Jumat, 11 Desember 2015

MY SAKURA (bagian 19)



Sore itu, Yamada menemui Abby di pelabuahan. Rupanya Abby sudah ada di atas kapalnya. Abby melambaikan tangannya begitu ia sudah melihat Yamada.
“akhirnya kau datang juga. Kupikir kau tak akan datang”
“aku sudah janji kepadamu, kan? Dimana kekasihmu itu?”
“kau tahu tidak? Dia tidak jadi ikut denganku. Dia lebih mementingkan temannya daripada aku. Dia memang brengsek! Kupikir semua pria sama saja! Iya, kan?”
Yamada hanya tersenyum.
“ups, sorry. Kau juga pria. Yaaa... tidak semua sih. Tapi hampir semua pria itu brengsek! Aku benar, kan?”
“tapi aku bukan pria seperti itu, Abby”
“bagaimana kalau kau saja yang menjadi kekasihku?”
“no, thanx”
“mengapa? Apakah aku bukan tipemu?”
“sayangnya... iya”
“hhh... ya sudah! Ayo, kita berangkat sekarang! Aku tidak mau melewatkan sunset yang indah di Oriental Bay”
Mereka segera menuju Oriental Bay.
“aku tadi ditelpon Nishida kalau nanti malam papamu mengundangku untuk makan malam”
“ah, iya. Aku juga sudah mengundang David. Awas kalau dia nanti malam tidak juga datang!”

Yamada memakai jasnya lalu keluar dari kamarnya. Ia mengetuk pintu kamar Emily dan Emily segera membukakan pintunya.
“kau cantik sekali, Ms. Grey”
“trimakasih”
“apakah kau sudah siap?”
“tentu”
Dengan mengendarai mobil Nishida, mereka menuju rumah Mr. Roberts yang besar. Beberapa orang sudah hadir. Ternyata Mr. Roberts juga mengundang beberapa petinggi di kantor cabang Wellington. Setelah beramah tamah, mereka segera mulai makan malam. Emily dan Yamada duduk semeja dengan Mr. Roberts, Abby dan Mr. Thompson, wakil Mr. Roberts di kantor cabang Wellington ini.
“trimakasih kau sudah mau menghadiri acara ini, Yamada-san”
“aku juga mengucapkan trimakasih atas sambutan yang begitu istimewa ini”
“aku juga minta maaf karena baru bisa menyambutmu sekarang”
“tidak apa-apa. Sepertinya ini memang salahku karena datang dengan mendadak”
“aku tak menyangka. Terakhir kali kita bertemu kau masih sekolah. Tapi lihatlah kau sekarang. Sudah menjadi CEO besar dan sepertinya bisa melebihi papamu. Aku yakin akan hal itu”
“trimakasih, Mr. Roberts. Oya, aku juga ingin meminta sesuatu kepadamu, Mr. Roberts. Aku menginginkan Nishida untuk menjadi sekretarisku, kalau kau tidak keberatan tentu saja”
“bukankah Ms. Grey...”
“... mulai bulan depan aku sudah mengundurkan diri. Maafkan aku”
“oh, begitu. Kapan pun kau membutuhkan Nishida, Yamada-san. Dia akan selalu siap”
“thank you, Mr. Roberts”
“mengapa kau akan mengundurkan diri, Ms. Grey. Bukankah posisimu sudah bagus? Kau seharusnya senang bisa bekerja dengan Yamada. Bukankah begitu, Yamada?” Abby bertanya.
“eh, itu sebenarnya...”
“... Ms. Grey ingin melanjutkan sekolahnya. Aku tidak bisa menghalanginya, kan?”
“ya, itu benar”
“sepertinya juga sudah lama sekali papamu tidak berkunjung kesini” Mr. Thompson bertanya.
“iya, papa sekarag malah lebih sering mengurus perusahaan cabang Tokyo dengan pamanku”
“apakah Yamada Ryuu?”
“ya, anda benar”
Setelah makan malam pun mereka melanjutkan acara di ruang tengah. Berbincang santai sambil membicarakan hal-hal yang menyangkut perusahaan Yamada Group yang ada di Wellington itu. Waktu itu Yamada mendekati Abby yang sedang mengambil minumnya.
“dimana kekasihmu itu? Apakah dia tidak datang lagi?”
“sudahlah, Yamada. Jangan menggodaku terus dan jangan membicarakan dia lagi!”
“mengapa?”
“aku tidak akan menjawabnya”
“bagaimana hubunganmu dengannya?”
“aku mencintainya, Yamada. Tapi sepertinya dia tidak terlalu serius dengan hubungan kami”
“menurutku kau harus lebih fokus pada sekolahmu dulu. Kalau suatu saat ia memang jodohmu, aku yakin dia akan kembali kepadamu lagi”
“menurutmu begitu?”
“yakinlah. Aku tidak bohong”
Yamada hanya tersenyum kecil lalu meninggalkan Abby.
Menjelang hampir tengah malam, Yamada dan Emily meninggalkan rumah Mr. Roberts menuju hotel mereka. Terlihat Emily menguap beberapa kali.
“tidurlah sebentar kalau kau sudah mengantuk. Begitu sampai, aku akan membangunkanmu”
Sebentar saja Emily sudah tertidur dengan pulasnya. Begitu sampai di parkiran hotel, Yamada menghentikan laju mobilnya.
“kita sudah sampai Ms. Grey”
Ia melihat Emily masih tertidur. Dengan perlahan ia menyentuh pundak Emily.
“Emily...?”
“eh, kita sudah sampai ya. Maaf, aku ketiduran”
“tidak apa-apa”
Mereka segera menuju kamar mereka. Setelah tiba di depan kamar Emily...
“sebaiknya kau segera istirahat lagi. Karena besok kita ada pertemuan dengan Mr. Roberts pagi-pagi”
“ya, kau juga. Selamat malam, Yamada-san”
“selamat malam, Ms. Grey”
Selama di Wellington, mereka juga berjalan-jalan di sekitar kota itu. Terutama pergi ke danau-danau yang memang banyak terdapat disana. Memang, Selandia Baru adalah negara terindah kedua di dunia setelah Switzerland.


Seperti sore itu, mereka berjalan-jalan di Wellington Writers Walk di tepi Oriental Bay. Banyak sekali orang-orang yang menghabiskan sisa sore itu disana.
“oya, Yamada. Aku ingin megucapkan banyak terimakasih kepadamu. Kau membawaku serta ke negri ini. Kalau kau tak membawaku, entah sampai kapan aku bisa menginjakkan kakiku disini. Negri ini sangat indah”
“kalau kau mau, kita bisa mengundurkan jadwal kepulangan kita”
“tidak perlu. Bukankah kau sudah ditunggu papamu di Tokyo?”
“ya, tapi aku bisa membuat sebuah alasan kalau pekerjaan kita belum selesai disini”
“tidak. Kita tetap akan pulang besok pagi. Bukankah sudah lama juga aku tidak ke Tokyo? Pasti sekarang sudah semakin maju, ya. Aku mungkin sudah lupa dengan seluk-beluk kota itu”
“bagaimana dengan rumahmu yang dulu?”
“kami sudah menjualnya. Di Tokyo kami memang sudah tidak punya apa-apa lagi. Bagaimana kalau kita besok pergi ke sekolah kita yang dulu?”
Yamada haya tersenyum kecil.
“mengapa? Apakah kau keberatan?”
“tidak. Aku yang tinggal di Tokyo saja tidak pernah kesana lagi semenjak aku lulus dari sana”
“hei... apakah kau juga akan membawaku ke tempat-tempat yang indah di Tokyo sana?”
“tentu saja. Aku yakin sekali kalau kau belum pernah berkunjung ke tempat-tempat itu sewaktu kau kecil dulu”
“yaahhh... walaupun sudah pernah pun aku juga pasti sudah lupa”
“sebenarnya ada banyak tempat yang indah disana. Kalau mau berkunjung ke semua, itu butuh waktu yang lumayan panjang. Sayang sekali, kita disana hanya 3 hari”
“itu sudah cukup. Kapan-kapan aku bisa kesana lagi. Maksudku kesana dalam rangka liburan. Bukan pekerjaan seperti ini”
“aku akan menemanimu. Kenapa? Kau keberatan?”
“eh, m-maksudku...”
“kalau kau akan pergi ke Tokyo untuk yang kedua kalinya, aku pastikan kalau saat itu kau sudah menjadi istriku”
“what?!”
“begitu tiba di Tokyo, kau harus ikut ke rumahku. Kau akan kuperkenalkan dengan papaku dan Oji-san”
“kau jangan membuatku gugup, Yamada”
“dan begitu kita tiba kembali di Manhattan, aku ingin bertemu dengan kedua orangtuamu. Aku ingin melamarmu dan menikahimu”
“i-ini terlalu cepat buat kita... eh, buatku, Yamada”
“dan aku tidak peduli, Ms. Grey”
Yamada bersandar di tepian pagar sambil menatap laut, menelpon seseorang dan membelakangi Emily. Emily hanya bisa terdiam sambil masih terus menatap punggung Yamada.
“apa kabar, Oji-san?”
“Kei-kun? Kabarku baik-baik saja. Bagaimana denganmu? Ada berita apa ini tiba-tiba kau menelponku?”
“aku besok akan ke Tokyo. Mungkin hanya sebentar. Juga... sebenarnya...”
“Kei-kun?”
“ah, besok akan kujelaskan kalau aku sudah tiba disana saja, Oji-san”
“dimana kau sekarang?”
“aku sedang di kantor cabang Wellington. Ada keperluan disini. Dan besok adalah hari terakhirku disini. Apakah papa tidak pergi?”
“dia ada di rumah. Sekarang dia jarang pergi”
“aku juga ingin bertemu dengannya besok”
“sepertinya penting sekali”
“begitulah. Makanya besok aku ingin bertemu denganmu dan papa”
“baiklah, aku akan menunggumu. Apakah kau perlu di jemput? Jam berapa penerbanganmu tiba disini?”
“tidak perlu, kami akan naik taksi saja”
“kami? Sedang bersama siapa kau, Kei-kun?”
“ehm... itu... sudahlah, Oji-san. Besok aku akan bicara semuanya. Bye”
Tanpa sempat memberi kesempatan kepada Ryuu untuk mengucapkan sepatah katapun lagi, Kei langsung menutup telponnya. Lalu berbalik kepada Emily.
“aku takut, Yamada”
“apa yang kau takutkan, Ms. Grey?”
“semuanya. Sepertinya aku tak pantas bersanding denganmu. Lihatlah dirimu! Kau seorang pemimpin perusahaan besar, Yamada!”
“bisakah kau hentikan omong kosongmu itu, Ms. Grey!”
Emily terkejut. Mulutnya terkatup rapat. Ia tak menyangka kalau Kei akan membentaknya seperti itu.
“aku tak perduli itu semua. Kalau memang itu harus kulepaskan semuanya untuk mendapatkanmu, aku akan melepasnya!”
Emily masih diam membisu dan membuat Yamada tidak enak hati.
“maafkan aku. Kemarilah”
Yamada lalu memeluk Emily.
“apa yang kau takutkan?”
“keluargamu. Aku takut kalau ternyata mereka tidak bisa menerima kehadiranku”
“untuk apa kau mengkhawatirkan hal-hal yang belum mungkin terjadi? Aku benar, kan?”
Emily hanya menganggukkan kepalanya.

Emily dan Yamada sudah sampai di Tokyo. Dengan naik taksi, mereka segera menuju hotel yang sudah dipesan untuk bermalam Emily.
“trimakasih, Yamada. Kau tak perlu membantu membereskan barang-barangku. Lebih baik kau segera pulang ke rumahmu untuk istirahat. Mungkin keluargamu sudah menantimu disana”
“ya, kau benar. Aku harus pergi sekarang. Aku akan secepatnya menelponmu kembali. Bye”
Yamada segera meninggalkan hotel itu menuju rumahnya dengan menggunakan taksi yang sama. Taksi berhenti di lobi rumahnya. Nampak sepi. Ia bertanya kepada tukang kebunnya yang mengangguk hormat kepadanya.
“kemana semua orang? Sepi sekali”
“tuan Yamada Yasuo ada di belakang”
“oh, oke. Trimakasih”
Setelah meletakkan kopornya, Yamada segera ke teras belakang. Ia melihat papanya sedang duduk disana sambil sibuk dengan kertas dan penanya.
“apa yang sedang papa lakukan?”
“Kei-chan? Kau sudah datang. Apa kabar?”
“baik. Bagaimana kabar papa?” Kei bertanya sambil duduk di dekat papanya.
“seperti yang kau lihat. Aku baik-baik saja”
“apa yang sedang papa kerjakan?”
“aku memang di rumah tapi tetap saja aku bekerja mengurusi perusahaan yang disini dengan Ryuu. Mengapa kau tidak minta jemput?”
“tidak apa-apa. Apakah nanti malam papa ada acara?”
“sebentar... sepertinya tidak. Ada apa?”
“aku hanya ingin makan malam dengan papa dan Oji-san”
“tidak seperti biasanya. Apakah ada yang kau sembunyikan dari papa?”
“we’ll see. Aku ke kamar dulu, pa. Aku juga akan menelpon Oji-san”
Tanpa menunggu persetujuan dari papanya, Kei segera menuju kamarnya yang ada di atas sambil menelpon Yamada Ryuu.
“apa kabar, Oji-san?”
“kau, Kei-kun? Aku baik-baik saja. Dimana kamu? Apakah kau sudah sampai Tokyo?”
“ya, aku baru saja sampai. Apakah nanti malam ada acara?”
“tidak, ada apa?”
“aku ingin mengundangmu makan malam, Oji-san”
“ada apa ini? Tidak biasanya”
“hhh... papa tadi juga bicara seperti itu”
“tentu saja. Kau tidak pernah bertingkah seperti itu”
“sebenarnya aku ingin bicara dengan kalian semua”
“bicara apa?”
“aku akan memberitahu kalian pada saat acara makan malam nanti. Aku menunggumu, Oji-san”
Setelah menelpon Ryuu, ia lalu menelpon Emily.
“nanti malam aku akan menjemputmu. Akan ada acara makan malam di rumahku”
“secepat ini?”
“ya, aku tak mau menghabiskan waktu terlalu lama, Ms. Grey. Lagipula kita juga tidak lama di Tokyo. Apakah kau keberatan?”
“tidak, aku akan siap”
“kalau ternyata tidak berjalan sesuai keinginan kita, kita hadapi bersama-sama”
“ya, pasti. Aku yakin kita bisa menghadapi ini semua”

Malam itu, Ryuu sudah sampai di rumah Yasuo.
“dimana anak itu?”
“kalau yang kau maksud adalah Kei, dia malah menghilang entah kemana”
“katanya ada yang ingin dibicarakannya di acara makan malam ini”
“entahlah. Nah, itu dia!”
“kau juga sudah datang, Oji-san. Maaf, aku terlambat. Oya, tentu kalian sudah mengenal Ms. Grey”
“ya, tentu. Bukankah dia sekretaris barumu, Kei-chan?”
“iya, pa”
“kami juga pernah bertemu. Bagaimana kabarmu, Emily?”
“aku baik-baik saja. Senang bisa bertemu dengan kalian lagi”
“silahkan masuk, Ms. Grey” ucap Yamada Yasuo.
“trimakasih, Yamada-san”
Mereka lalu menuju ruang makan. Seorang pelayan melayani mereka ber-empat.
“sepertinya belum lama kau menjadi sekretaris pribadi Kei-chan. Benar begitu, Ms. Grey?”
“ya, benar”
“kuharap kau betah bekerja disana”
“eh, aku...”
“... sebenarnya mulai bulan depan Ms. Grey sudah tidak bekerja untukku lagi, pa”
“mengapa? Apakah pindah ke kantor cabang?”
“tidak juga. Dia ingin meneruskan sekolahnya. Makanya ia mengundurkan diri”
“apakah itu betul, Ms. Grey?”
“iya, benar. Maafkan aku”
“tidak apa-apa. Kita harus menghargai keputusan orang lain kan? Semoga kau sukses dengan sekolahmu”
“trimakasih”
“bagaimana kesanmu selama bekerja untuk dia, Ms. Grey?” Ryuu bertanya.
“eh, itu...”
Emily melirik Yamada Kei yang duduk di sebelahnya. Namun Kei malah masih sibuk dengan makanannya.
“aku mendapat pengalaman yang sangat berharga sekali darinya. Bisa menjadi seorang sekretaris CEO besar seperti dia. Itu bisa menambah pengalamanku di masa yang akan datang. Trimakasih”
“apakah kau juga pernah kena omelannya, Ms. Grey? Hahaha... aku tahu sekali jika Kei-chan orang yang selalu menuntut kesempurnaan”
“tidak seperti itu juga, papa”
“bagaimana hubungan kalian? Eh... maksudku, bukankah kalian teman sekolah waktu kecil? Dan sekarang kalian bekerja di satu atap”
“itu yang ingin kubicarakan sekarang, Oji-san”
“oya, aku jadi ingat. Bukankah kau memang mengundangku kesini karena kau ingin membicarakan hal yang penting?”
Emily menghentikan makannya dan menunduk.
“ya, benar. Aku mengundang kalian karena...”
Kei menghentikan kalimatnya.
“ada apa, Kei-chan?”
“hhh... mungkin ini terlalu cepat buat kalian. Tapi, aku ingin menikah”
“menikah? Dengan siapa, Kei-chan?”
“aku ingin menikah dengan Ms. Grey. M-maksudku Emily Grey”
Suasana sesaat hening. Yasuo dan Ryuu juga menghentikan makannya sambil masih terus menatap Emily dan Kei secara bergantian. Lalu...
“apa aku tidak salah dengar, Kei-kun?”
“tidak, Oji-san”
Kei menatap papanya yang sedari tadi hanya terdiam.
“papa..?” ucap Kei dengan hati-hati.
Kei terkejut sewaktu papanya tiba-tiba berdiri dan meninggalkan ruangan itu.
“papa!”
Kei mengikuti papanya ke ruangan sebelah.
“Emily, apakah apa yang dikatakan oleh Kei tadi benar?”
“i-iya. Maaf kalau itu membuat kalian tidak berkenan. Aku tidak akan memaksakan diriku. Aku sudah bilang hal ini kepada Yamada jauh-jauh hari. Aku memang sepertinya tidak pantas untuk bisa masuk ke keluarga Yamada”
“kau tahu, Emily? Hal ini sudah kutunggu-tunggu sedari dulu”
“eh?”
“sebenarnya anak itu sudah menyukaimu sedari dulu. Tapi karena adat dan tradisi keluarga Yamada, dia tidak bisa memilikimu sedari dulu. Jadi kalau sekarang ia ingin menikah dengan orang yang dicintainya, aku ikut senang. Kau tidak perlu khawatir, aku akan membantu kalian untuk menjelaskannya kepada papa Kei. Kau tidak perlu berkecil hati seperti itu, Emily. Justru aku mengucapkan banyak trimakasih kepadamu. Hanya denganmu saja Kei bisa bahagia”

“aku perlu bicara denganmu, Kei-chan!”
“iya, pa”
“siapa yang menyuruhmu untuk menentukan sendiri siapa istrimu, ha?! Kau sudah tidak menghargai keluarga ini lagi? Tiba-tiba datang tanpa pemberitahuan dan mengabarkan akan menikah dengan orang yang aku tidak tahu asal usulnya. Apa dia pantas untukmu? Apa dia pantas masuk ke keluarga kita? Apa dia bisa menjunjung nilai-nilai dan kehormatan keluarga kita? Apa dia pantas untuk menyandang gelar sebagai Nyonya Yamada, ha?!”
Kei hanya diam menundukkan kepalanya sambil masih berdiri di tempatnya semula.
“mengapa kau hanya diam saja?”
“aku tidak tahu tentang itu semua, pa. Yang aku tahu, aku sudah mencintainya semenjak dulu. Maafkan aku kalau ternyata hal ini membuatmu kecewa”
“jelas sekali kau sudah membuatku kecewa, Yamada Kei!”
Yamada Yasuo melempar sebuah katana yang ada di dinding di sampingnya kepada Kei. Reflek Kei menangkapnya.
“kalau kau bisa mengalahkanku, maka kau bisa menikahi gadis itu”
“aku tidak mau bertarung denganmu, pa”
“aku tidak memberimu pilihan, Kei-chan”
Dengan cepat Yamada Yasuo menyerang Kei dengan gencarnya. Kei hanya menghidarinya saja, itupun ia sampai kewalahan. Kemampuan Yasuo juga tidak bisa dianggap main-main.
“mengapa kau tidak menyerangku?”
“sudahlah, pa”
Dengan cepat ujung pedang Yasuo menempel di leher Kei. Lalu datanglah Ryuu.
“sudah! Sudah! Apa yang sedang kalian lakukan?! Kalian seperti anak kecil!”
“kau tidak perlu ikut campur urusan ini, Ryuu”
“bisakah kita selesaikan masalah ini dengan kepala dingin?”
Yasuo melempar pedangnya lalu menghempaskan dirinya di sofa ruang tengah itu. Dengan perlahan Ryuu duduk di sampingnya.
“Kei bukan anak kecil lagi, Yasuo. Yang bisa kau gerakkan sesuai keinginanmu. Dia bebas menentukan dengan siapa ia ingin menikah”
“bawa gadis itu kemari!”
Kei segera meninggalkan ruangan itu menemui Emily yang masih terdiam di tempat duduknya.
“Emily...”
“Kei, sebaiknya aku pulang sekarang saja. Sepertinya ini bukan waktu yang tepat”
“papa ingin bertemu denganmu”
“papamu? Oh, tidak, tidak. Aku pulang saja”
“... please...”
Kei menggandeng tangan Emily menuju ruang tengah. Masih dengan langkah yang agak ragu sambil memegang tangan Kei dengan erat. Mereka berdua hanya berdiri mematung di hadapan Yasuo dan Ryuu yang duduk di sofa. Yasuo lalu beranjak dari duduknya dan mendekati Emily.
“maafkan aku, Ms. Grey. Maafkan atas sikapku yang barusan. Hhh... Kei anak kesayanganku. Anakku satu-satunya. Aku tidak mau ia mendapat istri orang sembarangan. Aku pun belum mengenalmu secara pribadi”
“aku juga minta maaf, Yamada-san. Mungkin aku memang bukan calon istri yang baik untuk Kei. Tapi kuharap ia nantinya bisa mendapatkan istri yang baik, yang melebihi segalanya daripada aku”
“kau tidak perlu merendah seperti itu, Ms. Grey. Rupanya kau belum mengerti juga maksud ucapanku. Aku BELUM mengenalmu. Untuk itu, aku ingin mengenalmu lebih jauh. Aku juga ingin bertemu dengan kedua orang tuamu”
“eh?”
“papa?”
“mengapa kalian kaget? Aku tidak bisa serta merta menerima ia menjadi menantuku, kan? Aku harus lebih mengenalnya dan juga keluarganya dulu. Dan aku yakin kalau kau dari keluarga baik-baik. Oya, kapan kita akan ke rumah Ms. Grey, Kei-chan?”
“kami disini hanya 3 hari. Setelah itu kami akan kembali ke Manhattan. Mungkin setelah itu kita bisa berkunjung ke rumahnya,” jawab Yamada Kei dengan antusias,”benar kan, Ms. Grey?”
Emily tidak bisa berkata apa-apa. Ia hanya gugup, takut dan senang menjadi satu.
“apakah maksudmu kau merestui mereka, Yasuo?”
“belum, tapi akau harus bertemu dengan keluarganya dulu. Setelah itu, baru aku akan memutuskan apakah aku akan merestui kalian ataukah tidak”
“trimakasih atas kesempatan yang kau berikan kepada kami, pa”
“aku menyayangimu, Kei-chan”
Kei mendekati papanya dan memeluknya dengan erat.
Pagi itu sesudah sarapan, Kei nampak rapi dan segera menuju garasinya.
“kau mau kemana, Kei-chan?”
“aku akan keluar sebentar. Aku akan menemani Emily berkeliling kota ini”
Yasuo berjalan mendekatinya.
“apakah kau benar-benar mencintainya?”
“papa tak perlu meragukan hal itu lagi. Kenapa?”
“aku percaya kepadamu, Kei-chan. Selama ini kau tidak pernah membawa pulang seorang gadis untuk kau perkenalkan kepadaku. Atau... mendengar kau membicarakan seorang gadis. Baru kali ini kau melakukan hal itu. Jadi, aku percaya kepadamu, Kei-chan. Pergilah. Sampaikan salamku untuknya”
“tentu”
Kei mengendarai mobilnya menuju hotel tempat menginap Emily. Setelah sampai di depan kamar Emily, ia mengetuk pintunya perlahan. Sebentar kemudian pintu terbuka dari dalam.
“selamat pagi, Ms. Grey”
“selamat pagi, Yamada”
“aku akan mengajakmu keliling Tokyo hari ini. Apakah kau sudah siap?”
“sekarang? Tentu saja, asalkan tidak memakai motor”
“kenapa?” Yamada Kei hanya tersenyum kecil karena ingat dengan kejadian di Wellington dulu.
“karena aku tidak mau, itu saja!”
“oke, oke”
Yamada menunggu Emily dengan duduk di ujung ranjang.
“bagaimana kabar papamu, Yamada?”
“baik”
“maksudku... apakah dia masih marah kepadamu?”
“tidak. Dia bahkan tahu kalau hari ini aku pergi denganmu. Dia juga menitipkan salam untukmu. Aku optimis sekali kalau papaku pasti akan merestui kita”
“jangan menarik kesimpulan sendiri sebelum papamu bertemu dengan kedua orangtuaku”
“hei, mengapa kau jadi pesimis seperti itu, Ms. Grey?”
“bukannya pesimis. Tapi setelah melihat kejadian semalam...”
“sudah kubilang. Tak perlu memikirkan hal-hal yang belum terjadi”
“aku bangga kepadamu, Yamada. Kau sangat menghormati papamu walaupun aku tahu sebenarnya kau marah kepadanya waktu itu”
Tiba-tiba ponsel Yamada berbunyi, dari Mr. Malkovich.
“ada apa, Mr. Malkovich? Ya, mungkin lusa aku sudah tiba disana kembali. Ya, baik. Akan aku usahakan. Trimakasih”
Yamada melihat Emily sudah berdiri di hadapannya.
“aku sudah siap. Bisakah kita berangkat sekarang? Kemana kau akan membawaku kali ini?”
“kau cantik sekali, Ms. Grey”
“ehm... trimakasih dan sebaiknya kita pergi sekarang sebelum hari semakin siang, Yamada”
Yamada hanya tersenyum kecil lalu meninggalkan hotel itu menuju suatu tempat. Ia mengarahkan mobilnya menuju Asakusa. Setelah mencari tempat parkir, mereka segera berjalan kaki menyusuri sebuah gang yang tidak terlalu besar yang di kanan dan kirinya banyak orang berjualan pernak-pernik dan makanan.
“tempat apa ini?”
“ini namanya Asakusa. Disini ada sebuah kuil Budha yang sangat populer yang bernama Sensoji. Asakusa merupakan salah satu distrik di Tokyo, dimana suasana Tokyo dari dekade terakhir bertahan”
“dimana kuilnya?”
“ada disana. Jalan ini dinamakan jalan Nakamise dan bisa membawa kita ke kuil itu. Kalau kau mau, kita juga bisa naik jinrikisha itu. Dengan biaya sekitar 9000 yen, kita bisa naik selama 30 menit”
“ah, tidak. Aku tidak mau”
“kenapa?”
“kasihan orang itu. Kita berdua naik, sedangkan orang itu menarik kita dengan kedua tangannya. Apa orang-orang yang naik tidak kasihan dengannya?”
“itu kendaraan disini. Banyak wisatawan yang memakainya. Tapi kalau kau tidak mau tidak apa-apa. Kita berjalan kaki saja”
“ya, lagipula kita bisa melihat pernak-pernik yang dijual disini”
Emily terlihat antusias sekali. Sepertinya ia kagum dengan kota kelahirannya itu.
“ramai sekali disini, Yamada”
“tentu saja. Selama berabad-abad, Asakusa digunakan untuk menjadi kawasan hiburan terkemuka di Tokyo. Selama periode Edo tahun 1603-1867, Asakusa adalah situs kabuki teater dan distrik lampu merah yang besar. Baru pada akhir 1800an dan awal 1900an, jenis hiburan modern, termasuk bioskop, menginjakkan kaki mereka di Asakusa ini”
“kau seperti guide pribadiku, Yamada. Lanjutkanlah!”
“aku senang kalau kau menyukainya, Ms. Grey. Namun, sebagian besar Asakusa hancur dalam perang dunia kedua. Tapi kemudian sudah dibangun kembali. Disini juga ada Tokyo Skytree yang tingginya 634 meter yang sudah dibuka. Kita bisa berjalan kaki selama 20 menit melintasi Sungai Sumida kalau nanti kau mau kesana. Dan itu menyebabkan meningkatnya wisatawan baru”
“kemanapun kau mengajakku, Yamada. Aku tak tahu banyak tentang daerah ini”
“seharusnya kau tetap belajar tentang asal usulmu dimana pun kau berada, Ms. Grey”
“sekarang sudah tidak perlu lagi, sudah ada kamu”

Jinrikisha

 
Asakusa Kannon Temple
 
  Nakamise, Asakusa

Pernak-pernik di Asakusa

Mereka menghabiskan hari itu disana dan di sekitaran Tokyo. Malamnya, Yamada mengajak Emily pergi ke Tokyo Tower. Terlihat lampu berkerlap-kerlip di bawah sana.
“lusa kita sudah harus pulang ke Manhattan dan mengerjakan segala rutinitas yang melelahkan lagi”
“perusahaamu tidak bisa kau tinggal lama-lama, Yamada”
“aku sebenarnya tidak ingin kau mengundurkan diri dari pekerjaanmu, Ms. Grey”
Yamada memeluk Emily dari belakang.
“kau bisa menemuiku kapan saja kau ada waktu. Bukankah kau juga sudah meminta Nishida-san untuk bekerja untukmu?”
“kau jadi mengingatkanku untuk menelpon Mr. Roberts lagi. Akan kusuruh secepatnya Nishida datang ke Manhattan. Setidaknya sebelum kau pergi, dia sudah tahu apa saja tugasnya”
“sebenarnya... aku juga ingin bertanya kepadamu. Benarkah kau akan langsung ke rumahku setibanya kita di Manhattan?”
“tentu”
“apakah papamu akan ikut?”
“aku belum tahu. Aku harus menanyakan hal itu dulu kepadanya”
“aku yakin pasti orang tuaku akan terkejut mendengar berita ini. Mereka masih terpukul karena aku kemarin putus dengan Ryunosuke. Karena mereka sangat berharap hubungan kami bisa lebih jauh lagi. Mereka terlanjur menyukai Ryunosuke”
“bagaimana kalau mereka juga tidak menyukaiku?”
“sepertinya tidak begitu. Mereka menghormati apapun keputusanku. Ataupun dengan siapa aku ingin menikah. Lagipula, mereka juga sudah mengenalmu, kan?”
“aku ingin segera menikah denganmu dan menjadikanmu Mrs. Yamada. Aku ingin semua orang memanggilmu dengan nama itu. Aku akan melangsungkan pesta pernikahan kita di Manhattan dan Tokyo. Akan kubuat semeriah mungkin”
“jangan mengkhayal dulu, Yamada. Kita jalani saja kehidupan ini. Kita tidak tahu apa yang akan terjadi ke depannya, kan? Beberapa waktu yang lalu aku masih berpikir bahwa suamiku Ryunosuke. Tapi nyatanya?”
Yamada hanya terdiam. Dari sudut matanya, ia melihat sebuah benda mengkilat. Ia segera memeluk Emily menghindar hingga terjatuh di lantai. Ternyata sebuah pisau kecil dan menancap di tiang! Emily sampai meringis kesakitan karena tertimpa tubuh Yamada.
“apa yang kau lakukan, Yamada!”
Tanpa menjawab pertanyaan Emily, Yamada buru-buru bangkit dan menuju sumber pisau tersebut berasal. Namun, ia tak menemukan apa-apa. Hanya sekelebat bayangan yang sudah menghilang di balik pintu lift yang tertutup dan turun ke lantai paling bawah.
“apa yang sebenarnya terjadi?”
“aku tidak tahu. Sepertinya ada seseorang yang ingin mencelakai kita”
“mencelakai kita? Aku tidak punya musuh. Kau tahu kalau baru sekali ini aku kesini. Ataukah kau...?”
“hhh... entahlah. Sebaiknya kita pulang saja. Aku tak ingin terjadi hal-hal yang tidak kita inginkan”
Sepanjang perjalaan menuju hotel dimana Emily menginap, Yamada hanya diam membisu. Sesampainya di depan kamar Emily...
“sebaiknya kau masuk dulu, Yamada”
Dengan langkah gontai, Yamada segera duduk di depan meja rias yang ada di dalam kamar hotel Emily.
“sedari tadi kau hanya diam saja. Ada apa, Yamada? Terus terang kau membuatku khawatir”
“aku tidak apa-apa, Emily”
“apakah kau masih memikirkan kejadian tadi?”
“aku hanya takut terjadi apa-apa denganmu”
“maksudmu?”
“aku tak ingin membuatmu khawatir, itu saja”
“anggap saja itu hanya orang iseng. Dan sebaiknya kau pulang sekarang. Malam sudah larut sekali. Bukankah besok kau akan membawaku berkeliling lagi?”
“ya”
Yamada berdiri dan melangkah ke pintu.
“aku pergi dulu, Ms. Grey. Jangan membukakan pintu untuk orang yang tidak kamu kenal. Ini demi keselamatanmu sendiri”
“kau jangan membuatku takut, Yamada”
“hanya untuk berjaga-jaga saja tidak ada salahnya. Kalau ada apa-apa, segera telpon aku”
“tentu”
Setelah Yamada pergi, barulah Emily menutup pintu kamarnya rapat-rapat. Memfungsikan semua kunci yang ada di pintu kamarnya. Namun ia kaget begitu ia membalikkan badannya. Seorang pemuda sudah berdiri dengan tegap di hadapannya.
“owh! S-siapa kau?”
“tak perlu kau tahu siapa aku. Aku hanya ingin kau memutuskan hubunganmu dengan Yamada Kei. Menjauhlah dari kehidupannya!”
“siapa kau berani-beraninya mengatur hidupku?!”
“keputusan ada di tanganmu. Kalau kau masih melanjutkan hubunganmu dengannya, maka kau yang akan mati. Pikirkan hal itu baik-baik, Ms. Emily Grey”
Pemuda itu dengan cepat melompat dari jendela kamar Emily. Emily masih diam terpana dan terduduk lemas di tepi ranjangnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar