Senin, 19 Mei 2014

LA PRIMAVERA 2 (bagian 15)



Sore itu, Natale sedang duduk sendirian di balkon kamarnya ketika telpon di kamarnya berdering.
“ya, hallo”
“Natale?”
“papa? Apa kabar, pa?”
“baik, bagaimana denganmu?”
“aku baik-baik saja”
“juga bagaimana dengan kandunganmu?”
“papa? Darimana papa tahu?”
“tadi pagi Nicco telpon dan mengabarkan  kalau kau sedang hamil. Berapa bulan, sayang?”
“baru 3 bulan, pa”
“jaga kesehatanmu baik-baik. Ingat itu. Kata Nicco, kehamilanmu kali ini mengkhawatirkan”
“dia hanya melebih-lebihkan saja, pa. Aku tidak apa-apa, sungguh”
“dimana suamimu?”
“tidak tahu. Baru tadi siang dia keluar rumah. Bagaimana kabar Valent?”
“ada dengan Emma. Aku juga ingin memberitahumu, kalau aku ingin mengajak Valent dan Emma ke Amerika”
“Amerika?”
“ya, mungkin sedikit agak lama”
“apa ada urusan disana?”
“ya, begitulah. Kau tahu, aku sudah mencintai Valent sejak dia bayi. Aku tidak bisa hidup terpisah darinya”
“sudah lama juga kami tidak bertemu, pa. Aku juga merindukannya. Kapan kalian berangkat?”
“mungkin 3 minggu lagi. Sebenarnya, aku ingin ke Roma dengan Valent agar kau bisa bertemu dengannya. Juga sudah lama juga kita tidak bertemu. Tapi, aku tidak punya waktu sama sekali”
“kalau begitu, kami saja yang ke Milan”
“tidak, Nicco juga memberitahuku kalau kau belum boleh melakukan perjalanan jauh. Aku tidak mau terjadi apa-apa denganmu, sayang”
“Nicco terlalu berlebihan, pa”
“aku juga sudah bilang kepadanya, jangan terlalu banyak keluar rumah untuk mengurusi segala urusan dia yang tidak begitu penting itu. Aku sampai bosan menasehatinya”
“aku tidak apa-apa, pa. Dia sudah seperti itu sejak dulu. Mungkin aku yang harus membiasakan diri”
Pintu kamar Natale terbuka. Ternyata Nicco yang datang. Ia langsung mencium dan memeluk Natale.
“dari siapa, sayang?”
“dari papa di Milan”
Nicco langsung mengambil alih telpon dari tangan Natale dan duduk di kursi favoritnya.
“ada apa, pa?”
“aku baru saja bicara dengan istrimu, kalau aku akan mengajak Emma dan Valent ke Amerika, mungkin agak lama”
“pa, sudah lama kami tidak bertemu Valent”
“aku tahu, tadi istrimu juga berkata seperti itu. Tapi aku tidak ada waktu untuk ke Roma, aku sibuk sekali. Tapi, kalau kalian ingin ke Milan, aku juga tidak setuju. Karena keadaan istrimu itu”
“iya juga, pa. Ya sudahlah, lain kali saja. Kalau kalian sudah kembali dari sana, kuharap ke sini dulu”
“tentu. Aku harus pergi dulu sekarang. Ingat, jaga baik-baik istrimu. Kalau terjadi apa-apa dengannya, kau yang harus bertanggung jawab”
“papa tidak perlu khawatir”
“aku tahu betul sifatmu, Nicco. Salam saja untuk Natale. Bye!”
Natale mendekati Nicco.
“ini kubuatkan minuman untukmu”
“thanx”
“dari mana saja tadi?”
“sudahlah, aku yakin kau tidak ingin tahu. O ya, kapan jadwalmu ke dokter lagi?”
“minggu depan”
Telpon dikamar itu kembali berdering. Natale mengangkatnya.
“hallo”
“hallo, sayang. Apa kabar?”
“mmm… baik”
“aku merindukanmu, Natale. Makanya aku menelponmu”
“e-ya…”
“aku mencintaimu, sayang”
Natale hanya gugup, tidak tahu apa yang harus dikatakannya. Karena disampingnya ada suaminya yang lagi duduk  menikmati secangkir kopi.
“dari siapa lagi itu, Natale?”
“oh, ini… ini dari Nick”
“bagaimana kabarnya?”
“baik”
“sampaikan saja salamku untuknya. Aku ke bawah dulu”
Nicco meninggalkan kamar itu.
“kau gila,Nick!”
Nick hanya tertawa keras di ujung telpon.
“aku membayangkan sikapmu tadi di hadapan suamimu. Makanya aku tertawa”
“sekali lagi kau berbuat seperti itu, aku tidak akan mengangkat telpon darimu lagi”
“ok, ok. Maafkan aku, sayang”
“tidakkah kau mengerti? Aku tidak mau ada ribut-ribut lagi di antara kalian”
“iya, aku tahu. Maafkan aku. Bagaimana kabar kesehatanmu?”
“aku tidak apa-apa”
“kau harus lebih banyak istirahat. Aku tidak mau terjadi apa-apa denganmu”
“trimakasih atas perhatianmu”
“nada bicaramu ketus, kau marah padaku?”
“tidak, ada apa?”
“emmm… sekarang Angela di Belanda”
“kok bisa? Kau belum bercerita kepadaku”
“itu karena kau bersama suamimu terus. Aku tidak ada kesempatan untuk cerita banyak denganmu. Malam terakhirku kemarin di Roma, secara tak sengaja aku bertemu dengannya. Setelah beberapa hari aku di Belanda, tiba-tiba dia juga sudah di Belanda”
“oya? Berarti kalian bersama setiap saat?”
“kau cemburu?”
“tentu saja tidak, kau sudah gila, Nick!”
“ya, kami menghabiskan waktu bersama. Dia disini seminggu. Dia gadis yang menyenangkan. Aku nyaman bersamanya. Aku bisa tertawa lepas bersamanya”
Natale tersenyum.
“aku senang kalau kau bisa bahagia, Nick”
“tapi… entahlah, Natale. Aku masih bingung dengan segala perasaanku ini. Andai kamu di dekatku, aku ingin ngobrol denganmu tentang banyak hal”
“kita bisa bicara disini. Aku akan mendengarkanmu”
“entahlah. aku tidak tahu apa perasaan Angela terhadapku. Tapi, sepertinya dia menyukaiku semenjak kami dinner di restoran itu”
“baguslah itu. Bukankah kau dulu juga menyukainya?”
“ya, hanya saja… aku ingin sekali melupakan semuanya. Tapi, aku belum bisa. Aku masih memikirkanmu, Natale. Ini tidak baik, tapi apa yang bisa kuperbuat? Aku sudah menjauhimu dengan pulang ke Belanda, tapi tidak ada hasilnya”
“aku yakin kamu bisa, percayalah, Nick. Angela bisa menggantikan aku suatu saat nanti. Dan maaf, kau sudah tahu kalau sekarang aku lebih mencintai suamiku”
“ya, aku tahu. Seharusnya aku yang minta maaf. Aku selalu saja mengusik kehidupanmu. Hari ini adalah hari terakhir Angela disini. Besok dia sudah harus pulang ke Roma”
“sebelum terlambat, ungkapkanlah perasaanmu kepadanya. Aku yakin, walau sedikit, tapi kamu masih mempunyai perasaan itu yang lambat laun akan mekar kembali. Kau bilang kau nyaman di dekatnya. Tidak ada ruginya mencoba, Nick”
“nanti malam kami akan dinner. Aku tak tahu pasti apa yang sedang kulakukan ini. Tapi… entahlah, Natale. Kita lihat saja nanti. Pasti aku akan mengabarimu”
“tentu, kutunggu kabarmu”
“mana suamimu tadi”
“aku tidak tahu, dia hanya titip salam untukmu”
“ya, sampaikan juga salamku untuknya. Aku pergi dulu, Natale. Bye”
“bye”

Setelah dinner, Nick mengajak Angela keliling kota malam itu. Suasana masih sangat ramai. Angela nampak menikmati itu semua. Mereka berhenti di lampu merah.
“ini malam terakhirmu disini”
“ya, besok aku sudah harus pulang”
“kuharap, suatu saat nanti kau bisa kembali berkunjung kesini lagi”
“ya, aku juga berharap seperti itu. Semoga kita juga bisa berjumpa lagi”
“tentu saja kita akan berjumpa lagi. Aku mempunyai keluarga di Roma. Dalam waktu dekat, aku dan Wilma juga akan berkunjung ke Roma”
“aku akan menunggumu, Nick”
Nick menatap Angela.
“ada apa?”
“kau akan menungguku?”
“ya, tentu. Menurutmu?”
“emmm… ups, sorry, lampu sudah menyala hijau”
Nick segera menjalankan mobilnya kembali karena antrian mobil di belakangnya sudah membunyikan klakson keras-keras. Angela hanya tersenyum.
“hari sudah malam, Angela. Kau mau kembali ke hotelmu sekarang?”
“tidak, aku ingin menghabiskan mala mini denganmu. Kamu keberatan?”
“mmm… tentu saja tidak. Bagaimana kalau kita menghabiskan malam ini di Dam Square saja. Pasti ramai disana”
“terserah kamu”
Setelah memarkir mobilnya, mereka menuju Dam Square itu. Angela duduk di bangku kosong.
“lihatlah anak itu, kelihatan bahagia sekali dengan mainannya. Alangkah indahnya menjadi anak-anak. Tidak perlu memikirkan beban hidup”
“tidak juga”
“maksudmu”
“lupakan”
“malam ini kau aneh sekali, Nick. Dari awal kau menjemputku di hotel tadi. Apakah ada yang kau pikirkan?”
“ya”
“apa yang kau pikirkan?”
“kau”

Dam Square

Angela menatap Nick lekat-lekat.
“aku? Apa yang kau pikirkan tentang aku?”
Nick hanya menunduk.
“sudahlah, Angela. Lupakan saja pembicaraan kita ini”
Nick lalu beranjak berdiri.
“tentu saja tidak bisa. Aku harus tahu. Karena ini menyangkut aku. Katakan, ada apa?”
“aku tak tahu”
“kenapa bisa tidak tahu? Bukankah kau yang pertama mengatakan hal itu?”
Angela berdiri di samping Nick dan menatap wajah Nick. Tapi Nick mengalihkan pandangannya ke tempat lain.
“Nick, aku sedang bicara denganmu!”
“kuantar kau  pulang sekarang”
“aku belum ingin pulang”
“tidak, kuantar kau sekarang”
Nick meninggalkan Angela yang masih mematung di tempat itu menuju parkiran mobil. Angela segera berlari menyusulnya dan duduk di samping Nick. Nick pun segera memacu mobilnya dengan kencang ke hotel Angela dan mengantar Angela sampai di dalam kamar Angela. Mereka masih saling diam.
“kau tidak duduk dulu, Nick. Aku akan memesan minuman untuk kita”
“besok kau sudah harus pulang. Kau bisa kurang istirahat”
“penerbanganku masih besok sore, duduklah”
Setelah agak ragu-ragu,Nick duduk di sofa panjang itu sementara Angela menelpon room service untuk memesan minuman untuk mereka berdua. Angela duduk di samping Nick yang masih terdiam.
“maafkan aku, Angela”
“kau tidak bersalah, mengapa harus meminta maaf kepadaku? Justru aku yang seharusnya meminta maaf kepadamu. Tidak perlu aku mendesakmu seperti tadi kalau kau sendiri tidak ingin bercerita”
“aku sedang kacau beberapa hari ini, maaf”
“tidak apa-apa, aku mengerti”
“kau? Mengerti apa?”
“aku juga tidak akan bercerita karena kau juga enggan bercerita kepadaku”
Angela hanya tersenyum. Tiba-tiba ponsel Nick berdering.
“maaf, Angela”
Nick mengambil ponselnya dari dari dalam sakunya. Ia mengamati layarnya lalu menatap Angela.
“ada apa? Dari siapa?”
“mmm… dari Natale”
“mengapa kau sepertinya ragu-ragu untuk mengangkatnya?”
“ya, hallo, Natale”
“Nick…”
“ada apa, Natale?”
“Nick? Kamu ada apa? Mengapa nada suaramu seperti itu”
“m-maaf, aku tidak apa-apa. Ada apa menelponku malam-malam begini?”
“kau semakin membuatku khawatir, Nick. Kau tidak pernah berbicara seperti itu kepadaku. Dimana kau sekarang?”
“aku… aku masih bersama Angela”
“oh, kalau begitu maafkan aku. Aku telah mengganggu kencanmu. Aku menelponmu karena kupikir kau sudah di rumah. Maaf, bye!”
“Natale…”
Natale menutup telponnya. Nick hanya mendesah panjang dan menyandarkan kepalanya di sofa dan menatap Angela.
“ok, aku tidak akan bertanya apapun kepadamu” kata Angela sambil mengangkat kedua tangannya.
Nick mengusap mukanya dengan kedua telapak tangannya.
“aku memikirkanmu dan Natale”
“kami berdua?”
“aku mencintainya, Angela. Dia masa laluku, tapi aku belum bisa sepenuhnya melupakannya”
“kalau aku?”
Nick menatap Angela lekat-lekat dan tanpa sadar menciumnya beberapa saat lamanya. Sampai mereka tersadar pada waktu bel pintu berbunyi pertanda petugas room service yang mengantar minuman mereka sudah datang. Buru-buru Angela membukakan pintunya. Setelah room service itu meletakkan minuman pesanan mereka di meja dan pergi, Angela masih berdiri di samping pintu.
“m-maafkan aku, Angela. Mungkin sebaiknya aku pulang sekarang saja”
Nick bermaksud keluar dari kamar Angela tapi Angela mencekal tangan Nick.
“tunggu, Nick”
Angela segera memeluk Nick. Nick terkejut. Dengan masih agak ragu, Nick membalas memeluk Angela.
“Angela…”
“aku mencintaimu, Nick. Tidakkah kau mengerti? Tidakkah kau merasakannya?”
Tentu saja Nick terkejut dengan apa yang baru saja diucapkan Angela.
“aku sebenarnya sudah mencintaimu sebelum kau mengajakku dinner di waktu itu. Aku tidak punya seorang kekasih ataupun menikah bukannya aku sibuk memikirkan karirku. Tapi, karena aku mencintaimu. Kau tahu? Betapa bahagianya aku waktu bisa bertemu lagi denganmu”
Nick hanya bisa diam.
“tidakkah kau juga mengerti, aku begitu cemburu dengan Natale. Yang bisa kau cintai dengan sepenuh hatimu”
Nick menatap wajah Angela yang sudah penuh dengan air mata. Baru kali ini Nick melihat Angela menangis. Wanita yang tegar, kuat dan lincah itu. Setelah beberapa saat mereka saling diam…
“aku harus pulang sekarang, Angela”
“aku masih ingin bersamamu, Nick”
Angela semakin erat memeluk Nick. Nick pun melepas pelukan Angela secara paksa.
“aku harus pulang sekarang. Kau harus istirahat, Angela. Besok siang kujemput dan kuantar ke bandara. Sampai bertemu besok”
“Nick…”
Nick sudah menghilang di balik pintu. Angela hanya merebahkan dirinya di sofa itu mencoba memejamkan matanya. Sementara Nick? Dengan ngebut dia mengendarai mobilnya. Tidak pulang ke rumah, entah kemana…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar