Sore itu, Natale sedang duduk sendirian di balkon kamarnya
ketika telpon di kamarnya berdering.
“ya, hallo”
“Natale?”
“papa? Apa kabar, pa?”
“baik, bagaimana denganmu?”
“aku baik-baik saja”
“juga bagaimana dengan kandunganmu?”
“papa? Darimana papa tahu?”
“tadi pagi Nicco telpon dan mengabarkan kalau kau sedang hamil. Berapa bulan,
sayang?”
“baru 3 bulan, pa”
“jaga kesehatanmu baik-baik. Ingat itu. Kata Nicco,
kehamilanmu kali ini mengkhawatirkan”
“dia hanya melebih-lebihkan saja, pa. Aku tidak apa-apa,
sungguh”
“dimana suamimu?”
“tidak tahu. Baru tadi siang dia keluar rumah. Bagaimana
kabar Valent?”
“ada dengan Emma. Aku juga ingin memberitahumu, kalau aku
ingin mengajak Valent dan Emma ke Amerika”
“Amerika?”
“ya, mungkin sedikit agak lama”
“apa ada urusan disana?”
“ya, begitulah. Kau tahu, aku sudah mencintai Valent sejak
dia bayi. Aku tidak bisa hidup terpisah darinya”
“sudah lama juga kami tidak bertemu, pa. Aku juga
merindukannya. Kapan kalian berangkat?”
“mungkin 3 minggu lagi. Sebenarnya, aku ingin ke Roma dengan
Valent agar kau bisa bertemu dengannya. Juga sudah lama juga kita tidak
bertemu. Tapi, aku tidak punya waktu sama sekali”
“kalau begitu, kami saja yang ke Milan”
“tidak, Nicco juga memberitahuku kalau kau belum boleh
melakukan perjalanan jauh. Aku tidak mau terjadi apa-apa denganmu, sayang”
“Nicco terlalu berlebihan, pa”
“aku juga sudah bilang kepadanya, jangan terlalu banyak
keluar rumah untuk mengurusi segala urusan dia yang tidak begitu penting itu.
Aku sampai bosan menasehatinya”
“aku tidak apa-apa, pa. Dia sudah seperti itu sejak dulu.
Mungkin aku yang harus membiasakan diri”
Pintu kamar Natale terbuka. Ternyata Nicco yang datang. Ia
langsung mencium dan memeluk Natale.
“dari siapa, sayang?”
“dari papa di Milan”
Nicco langsung mengambil alih telpon dari tangan Natale dan
duduk di kursi favoritnya.
“ada apa, pa?”
“aku baru saja bicara dengan istrimu, kalau aku akan
mengajak Emma dan Valent ke Amerika, mungkin agak lama”
“pa, sudah lama kami tidak bertemu Valent”
“aku tahu, tadi istrimu juga berkata seperti itu. Tapi aku
tidak ada waktu untuk ke Roma, aku sibuk sekali. Tapi, kalau kalian ingin ke
Milan, aku juga tidak setuju. Karena keadaan istrimu itu”
“iya juga, pa. Ya sudahlah, lain kali saja. Kalau kalian
sudah kembali dari sana, kuharap ke sini dulu”
“tentu. Aku harus pergi dulu sekarang. Ingat, jaga baik-baik
istrimu. Kalau terjadi apa-apa dengannya, kau yang harus bertanggung jawab”
“papa tidak perlu khawatir”
“aku tahu betul sifatmu, Nicco. Salam saja untuk Natale.
Bye!”
Natale mendekati Nicco.
“ini kubuatkan minuman untukmu”
“thanx”
“dari mana saja tadi?”
“sudahlah, aku yakin kau tidak ingin tahu. O ya, kapan
jadwalmu ke dokter lagi?”
“minggu depan”
Telpon dikamar itu kembali berdering. Natale mengangkatnya.
“hallo”
“hallo, sayang. Apa kabar?”
“mmm… baik”
“aku merindukanmu, Natale. Makanya aku menelponmu”
“e-ya…”
“aku mencintaimu, sayang”
Natale hanya gugup, tidak tahu apa yang harus dikatakannya.
Karena disampingnya ada suaminya yang lagi duduk menikmati secangkir kopi.
“dari siapa lagi itu, Natale?”
“oh, ini… ini dari Nick”
“bagaimana kabarnya?”
“baik”
“sampaikan saja salamku untuknya. Aku ke bawah dulu”
Nicco meninggalkan kamar itu.
“kau gila,Nick!”
Nick hanya tertawa keras di ujung telpon.
“aku membayangkan sikapmu tadi di hadapan suamimu. Makanya
aku tertawa”
“sekali lagi kau berbuat seperti itu, aku tidak akan
mengangkat telpon darimu lagi”
“ok, ok. Maafkan aku, sayang”
“tidakkah kau mengerti? Aku tidak mau ada ribut-ribut lagi
di antara kalian”
“iya, aku tahu. Maafkan aku. Bagaimana kabar kesehatanmu?”
“aku tidak apa-apa”
“kau harus lebih banyak istirahat. Aku tidak mau terjadi
apa-apa denganmu”
“trimakasih atas perhatianmu”
“nada bicaramu ketus, kau marah padaku?”
“tidak, ada apa?”
“emmm… sekarang Angela di Belanda”
“kok bisa? Kau belum bercerita kepadaku”
“itu karena kau bersama suamimu terus. Aku tidak ada
kesempatan untuk cerita banyak denganmu. Malam terakhirku kemarin di Roma,
secara tak sengaja aku bertemu dengannya. Setelah beberapa hari aku di Belanda,
tiba-tiba dia juga sudah di Belanda”
“oya? Berarti kalian bersama setiap saat?”
“kau cemburu?”
“tentu saja tidak, kau sudah gila, Nick!”
“ya, kami menghabiskan waktu bersama. Dia disini seminggu.
Dia gadis yang menyenangkan. Aku nyaman bersamanya. Aku bisa tertawa lepas
bersamanya”
Natale tersenyum.
“aku senang kalau kau bisa bahagia, Nick”
“tapi… entahlah, Natale. Aku masih bingung dengan segala
perasaanku ini. Andai kamu di dekatku, aku ingin ngobrol denganmu tentang
banyak hal”
“kita bisa bicara disini. Aku akan mendengarkanmu”
“entahlah. aku tidak tahu apa perasaan Angela terhadapku.
Tapi, sepertinya dia menyukaiku semenjak kami dinner di restoran itu”
“baguslah itu. Bukankah kau dulu juga menyukainya?”
“ya, hanya saja… aku ingin sekali melupakan semuanya. Tapi,
aku belum bisa. Aku masih memikirkanmu, Natale. Ini tidak baik, tapi apa yang bisa
kuperbuat? Aku sudah menjauhimu dengan pulang ke Belanda, tapi tidak ada
hasilnya”
“aku yakin kamu bisa, percayalah, Nick. Angela bisa
menggantikan aku suatu saat nanti. Dan maaf, kau sudah tahu kalau sekarang aku
lebih mencintai suamiku”
“ya, aku tahu. Seharusnya aku yang minta maaf. Aku selalu
saja mengusik kehidupanmu. Hari ini adalah hari terakhir Angela disini. Besok
dia sudah harus pulang ke Roma”
“sebelum terlambat, ungkapkanlah perasaanmu kepadanya. Aku
yakin, walau sedikit, tapi kamu masih mempunyai perasaan itu yang lambat laun
akan mekar kembali. Kau bilang kau nyaman di dekatnya. Tidak ada ruginya
mencoba, Nick”
“nanti malam kami akan dinner. Aku tak tahu pasti apa yang
sedang kulakukan ini. Tapi… entahlah, Natale. Kita lihat saja nanti. Pasti aku
akan mengabarimu”
“tentu, kutunggu kabarmu”
“mana suamimu tadi”
“aku tidak tahu, dia hanya titip salam untukmu”
“ya, sampaikan juga salamku untuknya. Aku pergi dulu, Natale.
Bye”
“bye”
Setelah dinner, Nick mengajak Angela keliling kota malam itu.
Suasana masih sangat ramai. Angela nampak menikmati itu semua. Mereka berhenti
di lampu merah.
“ini malam terakhirmu disini”
“ya, besok aku sudah harus pulang”
“kuharap, suatu saat nanti kau bisa kembali berkunjung
kesini lagi”
“ya, aku juga berharap seperti itu. Semoga kita juga bisa
berjumpa lagi”
“tentu saja kita akan berjumpa lagi. Aku mempunyai keluarga
di Roma. Dalam waktu dekat, aku dan Wilma juga akan berkunjung ke Roma”
“aku akan menunggumu, Nick”
Nick menatap Angela.
“ada apa?”
“kau akan menungguku?”
“ya, tentu. Menurutmu?”
“emmm… ups, sorry, lampu sudah menyala hijau”
Nick segera menjalankan mobilnya kembali karena antrian
mobil di belakangnya sudah membunyikan klakson keras-keras. Angela hanya
tersenyum.
“hari sudah malam, Angela. Kau mau kembali ke hotelmu
sekarang?”
“tidak, aku ingin menghabiskan mala mini denganmu. Kamu
keberatan?”
“mmm… tentu saja tidak. Bagaimana kalau kita menghabiskan
malam ini di Dam Square saja. Pasti ramai disana”
“terserah kamu”
Setelah memarkir mobilnya, mereka menuju Dam Square itu. Angela
duduk di bangku kosong.
“lihatlah anak itu, kelihatan bahagia sekali dengan
mainannya. Alangkah indahnya menjadi anak-anak. Tidak perlu memikirkan beban
hidup”
“tidak juga”
“maksudmu”
“lupakan”
“malam ini kau aneh sekali, Nick. Dari awal kau menjemputku
di hotel tadi. Apakah ada yang kau pikirkan?”
“ya”
“apa yang kau pikirkan?”
“kau”
![]() |
Dam Square |
Angela menatap Nick lekat-lekat.
“aku? Apa yang kau pikirkan tentang aku?”
Nick hanya menunduk.
“sudahlah, Angela. Lupakan saja pembicaraan kita ini”
Nick lalu beranjak berdiri.
“tentu saja tidak bisa. Aku harus tahu. Karena ini
menyangkut aku. Katakan, ada apa?”
“aku tak tahu”
“kenapa bisa tidak tahu? Bukankah kau yang pertama
mengatakan hal itu?”
Angela berdiri di samping Nick dan menatap wajah Nick. Tapi Nick
mengalihkan pandangannya ke tempat lain.
“Nick, aku sedang bicara denganmu!”
“kuantar kau pulang
sekarang”
“aku belum ingin pulang”
“tidak, kuantar kau sekarang”
Nick meninggalkan Angela yang masih mematung di tempat itu
menuju parkiran mobil. Angela segera berlari menyusulnya dan duduk di samping Nick.
Nick pun segera memacu mobilnya dengan kencang ke hotel Angela dan mengantar Angela
sampai di dalam kamar Angela. Mereka masih saling diam.
“kau tidak duduk dulu, Nick. Aku akan memesan minuman untuk
kita”
“besok kau sudah harus pulang. Kau bisa kurang istirahat”
“penerbanganku masih besok sore, duduklah”
Setelah agak ragu-ragu,Nick duduk di sofa panjang itu
sementara Angela menelpon room service untuk memesan minuman untuk mereka
berdua. Angela duduk di samping Nick yang masih terdiam.
“maafkan aku, Angela”
“kau tidak bersalah, mengapa harus meminta maaf kepadaku?
Justru aku yang seharusnya meminta maaf kepadamu. Tidak perlu aku mendesakmu
seperti tadi kalau kau sendiri tidak ingin bercerita”
“aku sedang kacau beberapa hari ini, maaf”
“tidak apa-apa, aku mengerti”
“kau? Mengerti apa?”
“aku juga tidak akan bercerita karena kau juga enggan
bercerita kepadaku”
Angela hanya tersenyum. Tiba-tiba ponsel Nick berdering.
“maaf, Angela”
Nick mengambil ponselnya dari dari dalam sakunya. Ia
mengamati layarnya lalu menatap Angela.
“ada apa? Dari siapa?”
“mmm… dari Natale”
“mengapa kau sepertinya ragu-ragu untuk mengangkatnya?”
“ya, hallo, Natale”
“Nick…”
“ada apa, Natale?”
“Nick? Kamu ada apa? Mengapa nada suaramu seperti itu”
“m-maaf, aku tidak apa-apa. Ada apa menelponku malam-malam
begini?”
“kau semakin membuatku khawatir, Nick. Kau tidak pernah
berbicara seperti itu kepadaku. Dimana kau sekarang?”
“aku… aku masih bersama Angela”
“oh, kalau begitu maafkan aku. Aku telah mengganggu
kencanmu. Aku menelponmu karena kupikir kau sudah di rumah. Maaf, bye!”
“Natale…”
Natale menutup telponnya. Nick hanya mendesah panjang dan menyandarkan
kepalanya di sofa dan menatap Angela.
“ok, aku tidak akan bertanya apapun kepadamu” kata Angela
sambil mengangkat kedua tangannya.
Nick mengusap mukanya dengan kedua telapak tangannya.
“aku memikirkanmu dan Natale”
“kami berdua?”
“aku mencintainya, Angela. Dia masa laluku, tapi aku belum
bisa sepenuhnya melupakannya”
“kalau aku?”
Nick menatap Angela lekat-lekat dan tanpa sadar menciumnya
beberapa saat lamanya. Sampai mereka tersadar pada waktu bel pintu berbunyi
pertanda petugas room service yang mengantar minuman mereka sudah datang. Buru-buru
Angela membukakan pintunya. Setelah room service itu meletakkan minuman pesanan
mereka di meja dan pergi, Angela masih berdiri di samping pintu.
“m-maafkan aku, Angela. Mungkin sebaiknya aku pulang
sekarang saja”
Nick bermaksud keluar dari kamar Angela tapi Angela mencekal
tangan Nick.
“tunggu, Nick”
Angela segera memeluk Nick. Nick terkejut. Dengan masih agak
ragu, Nick membalas memeluk Angela.
“Angela…”
“aku mencintaimu, Nick. Tidakkah kau mengerti? Tidakkah kau
merasakannya?”
Tentu saja Nick terkejut dengan apa yang baru saja diucapkan
Angela.
“aku sebenarnya sudah mencintaimu sebelum kau mengajakku
dinner di waktu itu. Aku tidak punya seorang kekasih ataupun menikah bukannya
aku sibuk memikirkan karirku. Tapi, karena aku mencintaimu. Kau tahu? Betapa
bahagianya aku waktu bisa bertemu lagi denganmu”
Nick hanya bisa diam.
“tidakkah kau juga mengerti, aku begitu cemburu dengan Natale.
Yang bisa kau cintai dengan sepenuh hatimu”
Nick menatap wajah Angela yang sudah penuh dengan air mata.
Baru kali ini Nick melihat Angela menangis. Wanita yang tegar, kuat dan lincah
itu. Setelah beberapa saat mereka saling diam…
“aku harus pulang sekarang, Angela”
“aku masih ingin bersamamu, Nick”
Angela semakin erat memeluk Nick. Nick pun melepas pelukan Angela
secara paksa.
“aku harus pulang sekarang. Kau harus istirahat, Angela.
Besok siang kujemput dan kuantar ke bandara. Sampai bertemu besok”
“Nick…”
Nick sudah menghilang di balik pintu. Angela hanya
merebahkan dirinya di sofa itu mencoba memejamkan matanya. Sementara Nick?
Dengan ngebut dia mengendarai mobilnya. Tidak pulang ke rumah, entah kemana…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar