anna. Nanti setibanya
di Tokyo, aku akan bicara dengan Yamada Kei agar ia meminta maaf kepadamu.
Bagaimana?”
“eh? Kau? Jangan, Danny!”
“mengapa? Bukankah itu yang kau
butuhkan?”
“tidak, tidak! Aku tak mau ia
marah kepadaku. Please, Danny...”
“kalau kau sudah kenal dekat
dengannya, ia orang yang menyenangkan. Dan sebaiknya... kita berangkat ke
bandara sekarang. Tentu saja kita tidak mau tertinggal pesawat, kan?”
Dengan memakai 2 taksi, mereka
segera menuju JFK International Airport.
“tapi sepertinya aku tetap harus
berterimakasih kepada si brengsek itu. Karena dia aku bisa liburan gratis ke
Tokyo denganmu, Danny. Dan kalian semua!”
“bisakah kau memanggilnya dengan
namanya, Anna?”
“ehem, calon istrinya marah
kepadaku. Tapi aku ikut senang kalau kau bahagia, Emily. Bukankah ini yang kau
impikan sedari dulu? Ini seperti mimpi bagiku. Kau masih ingat kan bagaimana ia
dulu bertingkah dan bersikap kepada kita? Itulah mengapa aku memanggilnya si
brengsek!”
Emily yang duduk di depan hanya
tersenyum mendengar celotehan Anna yang duduk di belakang dengan Danny.
Mereka menunggu pesawat yang akan
membawa mereka ke Tokyo sambil berbincang-bincang.
“kau tahu? Aku sebenarnya sangat
gugup sekali. Hari pernikahanku tinggal menghitung hari”
“aku percaya. Setiap gadis yang
akan menikah pasti gugup sekali”
“kuharap kau tidak akan gugup
sewaktu kau besok menikah denganku, Anna”
“hahaha... aku dan Kei pasti akan
hadir juga ke pernikahan kalian”
“hhh... itu masih lama, Emily.
Oya, dimana orangtuamu?”
“ada di caffee itu. Mereka tidak
bisa lepas dari kopi kurasa”
“hei, Emily. Kemana kalian akan
berbulan madu?”
“aku belum memikirkan hal itu.
Biarlah itu dipikirkan oleh Kei. Aku ikut saja kemana pun ia pergi. Tidak
berbulan madu pun juga tidak apa-apa”
“tapi sepertinya ia akan
membawamu ke tempat-tempat yang masih alami”
“darimana kamu tahu, Danny?”
“karena ia menyukai tempat-tempat
seperti itu”
“ternyata di balik sikapnya yang
brengsek seperti itu, ia bisa juga bersikap romantis. Kau sangat beruntung
mendapatkannya, Emily”
Di bandara Tokyo, mereka sudah
dijemput oleh Yamada Kei sendiri tanpa ditemani sopirnya.
“apa kabar, Mr. Grey, Mrs. Grey?
Akhirnya kalian sampai juga disini kembali”
“kami baik. Kami juga senang bisa
menginjakkan kaki di Tokyo lagi”
“Danny, Anna. Trimakasih kalian
juga mau untuk datang kesini”
“siapa yang bisa menolak untuk
liburan gratis. Iya kan, Anna”
“ya, tentu saja. Trimakasih sudah
mengundang kami, Yamada”
“hai, Ms. Grey. Apa kabar? Sudah
lama kita tidak bertemu”
“kalian sudah hampir menikah
masih saja kau memanggilnya dengan seperti itu. Ini bukan di kantormu, Yamada!”
Danny Wang menyela.
“oh, maaf. Aku hanya belum
terbiasa saja, Danny. Menurutku... sekarang lebih baik kita segera menuju hotel
tempat kalian menginap. Tentu kalian ingin segera beristirahat. Aku akan
mengantar kalian”
“apakah kau tidak membawa
sopirmu?”
“tidak, aku sendirian”
Yamada Kei segera membawa mereka
menuju Grand Pacific Le Daiba yang terletak di Minato, Odaiba, Tokyo.
Sesampainya di hotel, Yamada segera ke resepsion untuk mengambil kunci kamar
yang sudah dipesannya.
“ini kunci kamar untuk kalian.
Aku sudah memesan beberapa kamar untuk kalian selama di Tokyo. Aku juga
memilihkan kalian kamar yang bisa melihat ke teluk Tokyo dan Rainbow Bridge.
Semoga kalian menyukainya”
“trimakasih banyak atas apa yang
telah kau lakukan ini, Yamada. Ini sudah lebih dari cukup. Bisa datang ke Tokyo
lagi saja seperti mimpi bagi kami”
Beberapa concierge membawakan tas
mereka menuju kamar yang sudah dipesan.