Senin, 28 Desember 2015

MY SAKURA (bagian 20)



Pagi itu Emily masih terlelap di sofanya ketika ia mendengar suara pintu kamarnya diketuk dari luar. Dengan masih mengatuk, ia membukakan pintunya, tenyata Yamada.
“mengapa kau baru bangun? Bukankah hari ini kita akan keluar Tokyo?”
“aku sedang tidak enak badan, maaf”
“hei, ada apa denganmu? Apakah semalam kau tidak bisa tidur?”
“ya, aku baru saja bisa tidur”
“maaf, aku tidak tahu. Maaf, kalau aku tadi membangunkanmu. Jadi...?”
“baiklah, tunggu sebentar. Aku akan mandi dulu”
Sebentar kemudian Emily sudah menghilang di balik pintu kamar mandinya. Mereka berjalan-jalan keliling kota Tokyo dan sekitarnya. Namun sepertinya Emily tidak begitu bersemangat hari itu. Ia sering melamun, masih memikirkan kejadian semalam. Dan ia pun tak berani bercerita kepada Yamada.
Sore itu mereka menghabiskan penghujung hari dengan duduk-duduk di bangku taman.
“kuperhatikan sejak tadi, kau sering melamun. Kalau aku boleh tahu, apakah kau sedang ada masalah?”
“tidak. Sudah kubilang, aku hanya tidak enak badan saja. Aku ingin cepat-cepat pulang ke Manhattan”
“besok kita sudah pulang meninggalkan Tokyo. Atau apakah kau tidak menyukai kota ini?”
“eh? B-bukan begitu! Aku sangat menyukainya, Yamada. Aku hanya rindu dengan keluargaku. Itu saja”
“besok papaku tidak ikut. Ia akan menyusul kita kemudian”
Emily hanya terdiam sambil masih terus menatap angsa yang berenang di danau depannya. Setelah hari menjelang malam, Yamada kembali mengantar Emily ke hotelnya.
“ada apa, Ms. Grey? Sepertinya kau kebingungan”
“maaf, tapi... bisakah malam ini kau menginap disini?”
“aku? Menginap disini? Tapi...”
“... kalau kau keberatan tidak apa-apa. Aku baik-baik saja”
“sebenarnya ada apa denganmu? Tidak biasanya kau bertingkah aneh seperti ini”
Yamada masih melihat kecemasan di wajah Emily.
“kemarilah”
Yamada memeluk Emily.
“aku hanya tidak ingin kau pergi dariku. Itu saja, Yamada. Aku sangat takut sekali”
“dan itu tidak akan terjadi, Ms. Grey. Tidak ada yang perlu ditakutkan ataupun dikhawatirkan”
“tapi...”
“...baiklah, malam ini aku akan menginap disini”
Malam itu, Yamada tidur di sofa depan TV. Nampak lelap sekali. Sedangkan Emily? Ia masih terjaga di tempat tidurnya. Tidak bisa memejamkan matanya. Akhirnya ia hanya melihat chanel TV yang sebenarnya tak ada yang ia sukai. Tiba-tiba tengah malam itu Yamada langsung duduk di sampingnya.
“kau belum tidur juga?”
“eh? M-maaf kalau aku membangunkanmu”
“ya, aku mendengar suara TV. Ternyata kau belum tidur. Ada apa?”
Emily hanya tersenyum dan menggeleng. Yamada merengkuh bahu Emily dan menatapnya.
“sungguh, aku tidak apa-apa. Aku hanya ingin ada di dekatmu terus”
Emily menyandarkan kepalanya di dada Yamada. Terasa nyaman sekali. Semua kegelisahan dan ketakutannya hilang seketika.

Emily membuka matanya. Ternyata hari sudah pagi. Sinar matahari sudah menerobos masuk melalui sela-sela tirai di kamarnya. Ia mendengar suara seseorang yang sedang mandi. Tak lama kemudian Yamada keluar dari dalam kamar mandi. Nampak segar.
“ternyata kau sudah bangun, Yamada”
“ya, aku harus segera pulang. Kuharap kau sudah tidak apa-apa kalau kutinggal sendirian. Kau juga harus segera berkemas. Karena hari ini kita sudah harus pergi ke bandara. Atau... kau ingin menetap di Tokyo saja, Ms. Grey?”
“aku menetap disini? No way! Aku ikut pulang denganmu”
Emily bangkit dari tidurnya. Ia hanya melihat Yamada yang sedang membereskan barang-barangnya.
“trimakasih kau sudah menemaniku”
“kapan pun kau memerlukan bantuanku, Ms. Grey. Aku pergi dulu, bye”
Yamada buru-buru menghilang di balik pintu kamar hotel Emily.

Yamada sudah sampai di rumahnya. Ia melihat papanya sedang minum kopi ditemani Ryuu.
“ini dia yang kita tunggu-tunggu sudah datang”
“selamat pagi, pa. Kau juga berada disini, Oji-san?”
Yamada langsung duduk di kursi di depan papanya dan Ryuu.
“ya. Ada beberapa pekerjaan yang harus kami selesaikan. Dan kau juga harus ikut dengan kami. Karena ini ada hubungannya dengan perusahaan pusat”
“tapi hari ini jadwalku pulang ke Manhattan”
“aku tahu, Kei-chan. Kita tidak akan lama. Oya, mengapa semalam kau tidak pulang? Kau tidur dimana?”
“ehmmm... itu...”
“Kei-kun sudah besar, Yasuo. Untuk apa kau menanyakan hal itu kepadanya?”
“tapi dia tetap anakku!”
“aku tahu. Tapi akan lebih baik lagi kalau kita segera pergi ke kantor sekarang. Tentunya Kei tak ingin terlambat di bandara. Aku benar kan, Kei-kun?”
“i-iya, Oji-san”
“kau benar, Ryuu. Kita berangkat sekarang”
Yamada Yasuo segera menuju meja kerjanya, meraih tasnya dan segera menuju garasi.
“apa itu benar, Kei-kun?”
“apanya?”
“semalam kau tidak tidur di rumah. Dimana kau menginap?”
“hhh... rupanya kau juga penasaran, Oji-san. Aku menginap di tempat Emily. Dan jangan bertanya apapun kepadaku lagi tentang hal ini. Oke?”
Ryuu hanya terseyum kecil.
“tentu saja tidak. Karena aku sudah paham”
“kau paham apa? Hei, Oji-san!”
Kei berlari kecil di belakang Ryuu yang juga sedang menuju garasi.
“kau jangan berpikir yang tidak-tidak tentangku, Oji-san”
“aku percaya kepadamu, Kei-kun”
Ryuu membuka pintu mobil diikuti Kei. Mereka bertiga dengan diantar sopir segera menuju kantor Ryuu.

Pesawat mendarat di bandara JFK. Seorang sopir menjemput Kei dan Emily.
“kita mengantar Ms. Grey dulu ke rumahnya”
“ya, tuan”
Mereka menuju rumah Emily dan berhenti tepat di depan rumahnya. Emily melihat kedua orang tuanya sedang duduk-duduk santai di teras rumah.
“kau sudah datang, Emily?”
“iya, ma. Apa kabar, pa?”
“baik. Oh... kau datang dengan Yamada-san?”
“ya, ia hanya mengantarku saja”
“selamat malam, Mr. Grey. Apa kabar, Mrs. Grey?”
“kami baik-baik saja, Yamada-san. Trimakasih kau sudah mengantar Emily. Mari, silahkan masuk dulu”
“tidak, trimakasih. Aku langsung pulang saja”
“oh, baiklah kalau begitu. Sekali lagi trimakasih banyak”
Setelah mobil Yamada Kei tak terlihat lagi, barulah mereka masuk ke dalam.
“bagaimana liburanmu, Emily?”
“liburan? Kami kesana dalam ragka kerja, mama”
“tapi masa disana mau kerja terus? Pasti ada liburannya juga, kan?”
“ah, mama. Tapi... iya juga sih. Kalau tidak diajak Yamada, mana mungkin aku bisa pergi ke Wellington dan Tokyo”
“Tokyo? Kau kesana juga?”
“ya, tapi sebenarnya kami tidak ada rencana kesana. Itu mendadak sekali”
“kau jadi membuatku ingin kesana lagi, Emily. Katakan kepadaku, kemana kalian pergi pada saat kalian di Tokyo?”
“kami disana hanya 3 hari, ma. Jadi kami tidak punya waktu banyak. Kami hanya ke Tokyo Tower. Terus kuil apa itu aku lupa. Namanya sulit untuk kuingat”
“kita bisa merencanakan liburan kita ke Tokyo tahun depan”
“betul apa yang dikatakan papa, ma”
“oya, bagaimana hubunganmu dengan Yamada-san?”
“maksud papa?”
“aku juga pernah muda, Emily. Sepertinya hubungan kalian lebih dari sekedar atasan dan bawahan”
“ya, kau akhir-akhir ini dekat sekali dengannya”
“eh, itu... sebenarnya...”
“... kau tak perlu menjawabnya, Emily”
“ia akan melamarku dalam waktu dekat ini”
“what?!”
Mama dan papa Emily seakan tak percaya.
“kau jangan bergurau, Emily. Ia orang kaya, boss kamu. Seorang CEO besar!”
“aku tidak sedang bergurau, ma, pa. Itulah mengapa aku memberitahukan hal ini kepada kalian”
“apa kau sudah memikirkan hal ini dalam-dalam, Emily? Maksudku... lihatlah kita!”
“aku sangat mencintainya, ma. Bukankah mama juga sudah tahu akan hal ini? Sebelum aku bertemu Ryunosuke pun aku sudah mencintainya”
“apakah... kau yakin akan cintanya kepadamu?”
“ya, aku sangat yakin sekali. Ia membuktikannya kepadaku waktu kami bertemu papanya di Tokyo kemarin”
“yah... kami tak bisa berbuat apa-apa, Emily. Yang penting kalian saling mencintai dan menyayangi, kami tak akan mengahalangi kalian. Kami hanya bisa ikut senang kalau kau sudah menemukan cinta sejatimu”
“trimakasih, ma, pa”
“sebaiknya kau beristirahat dulu, Emily. Tentu kau lelah sekali setelah menempuh perjalanan panjang”
“ya, trimakasih. Besok aku juga sudah harus masuk kerja. Aku harus membereskan semua pekerjaanku sebelum aku benar-benar keluar dari sana”
Emily segera ke kamarnya yang ada di lantai atas.

Pagi-pagi sekali Emily sudah berangkat ke kantornya. Setelah seminggu lebih ia meninggalkan meja kerjanya, ia mulai menjalankan pekerjaannya yang menumpuk. Merapikan semua laporan-laporannya yang harus ia serahkan ke Yamada tentang perjalanan mereka ke Wellington dan Tokyo.
“selamat pagi, Emily”
“eh, selamat pagi. Kau juga sudah berangkat rupanya”
“bagaimana perjalananmu dengan boss kita itu? Apakah menyenangkan?”
“itu bukan liburan, Kristin”
“ya, aku tahu. Dalam rangka mengecek anak perusahaan yang disana plus liburan. Apakah aku benar, Emily? Ceritakan padaku, apakah liburanmu seru? Pastinya menyenangkan sekali bisa jalan-jalan kesana”
“terserah kaulah”
“hei, jangan marah dulu. Aku hanya bertanya kepadamu. Karena aku mempunyai impian ingin sekali pergi kesana suatu saat nanti”
“ya, kalau tidak diajak aku juga tidak mungkin bisa pergi kesana. Sangat indah sekali”
Emily melamun sambil membayangkan sewaktu ia dan Yamada sedang diatas bukit menikmati indahnya Oriental Bay yang ada di bawah mereka.
“hai, kau melamun, Emily!?”
“eh, maaf...”
“apa yang kau lamunkan? Ah, aku tahu! Kau pasti melamunkan boss kita, ya? Hahahaha...”
“ada gosip apa lagi selama kami pergi?”
“biasalah. Mereka masih membicarakan kalian. Tapi kuharap kalau itu benar adanya, kalian bisa menikah secepatnya. Dan kau harus mengundangku juga! Kau tahu, Emily? Mereka itu hanya iri saja kepadamu. Secara kau orang baru disini. Tapi kau sudah menempati posisi yang bergengsi disini. Buktikan kepada mereka bahwa mereka semua hanya bullshit! Buktikan kalau kau lebih hebat dari mereka!”
“membuktikan tentang apa, Kristin?”
Emily dan Kristin terkejut. Mereka menoleh ke sumber suara. Ternyata Yamada Kei sudah berdiri di belakang mereka!
“eh, selamat pagi, Yamada-san”
“selamat pagi. Apa yang sedang kalian bicarakan?”
“eh, itu... bukan apa-apa. Sebaiknya aku permisi dulu, Yamada-san. Bye, Emily!”
Buru-buru Kristin meninggalkan meja Emily kembali ke mejanya.
“kau juga sudah datang, Ms. Grey?”
“ya, aku harus mengejar ketertinggalanku. Biasanya setelah ini kau pasti meminta beberapa laporan dariku. Dan sebelum kau memintanya, aku akan mengerjakannya dulu”
“ya, kau benar. Trimakasih, Ms. Grey”
Yamada segera masuk ke kantornya sedangkan Emily sibuk dengan pekerjaannya sendiri.

Sewaktu break istirahat, Emily sedang ngobrol dengan Kristin di meja Kristin sewaktu Yamada melewati mereka.
“bisakah kau ke ruanganku sebentar, Ms. Grey?”
“ya, tentu. Kristin, aku tinggal dulu ya”
Emily mengikuti langkah kaki Yamada yang cepat itu masuk ke kantornya.
“duduklah, Ms. Grey”
“trimakasih”
“ada hal penting yang ingin kubicarakan denganmu, Ms. Grey. Papaku tadi telpon kalau besok ia ingin bertemu dengan keluargamu”
“hah?! Secepat itukah? Aku... aku belum siap, Yamada!”
“jadi, kapan kau akan siap, Ms. Grey?”
Emily berdiri dari duduknya dan berdiri membelakangi Yamada.
“kau membuatku gugup, Yamada. Aku belum siap untuk menghadapi papamu. Aku belum siap untuk menghadapi sebuah penolakan”
“I told you, Ms. Grey! Mengapa kau selalu memikirkan hal-hal yang belum terjadi?”
“tentu saja aku memikirkannya! Kau tidak berada di posisiku! Aku tahu diri, Yamada! Siapa kau dan siapa aku ini!”
Yamada menyentuh bahu Emily.
“maafkan aku. Tapi, aku berharap banyak kepadamu. Kuharap kau memberitahu keluargamu kalau besok kami akan ke rumahmu, please”
Emily menatap mata Yamada dalam-dalam.
“aku akan meninggalkan semuanya kalau sampai keluargaku menolakmu. Aku sudah lelah dengan ini semua. Aku berusaha untuk menjadi anak yang baik. Yang menghormati keluarga besarku. Tapi kali ini aku sudah angkat tangan. Percayalah, papaku pasti akan menerimamu”
“darimana kau bisa berkata seperti itu?”
“entahlah, tapi aku yakin sekali tentang hal itu. Kau tak perlu khawatir... ehm... Emily”
“trimakasih... Kei”
“hanya itu saja yang ingin kusampaikan kepadamu. Sekarang kembalilah bekerja. Dan selesaikan laporan-laporanmu tadi. Kuharap sore ini sudah selesai dan aku tidak ingin ada alasan apapun. Kau mengerti, Ms. Grey?”
“aku mengerti, Yamada-san. Excuse me, sir”
Dengan senyum tersungging di bibirnya, Emily kembali ke mejanya.
“hei, sepertinya kau bahagia sekali. Apa tadi yang disampaikan boss kita itu?”
“itu rahasia, Kristin”
Dengan wajah cemberut, Kristin meninggalkan meja Emily.

“apa? Keluarga Yamada akan ke rumah kita besok malam? Ini sangat mendadak sekali, Emily!”
“iya, sayang. Kau yakin tentang hal ini? Secara mereka orang kaya. Orang-orang penting di Yamada Group!”
“apakah aku perlu menelpon Yamada Kei agar dia sendiri yang memberitahukan hal ini kepada kalian?”
“aku percaya, Emily. Tapi...”
“iya. Aku seakan bermimpi, Emily. Tapi kalau itu memang sudah menjadi keputusan kalian bersama, kami selaku orang tuamu, hanya bisa merestui kalian. Aku ingin kau bahagia, Emily”
“trimakasih, pa”
“jadi, mereka hanya berdua saja? Maksudku hanya Yamada Kei dan papanya saja?”
“entahlah. Tapi sepertinya begitu”
“berarti kita harus bersiap-siap sedari sekarang”
“apa yang perlu dipersiapkan, ma?”
“semuanya!”
“tadi Yamada sudah berpesan kepadaku, jangan mengada-ada. Mereka hanya ingin berkunjung saja”
“tidak apa-apa. Tidak setiap hari juga, kan?”
“hhh... terserah kalian sajalah”

Malam itu, Emily sedang berada di kamarnya menanti dengan gelisah kedatangan Yamada dan papanya ketika mamanya mengetuk pintu kamarnya.
“Emily!”
“ya, masuklah, ma. Ada apa?”
“Yamada dan papanya sudah ada di bawah. Apakah kau sudah selesai?”
“hhh... yah, aku sudah selesai, ma. Tapi aku sangat gugup sekali”
“just take a deep breath, Emily”
“apakah mereka hanya berdua saja?”
“ya. Hanya dia dan papanya. Kami menunggumu di bawah, Emily”
Sepeninggal mamanya, Emily masih diam di depan cermin.
“apakah kau sudah yakin tentang hal ini, Emily?”
Ia bertanya kepada dirinya sendiri.
Lalu dengan langkah tegap, ia segera turun menuju ruang keluarga. Masih di ujung tangga paling atas, ia sudah bisa melihat Kei dan papanya sedang berbincang dengan kedua orangtuanya. Mereka nampak akrab sekali. Terutama mamanya. Maklum, mereka masih satu rumpun.
“kau sudah disini, Emily? Duduklah”
“trimakasih, pa”
Setelah memberikan salam untuk Yamada Kei dan papanya, ia segera duduk. Gurat cemas dan gugup masih menghiasi raut wajahnya.
“kau cantik sekali, Emily. Aku benar kan, Kei-chan?”
“i-iya, pa”
“trimakasih”
Mamanya mengeluarkan beberapa cangkir minuman dan makanan kecil lalu kembali duduk.
“silakan dinikmati, maaf seadanya”
“trimakasih, Mrs. Grey”
Mereka segera menikmati makanan yang disediakan oleh Mrs. Grey.
“sebenarnya kami kemari hanya ingin mengenal lebih dekat dengan keluarga kalian. Karena... yah, tentu kalian juga sudah tahu sendiri. Aku juga yakin sekali kalau putri kalian juga sudah bercerita kepada kalian. Kei sudah membicarakan hal ini denganku juga. Kalau ia ingin menikah dengan putri kalian. Tentu saja aku tidak langsung menyetujuinya. Aku tidak mengenal Emily secara dekat. Karena Kei putraku satu-satunya. Jadi, aku harus mengetahui asal-usul calon istrinya. Kuharap kalian tidak salah paham ataupun tersinggung”
“yah, mungkin kami pun juga akan melakukan hal yang sama”
“aku menyukai keluarga kalian. Keluarga kecil yang harmonis. Apalagi kita masih satu rumpun. Terutama anda, Mrs. Grey”
“ya, tapi sudah lama juga kami tidak pernah kembali ke Jepang lagi. Kami sudah tidak mempunyai siapa-siapa lagi disana. Untuk itulah, aku mengikuti suamiku untuk pindah kesini”
“apakah kalian ingin kesana lagi?”
“tentu saja. Tapi entah kapan kami bisa kesana lagi”
“kapan? Tentu saja pada waktu Kei menikahi Emily. Kita adakan pesta pernikahan mereka di Tokyo”
“maksudnya...?”
“aku merestui mereka berdua. Aku senang kalau Kei menikahi Emily. Dan sepertinya aku tidak perlu menanyakan hal itu kepada mereka berdua. Mereka pasti setuju kalau aku ingin sekali melihat Kei dan Emily menikah di Tokyo”
“papa?”
“aku senang kau memilih Emly, Kei-chan. Kau sungguh beruntung sekali. Aku menyukai Emily dan keluarganya”
“trimakasih, pa”
“trimakasih, Yamada-san” ucap Emily dengan penuh rasa hormat.
“ya, aku juga ingin meminta maaf kepadamu, Emily. Waktu itu aku berkata kasar kepada Kei tentangmu. Kei anakku satu-satunya, harapanku di masa depan tentang kelanjutan Yamada Group”
“ya, aku mengerti”
“jadi... kapan kau akan menikahi Emily, Kei-chan?”
“aku akan menikahi Ms. Grey secepatnya, pa. Tentu saja kalau ia bersedia aku nikahi dalam waktu dekat ini” ucap Kei sambil menatap Emily yang sedari tadi hanya diam.
“bagaimana, Emily? Apakah kau sudah siap untuk menikah dengannya?”
“iya, aku siap, mama. Kapan pun ia ingin menikahi aku” ucap Emily dengan tegas seolah tidak mau kalah dari Yamada Kei.
“berarti kita tinggal menentukan tanggalnya saja. aku terserah kepada kalian saja. Kalau kalian sudah ada tanggal yang cocok, segera beritahukan kepadaku. Aku akan segera mempersiapkan pernikahan kalian yang di Tokyo. Ingat, aku tidak mau kalian menikah disini!”
“iya, pa. Aku dan Ms. Grey mungkin masih perlu membahas banyak hal”
“baguslah. Aku tidak mau ada gangguan apapun selama prosesi pernikahan kalian”
“sepertinya pertemuan kita ini berjalan dengan baik. Bagaimana kalau kita mengobrol sambil menikmati makan malam? Istriku dan Emily sendiri yang memasaknya. Kuharap kalian menyukainya”
“ah, tentu saja”
Mereka segera ke ruang makan dan masih mengobrol disana. Sampai tak terasa jam sudah menunjukkan pukul 10 malam.
“sepertinya kami sudah harus permisi pulang. Hari sudah malam. Kita bisa melanjutkan obrolan kita di lain waktu”
“ya, trimakasih atas semuanya, Mr. Grey, Mrs. Grey, Ms. Grey. Kami permisi dulu”
Emily dan kedua orang tuanya mengantar Kei dan papanya sampai depan rumah. Seorang sopir yang sudah menunggu mereka segera menjalankan mobil dengan perlahan meninggalkan rumah keluarga Grey.
“aku tak percaya kau dipersunting oleh orang kaya pemilik Yamada Group, Emily”
“aku sebenarnya juga masih belum percaya sepenuhnya, papa. Ini seperti mimpi bagiku. Karena selama ini aku hanya berani bermimpi. Aku sudah jatuh cinta kepadanya sejak dulu. Aku juga menyadari siapa kita ini. Itulah mengapa, ini seperti mimpi yang menjadi nyata”
“papa ikut bahagia untukmu, Emily”
“mama juga”

Pagi itu, Emily sudah berada di mejanya. Ia menyelesaikan pekerjaan kemarin yang belum selesai.
“selamat pagi, Emily”
“selamat pagi, Kristin”
“sepertinya kau sibuk sekali”
“ya, aku harus menyelesaikan semua ini sebelum aku limpahkan kepada penggantiku nantinya”
“kau benar-benar ingin mengundurkan diri, ya? Sayang sekali”
“apakah kau mau menggantikan posisiku?”
“aku? Tidak, tidak. Aku tidak mau dekat-dekat dengan boss besarmu itu”
“kenapa?”
“takut jatuh cinta dengannya!”
Emily hanya tersenyum kecil sambil menatap Kristin yang meninggalkan mejanya.
“selamat pagi, Ms. Grey”
Belum sempat Emily membalas, Yamada Kei sudah menghilang di balik pintu kantornya. Namun kemudian pintu kantornya terbuka lagi.
“bisakah kau kemari sebentar, Ms. Grey?”
“tentu”
Buru-buru Emily masuk ke kantor Yamada.
“duduklah dulu, Ms. Grey. Sebenarnya aku ingin membahas tentang pengunduran dirimu. Kalau tidak salah tinggal seminggu lagi kau bekerja disini. Benar begitu?”
“ya, kau benar”
“semalam aku juga sudah menelpon Mr. Roberts. Aku menginginkan Nishida-san yang menjadi sekretarisku sebagai penggantimu. Mungkin dalam beberapa hari lagi ia sudah tiba disini. Aku ingin kau mengajarkan kepadanya apa saja yang perlu ia kerjakan. Seperti halnya kau dulu belajar kepada Ms. Andrews. Sebenarnya ia juga sudah tahu apa pekerjaannya disini. Tapi tetap saja kau harus memberitahunya. Ini penting agar ia bisa beradaptasi disini dengan baik. Jadi sebelum kau mulai meninggalkan perusahaan ini, Nishida sudah bisa bekerja sendiri. Kau paham, Ms. Grey?”
“ya, aku paham sekali”
“apakah ada pertanyaan?”
“belum untuk saat ini”
“kalau begitu, aku yang ada pertanyaan untukmu. Apakah kau yakin ingin meninggalkan perusahaan ini? Maksudku... kau bisa saja membatalkannya”
“tidak, tekadku sudah bulat. Aku ingin melamar ke tempat lain”
“kau? Di perusahaan mana kau akan bekerja kalau aku boleh tahu”
“aku ingin melamar pekerjaan sebagai... istrimu. Kalau kau mau menerima lamaranku ini tentu saja”
Yamada berdiri dan bersandar di meja kerjanya di depan Emily duduk.
“boleh, asal kau lulus di beberapa test”
Yamada menyilangkan kedua tangannya di depan dadanya.
“apa test-nya?”
Yamada membungkukkan badannya, mendekatkan wajahnya kepada Emily.
“nanti malam sepulang kerja aku ingin mengajakmu ke suatu tempat”
“dimana?”
“aku belum tahu. Aku hanya ingin menghabiskan malam ini denganmu, kalau kau tidak keberatan”
“boleh. Sekarang kalau kau sudah selesai urusanmu denganku, aku ingin kembali ke mejaku. Aku harus menyelesaikan pekerjaanku yang menumpuk sebelum boss besar marah-marah tidak jelas kepadaku”
Yamada hanya tersenyum kecil,”ya, tentu saja. Aku sudah selesai. Kau boleh pergi, Ms. Grey”
Di saat itulah, datang Mr. Malkovich.
“selamat pagi, Yamada-san”
“oh, selamat pagi, Mr. Malkovich. Ada apa? Duduklah!”
Setelah Emily meninggalkan ruangan itu, Mr. Malkovich dan Yamada Kei segera duduk di sofa yang ada di tengah-tengah kantor.
“apa kabar, Mr. Malkovich?”
“baik. Aku kesini hanya untuk memberitahumu kalau mungkin minggu depan aku harus ke London. Ada beberapa pekerjaan disana”
“pekerjaan? Pekerjaan apa? Bagaimana aku sampai tidak tahu?”
“sebenarnya aku mendapat laporan dari Ryunosuke. Kau pasti tahu siapa dia”
“ya, aku tahu Ryunosuke Kamiki. Ada apa dengannya?”
“sepertinya ada beberapa petinggi perusahaan cabang London yang bermain curang. Kau tahu maksudku, kan? Aku harus kesana dan memeriksa semua laporan tahunan mereka secara langsung. Kalau itu memang betul, kita harus berterimakasih kepada Ryunosuke”
Yamada hanya terdiam dan melamun.
“Yamada-san?”
“eh, iya. Aku mendengarkanmu, Mr. Malkovich. Pergilah ke London. Tidak perlu menunggu sampai minggu depan. Lebih cepat lebih baik. Aku juga perlu bicara dengan Ryunosuke Kamiki”
“katanya mereka sudah beroperasi sejak lama. Bagaimana mungkin kita bisa kecolongan selama itu?”
“aku ingin kasus ini kau usut sampai tuntas berikut barang buktinya serahkan langsung kepadaku. Takutnya ada orang yang juga bermain curang disini. Kalau bukti itu ternyata benar, aku tidak segan-segan untuk memecatnya secara tidak hornat!”
“serahkan saja semuanya kepadaku, Yamada-san. Kalau begitu aku pamit dulu”
“ya, trimakasih atas informasimu, Mr. Malkovich. Sampaikan saja salamku untuk Ryunosuke Kamiki setibanya kau disana”
“tentu, akan kusampaikan”
Setelah Mr. Malkovich keluar dari kantornya, Yamada Kei hanya terduduk lemas di kursinya. Menutupi wajahnya dengan kedua telapak tangannya.

Emily masuk ke kantor Yamada. Ia melihat Yamada masih sibuk di mejanya. Emily meletakkan setumpuk kertas-kertas di meja kerja Yamada. Yamada menghentikan aktivitasnya.
“apa ini?”
“bukankah kau sudah bilang kalau semua ini harus selesai hari ini juga?”
Yamada menyandarkan tubuhnya yang penat ke sandaran kursinya.
“hhh... pekerjaanku masih banyak, Ms. Grey. Taruh disitu saja, aku akan memeriksanya nanti”
“ini sudah jam istirahat. Apakah kau tidak ingin istirahat sejenak?”
“aku harus segera menyelesaikan ini secepatnya”
“kau bukan robot, Yamada!”
Emily menggandeng tangan Yamada agar segera beranjak dari kursinya. Dengan malas dan menyambar ponselnya, Yamada mengikuti Emily untuk pergi ke kantin perusahaan. Sudah banyak yang makan siang di tempat itu. Mereka memilih duduk di sudut ruangan. Banyak pegawai yang duduk di samping mereka berbisik-bisik. Yamada bermaksud menghampiri mereka namun Emily mencegahnya.
“sudahlah. Bukankah kau sendiri yang bilang kalau kita harus mengabaikan mereka saja?”
Tanpa menghiraukan Emily, Yamada menghampiri meja yang ada di sebelahnya.
“sepertinya kalian sedang membicarakan kami. Apakah aku benar?”
“eh, Yamada-san. Tidak, kami tidak sedang membicarakanmu”
“aku bukan orang bodoh yang bisa kau bohongi.  Kalau kau ada masalah denganku, sebaiknya nanti setelah jam makan siang kau datang ke kantorku. Kita bicarakan apa masalahmu!”
“aku tidak ada masalah apa-apa denganmu, Yamada-san”
“aku tahu kau sudah lama. Jadi kau tak perlu mengelak seperti itu”
Emily buru-buru mendekati Yamada.
“sudahlah. It’s not a big deal. Kau pimpinan mereka, Yamada. Apa yang akan mereka katakan kalau sampai kau menantang anak buahmu sendiri?”
“dan aku tak perduli lagi tentang hal itu, Ms. Grey. Sebaiknya kau duduk lagi di tempatmu!”
Yamada segera naik ke podium dan meraih pengeras suara yang ada di depannya.
“bisakah aku minta perhatian kalian sebentar saja? Trimakasih. Aku sudah mendengar rumor yang beredar di perusahaan ini. Kalian tidak perlu bertanya dari mana aku bisa tahu. Aku juga bisa tahu dari tingkah laku kalian. Karena aku memperhatikan semua karyawanku tanpa kalian sadari. Agar tidak terjadi kesalahpahaman, aku hanya ingin mengumumkan kalau Ms. Emily Grey adalah calon istriku”
Seisi kantin menjadi heboh. Sedangkan Emily semakin salah tingkah.
“aku akan menikahinya dalam waktu dekat ini. Jadi kuharap mulai saat ini tidak ada lagi rumor yang berkembang yang tidak jelas asal-usulnya! Kuharap ini bisa menjadi penjelasan untuk kalian semua. Trimakasih”
Yamada kembali ke mejanya dan meneruskan acara makannya yang sempat tertunda seolah tidak terjadi apa-apa baru saja. Emily hanya masih terdiam dan menatap Yamada.
“ada apa? Lanjutkan makanmu”
“tidak, aku sudah selesai”
Emily meninggalkan area kantin, Yamada pun mengejarnya.
“tunggu dulu, Ms. Grey!”
Yamada berhasil masuk ke dalam lift yang hampir menutup itu.
“hei, ada apa denganmu?”
“mengapa kau melakukan hal yang menurutku konyol itu? Menurutku tidak seharusnya kau bersikap seperti itu terhadap bawahanmu. Kau pimpinan mereka, Kei!”
Emily langsung melangkah keluar dengan cepat begitu pintu lift terbuka di lantai paling atas gedung Yamada. Di lantai itu tidak begitu ramai karena jam istirahat. Hanya ada beberapa karyawan yang masih ada di meja masing-masing.
“masuk ke ruanganku, Ms. Grey!”
Dengan masih diliputi rasa amarah, Emily mengikuti langkah Yamada menuju kantor Yamada.
“kau tahu? Aku sudah bosan dengan tingkah laku mereka! Setiap kali kita berpapasan dengan mereka, mereka selalu saja berbisik-bisik. Aku risih dengan itu semua. Aku juga manusia biasa, Emily! Aku juga punya perasaan seperti halnya mereka”
“tapi tidak di depan forum seperti itu juga. Tapi... sudahlah. Semua sudah terjadi. Kuharap ini semua tidak mengganggu pekerjaan mereka”
Yamada menghempaskan tubuhnya di sofa.
“hhh... aku memang baru kacau sekarang ini. Banyak yang harus kukerjakan dan kupikirkan. Ditambah lagi ada kasus di London”
“kasus? Kasus apa?”
“sudahlah, Ms. Grey. Aku sedang tak ingin membicarakan hal itu. Tolong kau bawa kemari Alec Norton”
“apakah kau akan menghajarnya?”
“tentu saja tidak. Aku perlu bicara dengannya”
Tanpa diperintah dua kali, Emily segera meninggalkan kantor Yamada. Dan tak lama kemudian, ia sudah kembali lagi dengan Alec Norton.
“selamat siang, Yamada-san”
“silahkan duduk, Mr. Norton”
Alec Norton duduk di kursi di sebrang meja Yamada Kei.
“aku memanggilmu karena aku ingin meminta maaf kepadamu atas kejadian di kantin tadi”
“tidak apa-apa. Sepertinya aku yang seharusnya minta maaf karena membuatmu seperti itu”
“aku memang sedang kacau hari ini. Seharusnya aku sebagai pimpinan tidak seharusnya berkata seperti itu kepadamu. Ini hal yang sangat memalukan buatku. Sekali lagi aku minta maaf”
“ya, tidak apa-apa, Yamada-san. Kau membuatku semakin bangga mempunyai pimpinan sepertimu. Kau mau meminta maaf kepada bawahanmu. I’m proud of you”
“trimakasih, Mr. Norton. Kau boleh kembali ke mejamu. Sekali lagi trimakasih”
Sepeninggal Alec Norton, Yamada Kei hanya diam termenung di atas mejanya. Ia tak mengetahui kalau Emily sudah ada di depannya.
“kau melamun lagi”
“eh, ya. Maaf... ada apa?”
“ini ada beberapa berkas yang harus kau tanda tangani. Sekretaris Mr. Johnsson yang memberikannya kepadaku”
Dengan rasa malas, Yamada menandatagani beberapa lembar berkas tersebut.
“sepertinya kau memang butuh cuti, Yamada. Aku tahu akhir-akhir ini pekerjaanmu banyak sekali. Tapi tetap saja kau harus memperhatikan kesehatanmu”
“thanx, but I still say: NO!”
Yamada menyerahkan kertas-kertas itu kepada Emily lagi dan melanjutkan pekerjaannya. Emily hanya mendengus kesal lalu keluar dari ruangan besar itu.
Malam itu mereka bekerja sampai larut malam. Banyak karyawan yang sudah pulang. Emily mendekati Yamada yang masih sibuk di mejanya.
“sebaiknya kita pulang sekarang, Yamada. Ini sudah terlalu larut malam”
Yamada melihat ke jam tangannya. Hampir pukul 9 malam.
“kau benar, Ms. Grey. Kita lanjutkan besok pagi saja”
Setelah membereskan mejanya dibantu Emily, mereka segera meninggalkan gedung Yamada.
“bukankah tadi aku berjanji kepadamu untuk membawamu berkeliling?”
“ini sudah malam. Kau perlu beristirahat. Masih ada waktu untuk besok. Terus terang aku mengkhawatirkan kesehatanmu, Yamada. Kau hanya perlu cuti beberapa hari tanpa diganggu urusan pekerjaan. Matikan ponselmu dan nikmatilah hidupmu”
“baiklah, aku sudah memutuskan. Mulai besok kita akan cuti, matikan ponsel kita dan kita akan berkeliling negri ini sebelum kita menikah”
“what?! Kita?”
“ya, aku dan kamu, Ms. Grey. Kau tak perlu khawatir tentang surat cutimu. Aku akan menelpon Mr. Malkovich untuk membereskan semuanya”
“tapi...”
“apakah ada hal yang kau khawatirkan?”
“bukankah Nishida-san...”
“sekalian itu biar diurus Mr. Malkovich. Kalau kau bersedia ikut denganku, aku akan ambil cuti. Tapi kalau tidak, besok kita tetap masuk kerja. Silahkan, kau yang memilihkan untukku”
“hhh... sepertinya aku tidak punya pilihan lain selain aku ikut denganmu, ya? So, kemana kita besok akan pergi?”
“aku yakin kau belum pernah keliling negri ini dengan mobil. Iya kan?”
“maksudmu...?”
“ya, kita akan keliling negri ini dengan mobil. Hanya kita berdua. Setelah itu, aku akan menikahimu di Tokyo”
Yamada menghentikan mobilnya karena sudah sampai di depan rumah Emily.
“kau membuatku semakin mencintaimu, Kei”
Emily hanya menatap Yamada Kei lalu menciumnya.
“trimakasih sudah mengantarku. Selamat malam, Yamada. Kutunggu kau besok pagi. Bye!”

Esok paginya, Yamada menjemput Emily. Setelah pamit dengan Mr. dan Mrs. Grey, mereka segera berangkat.
“kemana kau akan mengajakku, Yamada?”
“ke St. Clair Lake, di Detroit”
“apa?! I-itu jauh sekali dari sini, Yamada! Kau gila!”
“memang, tapi kita tidak sedang diburu waktu, kan?”
Yamada segera menjalankan mobilnya meninggalkan Manhattan. Sedangkan Emily masih belum paham juga mengapa mereka harus bepergian sejauh itu. Mereka mengambil rute I-80: Hackensack-Denville-Tannersville-White Haven-Almedia-Little Mountain-Winburne-Alaska-Austintown. Disini mereka mampir ke Cuyahoga Valley National Park, lalu melanjutkan ke Maumee. Dari Maumee mereka mengambil I-75 menuju Detroit.
 

Cuyahoga Valley National Park 

Cuyahoga Valley National Park


Hari demi hari berlalu. Tanpa terasa tanggal yang ditentukan untuk pernikahan Emily dan Kei tinggal menghitung hari. Emily pun sudah resign dari kantor itu digantikan dengan Nishida. Juga diadakan farewell party kecil-kecilan.
Yamada Kei sudah terlebih dahulu terbang ke Tokyo. Sedangkan Emily dan keluarganya juga mengajak Anna dan Danny Wang untuk kesana. Sore itu mereka sedang bersiap-siap untuk pergi ke bandara bersama-sama. Mereka berkumpul di rumah keluarga Grey.
“aku benar-benar tak menyangka kalau kau akhirnya akan menikah dengan si brengsek itu, Emily”
“apakah kau masih merasa sakit hati dengannya? Kita lulus sekolah sudah lama, Anna. Sudah bertahun-tahun dan kau masih menyimpan dendam kepadaya?”
“kalau ia belum meminta maaf kepadaku, aku belum bisa menghilangkan rasa ini darinya. Apalagi kalau ia sampai menyakitimu, Emily. Aku tambah tidak akan pernah bisa memaafkannya!”
“sudahlah, Anna. Nanti setibanya di Tokyo, aku akan bicara dengan Yamada Kei agar ia meminta maaf kepadamu. Bagaimana?”
“eh? Kau? Jangan, Danny!”
“mengapa? Bukankah itu yang kau butuhkan?”
“tidak, tidak! Aku tak mau ia marah kepadaku. Please, Danny...”
“kalau kau sudah kenal dekat dengannya, ia orang yang menyenangkan. Dan sebaiknya... kita berangkat ke bandara sekarang. Tentu saja kita tidak mau tertinggal pesawat, kan?”
Dengan memakai 2 taksi, mereka segera menuju JFK International Airport.
“tapi sepertinya aku tetap harus berterimakasih kepada si brengsek itu. Karena dia aku bisa liburan gratis ke Tokyo denganmu, Danny. Dan kalian semua!”
“bisakah kau memanggilnya dengan namanya, Anna?”
“ehem, calon istrinya marah kepadaku. Tapi aku ikut senang kalau kau bahagia, Emily. Bukankah ini yang kau impikan sedari dulu? Ini seperti mimpi bagiku. Kau masih ingat kan bagaimana ia dulu bertingkah dan bersikap kepada kita? Itulah mengapa aku memanggilnya si brengsek!”
Emily yang duduk di depan hanya tersenyum mendengar celotehan Anna yang duduk di belakang dengan Danny.
Mereka menunggu pesawat yang akan membawa mereka ke Tokyo sambil berbincang-bincang.
“kau tahu? Aku sebenarnya sangat gugup sekali. Hari pernikahanku tinggal menghitung hari”
“aku percaya. Setiap gadis yang akan menikah pasti gugup sekali”
“kuharap kau tidak akan gugup sewaktu kau besok menikah denganku, Anna”
“hahaha... aku dan Kei pasti akan hadir juga ke pernikahan kalian”
“hhh... itu masih lama, Emily. Oya, dimana orangtuamu?”
“ada di caffee itu. Mereka tidak bisa lepas dari kopi kurasa”
“hei, Emily. Kemana kalian akan berbulan madu?”
“aku belum memikirkan hal itu. Biarlah itu dipikirkan oleh Kei. Aku ikut saja kemana pun ia pergi. Tidak berbulan madu pun juga tidak apa-apa”
“tapi sepertinya ia akan membawamu ke tempat-tempat yang masih alami”
“darimana kamu tahu, Danny?”
“karena ia menyukai tempat-tempat seperti itu”
“ternyata di balik sikapnya yang brengsek seperti itu, ia bisa juga bersikap romantis. Kau sangat beruntung mendapatkannya, Emily”

Di bandara Tokyo, mereka sudah dijemput oleh Yamada Kei sendiri tanpa ditemani sopirnya.
“apa kabar, Mr. Grey, Mrs. Grey? Akhirnya kalian sampai juga disini kembali”
“kami baik. Kami juga senang bisa menginjakkan kaki di Tokyo lagi”
“Danny, Anna. Trimakasih kalian juga mau untuk datang kesini”
“siapa yang bisa menolak untuk liburan gratis. Iya kan, Anna”
“ya, tentu saja. Trimakasih sudah mengundang kami, Yamada”
“hai, Ms. Grey. Apa kabar? Sudah lama kita tidak bertemu”
“kalian sudah hampir menikah masih saja kau memanggilnya dengan seperti itu. Ini bukan di kantormu, Yamada!” Danny Wang menyela.
“oh, maaf. Aku hanya belum terbiasa saja, Danny. Menurutku... sekarang lebih baik kita segera menuju hotel tempat kalian menginap. Tentu kalian ingin segera beristirahat. Aku akan mengantar kalian”
“apakah kau tidak membawa sopirmu?”
“tidak, aku sendirian”
Yamada Kei segera membawa mereka menuju Grand Pacific Le Daiba yang terletak di Minato, Odaiba, Tokyo. Sesampainya di hotel, Yamada segera ke resepsion untuk mengambil kunci kamar yang sudah dipesannya.
“ini kunci kamar untuk kalian. Aku sudah memesan beberapa kamar untuk kalian selama di Tokyo. Aku juga memilihkan kalian kamar yang bisa melihat ke teluk Tokyo dan Rainbow Bridge. Semoga kalian menyukainya”
“trimakasih banyak atas apa yang telah kau lakukan ini, Yamada. Ini sudah lebih dari cukup. Bisa datang ke Tokyo lagi saja seperti mimpi bagi kami”
Beberapa concierge membawakan tas mereka menuju kamar yang sudah dipesan.