Minggu, 04 Oktober 2015

MY SAKURA (bagian 15)



Namun ia melihat Kei hanya diam saja dan malah menatap Emily. Suasana masih hening dan sepi. Tiba-tiba Kei mendekatkan wajahnya kepada Emily dan perlahan mencium bibir Emily. Anehnya, Emily hanya diam dan membalas ciuman Kei. Perlahan Kei menciumi wajah Emily dan itu semua membuat Emily lupa akan segalanya.
“K-Kei…”
“kau tahu, Ms. Grey? Aku lebih suka kalau kau memanggilku dengan nama itu,” bisik Kei di telinga Emily.
Suara pintu lift terbuka. Dan itu mengejutkan Emily. Buru-buru Emily melepaskan pelukan Kei.
“antar aku pulang sekarang, Kei!”
Tanpa melihat kepada Kei, Emily bergegas keluar dari kantor Kei.
“tunggu dulu, Ms. Grey!”
Emily menghentikan langkahnya dan menoleh.
“apakah kau akan pergi dengan baju yang seperti itu?”
Emily kaget. Buru-buru ia merapikan bajunya kembali lalu masuk ke dalam lift diikuti Kei. Di dalam lift pun Emily hanya bisa diam menunduk. Mobil menuju rumah Emily. Sepanjang perjalanan, Emily hanya memandang kaca mobilnya.
“kita sudah sampai, Ms. Grey”
“ya, trimakasih sudah mengantarku pulang. Semalat malam, Yamada-san”
Tanpa menoleh lagi, Emily segera masuk ke kamarnya yang ada di lantai atas. Ia meraih telpon yang ada di atas meja samping tempat tidurnya. Memencet sebuah nomor.
“hallo, Ryunosuke”
“Emily? Ada apa malam-malam begini menelponku? Kau sudah pulang, ya?”
“ya, aku baru saja pulang. Aku…”
“ada apa? Kau menangis? Kau membuatku khawatir, Emily”
“ah… tidak. Aku hanya merindukanmu saja. Maaf, tapi… bisakah kau kemari sekarang?”
“sekarang? Tapi… baiklah. Tunggu aku, Emily. Terus terang kau membuatku khawatir”
“trimakasih, Ryunosuke”
Emily pergi ke ruang keluarga yang ada di bawah. Duduk melamun di sofanya sambil memilih-milih saluran TV yang tidak begitu menarik baginya malam itu. Tak berapa lama, bel pintu depan berbunyi. Setelah memastikan Ryunosuke yang datang, ia segera membukakan pintunya dan memeluk Ryunosuke dengan erat.
“hei, ada apa ini?”
Ryunosuke menghapus air mata Emily dan duduk di sofa itu.
“ada apa, Emily?”
“tidak ada apa-apa. Aku hanya ingin kau menemaniku untuk malam ini”
“baiklah, kalau kau belum ingin bercerita”
Emily membaringkan kepalanya di pangkuan Ryunosuke dan memejamkan matanya. Ryunosuke membelai rambut Emily yang ternyata sudah tertidur dengan pulasnya. Ia pun menyandarkan kepalanya di sandaran sofa dan tertidur disana.
Pagi menjelang. Emily terbangun dari tidurnya di sofa dan mencari-cari Ryunosuke.
“apa yang sedang kau lakukan?”
“aku membuat sarapan untuk kita. Kuharap kau menyukainya. Sebaiknya kau segera mandi. Kita bisa berangkat ke kantor bersama”
Emily duduk di pantry dapur itu.
“aku tidak masuk untuk hari ini”
“mengapa? Apakah kau sudah minta ijin kepada bossmu?”
“aku tidak enak badan. Aku nanti akan menelponnya”
Ryunosuke memberi roti dan susu untuk Emily.
“baiklah. Sekarang kau harus sarapan dulu lalu istirahatlah”
Ryunosuke duduk di samping Emily dan membelai rambut Emily.
“aku tidak mau kamu sakit”
Emily hanya menatap Ryunosuke.
“ada apa, Emily?”
“kapan kau akan menikahiku?”
Ryunosuke terkejut dengan pertanyaan Emily.
“kau? Maksudku… apakah kau mau menikah denganku, Emily?”
“tentu saja. Aku sudah yakin untuk menikah denganmu”
“aku akan mengabarkan berita ini kepada keluargaku. Trimakasih, Emily. Aku bahagia sekali mendengarnya. Tahun depan, aku akan menikahimu”
“tahun depan?”
“iya, mengapa? Apakah terlalu lama?”
“tidak. Tapi menurutku lebih cepat lebih baik”
“akan aku pikirkan. Aku ingin mewujudkan impianmu untuk menikah ala garden party. Kau menyukainya?”
Emily mengangguk dan tersenyum lalu memeluk Ryunosuke.
“sebaiknya aku pergi sekarang. Aku tak mau terlambat, Emily. Sepulang kerja nanti, aku akan kesini lagi”
“ya, tentu”
Emily hanya menatap kepergian Ryunosuke lalu berbaring lagi di sofanya dengan malas.

Yamada Kei masuk ke kantornya dan terkejut ketika melihat meja Emily masih kosong. Ia bertanya kepada salah seorang pegawainya yang kebetulan lewat.
“kau tahu kemana Ms. Grey pergi?”
“maaf, aku belum melihatnya sedari tadi”
Kei segera masuk ke kantornya dan menghempaskan tubuhnya di kursinya. Dia pun mengerjakan semuanya seorang diri dan terkadang meminta bantuan pegawai yang lain. Sampai hari menjelang sore, ia belum juga melihat Emily. Pun tak ada kabar darinya juga. Ia segera menyambar jasnya dan pergi dengan mobilnya menuju Vinegar Hill, Brooklyn. Ia masuk ke salah satu rumah yang sedari tadi ia bertanya kepada orang-orang sekitar. Sepi. Seorang tetangga menghampirinya.
“apakah kau Yamada Kei dan mencari Mr. Kimura?”
“y-ya”
“Mr. Kimura sudah pergi. Tapi dia menitipkan surat untukmu, siapa tahu kau mencarinya, katanya”
“pergi kemana?”
“entah, kemungkinan pulang ke Jepang. Tapi, aku tak tahu alamatnya yang disana. Aku juga tak tahu banyak tentangnya”
“baiklah, trimakasih”
Sebelum menyeberang kembali ke Manhattan, ia membelokkan mobilnya menuju Brooklyn Heights Promenade. Ia duduk di salah satu bangku yang kosong sambil menatap Manhattan di kejauhan yang dipisahkan oleh East River.

Brooklyn Heights Promenade

 
Brooklyn Heights Promenade

Ia membuka kertas yang ada di genggamanya. Sangat singkat: “temui aku di Tokyo Tower pada saat kau berulang tahun bulan depan, Kimura Takeo”
“hmmm… itu seminggu lagi,” gumam Kei.
Yamada Kei melipatnya kembali dan memasukkannya ke saku jasnya. Ia mengusap wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Ia mengambil ponselnya dan menelpon Harumi, istrinya.
“hallo, Kei. Ada apa? Tumben siang-siang seperti ini kau menelponku. Apakah pekerjaanmu tidak banyak?”
“emmm… tidak. Aku sedang tidak ada pekerjaan. Bagaimana? Apakah kau masih berniat ingin pulang ke Jepang?”
“mengapa kau bertanya seperti itu? Tentu saja aku ingin. Apakah kau akan mengajakku kesana dalam waktu dekat ini?”
“ya, kalau kau sudah baikan”
“aku sudah bertanya kepada dokter kandunganku. Aku tidak apa-apa untuk melakukan perjalanan jauh. Kau jangan khawatir, Kei”
“baguslah. Aku akan mengatur jadwalku dulu. Aku ingin lama tinggal disana”
“bagaimana dengan pekerjaanmu yang disini?”
“bisa aku limpahkan kepada orang lain”
“thanx, Kei. I love you”
Kei hanya tersenyum lalu menutup telponnya. Ia tidak segera kembali ke Manhattan, tapi ia hanya duduk-duduk menikmati sore yang indah di Brooklyn Heights Promenade. Setelah sunset berlalu, barulah ia beranjak menuju mobilnya dan pulang kembali ke Manhattan.

Brooklyn Heights Promenade


Pagi-pagi sekali sebelum jam kantor di mulai, Kei sudah tiba di kantornya. Memeriksa beberapa jadwal yang harus ia penuhi selama seminggu ke depan. Hanya ada beberapa jadwal yang bisa ia wakilkan kepada Mr. Malkovich tanpa harus ia sendiri yang menghadirinya.
Seseorag mengetuk pintu kantornya. John masuk membawakan kopi panas untuk Kei.
“trimakasih, John”
“tumben, pagi sekali anda datang ke kantor”
“ya, ada yang harus aku kerjakan. Oya, apakah kemarin kau melihat Ms. Grey?”
“tidak, seharian kemarin aku tidak melihatnya”
“trimakasih, John. Kau boleh pergi”
Di pintu John berpapasan dengan Emily.
“oh, selamat pagi, Ms. Grey”
“selamat pagi”
Emily segera masuk ke kantor Kei.
“selamat pagi, Yamada-san”
“oh… kau, Ms. Grey. Duduklah, aku ingin bicara denganmu”
“m-mafkan aku yang kemarin…”
“… aku tidak ingin membahas hal itu, Ms. Grey. Aku ingin kau mempersiapkan berkas-berkas yang harus kubawa untuk meeting hari ini di Belleclaire di Upper West Side. Sebelum makan siang, aku minta semuanya sudah selesai. Karena meeting di mulai setelah jam makan siang. Apakah ada pertanyaan lagi?”
“tidak”
“kalau begitu bawalah ini. Aku akan menemui Mr. Malkovich dulu”
Yamada Kei meninggalkan Emily disana. Emily hanya memandang kepergian Kei lalu berjalan ke mejanya. Ia melihat Kei masuk ke kantor Mr. Malkovich. Entah apa yang mereka bicarakan. Namun tak lama setelah itu, Kei kembali menemuinya.
“dan juga tolong carikan tiket ke Jepang untukku dan istriku. Kalau bisa secepatnya. Thanx, Ms. Grey”
Tanpa menunggu jawaban dari Emily, Kei langsung masuk kembali ke dalam kantornya.

Setelah jam makan siang…
“aku tunggu kau di lobi, Ms. Grey”
Emily melihat Kei menghilang di balik pintu lift. Ia segera membereskan mejanya dan membawa apa saja yang diperlukan di pertemuan nanti. Ia lalu menyusul Kei yang sudah ada di lobi. Tak lama kemudian, mereka sudah ada di dalam mobil yang akan membawa mereka ke kawasan Upper West Side di Hotel Belleclaire.

BelleClaire Hotel
 
BelleClaire Hotel
Pertemuan itu diadakan sampai sore sepulang jam kantor.
“aku nanti ingin bicara denganmu dulu, Ms. Grey”
“ya, tentu”
Emily menunggu Yamada Kei yang masih beramah-tamah dengan tamu yang lainnya. Perasaannya gelisah dan berkecamuk. Tak dapat berkonsentrasi. Masih memikirkan apa yang akan dibicarakan Kei dengannya. Ia hanya menunggu tak jauh dari Kei sambil masih mengobrol dengan beberapa rekan kerja yang lain. Tak lama kemudian…
“bisa kita pergi sekarang, Ms. Grey?”
“ah, ya. Tentu”
Emily mengikuti langkah kaki Kei yang cepat menuju restoran yang ada di hotel itu. Seorang pelayan mendekati mereka.
“anda ingin memesan apa, Tuan?”
“aku kopi saja. Bagaimana denganmu, Ms. Grey?”
“ya, aku juga kopi saja”
“ada yang lainnya yang ingin kau pesan?”
“tidak, trimakasih”
“kami memesan kopi saja, trimakasih”
Pelayan itu segera pergi dari hadapan Emily dan Kei.
“sebenarnya ada beberapa hal yang ingin kubicarakan denganmu. Ini tentang kepergianku ke Jepang. Tentu kau sudah tahu tentang Kimura Takeo yang kita jumpai di Brooklyn dulu itu”
“ya, aku ingat”
“dan aku juga yakin kalau kau waktu itu juga mendengar apa yang kami bicarakan”
“tentu”
“tolong, jangan kau bicarakan hal ini dengan siapapun”
“aku tak pernah membicarakan masalah pekerjaanku dengan siapa pun”
“maksudku… yang tentang dia mengaku-ngaku sebagai ayahku. Tolong jangan kau bicarakan dengan orang lain. Aku belum tahu tentang hal ini. Itulah kenapa, aku ingin pulang. Aku ingin menyelidiki hal ini dulu. Aku tak mau membuat keluarga Yamada tahu”
“kau bisa mengandalkanku, aku janji”
“ini kopi anda, Tuan, Nyonya”
“ya, trimakasih. Apakah kau sudah mendapatkan tiket untukku, Ms. Grey?”
“ah, ya. Itu sudah ada untuk lusa. Aku sudah memesankan untukmu dan… istrimu, tentu saja”
“mungkin aku akan lama disana. Aku sudah bilang kepada Mr. Malkovich, seperti biasanya. Kau nanti bisa membantunya. Kau bisa menghubungiku kalau ada sesuatu yang penting. Dan juga…”
Kei menghentikan kalimatnya. Ia hanya mendesah panjang dan menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi. Untuk menutupi emosinya, ia menyeruput sedikit kopinya.
“aku ingin meminta maaf kepadamu tentang kejadian tempo hari. Aku… tak tahu mengapa aku melakukan hal itu. Aku tak tahu apa yang ada di pikiranku. Kita sudah mempunyai kehidupan kita masing-masing”
“maksudmu?”
“aku melakukan itu karena… aku dulu pernah diam-diam mencintaimu, Ms. Grey. Itulah kenapa aku menyembunyikan identitasku waktu itu. Sekarang aku sudah mempunyai seorang istri. Dan sebentar lagi ia akan memberiku seorang keturunan yang sangat dinantikan oleh keluarga besarku. Dan kau, kau juga sudah menjadi milik orang lain”
“kau? Mencintaiku? Sejak kapan?“
“sejak kau pergi meninggalkan Jepang, kurasa”
“dan sekarang?”
“sudah kubilang, kita sudah punya kehidupan masing-masing”
“bukan itu maksudku. Kau tentu tahu maksudku, Kei”
“aku punya hak untuk tidak menjawab pertanyaanmu, Ms. Grey”
Emily hanya bisa menundukkan kepalanya.
“mengapa kau baru mengatakannya sekarang, Kei? Disaat kita sudah punya pasangan masing-masing?” batin Emily kala itu.
“mengapa kau selalu memanggilku dengan nama Ms. Grey? Tidak seperti orang lain yang memanggil namaku saja?”
“aku tidak perlu menjawabnya”
“karena pernah kudengar kau memanggilku dengan nama Emily”
“sudah kubilang. Aku tidak perlu menjawab pertanyaanmu itu, Ms. Grey!”
“jadi?”
“aku tahu ini sulit bagi kita, terutama bagiku tapi… kuharap kita punya hubungan yang baik sampai di masa yang akan datang”
“apakah kau tidak ingin mengetahui apa yang kurasakan?”
“tidak perlu. Itu tidak mengubah apapun. Kau sudah menjadi milik Ryunosuke. Aku menjelaskan hal ini kepadamu karena aku merasa bersalah kepadamu di malam itu. Jadi kurasa… kau perlu tahu tentang alasanku. Sekali lagi, aku minta maaf”
“ya, tak apa-apa. Bisakah kita pulang sekarang?”
“sebenarnya kalau kau tidak ada acara, aku ingin mengajakmu ke Boat Basin”
“untuk apa kesana?”
“yah... hanya ingin menghabiskan waktu sore yang indah ini. Besok pekerjaanku banyak sekali. Dan lusa aku sudah harus kembali ke Jepang. Kalau kau tak keberatan, tentu saja”
“aku belum pernah kesana, hanya sering lewat saja. Kalau begitu, aku mau”
Mereka lalu meninggalkan restoran itu menuju lobi. Sopir perusahaan sudah siap menyambut mereka.
“aku pinjam mobilmu sebentar. Aku dan Ms. Grey masih ada perlu. Ini untukmu, kau bisa naik taksi ke kantor”
“baik, Tuan”
Yamada Kei mengarahkan mobilnya menuju Hudson River dan menyusuri jalan sepanjang Hudson River. Tak lama kemudian mereka sampai di parkiran 79th street Boat Basin.
“kau punya kapal disini?”
“ya, tapi aku jarang kemari”
Mereka menuju pinggir “pelabuhan” dan seorang pria menyapa Yamada.
“selamat sore, Yamada-san”
“selamat sore, Pierre”
“tumben kesini. Kalau kau ingin memakai kapalmu, aku akan segera menyiapkannya”
“ya, trimakasih”
“kau ingin aku yang mengendarainya atau…”
“… tidak, aku saja”
Pierre segera menyiapkan kapal milik Yamada Kei.

 
79th Street Boat Basin

“naiklah, Ms. Grey”
“kau yakin bisa mengendarai kapal ini?”
“kau bisa lihat nanti, naiklah”
Emily segera naik ke kapal kecil itu disusul oleh Kei yang memegang kemudi.
“aku bawa dulu, Pierre”
“tentu, hati-hati!”
Perlahan Kei menjalankan perahu itu. Emily duduk di samping Kei dan berpegangan dengan erat, nampak sangat ketakutan. Tapi lama kelamaan Kei menjalankan perahu itu dengan ngebut melintasi Hudson River. Sampai melewati George Washington Bridge, menukik tajam.
“Yamadaaaa….! Bisakah kau pelankan laju kapalmu ini!”
Yamada hanya tertawa-tawa melihat Emily ketakutan seperti itu.

George Washington Bridge

“oke, oke”
Yamada menghentikan laju kapalnya di tengah sungai yang tenang.
“mengapa malah berhenti di tengah sungai seperti ini? Ini sudah menjelang malam, kita harus segera pulang, Yamada”
“kau tidak suka, Ms. Grey?”
“sebenarnya aku…”
“kau sudah ada janji dengan Ryunosuke, ya?”
“tidak”
Yamada duduk di samping Emily dan mendekatkan wajahnya ke wajah Emily.
“lalu? Apakah ada yang mengganggumu?”
“tidak, hanya saja… kita disini hanya berdua saja dan… kukira kau sudah di tunggu istrimu di rumah”
Yamada hanya menatap mata Emily beberapa saat lamanya, lalu ia kembali berdiri di belakang kemudi lagi. Ia menggulung lengan kemeja putihnya sampai ke siku dan menyalakan mesin kapal lagi. Yamada menjalankan kapalnya perlahan. Nampak ia sangat menikmati senja di Hudson River itu. Emily pun hanya diam sambil sesekali melihat Yamada Kei.

Yamada dan Harumi sudah tiba di Narita. Mereka dijemput oleh seorang sopir keluarga. Mereka langsung menuju rumah utama dan di sambut oleh Yamada Yazuo.
“apa kabar, Harumi?”
“kami baik-baik saja, pa?”
“Kei-chan memberitahu aku kalau kau sedang hamil”
“iya, pa”
“semoga kau selalu sehat, Harumi. Anak ini yang nantinya akan meneruskan generasi Yamada. Akan kujadikan ia orang yang besar dan sukses! Kei-chan, tadi Ryuu juga menelponku. Katanya besok ia akan datang kesini. Kuharap kau tidak ada acara apa-apa besok”
“kami kesini hanya untuk liburan saja, bukan dalam rangka bisnis. Jadi, kami punya waktu banyak, pa”
“kuharap kau masih disini sewaktu tiba hari ulang tahunmu, Kei-chan. Kita bisa merayakannya bersama”
“tentu, pa. Saat waktu itu tiba, aku yakin masih disini”
“sebaiknya kalian istirahat dulu. Kasihan Harumi dia pasti kecapaian”
“tentu, kami permisi dulu, pa. ayo, Harumi”
Mereka segera menuju kamar mereka yang ada di atas. Yamada segera menuju balkon kamarnya, melamun. Ia terkejut sewaktu Harumi menepuk pundaknya dari belakang.
“kalau kuperhatikan, sudah 2 hari ini kau selalu melamun terus. Apakah ada yang kau pikirkan? Atau… urusan pekerjaan yang tidak bisa kau selesaikan? Kau bisa berbagi denganku. Siapa tahu aku bisa membantumu”
“tidak, kau tak perlu khawatir tentang aku. Kau harus lebih memikirkan dirimu dan kandunganmu”
“tapi kalau kau bersikap seperti itu terus, tentu saja kau membuatku khawatir, Kei”
Yamada Kei segera memeluk Harumi dan mencium kepala Harumi.
“mungkin aku hanya kelelahan saja. Kemarin waktuku terlalu banyak tersita di kantor. Sekarang, kita bisa berlibur bersama. Bagaimana? Disini kita bisa pergi berdua saja”
“kemana kau akan mengajakku?”
“kau bisa lihat besok. Aku akan membawamu ke tempat-tempat yang mungkin belum pernah kau lihat”
“aku tidak sabar menunggunya, Kei”
“sekarang kau istirahatlah”



Sore itu, Yamada Kei membawa Harumi berkeliling kota Tokyo.
“kemana kau akan membawaku?”
“di sebuah oase yang ada di tengah kota yang padat dan sibuk ini”
“terserah kamu saja. Aku tidak begitu mengenal kota ini”
Kei mengajak Harumi menuju taman Kiyosumi Teien. Sebuah taman yang sunyi dan rindang, yang terletak di kota Tokyo yang sibuk dan padat. Seperti sebuah oase di padang pasir yang luas.
“kau benar, Kei. Ini seperti oase”
“ini dibangun dari tahun 1878-1885, selama periode Meiji. Luasnya sekitar 81.000 m2”
“kau tahu banyak tentang taman ini”
“dulu aku sering kemari. Menghabiskan waktu disini”
“sendirian?”
“tentu saja”
“menurut salah satu teori, taman ini adalah bagian dari kediaman Kinokuniya Bunzaemon pada periode Edo. Lalu pada perode Kyoho 1716-1736 menjadi lokasi kediaman feodal tuan Kuze Yamatonokami dari Sekiyamo. Pada era Meiji, Iwasaki Yataro, pendiri Mitsubishi, memperoleh tanah ini. Pada tahun 1878, ia memerintahkan taman dibangun kembali untuk hiburan karyawan dan tamu-tamu penting. Bukit-bukit dan air terjun tanpa air dibangun dan juga 55 batu besar dari seluruh Jepang dibawa kesini. Pada 1880 taman dibuka. Beberapa tahun kemudian, perairan Sumida-gawa dibawa kesini untuk memperbesar kolam”
“aku menyukaimu. Kau pandai dalam beberapa hal. Ceritakan kepadaku apa lagi yang kau ketahui tentang taman ini”
“pada waktu ada gempa besar dan kebakaran pada tahun 1923, taman ini dipakai untuk berlindung warga. Setelah dilakukan beberapa perbaikan, taman ini dibuka untuk umum pada tahun 1932. Lalu pada 31 Maret 1979 taman ini ditetapkan sebagai Tokyo Metropolitan Place of Scenic Beauty”
“aku menyukai iso-watari itu. Bisakah kita kesana?”
“tentu”
Mereka melompati batu-batu besar yang menuju ke salah satu “pulau” atau iso-watari. Memang terdapat 3 pulau di taman itu. Di kolam itu juga dipelihara ikan, kura-kura dan unggas air.

 
Kiyosumi Teien
 
Kiyosumi Teien


Harumi mendekati Kei yang sore itu sedang memakai jaketnya.
“kau mau kemana, Kei?”
“aku ada perlu sebentar”
“kau harus ingat kalau nanti kita akan mengadakan makan malam dengan keluarga besar disini”
“iya, iya. Aku ingat, aku tidak akan lama. Aku pergi dulu”
Setelah mencium Harumi, Kei segera ke garasi. Dengan mengendarai mobilnya seorang diri, ia segera ke Tokyo Tower. Memparkir mobilnya lalu naik ke bagian yang paling atas dari Tokyo Tower, bagian Observation Areas. Tokyo Tower memang buka dari jam 09:00-23:00. Malam itu tidak begitu ramai. Hanya beberapa orang yang mencoba melihat pemandangan kota Tokyo dari atas sewaktu malam dengan memakai teropong.
  
Tokyo Tower

Tokyo Tower

Terlihat Kei mencari seseorang disana, tapi ia belum menemukan apa yang ia cari. Ia hanya bersandar pada pagar dan menatap kota Tokyo malam itu yang sibuk dengan banyak lampu yang menghiasinya. Tiba-tiba ponselnya berdering.
“ya, ada apa, Oji-san?”
“kemana kamu? Semua orang sudah menunggumu disini”
“maaf, mungkin aku agak terlambat. Kalian bisa memulainya tanpa aku”
“acara ini khusus dibuat untukmu, Kei-kun. Bagaimana bisa kami akan memulainya tanpamu”
“iya, aku tahu. Tapi, aku harus mengerjakan sesuatu dulu. Aku pasti akan datang, Oji-san”
“apa yang sedang kau kerjakan?”
“nothing”
“baiklah, tapi pulanglah secepatnya. Kami menunggumu”
“tentu”
Yamada kembali menyimpan ponselnya lagi. Ia terkejut sewaktu seseorang juga sudah berdiri di sampingnya, bersandar pada pagar.
“itu pasti Ryuu. Aku benar, kan?”
“siapa sebenarnya dirimu? Aku sudah datang kesini sesuai permintaanmu. Dan kuharap kau bisa menjelaskan kepadaku tentang semuanya. Karena sepertinya kau tahu banyak tentang keluargaku”
“tentu saja. Apa yang tidak aku tahu tentang Yamada? Semuanya aku tahu. Aku pun tahu secara detil tanda lahirmu”
“sebenarnya apa tujuanmu? Apakah kau ingin merusak keluarga Yamada?”
“tidak, aku hanya ingin kau tahu bahwa kau bukanlah anak Yasuo itu. Kalau kau tidak berani menanyakan hal itu kepadanya, tanyalah kepada Ryuu. Dia tahu segalanya, dia juga tahu tentang aku”
“kau bohong. Aku sudah menanyakan hal itu kepadanya. Dan dia tidak kenal denganmu”
“pandai sekali dia menipumu. Dia mencoba menyembunyikan rahasia ini selamanya darimu”
“yang tentang kau adalah ayahku?”
“kau boleh percaya, boleh juga tidak. Aku senang kau sudah dewasa, Kei. Sudah 20 tahun lebih kita berpisah, semenjak kau masih bayi. Aku tidak akan pernah lupa dengan kejadian di hari itu. Yasuo lah yang telah membunuh ibumu dan membawamu pergi, Kei!”
“sudah! Sudah! Aku tidak mau mendengar bualanmu lagi!”
“kau ingin mengingkarinya? Tidak apa-apa. Tapi darah yang mengalir di tubuhmu itu bukanlah darah keluarga Yamada. Namun darah keluarga Kimura. Namamu Kimura Kei, dan bukan Yamada Kei!”
Kei menatap Kimura Takeo dengan tatapan penuh rasa amarah.
“dan kau tahu? Aku akan membalaskan dendamku kepada Yasuo. Aku akan merasa sangat puas jika aku telah membunuhnya. Dialah yang telah membunuh Emi, ibumu sendiri!”
“sebelum kau membunuhnya, aku yang akan membunuhmu terlebih dahulu. Kau tidak akan bisa mengusik keluarga kami, Kimura. Sebaiknya kau menjauhlah dari kehidupan kami, terutama menjauhlah dariku. Aku tidak membutuhkan semua omong kosong ini. Pekerjaanku banyak sekali, lebih penting daripada hanya sekedar mengurusi hal ini”
“baik, tapi suatu saat kau pasti akan mencariku kalau kau sudah mengetahui yang sebenarnya”
“I told you, Kimura”
“sebelum aku pergi, aku ingin memberitahumu satu hal. Kau harus lebih berhati-hati dengan yang namanya Shin Koyamada”
“siapa dia?”
“bukankah pernah beberapa kali kau diserang secara tiba-tiba? Dia yang berada di balik semua itu. Dia bermaksud ingin menghabisimu. Kau harus berhati-hati dalam menghadapinya. Ilmu beladirinya tidak bisa dianggap enteng”
“aku tidak mengenalnya. Dan aku tidak punya urusan apapun dengannya. Mengapa ia ingin membunuhku?”
“kau bisa menanyakan hal itu kepadanya suatu saat kalau kau bertemu dengannya. Aku tidak mau terlalu banyak bicara. Yang penting, kau dan istrimu harus lebih berhati-hati. Dia orang yang berbahaya. Dia bisa melakukan apapun untuk mencapai apa yang diinginkannya, termasuk membunuhmu”
“maksudmu… apakah ia adalah orang yang menyerangku di Brooklyn waktu itu?”
“tentu saja. Siapa lagi? Kau sudah tahu kan ilmu beladirinya sudah tinggi?”
“tapi, darimana kau tahu kalau aku di serang waktu di Brooklyn dulu?”
“aku mengamatimu dari jauh. Sudahlah, kalau kau membutuhkan bantuanku kau bisa menelponku. Ini kartu namaku, siapa tahu suatu saat nanti kau memerlukanku. Tapi kalau mau kau buang juga tidak apa-apa. Yang penting, aku akan selalu ada di dekatmu”
Yamada Kei menerima kartu nama dari tangan Kimura Takeo dan mengamatinya.
“aku tidak punya waktu banyak. Aku harus pergi sekarang. Aku tak mau mata-mata Yasuo melihat kita berdua disini”
Tanpa menunggu jawaban dari Kei, Kimura Takeo segera masuk ke lift yang akan membawanya turun ke lantai dasar. Kei masih memandangi kartu nama yang ada di tangannya dan menyimpannya di sakunya. Malam semakin larut, tapi ia belum juga beranjak dari tempat itu. Ia melihat jam tangannya, sudah hampir jam 9 malam. Dan ia memutuskan untuk pulang ke rumahnya.
Sesampainya di rumah…
“kau kemana saja, Kei? Sudah lama kami menunggumu”
“ada sedikit urusan yang harus aku selesaikan. Dimana papa dan Oji-san”
“ada di ruang tengah. Mereka masih menunggumu”
Mereka segera ke ruang tengah.
“kau sudah datang, Kei-chan?”
“iya, maaf aku terlambat”
“kemana saja kau, Kei-kun?”
“ada perlu dengan seseorang, Oji-san”
“baiklah, kita bisa makan malam sekarang”
“makan malam? Kupikir kalian sudah makan malam tanpaku”
“tidak, kami tetap menunggumu, Kei. Bukankah kau yang berulang tahun hari ini? Selamat ulang tahun, Kei”
“ehm, ya. Trimakasih”
Mereka segera makan malam bersama. Setelah itu mereka mengobrol bersama di ruang tengah kembali. Kei lebih banyak diam. Sewaktu semua sudah bersiap untuk tidur pun, Kei masih terdiam di balkon kamarnya di lantai atas. Masih menimang-nimang kartu nama dari Kimura Takeo.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar