Namun
ia melihat Kei hanya diam saja dan malah menatap Emily. Suasana masih hening
dan sepi. Tiba-tiba Kei mendekatkan wajahnya kepada Emily dan perlahan mencium
bibir Emily. Anehnya, Emily hanya diam dan membalas ciuman Kei. Perlahan Kei
menciumi wajah Emily dan itu semua membuat Emily lupa akan segalanya.
“K-Kei…”
“kau
tahu, Ms. Grey? Aku lebih suka kalau kau memanggilku dengan nama itu,” bisik
Kei di telinga Emily.
Suara
pintu lift terbuka. Dan itu mengejutkan Emily. Buru-buru Emily melepaskan
pelukan Kei.
“antar
aku pulang sekarang, Kei!”
Tanpa
melihat kepada Kei, Emily bergegas keluar dari kantor Kei.
“tunggu
dulu, Ms. Grey!”
Emily
menghentikan langkahnya dan menoleh.
“apakah
kau akan pergi dengan baju yang seperti itu?”
Emily
kaget. Buru-buru ia merapikan bajunya kembali lalu masuk ke dalam lift diikuti
Kei. Di dalam lift pun Emily hanya bisa diam menunduk. Mobil menuju rumah
Emily. Sepanjang perjalanan, Emily hanya memandang kaca mobilnya.
“kita
sudah sampai, Ms. Grey”
“ya,
trimakasih sudah mengantarku pulang. Semalat malam, Yamada-san”
Tanpa
menoleh lagi, Emily segera masuk ke kamarnya yang ada di lantai atas. Ia meraih
telpon yang ada di atas meja samping tempat tidurnya. Memencet sebuah nomor.
“hallo,
Ryunosuke”
“Emily?
Ada apa malam-malam begini menelponku? Kau sudah pulang, ya?”
“ya,
aku baru saja pulang. Aku…”
“ada
apa? Kau menangis? Kau membuatku khawatir, Emily”
“ah…
tidak. Aku hanya merindukanmu saja. Maaf, tapi… bisakah kau kemari sekarang?”
“sekarang?
Tapi… baiklah. Tunggu aku, Emily. Terus terang kau membuatku khawatir”
“trimakasih,
Ryunosuke”
Emily
pergi ke ruang keluarga yang ada di bawah. Duduk melamun di sofanya sambil
memilih-milih saluran TV yang tidak begitu menarik baginya malam itu. Tak
berapa lama, bel pintu depan berbunyi. Setelah memastikan Ryunosuke yang
datang, ia segera membukakan pintunya dan memeluk Ryunosuke dengan erat.
“hei,
ada apa ini?”
Ryunosuke
menghapus air mata Emily dan duduk di sofa itu.
“ada
apa, Emily?”
“tidak
ada apa-apa. Aku hanya ingin kau menemaniku untuk malam ini”
“baiklah,
kalau kau belum ingin bercerita”
Emily
membaringkan kepalanya di pangkuan Ryunosuke dan memejamkan matanya. Ryunosuke
membelai rambut Emily yang ternyata sudah tertidur dengan pulasnya. Ia pun
menyandarkan kepalanya di sandaran sofa dan tertidur disana.
Pagi
menjelang. Emily terbangun dari tidurnya di sofa dan mencari-cari Ryunosuke.
“apa
yang sedang kau lakukan?”
“aku
membuat sarapan untuk kita. Kuharap kau menyukainya. Sebaiknya kau segera
mandi. Kita bisa berangkat ke kantor bersama”
Emily
duduk di pantry dapur itu.
“aku
tidak masuk untuk hari ini”
“mengapa?
Apakah kau sudah minta ijin kepada bossmu?”
“aku
tidak enak badan. Aku nanti akan menelponnya”
Ryunosuke
memberi roti dan susu untuk Emily.
“baiklah.
Sekarang kau harus sarapan dulu lalu istirahatlah”
Ryunosuke
duduk di samping Emily dan membelai rambut Emily.
“aku
tidak mau kamu sakit”
Emily
hanya menatap Ryunosuke.
“ada
apa, Emily?”
“kapan
kau akan menikahiku?”
Ryunosuke
terkejut dengan pertanyaan Emily.
“kau?
Maksudku… apakah kau mau menikah denganku, Emily?”
“tentu
saja. Aku sudah yakin untuk menikah denganmu”
“aku
akan mengabarkan berita ini kepada keluargaku. Trimakasih, Emily. Aku bahagia
sekali mendengarnya. Tahun depan, aku akan menikahimu”
“tahun
depan?”
“iya,
mengapa? Apakah terlalu lama?”
“tidak.
Tapi menurutku lebih cepat lebih baik”
“akan
aku pikirkan. Aku ingin mewujudkan impianmu untuk menikah ala garden party. Kau
menyukainya?”
Emily
mengangguk dan tersenyum lalu memeluk Ryunosuke.
“sebaiknya
aku pergi sekarang. Aku tak mau terlambat, Emily. Sepulang kerja nanti, aku
akan kesini lagi”
“ya,
tentu”
Emily
hanya menatap kepergian Ryunosuke lalu berbaring lagi di sofanya dengan malas.
Yamada
Kei masuk ke kantornya dan terkejut ketika melihat meja Emily masih kosong. Ia
bertanya kepada salah seorang pegawainya yang kebetulan lewat.
“kau
tahu kemana Ms. Grey pergi?”
“maaf,
aku belum melihatnya sedari tadi”
Kei
segera masuk ke kantornya dan menghempaskan tubuhnya di kursinya. Dia pun
mengerjakan semuanya seorang diri dan terkadang meminta bantuan pegawai yang
lain. Sampai hari menjelang sore, ia belum juga melihat Emily. Pun tak ada
kabar darinya juga. Ia segera menyambar jasnya dan pergi dengan mobilnya menuju
Vinegar Hill, Brooklyn. Ia masuk ke salah satu rumah yang sedari tadi ia
bertanya kepada orang-orang sekitar. Sepi. Seorang tetangga menghampirinya.
“apakah
kau Yamada Kei dan mencari Mr. Kimura?”
“y-ya”
“Mr.
Kimura sudah pergi. Tapi dia menitipkan surat untukmu, siapa tahu kau
mencarinya, katanya”
“pergi
kemana?”
“entah,
kemungkinan pulang ke Jepang. Tapi, aku tak tahu alamatnya yang disana. Aku
juga tak tahu banyak tentangnya”
“baiklah,
trimakasih”
Sebelum
menyeberang kembali ke Manhattan, ia membelokkan mobilnya menuju Brooklyn
Heights Promenade. Ia duduk di salah satu bangku yang kosong sambil menatap
Manhattan di kejauhan yang dipisahkan oleh East River.
![]() |
Brooklyn Heights Promenade |
Ia
membuka kertas yang ada di genggamanya. Sangat singkat: “temui aku di Tokyo
Tower pada saat kau berulang tahun bulan depan, Kimura Takeo”
“hmmm…
itu seminggu lagi,” gumam Kei.
Yamada
Kei melipatnya kembali dan memasukkannya ke saku jasnya. Ia mengusap wajahnya
dengan kedua telapak tangannya. Ia mengambil ponselnya dan menelpon Harumi,
istrinya.
“hallo,
Kei. Ada apa? Tumben siang-siang seperti ini kau menelponku. Apakah pekerjaanmu
tidak banyak?”
“emmm…
tidak. Aku sedang tidak ada pekerjaan. Bagaimana? Apakah kau masih berniat
ingin pulang ke Jepang?”
“mengapa
kau bertanya seperti itu? Tentu saja aku ingin. Apakah kau akan mengajakku
kesana dalam waktu dekat ini?”
“ya,
kalau kau sudah baikan”
“aku
sudah bertanya kepada dokter kandunganku. Aku tidak apa-apa untuk melakukan
perjalanan jauh. Kau jangan khawatir, Kei”
“baguslah.
Aku akan mengatur jadwalku dulu. Aku ingin lama tinggal disana”
“bagaimana
dengan pekerjaanmu yang disini?”
“bisa
aku limpahkan kepada orang lain”
“thanx,
Kei. I love you”
Kei
hanya tersenyum lalu menutup telponnya. Ia tidak segera kembali ke Manhattan,
tapi ia hanya duduk-duduk menikmati sore yang indah di Brooklyn Heights
Promenade. Setelah sunset berlalu, barulah ia beranjak menuju mobilnya dan
pulang kembali ke Manhattan.
![]() |
Brooklyn Heights Promenade |
Pagi-pagi
sekali sebelum jam kantor di mulai, Kei sudah tiba di kantornya. Memeriksa
beberapa jadwal yang harus ia penuhi selama seminggu ke depan. Hanya ada
beberapa jadwal yang bisa ia wakilkan kepada Mr. Malkovich tanpa harus ia
sendiri yang menghadirinya.
Seseorag
mengetuk pintu kantornya. John masuk membawakan kopi panas untuk Kei.
“trimakasih,
John”
“tumben,
pagi sekali anda datang ke kantor”
“ya,
ada yang harus aku kerjakan. Oya, apakah kemarin kau melihat Ms. Grey?”
“tidak,
seharian kemarin aku tidak melihatnya”
“trimakasih,
John. Kau boleh pergi”
Di
pintu John berpapasan dengan Emily.
“oh,
selamat pagi, Ms. Grey”
“selamat
pagi”
Emily
segera masuk ke kantor Kei.
“selamat
pagi, Yamada-san”
“oh…
kau, Ms. Grey. Duduklah, aku ingin bicara denganmu”
“m-mafkan
aku yang kemarin…”
“…
aku tidak ingin membahas hal itu, Ms. Grey. Aku ingin kau mempersiapkan
berkas-berkas yang harus kubawa untuk meeting hari ini di Belleclaire di Upper
West Side. Sebelum makan siang, aku minta semuanya sudah selesai. Karena
meeting di mulai setelah jam makan siang. Apakah ada pertanyaan lagi?”
“tidak”
“kalau
begitu bawalah ini. Aku akan menemui Mr. Malkovich dulu”
Yamada
Kei meninggalkan Emily disana. Emily hanya memandang kepergian Kei lalu
berjalan ke mejanya. Ia melihat Kei masuk ke kantor Mr. Malkovich. Entah apa
yang mereka bicarakan. Namun tak lama setelah itu, Kei kembali menemuinya.
“dan
juga tolong carikan tiket ke Jepang untukku dan istriku. Kalau bisa secepatnya.
Thanx, Ms. Grey”
Tanpa
menunggu jawaban dari Emily, Kei langsung masuk kembali ke dalam kantornya.
Setelah
jam makan siang…
“aku
tunggu kau di lobi, Ms. Grey”
Emily
melihat Kei menghilang di balik pintu lift. Ia segera membereskan mejanya dan
membawa apa saja yang diperlukan di pertemuan nanti. Ia lalu menyusul Kei yang
sudah ada di lobi. Tak lama kemudian, mereka sudah ada di dalam mobil yang akan
membawa mereka ke kawasan Upper West Side di Hotel Belleclaire.
![]() |
BelleClaire Hotel |
![]() |
BelleClaire Hotel |
“aku
nanti ingin bicara denganmu dulu, Ms. Grey”
“ya,
tentu”
Emily
menunggu Yamada Kei yang masih beramah-tamah dengan tamu yang lainnya.
Perasaannya gelisah dan berkecamuk. Tak dapat berkonsentrasi. Masih memikirkan
apa yang akan dibicarakan Kei dengannya. Ia hanya menunggu tak jauh dari Kei
sambil masih mengobrol dengan beberapa rekan kerja yang lain. Tak lama
kemudian…
“bisa
kita pergi sekarang, Ms. Grey?”
“ah,
ya. Tentu”
Emily
mengikuti langkah kaki Kei yang cepat menuju restoran yang ada di hotel itu.
Seorang pelayan mendekati mereka.
“anda
ingin memesan apa, Tuan?”
“aku
kopi saja. Bagaimana denganmu, Ms. Grey?”
“ya,
aku juga kopi saja”
“ada
yang lainnya yang ingin kau pesan?”
“tidak,
trimakasih”
“kami
memesan kopi saja, trimakasih”
Pelayan
itu segera pergi dari hadapan Emily dan Kei.
“sebenarnya
ada beberapa hal yang ingin kubicarakan denganmu. Ini tentang kepergianku ke
Jepang. Tentu kau sudah tahu tentang Kimura Takeo yang kita jumpai di Brooklyn
dulu itu”
“ya,
aku ingat”
“dan
aku juga yakin kalau kau waktu itu juga mendengar apa yang kami bicarakan”
“tentu”
“tolong,
jangan kau bicarakan hal ini dengan siapapun”
“aku
tak pernah membicarakan masalah pekerjaanku dengan siapa pun”
“maksudku…
yang tentang dia mengaku-ngaku sebagai ayahku. Tolong jangan kau bicarakan
dengan orang lain. Aku belum tahu tentang hal ini. Itulah kenapa, aku ingin
pulang. Aku ingin menyelidiki hal ini dulu. Aku tak mau membuat keluarga Yamada
tahu”
“kau
bisa mengandalkanku, aku janji”
“ini
kopi anda, Tuan, Nyonya”
“ya,
trimakasih. Apakah kau sudah mendapatkan tiket untukku, Ms. Grey?”
“ah,
ya. Itu sudah ada untuk lusa. Aku sudah memesankan untukmu dan… istrimu, tentu
saja”
“mungkin
aku akan lama disana. Aku sudah bilang kepada Mr. Malkovich, seperti biasanya.
Kau nanti bisa membantunya. Kau bisa menghubungiku kalau ada sesuatu yang
penting. Dan juga…”
Kei
menghentikan kalimatnya. Ia hanya mendesah panjang dan menyandarkan punggungnya
ke sandaran kursi. Untuk menutupi emosinya, ia menyeruput sedikit kopinya.
“aku
ingin meminta maaf kepadamu tentang kejadian tempo hari. Aku… tak tahu mengapa
aku melakukan hal itu. Aku tak tahu apa yang ada di pikiranku. Kita sudah
mempunyai kehidupan kita masing-masing”
“maksudmu?”
“aku
melakukan itu karena… aku dulu pernah diam-diam mencintaimu, Ms. Grey. Itulah
kenapa aku menyembunyikan identitasku waktu itu. Sekarang aku sudah mempunyai
seorang istri. Dan sebentar lagi ia akan memberiku seorang keturunan yang
sangat dinantikan oleh keluarga besarku. Dan kau, kau juga sudah menjadi milik
orang lain”
“kau?
Mencintaiku? Sejak kapan?“
“sejak
kau pergi meninggalkan Jepang, kurasa”
“dan
sekarang?”
“sudah
kubilang, kita sudah punya kehidupan masing-masing”
“bukan
itu maksudku. Kau tentu tahu maksudku, Kei”
“aku
punya hak untuk tidak menjawab pertanyaanmu, Ms. Grey”
Emily
hanya bisa menundukkan kepalanya.
“mengapa
kau baru mengatakannya sekarang, Kei? Disaat kita sudah punya pasangan
masing-masing?” batin Emily kala itu.
“mengapa
kau selalu memanggilku dengan nama Ms. Grey? Tidak seperti orang lain yang
memanggil namaku saja?”
“aku
tidak perlu menjawabnya”
“karena
pernah kudengar kau memanggilku dengan nama Emily”
“sudah
kubilang. Aku tidak perlu menjawab pertanyaanmu itu, Ms. Grey!”
“jadi?”
“aku
tahu ini sulit bagi kita, terutama bagiku tapi… kuharap kita punya hubungan
yang baik sampai di masa yang akan datang”
“apakah
kau tidak ingin mengetahui apa yang kurasakan?”
“tidak
perlu. Itu tidak mengubah apapun. Kau sudah menjadi milik Ryunosuke. Aku
menjelaskan hal ini kepadamu karena aku merasa bersalah kepadamu di malam itu.
Jadi kurasa… kau perlu tahu tentang alasanku. Sekali lagi, aku minta maaf”
“ya,
tak apa-apa. Bisakah kita pulang sekarang?”
“sebenarnya
kalau kau tidak ada acara, aku ingin mengajakmu ke Boat Basin”
“untuk
apa kesana?”
“yah...
hanya ingin menghabiskan waktu sore yang indah ini. Besok pekerjaanku banyak
sekali. Dan lusa aku sudah harus kembali ke Jepang. Kalau kau tak keberatan,
tentu saja”
“aku
belum pernah kesana, hanya sering lewat saja. Kalau begitu, aku mau”
Mereka
lalu meninggalkan restoran itu menuju lobi. Sopir perusahaan sudah siap
menyambut mereka.
“aku
pinjam mobilmu sebentar. Aku dan Ms. Grey masih ada perlu. Ini untukmu, kau
bisa naik taksi ke kantor”
“baik,
Tuan”
Yamada
Kei mengarahkan mobilnya menuju Hudson River dan menyusuri jalan sepanjang
Hudson River. Tak lama kemudian mereka sampai di parkiran 79th
street Boat Basin.
“kau
punya kapal disini?”
“ya,
tapi aku jarang kemari”
Mereka
menuju pinggir “pelabuhan” dan seorang pria menyapa Yamada.
“selamat
sore, Yamada-san”
“selamat
sore, Pierre”
“tumben
kesini. Kalau kau ingin memakai kapalmu, aku akan segera menyiapkannya”
“ya,
trimakasih”
“kau
ingin aku yang mengendarainya atau…”
“…
tidak, aku saja”
Pierre
segera menyiapkan kapal milik Yamada Kei.
“naiklah,
Ms. Grey”
“kau
yakin bisa mengendarai kapal ini?”
“kau
bisa lihat nanti, naiklah”
Emily
segera naik ke kapal kecil itu disusul oleh Kei yang memegang kemudi.
“aku
bawa dulu, Pierre”
“tentu,
hati-hati!”
Perlahan
Kei menjalankan perahu itu. Emily duduk di samping Kei dan berpegangan dengan
erat, nampak sangat ketakutan. Tapi lama kelamaan Kei menjalankan perahu itu
dengan ngebut melintasi Hudson River. Sampai melewati George Washington Bridge,
menukik tajam.
“Yamadaaaa….!
Bisakah kau pelankan laju kapalmu ini!”
Yamada
hanya tertawa-tawa melihat Emily ketakutan seperti itu.
![]() |
George Washington Bridge |
“oke,
oke”
Yamada
menghentikan laju kapalnya di tengah sungai yang tenang.
“mengapa
malah berhenti di tengah sungai seperti ini? Ini sudah menjelang malam, kita
harus segera pulang, Yamada”
“kau
tidak suka, Ms. Grey?”
“sebenarnya
aku…”
“kau
sudah ada janji dengan Ryunosuke, ya?”
“tidak”
Yamada
duduk di samping Emily dan mendekatkan wajahnya ke wajah Emily.
“lalu?
Apakah ada yang mengganggumu?”
“tidak,
hanya saja… kita disini hanya berdua saja dan… kukira kau sudah di tunggu
istrimu di rumah”
Yamada
hanya menatap mata Emily beberapa saat lamanya, lalu ia kembali berdiri di
belakang kemudi lagi. Ia menggulung lengan kemeja putihnya sampai ke siku dan
menyalakan mesin kapal lagi. Yamada menjalankan kapalnya perlahan. Nampak ia
sangat menikmati senja di Hudson River itu. Emily pun hanya diam sambil
sesekali melihat Yamada Kei.
Yamada
dan Harumi sudah tiba di Narita. Mereka dijemput oleh seorang sopir keluarga.
Mereka langsung menuju rumah utama dan di sambut oleh Yamada Yazuo.
“apa
kabar, Harumi?”
“kami
baik-baik saja, pa?”
“Kei-chan
memberitahu aku kalau kau sedang hamil”
“iya,
pa”
“semoga
kau selalu sehat, Harumi. Anak ini yang nantinya akan meneruskan generasi
Yamada. Akan kujadikan ia orang yang besar dan sukses! Kei-chan, tadi Ryuu juga
menelponku. Katanya besok ia akan datang kesini. Kuharap kau tidak ada acara
apa-apa besok”
“kami
kesini hanya untuk liburan saja, bukan dalam rangka bisnis. Jadi, kami punya
waktu banyak, pa”
“kuharap
kau masih disini sewaktu tiba hari ulang tahunmu, Kei-chan. Kita bisa
merayakannya bersama”
“tentu,
pa. Saat waktu itu tiba, aku yakin masih disini”
“sebaiknya
kalian istirahat dulu. Kasihan Harumi dia pasti kecapaian”
“tentu,
kami permisi dulu, pa. ayo, Harumi”
Mereka
segera menuju kamar mereka yang ada di atas. Yamada segera menuju balkon
kamarnya, melamun. Ia terkejut sewaktu Harumi menepuk pundaknya dari belakang.
“kalau
kuperhatikan, sudah 2 hari ini kau selalu melamun terus. Apakah ada yang kau
pikirkan? Atau… urusan pekerjaan yang tidak bisa kau selesaikan? Kau bisa
berbagi denganku. Siapa tahu aku bisa membantumu”
“tidak,
kau tak perlu khawatir tentang aku. Kau harus lebih memikirkan dirimu dan kandunganmu”
“tapi
kalau kau bersikap seperti itu terus, tentu saja kau membuatku khawatir, Kei”
Yamada
Kei segera memeluk Harumi dan mencium kepala Harumi.
“mungkin
aku hanya kelelahan saja. Kemarin waktuku terlalu banyak tersita di kantor.
Sekarang, kita bisa berlibur bersama. Bagaimana? Disini kita bisa pergi berdua
saja”
“kemana
kau akan mengajakku?”
“kau
bisa lihat besok. Aku akan membawamu ke tempat-tempat yang mungkin belum pernah
kau lihat”
“aku
tidak sabar menunggunya, Kei”
“sekarang
kau istirahatlah”
Sore
itu, Yamada Kei membawa Harumi berkeliling kota Tokyo.
“kemana
kau akan membawaku?”
“di
sebuah oase yang ada di tengah kota yang padat dan sibuk ini”
“terserah
kamu saja. Aku tidak begitu mengenal kota ini”
Kei
mengajak Harumi menuju taman Kiyosumi Teien. Sebuah taman yang sunyi dan
rindang, yang terletak di kota Tokyo yang sibuk dan padat. Seperti sebuah oase
di padang pasir yang luas.
“kau
benar, Kei. Ini seperti oase”
“ini
dibangun dari tahun 1878-1885, selama periode Meiji. Luasnya sekitar 81.000 m2”
“kau
tahu banyak tentang taman ini”
“dulu
aku sering kemari. Menghabiskan waktu disini”
“sendirian?”
“tentu
saja”
“menurut
salah satu teori, taman ini adalah bagian dari kediaman Kinokuniya Bunzaemon
pada periode Edo. Lalu pada perode Kyoho 1716-1736 menjadi lokasi kediaman
feodal tuan Kuze Yamatonokami dari Sekiyamo. Pada era Meiji, Iwasaki Yataro, pendiri
Mitsubishi, memperoleh tanah ini. Pada tahun 1878, ia memerintahkan taman
dibangun kembali untuk hiburan karyawan dan tamu-tamu penting. Bukit-bukit dan
air terjun tanpa air dibangun dan juga 55 batu besar dari seluruh Jepang dibawa
kesini. Pada 1880 taman dibuka. Beberapa tahun kemudian, perairan Sumida-gawa
dibawa kesini untuk memperbesar kolam”
“aku
menyukaimu. Kau pandai dalam beberapa hal. Ceritakan kepadaku apa lagi yang kau
ketahui tentang taman ini”
“pada
waktu ada gempa besar dan kebakaran pada tahun 1923, taman ini dipakai untuk
berlindung warga. Setelah dilakukan beberapa perbaikan, taman ini dibuka untuk
umum pada tahun 1932. Lalu pada 31 Maret 1979 taman ini ditetapkan sebagai
Tokyo Metropolitan Place of Scenic Beauty”
“aku
menyukai iso-watari itu. Bisakah kita kesana?”
“tentu”
Mereka
melompati batu-batu besar yang menuju ke salah satu “pulau” atau iso-watari.
Memang terdapat 3 pulau di taman itu. Di kolam itu juga dipelihara ikan,
kura-kura dan unggas air.
Harumi
mendekati Kei yang sore itu sedang memakai jaketnya.
“kau
mau kemana, Kei?”
“aku
ada perlu sebentar”
“kau
harus ingat kalau nanti kita akan mengadakan makan malam dengan keluarga besar
disini”
“iya,
iya. Aku ingat, aku tidak akan lama. Aku pergi dulu”
Setelah
mencium Harumi, Kei segera ke garasi. Dengan mengendarai mobilnya seorang diri,
ia segera ke Tokyo Tower. Memparkir mobilnya lalu naik ke bagian yang paling
atas dari Tokyo Tower, bagian Observation Areas. Tokyo Tower memang buka dari
jam 09:00-23:00. Malam itu tidak begitu ramai. Hanya beberapa orang yang
mencoba melihat pemandangan kota Tokyo dari atas sewaktu malam dengan memakai
teropong.
![]() |
Tokyo Tower |
Terlihat
Kei mencari seseorang disana, tapi ia belum menemukan apa yang ia cari. Ia
hanya bersandar pada pagar dan menatap kota Tokyo malam itu yang sibuk dengan
banyak lampu yang menghiasinya. Tiba-tiba ponselnya berdering.
“ya,
ada apa, Oji-san?”
“kemana
kamu? Semua orang sudah menunggumu disini”
“maaf,
mungkin aku agak terlambat. Kalian bisa memulainya tanpa aku”
“acara
ini khusus dibuat untukmu, Kei-kun. Bagaimana bisa kami akan memulainya
tanpamu”
“iya,
aku tahu. Tapi, aku harus mengerjakan sesuatu dulu. Aku pasti akan datang,
Oji-san”
“apa
yang sedang kau kerjakan?”
“nothing”
“baiklah,
tapi pulanglah secepatnya. Kami menunggumu”
“tentu”
Yamada
kembali menyimpan ponselnya lagi. Ia terkejut sewaktu seseorang juga sudah
berdiri di sampingnya, bersandar pada pagar.
“itu
pasti Ryuu. Aku benar, kan?”
“siapa
sebenarnya dirimu? Aku sudah datang kesini sesuai permintaanmu. Dan kuharap kau
bisa menjelaskan kepadaku tentang semuanya. Karena sepertinya kau tahu banyak
tentang keluargaku”
“tentu
saja. Apa yang tidak aku tahu tentang Yamada? Semuanya aku tahu. Aku pun tahu
secara detil tanda lahirmu”
“sebenarnya
apa tujuanmu? Apakah kau ingin merusak keluarga Yamada?”
“tidak,
aku hanya ingin kau tahu bahwa kau bukanlah anak Yasuo itu. Kalau kau tidak berani
menanyakan hal itu kepadanya, tanyalah kepada Ryuu. Dia tahu segalanya, dia
juga tahu tentang aku”
“kau
bohong. Aku sudah menanyakan hal itu kepadanya. Dan dia tidak kenal denganmu”
“pandai
sekali dia menipumu. Dia mencoba menyembunyikan rahasia ini selamanya darimu”
“yang
tentang kau adalah ayahku?”
“kau
boleh percaya, boleh juga tidak. Aku senang kau sudah dewasa, Kei. Sudah 20
tahun lebih kita berpisah, semenjak kau masih bayi. Aku tidak akan pernah lupa
dengan kejadian di hari itu. Yasuo lah yang telah membunuh ibumu dan membawamu
pergi, Kei!”
“sudah!
Sudah! Aku tidak mau mendengar bualanmu lagi!”
“kau
ingin mengingkarinya? Tidak apa-apa. Tapi darah yang mengalir di tubuhmu itu
bukanlah darah keluarga Yamada. Namun darah keluarga Kimura. Namamu Kimura Kei,
dan bukan Yamada Kei!”
Kei
menatap Kimura Takeo dengan tatapan penuh rasa amarah.
“dan
kau tahu? Aku akan membalaskan dendamku kepada Yasuo. Aku akan merasa sangat
puas jika aku telah membunuhnya. Dialah yang telah membunuh Emi, ibumu
sendiri!”
“sebelum
kau membunuhnya, aku yang akan membunuhmu terlebih dahulu. Kau tidak akan bisa
mengusik keluarga kami, Kimura. Sebaiknya kau menjauhlah dari kehidupan kami,
terutama menjauhlah dariku. Aku tidak membutuhkan semua omong kosong ini.
Pekerjaanku banyak sekali, lebih penting daripada hanya sekedar mengurusi hal
ini”
“baik,
tapi suatu saat kau pasti akan mencariku kalau kau sudah mengetahui yang
sebenarnya”
“I
told you, Kimura”
“sebelum
aku pergi, aku ingin memberitahumu satu hal. Kau harus lebih berhati-hati
dengan yang namanya Shin Koyamada”
“siapa
dia?”
“bukankah
pernah beberapa kali kau diserang secara tiba-tiba? Dia yang berada di balik
semua itu. Dia bermaksud ingin menghabisimu. Kau harus berhati-hati dalam
menghadapinya. Ilmu beladirinya tidak bisa dianggap enteng”
“aku
tidak mengenalnya. Dan aku tidak punya urusan apapun dengannya. Mengapa ia
ingin membunuhku?”
“kau
bisa menanyakan hal itu kepadanya suatu saat kalau kau bertemu dengannya. Aku
tidak mau terlalu banyak bicara. Yang penting, kau dan istrimu harus lebih
berhati-hati. Dia orang yang berbahaya. Dia bisa melakukan apapun untuk
mencapai apa yang diinginkannya, termasuk membunuhmu”
“maksudmu…
apakah ia adalah orang yang menyerangku di Brooklyn waktu itu?”
“tentu
saja. Siapa lagi? Kau sudah tahu kan ilmu beladirinya sudah tinggi?”
“tapi,
darimana kau tahu kalau aku di serang waktu di Brooklyn dulu?”
“aku
mengamatimu dari jauh. Sudahlah, kalau kau membutuhkan bantuanku kau bisa
menelponku. Ini kartu namaku, siapa tahu suatu saat nanti kau memerlukanku.
Tapi kalau mau kau buang juga tidak apa-apa. Yang penting, aku akan selalu ada
di dekatmu”
Yamada
Kei menerima kartu nama dari tangan Kimura Takeo dan mengamatinya.
“aku
tidak punya waktu banyak. Aku harus pergi sekarang. Aku tak mau mata-mata Yasuo
melihat kita berdua disini”
Tanpa
menunggu jawaban dari Kei, Kimura Takeo segera masuk ke lift yang akan
membawanya turun ke lantai dasar. Kei masih memandangi kartu nama yang ada di
tangannya dan menyimpannya di sakunya. Malam semakin larut, tapi ia belum juga
beranjak dari tempat itu. Ia melihat jam tangannya, sudah hampir jam 9 malam.
Dan ia memutuskan untuk pulang ke rumahnya.
Sesampainya
di rumah…
“kau
kemana saja, Kei? Sudah lama kami menunggumu”
“ada
sedikit urusan yang harus aku selesaikan. Dimana papa dan Oji-san”
“ada
di ruang tengah. Mereka masih menunggumu”
Mereka
segera ke ruang tengah.
“kau
sudah datang, Kei-chan?”
“iya,
maaf aku terlambat”
“kemana
saja kau, Kei-kun?”
“ada
perlu dengan seseorang, Oji-san”
“baiklah,
kita bisa makan malam sekarang”
“makan
malam? Kupikir kalian sudah makan malam tanpaku”
“tidak,
kami tetap menunggumu, Kei. Bukankah kau yang berulang tahun hari ini? Selamat
ulang tahun, Kei”
“ehm,
ya. Trimakasih”
Mereka
segera makan malam bersama. Setelah itu mereka mengobrol bersama di ruang
tengah kembali. Kei lebih banyak diam. Sewaktu semua sudah bersiap untuk tidur
pun, Kei masih terdiam di balkon kamarnya di lantai atas. Masih menimang-nimang
kartu nama dari Kimura Takeo.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar