Malam
itu, Yamada Yasuo dan Kei sedang berbincang-bincang di kantor Kei.
“aku
sebenarnya terkejut papa datang kesini tanpa pemberitahuan”
“aku
hanya ingin memberitahumu sesuatu hal”
“apa
itu?”
“tentang
ulang tahun perusahaan dan pesta pernikahanmu dengan Harumi”
“apa
hubungannya?” sahut Kei sambil tangannya masih sibuk merapikan kertas-kertas
yang ada di atas mejanya.
“pesta
pernikahanmu kemarin belum dirayakan disini. Jadi… aku ingin menggabungkan
antara keduanya”
Kei
menghentikan aktivitasnya dan duduk.
“pa,
aku tidak perlu itu semua. Toh, suatu saat semua orang juga tahu kalau aku
sudah menikah”
“kau
anakku satu-satunya. Juga satu-satunya pewaris keluarga Yamada. Aku ingin
membuat pesta yang sangat meriah. Apapun akan kulakukan untukmu, Kei-chan”
“tapi
tidak perlu berlebihan juga, pa”
“tapi
aku mau. Ini juga sebagai hadiah untuk Harumi. Bagaimana kabarnya?”
“baik”
“apakah…
dia sudah mengandung? Karena hanya kau harapan kami untuk meneruskan keluarga
Yamada”
“belum,
pa. Kalau istriku hamil, aku pasti akan mengabarimu”
“segera
bentuklah tim khusus untuk menangani acara ini. Untuk dana, kau bisa
menghubungiku. Berapa pun yang kauminta akan kuberikan”
“iya,
pa. Tapi biar kuselesaikan beberapa pekerjaan ini dulu. Setelah itu akan
kupersiapkan pesta yang akan membuat papa bahagia. Setuju?”
“thank
you, Kei-chan”
Siang
itu, Emily dan Ryunosuke sedang makan siang di kantin perusahaan…
“bagaimana?
Apakah kau menyukai pekerjaan barumu?”
“ya,
aku sangat menyukainya”
“kira-kira…
apakah kau betah bekerja disini?”
“kita
lihat saja nanti, Ryunosuke. Bagaimana posisi barumu di perusahaan ini? Kau
juga semakin meningkat”
“ya,
lumayan. Ini semua berkat Yamada Kei, temanmu itu. Oya, apakah kau sudah dengar
berita?”
“berita
apa?”
“perusahaan
ini akan berulang tahun 2 minggu lagi. Dan sepertinya mereka akan mengadakan
pesta sekalian pesta untuk pernikahan Yamada Kei dan istrinya yang belum sempat
dirayakan. Semua karyawan diundang. Dan sepertinya HARUS datang”
“kamu
dengar dari siapa?”
“dari
Ms. Andrews, sekretaris Yamada Kei. Tapi ini masih rahasia. Belum bisa
dipublikasikan. Bagaimana? Mengapa wajahmu seperti itu? Kau tidak tertarik?”
“kau
sudah tahu alasan awal mengapa aku tidak mau bekerja disini. Karena aku tak
ingin bertemu Yamada. Apalagi ada pesta seperti itu, Ryunosuke”
“sebenarnya
ada apa, Emily? Sepertinya itu sudah bukan sebuah alasan yang bisa dipakai
lagi. Kau mau mengatakannya kepadaku?”
Emily
hanya terdiam dan menghentikan makannya.
“sepertinya
dia pernah melukai hatimu. Apakah benar seperti itu?”
Emily
menatap Ryunosuke Kamiki.
“aku
hanya tak mau bertemu dengan dia saja. Sebisa mungkin aku akan menghindar. Ya,
aku pasti akan datang ke pesta itu. Tapi aku tetap akan menghindar jangan
sampai tahu kalau aku bekerja di perusahaannya. Aku butuh pekerjaan ini untuk
tambah biaya sekolahku juga”
“baik,
baik. Aku senang kau mau datang”
“kemarin
hampir saja aku bertemu dengannya. Sewaktu atasanku menyuruhku untuk mengirim
berkas ke kantor Mr. Malkovich. Untungnya dia tidak melihatku”
“apa
yang akan kau lakukan jika suatu saat dia mengetahui kalau kau bekerja di
perusahaannya?”
“entahlah,
dan kuharap hal itu masih lama. Aku tak mau hal itu terjadi”
“apapun
alasanmu, aku mensupportmu, Emily. Aku akan selalu ada untukmu”
“trimakasih”
Dan
benar apa kata Ryunosuke Kamiki. Pada hari ulang tahun perusahaan, perusahaan
mengadakan pesta. Mereka menyewa sebuah resort untuk 2 hari. Sebuah resort
indah di pegunungan yang masih di wilayah New York, Mohonk Mountain House yang
berada di tepi Lake Mohonk. Perusahaan juga menyediakan beberapa bis untuk
membawa para karyawan kesana untuk akomodasi walaupun ada juga yang membawa
kendaraan pribadi. Tak lupa mereka juga membuking beberapa lantai untuk para
karyawan yang bersedia menginap.
Ryunosuke
, Emily dan banyak karyawan menunggu bis di depan gedung Yamada Group. Setelah
bis datang, mereka segera naik dan mencari bangku masing-masing untuk membawa
mereka ke Mohonk Mountain House. Perjalanan begitu menyenangkan. Dipenuhi canda
dan tawa. Dan tentu saja pesta ini hanya untuk karyawan saja alias private
party.
Yamada
Kei memeluk Harumi yang sedang berdiri di teras belakang rumah. Dan itu membuat
Harumi terkejut.
“kau
membuatku kaget, Kei. Ada apa?”
“kau
sudah siap? Kita bisa berangkat sekarang”
“tentu
saja, ayo”
Mereka
segera menuju mobil mereka yang sudah siap di depan.
“kau
tidak memakai sopirmu?”
“tidak,
aku ingin menyetir sendirian”
“itu
jauh sekali, Kei”
“kita
juga pernah ke New Haven tanpa sopir, Harumi”
“terserah
kau sajalah”
Mobil
perlahan bergerak meninggalkan rumah mereka menuju tempat diadakan pesta
pernikahan mereka yang tertunda dan sekaligus ulang tahun perusahaan.
Setelah
beberapa saat mengemudi, sampailah mereka di tempat yang dituju. Mereka
disambut beberapa orang karyawa yang memang bertugas di depan dan diberi kunci
kamar untuk Kei dan Harumi yang sudah mereka persiapkan.
“trimakasih”
Seorang
pelayan membawakan tas kecil yang berisi baju ganti mereka sekalian menunjukkan
letak kamar.
“ini
kamar anda”
“ya,
trimakasih”
Hari
sudah mulai beranjak siang.
“indah
sekali kamar ini. Baru sekali ini aku pergi kesini”
“aku
juga”
“bukankah
kau yang memilih tempat ini? Kupikir kau juga pernah datang kesini”
“tidak,
tidak. Ms. Andrews mengajukan beberapa tempat. Dan aku memilih tempat ini”
“kau
bisa romantis juga”
“aku
tidak tahu kalau itu membuatmu berpikir kalau aku romantis”
“kau
lihat saja. Sejauh mata memandang, adanya hanya taman bunga yang dikelilingi
oleh hutan dan gunung. Dan di depan kita ada sebuah danau dan beberapa perahu.
Aku suka, Kei”
“aku
senang kalau kau menyukainya”
“kapan
papa datang?”
“entah,
mungkin besok saat acara puncak bersama beberapa rekan bisnisnya”
Harumi
berdiri di tepi jendela dan Kei mendekatinya.
“kemarin
papa juga bertanya kepadaku”
“tentang
apa?”
“tentang
kehamilanmu. Papa bertanya apakah kau sudah hamil atau belum. Karena hanya aku
yang mereka harapkan untuk meneruskan keluarga Yamada”
Harumi
hanya terdiam.
“m-maaf,
aku tidak bermaksud…”
“aku
tahu. Semoga saja aku secepatnya bisa memenuhi harapan keluargamu. Aku juga
sudah tidak sabar ingin segera menimang bayi. Bagaimana denganmu?”
“eh,
y-ya. Aku juga”
![]() |
Mohonk Mountain House |
Sore
itu Ryunosuke dan Emily berjalan kaki di tepi Mohonk Lake.
“kau
tahu siapa yang memilih tempat ini? Indah sekali”
“kata
Ms. Andrews, Yamada Kei yang memilihnya”
“him?”
“kenapa?”
“sepertinya
dia bukan tipe pria yang romantis”
“kalau
kau tidak mengenalnya lebih jauh, sebaiknya kita tidak perlu mengomentari
bagaimana kepribadian dia. Kita tidak mengenalnya, kan?”
“kau
benar, aku tidak mengenalnya secara dekat”
“apakah
kita jadi menginap? Atau kau berubah pikiran untuk pulang malam nanti dengan
bis terakhir?”
“sepertinya…
aku akan menginap saja. Kau benar, aku menyukai tempat ini. Lagi pula, puncak
acara adalah besok. Tentu aku tidak akan melewatkannya”
“ya,
dan besok pagi kita bisa naik perahu itu. Atau bersepeda ke hutan. Atau jalan
kaki saja menyusuri jalan setapak hutan itu. Atau kalau masih ada waktu, kita
bisa naik kereta kuda itu mengelilingi area ini”
![]() |
Mohonk Mountain House |
“kau
bersemangat sekali”
“itu
karena aku bisa liburan denganmu di tempat indah seperti ini. Aku mencintaimu,
Emily”
Emily
hanya tersenyum lalu duduk di salah satu bangku. Ryunosuke hanya berdiri di
hadapannya.
“aku
ingin secepatnya menikahimu, Emily”
“mengapa?
Sekolahku belum lulus, Ryunosuke”
“aku
takut kalau suatu saat kau aka diambil orang”
“siapa?”
“entahlah…
bagaimana menurutmu?”
“aku
tidak tahu. Terus terang aku belum siap untuk hal itu”
“tidak
apa-apa. Aku akan selalu menunggumu. Oya, untuk dinner nanti akan ada pesta.
Apakah kau mau menghadirinya?”
“masih
di resort ini, kan?”
“tentu
saja”
“aku
mau. Jemput aku di kamarku, ya?”
Pesta
setelah dinner di malam itu sangat meriah sekali. Semua karyawan merayakan
ulang tahun perusahaan dan sekaligus pesta perayaan pernikahaan Kei dan Harumi.
Di pojok ruangan, Emily hanya diam saja menatap panggung sambil menggenggam
gelasnya dengan erat, seperti sedang menahan sesuatu yang berkecamuk di dalam
hatinya.
“sedari
tadi kau kulihat hanya diam saja? tubuhmu disini. Tapi aku merasa pikiranmu
tidak disini. Apakah ada yang kau pikirkan, Emily?”
Emily
terkejut tapi ia segera bisa menguasai keadaan.
“aku
tidak apa-apa”
“sebaiknya
kau menikmati saja pesta ini. Lihatlah boss kita itu. Sepertinya mereka
pasangan yang serasi. Bukankah begitu, Emily?”
“maaf,
Ryunosuke. Sepertinya aku harus ke toilet dulu. Permisi”
“baik,
silakan”
Emily
segera meninggalkan Ryunosuke Kamiki. Ia tidak ke toilet, namun hanya ke
belakang ruangan pesta yang jarang ada orang kesana. Ia menatap pegunungan yang
hitam pekat di hadapannya. Hanya pegunungan dan hutan yang sepi. Melamun…
Tiba-tiba
ia terkejut ketika ada suara langkah kaki seseorang yang berhenti di
belakangnya. Ia menoleh.
“Ms.
Grey? Apa yang kau lakukan disini?”
“K-Kei?
Eee… a-aku…”
“…
sepertinya di undangan sudah jelas sekali kalau hanya karyawan kami saja yang
diperkenankan datang ke pesta ini”
“oh,
iya… m-maafkan aku. Permisi”
“tunggu
dulu, Ms. Grey”
Emily
menghentikan langkah kakinya. Kei berjalan ke hadapan Emily dan memandang Emily
dengan tajam.
“maaf,
aku harus pergi sekarang. Aku bukan karyawan sini, jadi aku akan pergi dari
sini. Permisi”
“Emily!”
Emily
mempercepat langkah kakinya menuju kamarnya. Ia segera mengepaki beberapa
pakaiannya ke dalam tasnya dan menuju pemberhentian bis karyawan yang terakhir
yang akan membawanya pulang ke Manhattan malam itu juga. Ia gelisah karena bis
tidak juga muncul. Sekali-kali ia melirik ke jam tangannya. Sekali-kali ia juga
menoleh ke belakang. Takut kalau Yamada Kei tiba-tiba ada di belakangnya.
Sebuah
bis berhenti di depannya. Buru-buru ia naik dan duduk di bangku paling depan.
Karena tak ada karyawan lainnya yang pulang, bis itu segera meninggalkan tempat
itu menuju Manhattan menembus kepekatan malam hutan di pegunungan itu.
Ponselnya berbunyi, ia melihat layarnya.
“ada
apa, Ryunosuke?”
“kau
ada dimana, Emily? Sedari tadi aku mencarimu. Terus terang aku khawatir sekali”
“maaf,
Ryunosuke. Tapi aku pulang malam ini dengan bis terakhir. Maafkan aku, aku
tidak bisa ikut pesta yang besok”
“tapi
kenapa?”
“tiba-tiba
aku merasa tidak enak badan. Jadi, aku pulang sekarang”
“mengapa
kau tidak memberitahuku? Kalau aku tahu, aku pasti akan mengantarmu pulang,
Emily!”
“tidak
perlu repot-repot. Aku tidak apa-apa”
“baiklah,
telpon aku kalau ada apa-apa, oke?”
“trimakasih,
Ryunosuke. Bye”
Emily
langsung menyandarkan kepalanya ke sandaran kursi setelah mematikan ponselnya.
Ia hanya melihat ke luar jendela bis yang gelap gulita. Ia masih terbayang
dengan pertemuan secara tak sengaja dengan Kei baru saja.
“rupanya
kau ada disini, Kei?”
“eh,
iya. Sedari tadi aku disini”
“mengapa
memilih tempat sepi di belakang seperti ini?”
“di
dalam terlalu ramai, Harumi. Dan juga, aku ingin kita pulang sekarang. Aku
tidak ingin menginap”
“ada
apa, Kei? Tingkahmu aneh sekali”
“aku
tidak apa-apa. Segera kemasi barang-barang kita di kamar. Aku akan bicara
dengan Mr. Smith dulu. Kutunggu kau nanti di lobi”
Dengan
terburu-buru Kei meninggalkan tempat itu. Harumi segera menuju kamarnya dan
membereskan barang-barang mereka. Setelah itu menunggu Kei di lobi. Sebuah
mobil berhenti di depannya. Seorang bellboy membukakan pintu untuk Harumi dan
memasukkan barang-barang mereka ke bagasi mobil.
“maaf,
Harumi. Aku agak terlambat. Apakah barang-barang kita sudah semuanya?” Kei
buru-buru masuk ke mobilnya di samping Harumi.
“ya,
sudah semuanya”
Dengan
cepat, Kei memacu mobilnya menuju Manhattan. Sepanjang perjalanan Kei lebih
banyak diam. Harumi pun tak berani mengusik Kei.
Malam
itu, Emily dan Ryunosuke sedang berbincang di teras rumah Emily. Emily tak
begitu bersemangat malam itu.
“ada
apa, Emily?”
“maksudmu?”
“kau
tak pernah mengangkat telponmu. Kau juga tak membalas pesanku. Kau tahu? Aku sangat
khawatir terhadap keadaanmu. Semenjak tiba-tiba kau memutuskan untuk pulang
lebih cepat waktu itu, kita belum pernah bertemu. Ada apa, Emily?”
“sepertinya
aku ingin mengundurkan diri dari perusahaan itu”
“apa?
Tapi mengapa? Kau sudah bersusah payah untuk bisa masuk kesana. Tapi mengapa
akhirnya kau menyerah? Kau sudah melihat sendiri, kan? Waktu itu sainganmu
banyak sekali. Tapi akhirnya kau yang diterima. Bisakah kau memberiku sebuah
penjelasan yang bisa aku terima dengan akal sehatku?”
“maaf,
tidak ada penjelasan untuk itu. Aku hanya ingin keluar saja”
“tapi
mengapa, Emily? Apakah… kau bertemu Yamada di pesta itu?”
Emily
menatap Ryunosuke lalu terdiam dan menunduk.
“aku
benar, kan?”
“hhh…
yah, kau benar. Aku bertemu dengannya”
“jadi,
dia sudah tahu kalau kau bekerja untuknya?”
“aku
tidak tahu. Tapi sepertinya waktu itu dia tidak tahu kalau aku bekerja
untuknya. Dia hanya menegurku kalau itu adalah pesta yang diadakan hanya untuk
karyawannya saja. Lalu aku memutuskan untuk pulang secepatnya. Tapi kalau
posisi sekarang, aku tidak tahu”
“sudah
beberapa hari kau tidak masuk kerja. Atasanmu menanyakan keadaanmu kepadaku dan
menyuruhmu untuk masuk. Dia puas dengan hasil kerjamu, Emily. Apakah kau akan
menyia-nyiakan hal ini? Lupakan dulu tentang Yamada. Kalau dia sudah
benar-benar tahu kalau kau bekerja untuknya, barulah bisa kau putuskan untuk
tetap lanjut ataukah berhenti dan mencari pekerjaan yang lainnya. Untuk
sekarang, kita tidak tahu tentang hal itu, kan? Siapa tahu dia belum tahu
tentang kau”
Emily
hanya diam merenung.
“kau
juga butuh biaya yang tidak sedikit untuk biaya sekolahmu, kan? Aku yakin
sekali kalau kau akan sukses di perusahaan itu suatu saat nanti. Kau akan
menjadi seorang sekretaris yang sudah lama kau impikan”
“disaat
aku sedang terpuruk, kau selalu ada untukku, Ryunosuke. Trimakasih”
“aku
sangat menyayangimu, Emily. Kau besok berangkat kerja, kan? Atau… aku akan
menjemputmu lebih pagi. Jadi, kita bisa naik kereta dengan santai. Apakah kau
mau?”
Emily
menatap Ryunosuke lalu tersenyum.
“baiklah.
Kutunggu kau besok pagi. Kita bisa berangkat sama-sama”
“kalau
begitu… sepertinya misiku kali ini berhasil untuk membujukmu. Dan aku akan
pulang sekarang. Hari sudah larut malam. Takutnya besok kita terlambat masuk
kerja”
“ya,
kau benar. Selamat malam, Ryunosuke”
Setelah
berpamitan juga dengan orang tua Emily, Ryunosuke segera meninggalkan rumah
Emily.
“aku
suka sekali dengannya, Emily”
“apa
yang mama suka?”
“karena
kami satu negara, itu yang pertama. Dia sudah tahu adat istiadat kita. Kedua,
aku suka dengan perangainya. Sopan, baik dan ramah. Dan sepertinya dia sangat
sayang sekali kepadamu”
“dan
sayangnya aku belum bisa mencintai dia dengan sepenuh hatiku, ma”
“kenapa,
Emily? Bagi seorang perempuan, lebih baik dicintai daripada mencintai. Kau tahu
maksud papa”
“ya,
aku tahu. Dan lebih bagus lagi kalau saling mencintai seperti kalian. Aku
benar, kan?”
Tanpa
menunggu jawaban dari papa dan mamanya, Emily segera ke kamarnya. Papa dan
mamanya hanya saling pandang tak mengerti.
Anna
mencari ponselnya yang ada di dalam tasnya. Ternyata Danny yang menelponnya.
“hai,
Danny. Ada apa?”
“tidak
ada apa-apa. Aku hanya ingin mengajakmu pulang bersamaku malam nanti. Kalau
tidak salah kau nanti pulang malam, kan?”
“iya,
banyak sekali tugas yang harus kukerjakan. Trimakasih kau mau mengantarku
pulang. Tapi, apakah malam nanti kau juga pulang malam?”
“ya,
aku ada latihan di gym”
“sepertinya
hari ini bukan jadwal latihanmu”
“aku
berlatih sendiri. Jadi… kita bertemu di gym malam nanti?”
“baiklah,
trimakasih. Aku harus pergi dulu. Bye!”
Menjelang
malam, Anna pergi ke gym. Seperti biasa, ia mendengar suara Danny yang sedang
berlatih. Tapi keningnya kemuadian berkerut. Sepertinya Danny tidak berlatih
sendirian. Ada seseorang disitu. Ia segera mendekat dan duduk di tepi lapangan.
Ia melihat Danny sedang berlatih wushu dengan seseorang dengan menggunakan
pedang yang panjang.
“K-Kei?
Si brengsek itu? Apa yang sedang dilakukannya disini?”
![]() |
Yamada Kei |
Ia
terus mengawasi latihan mereka. Anna sebenarnya merasa ragu, ingin meninggalkan
tempat itu ataukah bertahan disana. Danny dan Kei sama lincahnya. Rupanya
mereka tidak mengetahui kedatangan Anna.
“aku
masih belum bisa mengalahkanmu, Yamada. Padahal hampir tiap hari aku berlatih
disini”
“mungkin
kalau kau sudah bisa mengalahkan Oji-san, kau sudah bisa mengalahkanku”
“kau
sudah mengalahkannya? Kapan?”
“dulu,
sewaktu aku pulang”
Mereka
segera mengelap peluh yang ada di wajah mereka dan mengambil tas mereka yang
ada di pinggir lapangan. Anna segera mendekati mereka.
“Anna,
kapan kau datang?”
“sudah
sejak tadi. Rupanya kalian berdua hebat. Yamada, aku tak menyangka kalau
ternyata kau juga jago wushu”
“kehebatan
Yamada sudah tidak perlu diragukan lagi. Aku berlatih keras agar bisa
mengalahkannya suatu saat nanti. Namun, aku belum berhasil juga”
Yamada
Kei hanya tersenyum dan menyerahkan pedangnya kepada Danny.
“aku
pulang sekarang. Trimakasih atas semuanya”
“kau
tidak ingin makan malam dulu bersama kami?”
“tidak
usah. Hari sudah malam. Istriku pasti cemas kalau aku tidak segera pulang”
“baiklah,
hati-hati”
“ya,
trimakasih. Bye, Anna”
Yamada
Kei menyambar jasnya dan keluar dari gym itu.
“ada
apa dia kesini lagi?”
“hanya
sekedar mampir saja. Kalau untuk yang kami bicarakan, maaf aku tidak bisa
memberitahumu”
“ya,
aku paham. Kau tempat dia untuk bercerita apa saja. Aku hanya tidak menyangka
saja kalau ternyata dia juga pandai wushu seperti halnya dirimu”
“lebih
jago dia, Anna. Dia yang mengenalkanku kepada wushu. Dia belajar wushu sejak
dia masih kecil”
“aku
tidak tahu tentang hal itu. Karena di sekolah dia lebih banyak menyendiri”
“dia
memang seperti itu. Hanya kepadaku saja dia mau bercerita banyak”
“dia
sedang ada masalah?”
“lupakan
saja tentang hal itu. Bisakah kau menungguku disini? Aku ingin membersihkan
badanku dulu”
“tak
masalah. Aku akan menunggumu disini”
Danny
segera ke kamar mandi yang ada di gym itu. Mengguyur tubuhnya di bawah guyuran
air yang dingin membuatnya segar kembali. Setelah selesai, barulah ia menemui
Anna yang sudah menunggunya.
“maaf
sudah membuatmu menunggu. Ayo, aku akan mentraktirmu makan malam. Apakah kau
mau?”
“makan
malam? T-tapi…”
“…
apakah kau sudah ada janji dengan orang lain?”
“tidak,
hanya saja… aku belum mandi dari tadi pagi”
“aku
tidak ada masalah dengan hal itu”
“baiklah
kalau begitu, ayo!”
Danny
Wang membawa Anna ke sebuah restoran yang tidak begitu ramai. Mereka segera
memesan beberapa makanan dan minuman.
“mengapa
kau membawaku ke tempat yang seperti ini?”
“apakah
kau tidak menyukainya. Maaf, aku belum begitu tahu seleramu”
“bukan
begitu. Tempat ini indah sekali dan… romantis”
“aku
memang sengaja membawamu ke tempat yang seperti ini”
“sengaja?”
“ya”
“kenapa?”
“sebenarnya…
aku sangat mencintaimu, Anna. Semenjak pertama kali kita bertemu waktu itu”
“kau?”
“ya,
apakah kau mencintai orang lain?”
“t-tidak,
hanya saja… aku tidak menyangka kalau kau…”
“maafkan
aku. Kau tidak perlu menjawabnya sekarang. Yang terpenting kau sudah tahu, aku
sudah lega. Kalaupun kau tidak memilihku, aku tidak apa-apa. Yang terpenting,
orang yang akhirnya kau pilih itu bisa membahagiakanmu, aku juga ikut senang,
Anna”
Anna
masih tetap terdiam.
“jangan
kau pikirkan hal ini terlalu dalam. Aku tak mau membuatmu merasa tidak enak
hati denganku kalau akhirnya kamu tidak memilihku. Aku tidak mau hubungan
pertemanan kita hancur gara-gara ini”
“ya,
aku tahu. Dan sebenarnya… aku juga mulai menyukaimu semenjak pertama kita
bertemu di depan kampus waktu itu. Tapi kupikir… kau menyukai temanku karena
kau selalu bersamanya terus”
“kau
tahu? Aku bersama temanmu terus karena aku ingin tahu lebih banyak tentangmu”
“mengapa
kau tidak langsung bertanya kepadaku tentang aku?”
“kita
belum mengenal secara dekat, Anna. Trimakasih kau sudah mau menerimaku”
Pembicaraan
mereka terpotong karena seorang pelayan sudah membawakan makanan pesanan
mereka. Mereka segera menyantapnya sambil mengobrol hangat.
“apakah
kau dekat sekali dengan Emily, Anna?”
“Emily?”
“
iya”
“apakah
kau dan Yamada pernah membicarakan kami? Apa yang kalian perbincangkan?”
“ah,
lupakan. Kuharap suatu saat nanti kau mau mengenalkanku kepadanya”
“untuk
apa? Kau tidak ada hubungan apapun dengannya”
“tidak
ada salahnya kan kalau aku juga ikut mengenal sahabat dari kekasih baruku ini?
Kau sudah mengenal Yamada. Aku juga ingin mengenal sahabatmu itu”
“kebetulan
aku besok akan ke Manhattan. Kalau kau sedang tidak sibuk, kau bisa ikut
bersamaku. Kalau Emily sedang ada waktu senggang, kita bisa bertemu dengannya.
Apakah kau bisa?”
“tentu
saja. Aku akan ikut denganmu. Kita pakai mobilku saja. Jam berapa kau harus
kujemput?”
“kita
bisa pergi jam 11 pagi saja”