Sore
itu, Yamada menemui Abby di pelabuahan. Rupanya Abby sudah ada di atas
kapalnya. Abby melambaikan tangannya begitu ia sudah melihat Yamada.
“akhirnya
kau datang juga. Kupikir kau tak akan datang”
“aku
sudah janji kepadamu, kan? Dimana kekasihmu itu?”
“kau
tahu tidak? Dia tidak jadi ikut denganku. Dia lebih mementingkan temannya
daripada aku. Dia memang brengsek! Kupikir semua pria sama saja! Iya, kan?”
Yamada
hanya tersenyum.
“ups,
sorry. Kau juga pria. Yaaa... tidak semua sih. Tapi hampir semua pria itu
brengsek! Aku benar, kan?”
“tapi
aku bukan pria seperti itu, Abby”
“bagaimana
kalau kau saja yang menjadi kekasihku?”
“no,
thanx”
“mengapa?
Apakah aku bukan tipemu?”
“sayangnya...
iya”
“hhh...
ya sudah! Ayo, kita berangkat sekarang! Aku tidak mau melewatkan sunset yang
indah di Oriental Bay”
Mereka
segera menuju Oriental Bay.
“aku
tadi ditelpon Nishida kalau nanti malam papamu mengundangku untuk makan malam”
“ah,
iya. Aku juga sudah mengundang David. Awas kalau dia nanti malam tidak juga
datang!”
Yamada
memakai jasnya lalu keluar dari kamarnya. Ia mengetuk pintu kamar Emily dan
Emily segera membukakan pintunya.
“kau
cantik sekali, Ms. Grey”
“trimakasih”
“apakah
kau sudah siap?”
“tentu”
Dengan
mengendarai mobil Nishida, mereka menuju rumah Mr. Roberts yang besar. Beberapa
orang sudah hadir. Ternyata Mr. Roberts juga mengundang beberapa petinggi di
kantor cabang Wellington. Setelah beramah tamah, mereka segera mulai makan
malam. Emily dan Yamada duduk semeja dengan Mr. Roberts, Abby dan Mr. Thompson,
wakil Mr. Roberts di kantor cabang Wellington ini.
“trimakasih
kau sudah mau menghadiri acara ini, Yamada-san”
“aku
juga mengucapkan trimakasih atas sambutan yang begitu istimewa ini”
“aku
juga minta maaf karena baru bisa menyambutmu sekarang”
“tidak
apa-apa. Sepertinya ini memang salahku karena datang dengan mendadak”
“aku
tak menyangka. Terakhir kali kita bertemu kau masih sekolah. Tapi lihatlah kau
sekarang. Sudah menjadi CEO besar dan sepertinya bisa melebihi papamu. Aku
yakin akan hal itu”
“trimakasih,
Mr. Roberts. Oya, aku juga ingin meminta sesuatu kepadamu, Mr. Roberts. Aku
menginginkan Nishida untuk menjadi sekretarisku, kalau kau tidak keberatan
tentu saja”
“bukankah
Ms. Grey...”
“...
mulai bulan depan aku sudah mengundurkan diri. Maafkan aku”
“oh,
begitu. Kapan pun kau membutuhkan Nishida, Yamada-san. Dia akan selalu siap”
“thank
you, Mr. Roberts”
“mengapa
kau akan mengundurkan diri, Ms. Grey. Bukankah posisimu sudah bagus? Kau
seharusnya senang bisa bekerja dengan Yamada. Bukankah begitu, Yamada?” Abby
bertanya.
“eh,
itu sebenarnya...”
“...
Ms. Grey ingin melanjutkan sekolahnya. Aku tidak bisa menghalanginya, kan?”
“ya,
itu benar”
“sepertinya
juga sudah lama sekali papamu tidak berkunjung kesini” Mr. Thompson bertanya.
“iya,
papa sekarag malah lebih sering mengurus perusahaan cabang Tokyo dengan
pamanku”
“apakah
Yamada Ryuu?”
“ya,
anda benar”
Setelah
makan malam pun mereka melanjutkan acara di ruang tengah. Berbincang santai
sambil membicarakan hal-hal yang menyangkut perusahaan Yamada Group yang ada di
Wellington itu. Waktu itu Yamada mendekati Abby yang sedang mengambil minumnya.
“dimana
kekasihmu itu? Apakah dia tidak datang lagi?”
“sudahlah,
Yamada. Jangan menggodaku terus dan jangan membicarakan dia lagi!”
“mengapa?”
“aku
tidak akan menjawabnya”
“bagaimana
hubunganmu dengannya?”
“aku
mencintainya, Yamada. Tapi sepertinya dia tidak terlalu serius dengan hubungan
kami”
“menurutku
kau harus lebih fokus pada sekolahmu dulu. Kalau suatu saat ia memang jodohmu,
aku yakin dia akan kembali kepadamu lagi”
“menurutmu
begitu?”
“yakinlah.
Aku tidak bohong”
Yamada
hanya tersenyum kecil lalu meninggalkan Abby.
Menjelang
hampir tengah malam, Yamada dan Emily meninggalkan rumah Mr. Roberts menuju
hotel mereka. Terlihat Emily menguap beberapa kali.
“tidurlah
sebentar kalau kau sudah mengantuk. Begitu sampai, aku akan membangunkanmu”
Sebentar
saja Emily sudah tertidur dengan pulasnya. Begitu sampai di parkiran hotel,
Yamada menghentikan laju mobilnya.
“kita
sudah sampai Ms. Grey”
Ia
melihat Emily masih tertidur. Dengan perlahan ia menyentuh pundak Emily.
“Emily...?”
“eh,
kita sudah sampai ya. Maaf, aku ketiduran”
“tidak
apa-apa”
Mereka
segera menuju kamar mereka. Setelah tiba di depan kamar Emily...
“sebaiknya
kau segera istirahat lagi. Karena besok kita ada pertemuan dengan Mr. Roberts
pagi-pagi”
“ya,
kau juga. Selamat malam, Yamada-san”
“selamat
malam, Ms. Grey”
Selama
di Wellington, mereka juga berjalan-jalan di sekitar kota itu. Terutama pergi
ke danau-danau yang memang banyak terdapat disana. Memang, Selandia Baru adalah
negara terindah kedua di dunia setelah Switzerland.
Seperti
sore itu, mereka berjalan-jalan di Wellington Writers Walk di tepi Oriental
Bay. Banyak sekali orang-orang yang menghabiskan sisa sore itu disana.
“oya,
Yamada. Aku ingin megucapkan banyak terimakasih kepadamu. Kau membawaku serta
ke negri ini. Kalau kau tak membawaku, entah sampai kapan aku bisa menginjakkan
kakiku disini. Negri ini sangat indah”
“kalau
kau mau, kita bisa mengundurkan jadwal kepulangan kita”
“tidak
perlu. Bukankah kau sudah ditunggu papamu di Tokyo?”
“ya,
tapi aku bisa membuat sebuah alasan kalau pekerjaan kita belum selesai disini”
“tidak.
Kita tetap akan pulang besok pagi. Bukankah sudah lama juga aku tidak ke Tokyo?
Pasti sekarang sudah semakin maju, ya. Aku mungkin sudah lupa dengan
seluk-beluk kota itu”
“bagaimana
dengan rumahmu yang dulu?”
“kami
sudah menjualnya. Di Tokyo kami memang sudah tidak punya apa-apa lagi.
Bagaimana kalau kita besok pergi ke sekolah kita yang dulu?”
Yamada
haya tersenyum kecil.
“mengapa?
Apakah kau keberatan?”
“tidak.
Aku yang tinggal di Tokyo saja tidak pernah kesana lagi semenjak aku lulus dari
sana”
“hei...
apakah kau juga akan membawaku ke tempat-tempat yang indah di Tokyo sana?”
“tentu
saja. Aku yakin sekali kalau kau belum pernah berkunjung ke tempat-tempat itu
sewaktu kau kecil dulu”
“yaahhh...
walaupun sudah pernah pun aku juga pasti sudah lupa”
“sebenarnya
ada banyak tempat yang indah disana. Kalau mau berkunjung ke semua, itu butuh
waktu yang lumayan panjang. Sayang sekali, kita disana hanya 3 hari”
“itu
sudah cukup. Kapan-kapan aku bisa kesana lagi. Maksudku kesana dalam rangka
liburan. Bukan pekerjaan seperti ini”
“aku
akan menemanimu. Kenapa? Kau keberatan?”
“eh,
m-maksudku...”
“kalau
kau akan pergi ke Tokyo untuk yang kedua kalinya, aku pastikan kalau saat itu
kau sudah menjadi istriku”
“what?!”
“begitu
tiba di Tokyo, kau harus ikut ke rumahku. Kau akan kuperkenalkan dengan papaku
dan Oji-san”
“kau
jangan membuatku gugup, Yamada”
“dan
begitu kita tiba kembali di Manhattan, aku ingin bertemu dengan kedua
orangtuamu. Aku ingin melamarmu dan menikahimu”
“i-ini
terlalu cepat buat kita... eh, buatku, Yamada”
“dan
aku tidak peduli, Ms. Grey”
Yamada
bersandar di tepian pagar sambil menatap laut, menelpon seseorang dan
membelakangi Emily. Emily hanya bisa terdiam sambil masih terus menatap
punggung Yamada.
“apa
kabar, Oji-san?”
“Kei-kun?
Kabarku baik-baik saja. Bagaimana denganmu? Ada berita apa ini tiba-tiba kau
menelponku?”
“aku
besok akan ke Tokyo. Mungkin hanya sebentar. Juga... sebenarnya...”
“Kei-kun?”
“ah,
besok akan kujelaskan kalau aku sudah tiba disana saja, Oji-san”
“dimana
kau sekarang?”
“aku
sedang di kantor cabang Wellington. Ada keperluan disini. Dan besok adalah hari
terakhirku disini. Apakah papa tidak pergi?”
“dia
ada di rumah. Sekarang dia jarang pergi”
“aku
juga ingin bertemu dengannya besok”
“sepertinya
penting sekali”
“begitulah.
Makanya besok aku ingin bertemu denganmu dan papa”
“baiklah,
aku akan menunggumu. Apakah kau perlu di jemput? Jam berapa penerbanganmu tiba
disini?”
“tidak
perlu, kami akan naik taksi saja”
“kami?
Sedang bersama siapa kau, Kei-kun?”
“ehm...
itu... sudahlah, Oji-san. Besok aku akan bicara semuanya. Bye”
Tanpa
sempat memberi kesempatan kepada Ryuu untuk mengucapkan sepatah katapun lagi,
Kei langsung menutup telponnya. Lalu berbalik kepada Emily.
“aku
takut, Yamada”
“apa
yang kau takutkan, Ms. Grey?”
“semuanya.
Sepertinya aku tak pantas bersanding denganmu. Lihatlah dirimu! Kau seorang
pemimpin perusahaan besar, Yamada!”
“bisakah
kau hentikan omong kosongmu itu, Ms. Grey!”
Emily
terkejut. Mulutnya terkatup rapat. Ia tak menyangka kalau Kei akan membentaknya
seperti itu.
“aku
tak perduli itu semua. Kalau memang itu harus kulepaskan semuanya untuk
mendapatkanmu, aku akan melepasnya!”
Emily
masih diam membisu dan membuat Yamada tidak enak hati.
“maafkan
aku. Kemarilah”
Yamada
lalu memeluk Emily.
“apa
yang kau takutkan?”
“keluargamu.
Aku takut kalau ternyata mereka tidak bisa menerima kehadiranku”
“untuk
apa kau mengkhawatirkan hal-hal yang belum mungkin terjadi? Aku benar, kan?”
Emily
hanya menganggukkan kepalanya.
Emily
dan Yamada sudah sampai di Tokyo. Dengan naik taksi, mereka segera menuju hotel
yang sudah dipesan untuk bermalam Emily.
“trimakasih,
Yamada. Kau tak perlu membantu membereskan barang-barangku. Lebih baik kau
segera pulang ke rumahmu untuk istirahat. Mungkin keluargamu sudah menantimu
disana”
“ya,
kau benar. Aku harus pergi sekarang. Aku akan secepatnya menelponmu kembali.
Bye”
Yamada
segera meninggalkan hotel itu menuju rumahnya dengan menggunakan taksi yang
sama. Taksi berhenti di lobi rumahnya. Nampak sepi. Ia bertanya kepada tukang
kebunnya yang mengangguk hormat kepadanya.
“kemana
semua orang? Sepi sekali”
“tuan
Yamada Yasuo ada di belakang”
“oh,
oke. Trimakasih”
Setelah
meletakkan kopornya, Yamada segera ke teras belakang. Ia melihat papanya sedang
duduk disana sambil sibuk dengan kertas dan penanya.
“apa
yang sedang papa lakukan?”
“Kei-chan?
Kau sudah datang. Apa kabar?”
“baik.
Bagaimana kabar papa?” Kei bertanya sambil duduk di dekat papanya.
“seperti
yang kau lihat. Aku baik-baik saja”
“apa
yang sedang papa kerjakan?”
“aku
memang di rumah tapi tetap saja aku bekerja mengurusi perusahaan yang disini dengan
Ryuu. Mengapa kau tidak minta jemput?”
“tidak
apa-apa. Apakah nanti malam papa ada acara?”
“sebentar...
sepertinya tidak. Ada apa?”
“aku
hanya ingin makan malam dengan papa dan Oji-san”
“tidak
seperti biasanya. Apakah ada yang kau sembunyikan dari papa?”
“we’ll
see. Aku ke kamar dulu, pa. Aku juga akan menelpon Oji-san”
Tanpa
menunggu persetujuan dari papanya, Kei segera menuju kamarnya yang ada di atas
sambil menelpon Yamada Ryuu.
“apa
kabar, Oji-san?”
“kau,
Kei-kun? Aku baik-baik saja. Dimana kamu? Apakah kau sudah sampai Tokyo?”
“ya,
aku baru saja sampai. Apakah nanti malam ada acara?”
“tidak,
ada apa?”
“aku
ingin mengundangmu makan malam, Oji-san”
“ada
apa ini? Tidak biasanya”
“hhh...
papa tadi juga bicara seperti itu”
“tentu
saja. Kau tidak pernah bertingkah seperti itu”
“sebenarnya
aku ingin bicara dengan kalian semua”
“bicara
apa?”
“aku
akan memberitahu kalian pada saat acara makan malam nanti. Aku menunggumu,
Oji-san”
Setelah
menelpon Ryuu, ia lalu menelpon Emily.
“nanti
malam aku akan menjemputmu. Akan ada acara makan malam di rumahku”
“secepat
ini?”
“ya,
aku tak mau menghabiskan waktu terlalu lama, Ms. Grey. Lagipula kita juga tidak
lama di Tokyo. Apakah kau keberatan?”
“tidak,
aku akan siap”
“kalau
ternyata tidak berjalan sesuai keinginan kita, kita hadapi bersama-sama”
“ya,
pasti. Aku yakin kita bisa menghadapi ini semua”
Malam
itu, Ryuu sudah sampai di rumah Yasuo.
“dimana
anak itu?”
“kalau
yang kau maksud adalah Kei, dia malah menghilang entah kemana”
“katanya
ada yang ingin dibicarakannya di acara makan malam ini”
“entahlah.
Nah, itu dia!”
“kau
juga sudah datang, Oji-san. Maaf, aku terlambat. Oya, tentu kalian sudah
mengenal Ms. Grey”
“ya,
tentu. Bukankah dia sekretaris barumu, Kei-chan?”
“iya,
pa”
“kami
juga pernah bertemu. Bagaimana kabarmu, Emily?”
“aku
baik-baik saja. Senang bisa bertemu dengan kalian lagi”
“silahkan
masuk, Ms. Grey” ucap Yamada Yasuo.
“trimakasih,
Yamada-san”
Mereka
lalu menuju ruang makan. Seorang pelayan melayani mereka ber-empat.
“sepertinya
belum lama kau menjadi sekretaris pribadi Kei-chan. Benar begitu, Ms. Grey?”
“ya,
benar”
“kuharap
kau betah bekerja disana”
“eh,
aku...”
“...
sebenarnya mulai bulan depan Ms. Grey sudah tidak bekerja untukku lagi, pa”
“mengapa?
Apakah pindah ke kantor cabang?”
“tidak
juga. Dia ingin meneruskan sekolahnya. Makanya ia mengundurkan diri”
“apakah
itu betul, Ms. Grey?”
“iya,
benar. Maafkan aku”
“tidak
apa-apa. Kita harus menghargai keputusan orang lain kan? Semoga kau sukses
dengan sekolahmu”
“trimakasih”
“bagaimana
kesanmu selama bekerja untuk dia, Ms. Grey?” Ryuu bertanya.
“eh,
itu...”
Emily
melirik Yamada Kei yang duduk di sebelahnya. Namun Kei malah masih sibuk dengan
makanannya.
“aku
mendapat pengalaman yang sangat berharga sekali darinya. Bisa menjadi seorang
sekretaris CEO besar seperti dia. Itu bisa menambah pengalamanku di masa yang
akan datang. Trimakasih”
“apakah
kau juga pernah kena omelannya, Ms. Grey? Hahaha... aku tahu sekali jika
Kei-chan orang yang selalu menuntut kesempurnaan”
“tidak
seperti itu juga, papa”
“bagaimana
hubungan kalian? Eh... maksudku, bukankah kalian teman sekolah waktu kecil? Dan
sekarang kalian bekerja di satu atap”
“itu
yang ingin kubicarakan sekarang, Oji-san”
“oya,
aku jadi ingat. Bukankah kau memang mengundangku kesini karena kau ingin
membicarakan hal yang penting?”
Emily
menghentikan makannya dan menunduk.
“ya,
benar. Aku mengundang kalian karena...”
Kei
menghentikan kalimatnya.
“ada
apa, Kei-chan?”
“hhh...
mungkin ini terlalu cepat buat kalian. Tapi, aku ingin menikah”
“menikah?
Dengan siapa, Kei-chan?”
“aku
ingin menikah dengan Ms. Grey. M-maksudku Emily Grey”
Suasana
sesaat hening. Yasuo dan Ryuu juga menghentikan makannya sambil masih terus
menatap Emily dan Kei secara bergantian. Lalu...
“apa
aku tidak salah dengar, Kei-kun?”
“tidak,
Oji-san”
Kei
menatap papanya yang sedari tadi hanya terdiam.
“papa..?”
ucap Kei dengan hati-hati.
Kei
terkejut sewaktu papanya tiba-tiba berdiri dan meninggalkan ruangan itu.
“papa!”
Kei
mengikuti papanya ke ruangan sebelah.
“Emily,
apakah apa yang dikatakan oleh Kei tadi benar?”
“i-iya.
Maaf kalau itu membuat kalian tidak berkenan. Aku tidak akan memaksakan diriku.
Aku sudah bilang hal ini kepada Yamada jauh-jauh hari. Aku memang sepertinya
tidak pantas untuk bisa masuk ke keluarga Yamada”
“kau
tahu, Emily? Hal ini sudah kutunggu-tunggu sedari dulu”
“eh?”
“sebenarnya
anak itu sudah menyukaimu sedari dulu. Tapi karena adat dan tradisi keluarga
Yamada, dia tidak bisa memilikimu sedari dulu. Jadi kalau sekarang ia ingin
menikah dengan orang yang dicintainya, aku ikut senang. Kau tidak perlu
khawatir, aku akan membantu kalian untuk menjelaskannya kepada papa Kei. Kau
tidak perlu berkecil hati seperti itu, Emily. Justru aku mengucapkan banyak
trimakasih kepadamu. Hanya denganmu saja Kei bisa bahagia”
“aku
perlu bicara denganmu, Kei-chan!”
“iya,
pa”
“siapa
yang menyuruhmu untuk menentukan sendiri siapa istrimu, ha?! Kau sudah tidak
menghargai keluarga ini lagi? Tiba-tiba datang tanpa pemberitahuan dan
mengabarkan akan menikah dengan orang yang aku tidak tahu asal usulnya. Apa dia
pantas untukmu? Apa dia pantas masuk ke keluarga kita? Apa dia bisa menjunjung
nilai-nilai dan kehormatan keluarga kita? Apa dia pantas untuk menyandang gelar
sebagai Nyonya Yamada, ha?!”
Kei
hanya diam menundukkan kepalanya sambil masih berdiri di tempatnya semula.
“mengapa
kau hanya diam saja?”
“aku
tidak tahu tentang itu semua, pa. Yang aku tahu, aku sudah mencintainya
semenjak dulu. Maafkan aku kalau ternyata hal ini membuatmu kecewa”
“jelas
sekali kau sudah membuatku kecewa, Yamada Kei!”
Yamada
Yasuo melempar sebuah katana yang ada di dinding di sampingnya kepada Kei.
Reflek Kei menangkapnya.
“kalau
kau bisa mengalahkanku, maka kau bisa menikahi gadis itu”
“aku
tidak mau bertarung denganmu, pa”
“aku
tidak memberimu pilihan, Kei-chan”
Dengan
cepat Yamada Yasuo menyerang Kei dengan gencarnya. Kei hanya menghidarinya
saja, itupun ia sampai kewalahan. Kemampuan Yasuo juga tidak bisa dianggap
main-main.
“mengapa
kau tidak menyerangku?”
“sudahlah,
pa”
Dengan
cepat ujung pedang Yasuo menempel di leher Kei. Lalu datanglah Ryuu.
“sudah!
Sudah! Apa yang sedang kalian lakukan?! Kalian seperti anak kecil!”
“kau
tidak perlu ikut campur urusan ini, Ryuu”
“bisakah
kita selesaikan masalah ini dengan kepala dingin?”
Yasuo
melempar pedangnya lalu menghempaskan dirinya di sofa ruang tengah itu. Dengan
perlahan Ryuu duduk di sampingnya.
“Kei
bukan anak kecil lagi, Yasuo. Yang bisa kau gerakkan sesuai keinginanmu. Dia
bebas menentukan dengan siapa ia ingin menikah”
“bawa
gadis itu kemari!”
Kei
segera meninggalkan ruangan itu menemui Emily yang masih terdiam di tempat
duduknya.
“Emily...”
“Kei,
sebaiknya aku pulang sekarang saja. Sepertinya ini bukan waktu yang tepat”
“papa
ingin bertemu denganmu”
“papamu?
Oh, tidak, tidak. Aku pulang saja”
“...
please...”
Kei
menggandeng tangan Emily menuju ruang tengah. Masih dengan langkah yang agak
ragu sambil memegang tangan Kei dengan erat. Mereka berdua hanya berdiri
mematung di hadapan Yasuo dan Ryuu yang duduk di sofa. Yasuo lalu beranjak dari
duduknya dan mendekati Emily.
“maafkan
aku, Ms. Grey. Maafkan atas sikapku yang barusan. Hhh... Kei anak kesayanganku.
Anakku satu-satunya. Aku tidak mau ia mendapat istri orang sembarangan. Aku pun
belum mengenalmu secara pribadi”
“aku
juga minta maaf, Yamada-san. Mungkin aku memang bukan calon istri yang baik
untuk Kei. Tapi kuharap ia nantinya bisa mendapatkan istri yang baik, yang
melebihi segalanya daripada aku”
“kau
tidak perlu merendah seperti itu, Ms. Grey. Rupanya kau belum mengerti juga
maksud ucapanku. Aku BELUM mengenalmu. Untuk itu, aku ingin mengenalmu lebih
jauh. Aku juga ingin bertemu dengan kedua orang tuamu”
“eh?”
“papa?”
“mengapa
kalian kaget? Aku tidak bisa serta merta menerima ia menjadi menantuku, kan?
Aku harus lebih mengenalnya dan juga keluarganya dulu. Dan aku yakin kalau kau
dari keluarga baik-baik. Oya, kapan kita akan ke rumah Ms. Grey, Kei-chan?”
“kami
disini hanya 3 hari. Setelah itu kami akan kembali ke Manhattan. Mungkin
setelah itu kita bisa berkunjung ke rumahnya,” jawab Yamada Kei dengan antusias,”benar
kan, Ms. Grey?”
Emily
tidak bisa berkata apa-apa. Ia hanya gugup, takut dan senang menjadi satu.
“apakah
maksudmu kau merestui mereka, Yasuo?”
“belum,
tapi akau harus bertemu dengan keluarganya dulu. Setelah itu, baru aku akan
memutuskan apakah aku akan merestui kalian ataukah tidak”
“trimakasih
atas kesempatan yang kau berikan kepada kami, pa”
“aku
menyayangimu, Kei-chan”
Kei
mendekati papanya dan memeluknya dengan erat.
Pagi
itu sesudah sarapan, Kei nampak rapi dan segera menuju garasinya.
“kau
mau kemana, Kei-chan?”
“aku
akan keluar sebentar. Aku akan menemani Emily berkeliling kota ini”
Yasuo
berjalan mendekatinya.
“apakah
kau benar-benar mencintainya?”
“papa
tak perlu meragukan hal itu lagi. Kenapa?”
“aku
percaya kepadamu, Kei-chan. Selama ini kau tidak pernah membawa pulang seorang
gadis untuk kau perkenalkan kepadaku. Atau... mendengar kau membicarakan
seorang gadis. Baru kali ini kau melakukan hal itu. Jadi, aku percaya kepadamu,
Kei-chan. Pergilah. Sampaikan salamku untuknya”
“tentu”
Kei
mengendarai mobilnya menuju hotel tempat menginap Emily. Setelah sampai di
depan kamar Emily, ia mengetuk pintunya perlahan. Sebentar kemudian pintu
terbuka dari dalam.
“selamat
pagi, Ms. Grey”
“selamat
pagi, Yamada”
“aku
akan mengajakmu keliling Tokyo hari ini. Apakah kau sudah siap?”
“sekarang?
Tentu saja, asalkan tidak memakai motor”
“kenapa?”
Yamada Kei hanya tersenyum kecil karena ingat dengan kejadian di Wellington
dulu.
“karena
aku tidak mau, itu saja!”
“oke,
oke”
Yamada
menunggu Emily dengan duduk di ujung ranjang.
“bagaimana
kabar papamu, Yamada?”
“baik”
“maksudku...
apakah dia masih marah kepadamu?”
“tidak.
Dia bahkan tahu kalau hari ini aku pergi denganmu. Dia juga menitipkan salam
untukmu. Aku optimis sekali kalau papaku pasti akan merestui kita”
“jangan
menarik kesimpulan sendiri sebelum papamu bertemu dengan kedua orangtuaku”
“hei,
mengapa kau jadi pesimis seperti itu, Ms. Grey?”
“bukannya
pesimis. Tapi setelah melihat kejadian semalam...”
“sudah
kubilang. Tak perlu memikirkan hal-hal yang belum terjadi”
“aku
bangga kepadamu, Yamada. Kau sangat menghormati papamu walaupun aku tahu
sebenarnya kau marah kepadanya waktu itu”
Tiba-tiba
ponsel Yamada berbunyi, dari Mr. Malkovich.
“ada
apa, Mr. Malkovich? Ya, mungkin lusa aku sudah tiba disana kembali. Ya, baik.
Akan aku usahakan. Trimakasih”
Yamada
melihat Emily sudah berdiri di hadapannya.
“aku
sudah siap. Bisakah kita berangkat sekarang? Kemana kau akan membawaku kali
ini?”
“kau
cantik sekali, Ms. Grey”
“ehm...
trimakasih dan sebaiknya kita pergi sekarang sebelum hari semakin siang,
Yamada”
Yamada
hanya tersenyum kecil lalu meninggalkan hotel itu menuju suatu tempat. Ia
mengarahkan mobilnya menuju Asakusa. Setelah mencari tempat parkir, mereka
segera berjalan kaki menyusuri sebuah gang yang tidak terlalu besar yang di
kanan dan kirinya banyak orang berjualan pernak-pernik dan makanan.
“tempat
apa ini?”
“ini
namanya Asakusa. Disini ada sebuah kuil Budha yang sangat populer yang bernama
Sensoji. Asakusa merupakan salah satu distrik di Tokyo, dimana suasana Tokyo
dari dekade terakhir bertahan”
“dimana
kuilnya?”
“ada
disana. Jalan ini dinamakan jalan Nakamise dan bisa membawa kita ke kuil itu.
Kalau kau mau, kita juga bisa naik jinrikisha itu. Dengan biaya sekitar 9000
yen, kita bisa naik selama 30 menit”
“ah,
tidak. Aku tidak mau”
“kenapa?”
“kasihan
orang itu. Kita berdua naik, sedangkan orang itu menarik kita dengan kedua
tangannya. Apa orang-orang yang naik tidak kasihan dengannya?”
“itu
kendaraan disini. Banyak wisatawan yang memakainya. Tapi kalau kau tidak mau
tidak apa-apa. Kita berjalan kaki saja”
“ya,
lagipula kita bisa melihat pernak-pernik yang dijual disini”
Emily
terlihat antusias sekali. Sepertinya ia kagum dengan kota kelahirannya itu.
“ramai
sekali disini, Yamada”
“tentu
saja. Selama berabad-abad, Asakusa digunakan untuk menjadi kawasan hiburan
terkemuka di Tokyo. Selama periode Edo tahun 1603-1867, Asakusa adalah situs
kabuki teater dan distrik lampu merah yang besar. Baru pada akhir 1800an dan
awal 1900an, jenis hiburan modern, termasuk bioskop, menginjakkan kaki mereka
di Asakusa ini”
“kau
seperti guide pribadiku, Yamada. Lanjutkanlah!”
“aku
senang kalau kau menyukainya, Ms. Grey. Namun, sebagian besar Asakusa hancur
dalam perang dunia kedua. Tapi kemudian sudah dibangun kembali. Disini juga ada
Tokyo Skytree yang tingginya 634 meter yang sudah dibuka. Kita bisa berjalan
kaki selama 20 menit melintasi Sungai Sumida kalau nanti kau mau kesana. Dan
itu menyebabkan meningkatnya wisatawan baru”
“kemanapun
kau mengajakku, Yamada. Aku tak tahu banyak tentang daerah ini”
“seharusnya
kau tetap belajar tentang asal usulmu dimana pun kau berada, Ms. Grey”
“sekarang
sudah tidak perlu lagi, sudah ada kamu”
![]() |
Jinrikisha |
![]() |
Pernak-pernik di Asakusa |
Mereka
menghabiskan hari itu disana dan di sekitaran Tokyo. Malamnya, Yamada mengajak
Emily pergi ke Tokyo Tower. Terlihat lampu berkerlap-kerlip di bawah sana.
“lusa
kita sudah harus pulang ke Manhattan dan mengerjakan segala rutinitas yang
melelahkan lagi”
“perusahaamu
tidak bisa kau tinggal lama-lama, Yamada”
“aku
sebenarnya tidak ingin kau mengundurkan diri dari pekerjaanmu, Ms. Grey”
Yamada
memeluk Emily dari belakang.
“kau
bisa menemuiku kapan saja kau ada waktu. Bukankah kau juga sudah meminta
Nishida-san untuk bekerja untukmu?”
“kau
jadi mengingatkanku untuk menelpon Mr. Roberts lagi. Akan kusuruh secepatnya
Nishida datang ke Manhattan. Setidaknya sebelum kau pergi, dia sudah tahu apa
saja tugasnya”
“sebenarnya...
aku juga ingin bertanya kepadamu. Benarkah kau akan langsung ke rumahku
setibanya kita di Manhattan?”
“tentu”
“apakah
papamu akan ikut?”
“aku
belum tahu. Aku harus menanyakan hal itu dulu kepadanya”
“aku
yakin pasti orang tuaku akan terkejut mendengar berita ini. Mereka masih
terpukul karena aku kemarin putus dengan Ryunosuke. Karena mereka sangat
berharap hubungan kami bisa lebih jauh lagi. Mereka terlanjur menyukai
Ryunosuke”
“bagaimana
kalau mereka juga tidak menyukaiku?”
“sepertinya
tidak begitu. Mereka menghormati apapun keputusanku. Ataupun dengan siapa aku
ingin menikah. Lagipula, mereka juga sudah mengenalmu, kan?”
“aku
ingin segera menikah denganmu dan menjadikanmu Mrs. Yamada. Aku ingin semua
orang memanggilmu dengan nama itu. Aku akan melangsungkan pesta pernikahan kita
di Manhattan dan Tokyo. Akan kubuat semeriah mungkin”
“jangan
mengkhayal dulu, Yamada. Kita jalani saja kehidupan ini. Kita tidak tahu apa
yang akan terjadi ke depannya, kan? Beberapa waktu yang lalu aku masih berpikir
bahwa suamiku Ryunosuke. Tapi nyatanya?”
Yamada
hanya terdiam. Dari sudut matanya, ia melihat sebuah benda mengkilat. Ia segera
memeluk Emily menghindar hingga terjatuh di lantai. Ternyata sebuah pisau kecil
dan menancap di tiang! Emily sampai meringis kesakitan karena tertimpa tubuh
Yamada.
“apa
yang kau lakukan, Yamada!”
Tanpa
menjawab pertanyaan Emily, Yamada buru-buru bangkit dan menuju sumber pisau
tersebut berasal. Namun, ia tak menemukan apa-apa. Hanya sekelebat bayangan
yang sudah menghilang di balik pintu lift yang tertutup dan turun ke lantai
paling bawah.
“apa
yang sebenarnya terjadi?”
“aku
tidak tahu. Sepertinya ada seseorang yang ingin mencelakai kita”
“mencelakai
kita? Aku tidak punya musuh. Kau tahu kalau baru sekali ini aku kesini. Ataukah
kau...?”
“hhh...
entahlah. Sebaiknya kita pulang saja. Aku tak ingin terjadi hal-hal yang tidak
kita inginkan”
Sepanjang
perjalaan menuju hotel dimana Emily menginap, Yamada hanya diam membisu.
Sesampainya di depan kamar Emily...
“sebaiknya
kau masuk dulu, Yamada”
Dengan
langkah gontai, Yamada segera duduk di depan meja rias yang ada di dalam kamar
hotel Emily.
“sedari
tadi kau hanya diam saja. Ada apa, Yamada? Terus terang kau membuatku khawatir”
“aku
tidak apa-apa, Emily”
“apakah
kau masih memikirkan kejadian tadi?”
“aku
hanya takut terjadi apa-apa denganmu”
“maksudmu?”
“aku
tak ingin membuatmu khawatir, itu saja”
“anggap
saja itu hanya orang iseng. Dan sebaiknya kau pulang sekarang. Malam sudah
larut sekali. Bukankah besok kau akan membawaku berkeliling lagi?”
“ya”
Yamada
berdiri dan melangkah ke pintu.
“aku
pergi dulu, Ms. Grey. Jangan membukakan pintu untuk orang yang tidak kamu
kenal. Ini demi keselamatanmu sendiri”
“kau
jangan membuatku takut, Yamada”
“hanya
untuk berjaga-jaga saja tidak ada salahnya. Kalau ada apa-apa, segera telpon
aku”
“tentu”
Setelah
Yamada pergi, barulah Emily menutup pintu kamarnya rapat-rapat. Memfungsikan
semua kunci yang ada di pintu kamarnya. Namun ia kaget begitu ia membalikkan
badannya. Seorang pemuda sudah berdiri dengan tegap di hadapannya.
“owh!
S-siapa kau?”
“tak
perlu kau tahu siapa aku. Aku hanya ingin kau memutuskan hubunganmu dengan
Yamada Kei. Menjauhlah dari kehidupannya!”
“siapa
kau berani-beraninya mengatur hidupku?!”
“keputusan
ada di tanganmu. Kalau kau masih melanjutkan hubunganmu dengannya, maka kau yang
akan mati. Pikirkan hal itu baik-baik, Ms. Emily Grey”
Pemuda
itu dengan cepat melompat dari jendela kamar Emily. Emily masih diam terpana
dan terduduk lemas di tepi ranjangnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar