Selasa, 28 Juli 2015

MY SAKURA (bagian 10)



Malam itu, Yamada Yasuo dan Kei sedang berbincang-bincang di kantor Kei.
“aku sebenarnya terkejut papa datang kesini tanpa pemberitahuan”
“aku hanya ingin memberitahumu sesuatu hal”
“apa itu?”
“tentang ulang tahun perusahaan dan pesta pernikahanmu dengan Harumi”
“apa hubungannya?” sahut Kei sambil tangannya masih sibuk merapikan kertas-kertas yang ada di atas mejanya.
“pesta pernikahanmu kemarin belum dirayakan disini. Jadi… aku ingin menggabungkan antara keduanya”
Kei menghentikan aktivitasnya dan duduk.
“pa, aku tidak perlu itu semua. Toh, suatu saat semua orang juga tahu kalau aku sudah menikah”
“kau anakku satu-satunya. Juga satu-satunya pewaris keluarga Yamada. Aku ingin membuat pesta yang sangat meriah. Apapun akan kulakukan untukmu, Kei-chan”
“tapi tidak perlu berlebihan juga, pa”
“tapi aku mau. Ini juga sebagai hadiah untuk Harumi. Bagaimana kabarnya?”
“baik”
“apakah… dia sudah mengandung? Karena hanya kau harapan kami untuk meneruskan keluarga Yamada”
“belum, pa. Kalau istriku hamil, aku pasti akan mengabarimu”
“segera bentuklah tim khusus untuk menangani acara ini. Untuk dana, kau bisa menghubungiku. Berapa pun yang kauminta akan kuberikan”
“iya, pa. Tapi biar kuselesaikan beberapa pekerjaan ini dulu. Setelah itu akan kupersiapkan pesta yang akan membuat papa bahagia. Setuju?”
“thank you, Kei-chan”

Siang itu, Emily dan Ryunosuke sedang makan siang di kantin perusahaan…
“bagaimana? Apakah kau menyukai pekerjaan barumu?”
“ya, aku sangat menyukainya”
“kira-kira… apakah kau betah bekerja disini?”
“kita lihat saja nanti, Ryunosuke. Bagaimana posisi barumu di perusahaan ini? Kau juga semakin meningkat”
“ya, lumayan. Ini semua berkat Yamada Kei, temanmu itu. Oya, apakah kau sudah dengar berita?”
“berita apa?”
“perusahaan ini akan berulang tahun 2 minggu lagi. Dan sepertinya mereka akan mengadakan pesta sekalian pesta untuk pernikahan Yamada Kei dan istrinya yang belum sempat dirayakan. Semua karyawan diundang. Dan sepertinya HARUS datang”
“kamu dengar dari siapa?”
“dari Ms. Andrews, sekretaris Yamada Kei. Tapi ini masih rahasia. Belum bisa dipublikasikan. Bagaimana? Mengapa wajahmu seperti itu? Kau tidak tertarik?”
“kau sudah tahu alasan awal mengapa aku tidak mau bekerja disini. Karena aku tak ingin bertemu Yamada. Apalagi ada pesta seperti itu, Ryunosuke”
“sebenarnya ada apa, Emily? Sepertinya itu sudah bukan sebuah alasan yang bisa dipakai lagi. Kau mau mengatakannya kepadaku?”
Emily hanya terdiam dan menghentikan makannya.
“sepertinya dia pernah melukai hatimu. Apakah benar seperti itu?”
Emily menatap Ryunosuke Kamiki.
“aku hanya tak mau bertemu dengan dia saja. Sebisa mungkin aku akan menghindar. Ya, aku pasti akan datang ke pesta itu. Tapi aku tetap akan menghindar jangan sampai tahu kalau aku bekerja di perusahaannya. Aku butuh pekerjaan ini untuk tambah biaya sekolahku juga”
“baik, baik. Aku senang kau mau datang”
“kemarin hampir saja aku bertemu dengannya. Sewaktu atasanku menyuruhku untuk mengirim berkas ke kantor Mr. Malkovich. Untungnya dia tidak melihatku”
“apa yang akan kau lakukan jika suatu saat dia mengetahui kalau kau bekerja di perusahaannya?”
“entahlah, dan kuharap hal itu masih lama. Aku tak mau hal itu terjadi”
“apapun alasanmu, aku mensupportmu, Emily. Aku akan selalu ada untukmu”
“trimakasih”

Dan benar apa kata Ryunosuke Kamiki. Pada hari ulang tahun perusahaan, perusahaan mengadakan pesta. Mereka menyewa sebuah resort untuk 2 hari. Sebuah resort indah di pegunungan yang masih di wilayah New York, Mohonk Mountain House yang berada di tepi Lake Mohonk. Perusahaan juga menyediakan beberapa bis untuk membawa para karyawan kesana untuk akomodasi walaupun ada juga yang membawa kendaraan pribadi. Tak lupa mereka juga membuking beberapa lantai untuk para karyawan yang bersedia menginap.
Ryunosuke , Emily dan banyak karyawan menunggu bis di depan gedung Yamada Group. Setelah bis datang, mereka segera naik dan mencari bangku masing-masing untuk membawa mereka ke Mohonk Mountain House. Perjalanan begitu menyenangkan. Dipenuhi canda dan tawa. Dan tentu saja pesta ini hanya untuk karyawan saja alias private party.
Yamada Kei memeluk Harumi yang sedang berdiri di teras belakang rumah. Dan itu membuat Harumi terkejut.
“kau membuatku kaget, Kei. Ada apa?”
“kau sudah siap? Kita bisa berangkat sekarang”
“tentu saja, ayo”
Mereka segera menuju mobil mereka yang sudah siap di depan.
“kau tidak memakai sopirmu?”
“tidak, aku ingin menyetir sendirian”
“itu jauh sekali, Kei”
“kita juga pernah ke New Haven tanpa sopir, Harumi”
“terserah kau sajalah”
Mobil perlahan bergerak meninggalkan rumah mereka menuju tempat diadakan pesta pernikahan mereka yang tertunda dan sekaligus ulang tahun perusahaan.

Setelah beberapa saat mengemudi, sampailah mereka di tempat yang dituju. Mereka disambut beberapa orang karyawa yang memang bertugas di depan dan diberi kunci kamar untuk Kei dan Harumi yang sudah mereka persiapkan.
“trimakasih”
Seorang pelayan membawakan tas kecil yang berisi baju ganti mereka sekalian menunjukkan letak kamar.
“ini kamar anda”
“ya, trimakasih”
Hari sudah mulai beranjak siang.
“indah sekali kamar ini. Baru sekali ini aku pergi kesini”
“aku juga”
“bukankah kau yang memilih tempat ini? Kupikir kau juga pernah datang kesini”
“tidak, tidak. Ms. Andrews mengajukan beberapa tempat. Dan aku memilih tempat ini”
“kau bisa romantis juga”
“aku tidak tahu kalau itu membuatmu berpikir kalau aku romantis”
“kau lihat saja. Sejauh mata memandang, adanya hanya taman bunga yang dikelilingi oleh hutan dan gunung. Dan di depan kita ada sebuah danau dan beberapa perahu. Aku suka, Kei”
“aku senang kalau kau menyukainya”
“kapan papa datang?”
“entah, mungkin besok saat acara puncak bersama beberapa rekan bisnisnya”
Harumi berdiri di tepi jendela dan Kei mendekatinya.
“kemarin papa juga bertanya kepadaku”
“tentang apa?”
“tentang kehamilanmu. Papa bertanya apakah kau sudah hamil atau belum. Karena hanya aku yang mereka harapkan untuk meneruskan keluarga Yamada”
Harumi hanya terdiam.
“m-maaf, aku tidak bermaksud…”
“aku tahu. Semoga saja aku secepatnya bisa memenuhi harapan keluargamu. Aku juga sudah tidak sabar ingin segera menimang bayi. Bagaimana denganmu?”
“eh, y-ya. Aku juga”



Mohonk Mountain House

Sore itu Ryunosuke dan Emily berjalan kaki di tepi Mohonk Lake.
“kau tahu siapa yang memilih tempat ini? Indah sekali”
“kata Ms. Andrews, Yamada Kei yang memilihnya”
“him?”
“kenapa?”
“sepertinya dia bukan tipe pria yang romantis”
“kalau kau tidak mengenalnya lebih jauh, sebaiknya kita tidak perlu mengomentari bagaimana kepribadian dia. Kita tidak mengenalnya, kan?”
“kau benar, aku tidak mengenalnya secara dekat”
“apakah kita jadi menginap? Atau kau berubah pikiran untuk pulang malam nanti dengan bis terakhir?”
“sepertinya… aku akan menginap saja. Kau benar, aku menyukai tempat ini. Lagi pula, puncak acara adalah besok. Tentu aku tidak akan melewatkannya”
“ya, dan besok pagi kita bisa naik perahu itu. Atau bersepeda ke hutan. Atau jalan kaki saja menyusuri jalan setapak hutan itu. Atau kalau masih ada waktu, kita bisa naik kereta kuda itu mengelilingi area ini”


Mohonk Mountain House
 
“kau bersemangat sekali”
“itu karena aku bisa liburan denganmu di tempat indah seperti ini. Aku mencintaimu, Emily”
Emily hanya tersenyum lalu duduk di salah satu bangku. Ryunosuke hanya berdiri di hadapannya.
“aku ingin secepatnya menikahimu, Emily”
“mengapa? Sekolahku belum lulus, Ryunosuke”
“aku takut kalau suatu saat kau aka diambil orang”
“siapa?”
“entahlah… bagaimana menurutmu?”
“aku tidak tahu. Terus terang aku belum siap untuk hal itu”
“tidak apa-apa. Aku akan selalu menunggumu. Oya, untuk dinner nanti akan ada pesta. Apakah kau mau menghadirinya?”
“masih di resort ini, kan?”
“tentu saja”
“aku mau. Jemput aku di kamarku, ya?”

Pesta setelah dinner di malam itu sangat meriah sekali. Semua karyawan merayakan ulang tahun perusahaan dan sekaligus pesta perayaan pernikahaan Kei dan Harumi. Di pojok ruangan, Emily hanya diam saja menatap panggung sambil menggenggam gelasnya dengan erat, seperti sedang menahan sesuatu yang berkecamuk di dalam hatinya.
“sedari tadi kau kulihat hanya diam saja? tubuhmu disini. Tapi aku merasa pikiranmu tidak disini. Apakah ada yang kau pikirkan, Emily?”
Emily terkejut tapi ia segera bisa menguasai keadaan.
“aku tidak apa-apa”
“sebaiknya kau menikmati saja pesta ini. Lihatlah boss kita itu. Sepertinya mereka pasangan yang serasi. Bukankah begitu, Emily?”
“maaf, Ryunosuke. Sepertinya aku harus ke toilet dulu. Permisi”
“baik, silakan”
Emily segera meninggalkan Ryunosuke Kamiki. Ia tidak ke toilet, namun hanya ke belakang ruangan pesta yang jarang ada orang kesana. Ia menatap pegunungan yang hitam pekat di hadapannya. Hanya pegunungan dan hutan yang sepi. Melamun…
Tiba-tiba ia terkejut ketika ada suara langkah kaki seseorang yang berhenti di belakangnya. Ia menoleh.
“Ms. Grey? Apa yang kau lakukan disini?”
“K-Kei? Eee… a-aku…”
“… sepertinya di undangan sudah jelas sekali kalau hanya karyawan kami saja yang diperkenankan datang ke pesta ini”
“oh, iya… m-maafkan aku. Permisi”
“tunggu dulu, Ms. Grey”
Emily menghentikan langkah kakinya. Kei berjalan ke hadapan Emily dan memandang Emily dengan tajam.
“maaf, aku harus pergi sekarang. Aku bukan karyawan sini, jadi aku akan pergi dari sini. Permisi”
“Emily!”
Emily mempercepat langkah kakinya menuju kamarnya. Ia segera mengepaki beberapa pakaiannya ke dalam tasnya dan menuju pemberhentian bis karyawan yang terakhir yang akan membawanya pulang ke Manhattan malam itu juga. Ia gelisah karena bis tidak juga muncul. Sekali-kali ia melirik ke jam tangannya. Sekali-kali ia juga menoleh ke belakang. Takut kalau Yamada Kei tiba-tiba ada di belakangnya.
Sebuah bis berhenti di depannya. Buru-buru ia naik dan duduk di bangku paling depan. Karena tak ada karyawan lainnya yang pulang, bis itu segera meninggalkan tempat itu menuju Manhattan menembus kepekatan malam hutan di pegunungan itu. Ponselnya berbunyi, ia melihat layarnya.
“ada apa, Ryunosuke?”
“kau ada dimana, Emily? Sedari tadi aku mencarimu. Terus terang aku khawatir sekali”
“maaf, Ryunosuke. Tapi aku pulang malam ini dengan bis terakhir. Maafkan aku, aku tidak bisa ikut pesta yang besok”
“tapi kenapa?”
“tiba-tiba aku merasa tidak enak badan. Jadi, aku pulang sekarang”
“mengapa kau tidak memberitahuku? Kalau aku tahu, aku pasti akan mengantarmu pulang, Emily!”
“tidak perlu repot-repot. Aku tidak apa-apa”
“baiklah, telpon aku kalau ada apa-apa, oke?”
“trimakasih, Ryunosuke. Bye”
Emily langsung menyandarkan kepalanya ke sandaran kursi setelah mematikan ponselnya. Ia hanya melihat ke luar jendela bis yang gelap gulita. Ia masih terbayang dengan pertemuan secara tak sengaja dengan Kei baru saja.

“rupanya kau ada disini, Kei?”
“eh, iya. Sedari tadi aku disini”
“mengapa memilih tempat sepi di belakang seperti ini?”
“di dalam terlalu ramai, Harumi. Dan juga, aku ingin kita pulang sekarang. Aku tidak ingin menginap”
“ada apa, Kei? Tingkahmu aneh sekali”
“aku tidak apa-apa. Segera kemasi barang-barang kita di kamar. Aku akan bicara dengan Mr. Smith dulu. Kutunggu kau nanti di lobi”
Dengan terburu-buru Kei meninggalkan tempat itu. Harumi segera menuju kamarnya dan membereskan barang-barang mereka. Setelah itu menunggu Kei di lobi. Sebuah mobil berhenti di depannya. Seorang bellboy membukakan pintu untuk Harumi dan memasukkan barang-barang mereka ke bagasi mobil.
“maaf, Harumi. Aku agak terlambat. Apakah barang-barang kita sudah semuanya?” Kei buru-buru masuk ke mobilnya di samping Harumi.
“ya, sudah semuanya”
Dengan cepat, Kei memacu mobilnya menuju Manhattan. Sepanjang perjalanan Kei lebih banyak diam. Harumi pun tak berani mengusik Kei.

Malam itu, Emily dan Ryunosuke sedang berbincang di teras rumah Emily. Emily tak begitu bersemangat malam itu.
“ada apa, Emily?”
“maksudmu?”
“kau tak pernah mengangkat telponmu. Kau juga tak membalas pesanku. Kau tahu? Aku sangat khawatir terhadap keadaanmu. Semenjak tiba-tiba kau memutuskan untuk pulang lebih cepat waktu itu, kita belum pernah bertemu. Ada apa, Emily?”
“sepertinya aku ingin mengundurkan diri dari perusahaan itu”
“apa? Tapi mengapa? Kau sudah bersusah payah untuk bisa masuk kesana. Tapi mengapa akhirnya kau menyerah? Kau sudah melihat sendiri, kan? Waktu itu sainganmu banyak sekali. Tapi akhirnya kau yang diterima. Bisakah kau memberiku sebuah penjelasan yang bisa aku terima dengan akal sehatku?”
“maaf, tidak ada penjelasan untuk itu. Aku hanya ingin keluar saja”
“tapi mengapa, Emily? Apakah… kau bertemu Yamada di pesta itu?”
Emily menatap Ryunosuke lalu terdiam dan menunduk.
“aku benar, kan?”
“hhh… yah, kau benar. Aku bertemu dengannya”
“jadi, dia sudah tahu kalau kau bekerja untuknya?”
“aku tidak tahu. Tapi sepertinya waktu itu dia tidak tahu kalau aku bekerja untuknya. Dia hanya menegurku kalau itu adalah pesta yang diadakan hanya untuk karyawannya saja. Lalu aku memutuskan untuk pulang secepatnya. Tapi kalau posisi sekarang, aku tidak tahu”
“sudah beberapa hari kau tidak masuk kerja. Atasanmu menanyakan keadaanmu kepadaku dan menyuruhmu untuk masuk. Dia puas dengan hasil kerjamu, Emily. Apakah kau akan menyia-nyiakan hal ini? Lupakan dulu tentang Yamada. Kalau dia sudah benar-benar tahu kalau kau bekerja untuknya, barulah bisa kau putuskan untuk tetap lanjut ataukah berhenti dan mencari pekerjaan yang lainnya. Untuk sekarang, kita tidak tahu tentang hal itu, kan? Siapa tahu dia belum tahu tentang kau”
Emily hanya diam merenung.
“kau juga butuh biaya yang tidak sedikit untuk biaya sekolahmu, kan? Aku yakin sekali kalau kau akan sukses di perusahaan itu suatu saat nanti. Kau akan menjadi seorang sekretaris yang sudah lama kau impikan”
“disaat aku sedang terpuruk, kau selalu ada untukku, Ryunosuke. Trimakasih”
“aku sangat menyayangimu, Emily. Kau besok berangkat kerja, kan? Atau… aku akan menjemputmu lebih pagi. Jadi, kita bisa naik kereta dengan santai. Apakah kau mau?”
Emily menatap Ryunosuke lalu tersenyum.
“baiklah. Kutunggu kau besok pagi. Kita bisa berangkat sama-sama”
“kalau begitu… sepertinya misiku kali ini berhasil untuk membujukmu. Dan aku akan pulang sekarang. Hari sudah larut malam. Takutnya besok kita terlambat masuk kerja”
“ya, kau benar. Selamat malam, Ryunosuke”
Setelah berpamitan juga dengan orang tua Emily, Ryunosuke segera meninggalkan rumah Emily.
“aku suka sekali dengannya, Emily”
“apa yang mama suka?”
“karena kami satu negara, itu yang pertama. Dia sudah tahu adat istiadat kita. Kedua, aku suka dengan perangainya. Sopan, baik dan ramah. Dan sepertinya dia sangat sayang sekali kepadamu”
“dan sayangnya aku belum bisa mencintai dia dengan sepenuh hatiku, ma”
“kenapa, Emily? Bagi seorang perempuan, lebih baik dicintai daripada mencintai. Kau tahu maksud papa”
“ya, aku tahu. Dan lebih bagus lagi kalau saling mencintai seperti kalian. Aku benar, kan?”
Tanpa menunggu jawaban dari papa dan mamanya, Emily segera ke kamarnya. Papa dan mamanya hanya saling pandang tak mengerti.

Anna mencari ponselnya yang ada di dalam tasnya. Ternyata Danny yang menelponnya.
“hai, Danny. Ada apa?”
“tidak ada apa-apa. Aku hanya ingin mengajakmu pulang bersamaku malam nanti. Kalau tidak salah kau nanti pulang malam, kan?”
“iya, banyak sekali tugas yang harus kukerjakan. Trimakasih kau mau mengantarku pulang. Tapi, apakah malam nanti kau juga pulang malam?”
“ya, aku ada latihan di gym”
“sepertinya hari ini bukan jadwal latihanmu”
“aku berlatih sendiri. Jadi… kita bertemu di gym malam nanti?”
“baiklah, trimakasih. Aku harus pergi dulu. Bye!”

Menjelang malam, Anna pergi ke gym. Seperti biasa, ia mendengar suara Danny yang sedang berlatih. Tapi keningnya kemuadian berkerut. Sepertinya Danny tidak berlatih sendirian. Ada seseorang disitu. Ia segera mendekat dan duduk di tepi lapangan. Ia melihat Danny sedang berlatih wushu dengan seseorang dengan menggunakan pedang yang panjang.
“K-Kei? Si brengsek itu? Apa yang sedang dilakukannya disini?”

Yamada Kei

Ia terus mengawasi latihan mereka. Anna sebenarnya merasa ragu, ingin meninggalkan tempat itu ataukah bertahan disana. Danny dan Kei sama lincahnya. Rupanya mereka tidak mengetahui kedatangan Anna.
“aku masih belum bisa mengalahkanmu, Yamada. Padahal hampir tiap hari aku berlatih disini”
“mungkin kalau kau sudah bisa mengalahkan Oji-san, kau sudah bisa mengalahkanku”
“kau sudah mengalahkannya? Kapan?”
“dulu, sewaktu aku pulang”
Mereka segera mengelap peluh yang ada di wajah mereka dan mengambil tas mereka yang ada di pinggir lapangan. Anna segera mendekati mereka.
“Anna, kapan kau datang?”
“sudah sejak tadi. Rupanya kalian berdua hebat. Yamada, aku tak menyangka kalau ternyata kau juga jago wushu”
“kehebatan Yamada sudah tidak perlu diragukan lagi. Aku berlatih keras agar bisa mengalahkannya suatu saat nanti. Namun, aku belum berhasil juga”
Yamada Kei hanya tersenyum dan menyerahkan pedangnya kepada Danny.
“aku pulang sekarang. Trimakasih atas semuanya”
“kau tidak ingin makan malam dulu bersama kami?”
“tidak usah. Hari sudah malam. Istriku pasti cemas kalau aku tidak segera pulang”
“baiklah, hati-hati”
“ya, trimakasih. Bye, Anna”
Yamada Kei menyambar jasnya dan keluar dari gym itu.
“ada apa dia kesini lagi?”
“hanya sekedar mampir saja. Kalau untuk yang kami bicarakan, maaf aku tidak bisa memberitahumu”
“ya, aku paham. Kau tempat dia untuk bercerita apa saja. Aku hanya tidak menyangka saja kalau ternyata dia juga pandai wushu seperti halnya dirimu”
“lebih jago dia, Anna. Dia yang mengenalkanku kepada wushu. Dia belajar wushu sejak dia masih kecil”
“aku tidak tahu tentang hal itu. Karena di sekolah dia lebih banyak menyendiri”
“dia memang seperti itu. Hanya kepadaku saja dia mau bercerita banyak”
“dia sedang ada masalah?”
“lupakan saja tentang hal itu. Bisakah kau menungguku disini? Aku ingin membersihkan badanku dulu”
“tak masalah. Aku akan menunggumu disini”
Danny segera ke kamar mandi yang ada di gym itu. Mengguyur tubuhnya di bawah guyuran air yang dingin membuatnya segar kembali. Setelah selesai, barulah ia menemui Anna yang sudah menunggunya.
“maaf sudah membuatmu menunggu. Ayo, aku akan mentraktirmu makan malam. Apakah kau mau?”
“makan malam? T-tapi…”
“… apakah kau sudah ada janji dengan orang lain?”
“tidak, hanya saja… aku belum mandi dari tadi pagi”
“aku tidak ada masalah dengan hal itu”
“baiklah kalau begitu, ayo!”
Danny Wang membawa Anna ke sebuah restoran yang tidak begitu ramai. Mereka segera memesan beberapa makanan dan minuman.
“mengapa kau membawaku ke tempat yang seperti ini?”
“apakah kau tidak menyukainya. Maaf, aku belum begitu tahu seleramu”
“bukan begitu. Tempat ini indah sekali dan… romantis”
“aku memang sengaja membawamu ke tempat yang seperti ini”
“sengaja?”
“ya”
“kenapa?”
“sebenarnya… aku sangat mencintaimu, Anna. Semenjak pertama kali kita bertemu waktu itu”
“kau?”
“ya, apakah kau mencintai orang lain?”
“t-tidak, hanya saja… aku tidak menyangka kalau kau…”
“maafkan aku. Kau tidak perlu menjawabnya sekarang. Yang terpenting kau sudah tahu, aku sudah lega. Kalaupun kau tidak memilihku, aku tidak apa-apa. Yang terpenting, orang yang akhirnya kau pilih itu bisa membahagiakanmu, aku juga ikut senang, Anna”
Anna masih tetap terdiam.
“jangan kau pikirkan hal ini terlalu dalam. Aku tak mau membuatmu merasa tidak enak hati denganku kalau akhirnya kamu tidak memilihku. Aku tidak mau hubungan pertemanan kita hancur gara-gara ini”
“ya, aku tahu. Dan sebenarnya… aku juga mulai menyukaimu semenjak pertama kita bertemu di depan kampus waktu itu. Tapi kupikir… kau menyukai temanku karena kau selalu bersamanya terus”
“kau tahu? Aku bersama temanmu terus karena aku ingin tahu lebih banyak tentangmu”
“mengapa kau tidak langsung bertanya kepadaku tentang aku?”
“kita belum mengenal secara dekat, Anna. Trimakasih kau sudah mau menerimaku”
Pembicaraan mereka terpotong karena seorang pelayan sudah membawakan makanan pesanan mereka. Mereka segera menyantapnya sambil mengobrol hangat.
“apakah kau dekat sekali dengan Emily, Anna?”
“Emily?”
“ iya”
“apakah kau dan Yamada pernah membicarakan kami? Apa yang kalian perbincangkan?”
“ah, lupakan. Kuharap suatu saat nanti kau mau mengenalkanku kepadanya”
“untuk apa? Kau tidak ada hubungan apapun dengannya”
“tidak ada salahnya kan kalau aku juga ikut mengenal sahabat dari kekasih baruku ini? Kau sudah mengenal Yamada. Aku juga ingin mengenal sahabatmu itu”
“kebetulan aku besok akan ke Manhattan. Kalau kau sedang tidak sibuk, kau bisa ikut bersamaku. Kalau Emily sedang ada waktu senggang, kita bisa bertemu dengannya. Apakah kau bisa?”
“tentu saja. Aku akan ikut denganmu. Kita pakai mobilku saja. Jam berapa kau harus kujemput?”
“kita bisa pergi jam 11 pagi saja”

MY SAKURA (bagian 9)



Malam itu Anna masih berada di kampusnya, tepatnya di perpustakaan. Banyak hal yang harus ia selesaikan. Setelah semuanya selesai, ia keluar bermaksud untuk pulang. Ketika melewati gym, ia menghentikan langkahnya. Ia mendengar sebuah suara dari dalam. Membuka pintunya dan masuk ke gym itu. Ia melihat seseorang yang sedang bermain wushu dengan tongkat panjang dengan lincahnya, sendirian. Anna hanya melihat di tepi arena. Keringat membanjiri sekujur tubuh orang itu.
“Anna?”
Orang itu ternyata Danny Wang, sahabat Yamada Kei. Ia mendekati Anna yang duduk di bangku.
“sudah lama?”
“baru saja”
“sudah malam. Kau belum pulang juga”
“tadi ada beberapa pekerjaan yang harus kuselesaikan. Kau pandai sekali. Apa itu tadi namanya?”
“wushu. Kau mau belajar?”
“aku? Aku sudah besar, Danny. Kupikir kalau belajar hal seperti itu harusnya sedari kecil”
“hhh… kau benar. Aku juga belajar wushu sejak aku kecil”
“pantas kau pandai sekali dan lincah. Aku menyukainya”
“thanx”
“mengapa berlatih sendirian disini?”
“karena hari ini bukan jadwalnya. Aku hanya ingin berlatih saja. Oya, bukankah kau teman Yamada Kei di SMU?”
“ya, dia teman sekelasku. Mengapa?”
“katanya kau sahabat Emily. Benarkah seperti itu?”
“apakah Yamada yang memberitahumu?”
“ya, siang tadi”
“apa yang dikatakan oleh Yamada tentang kami?”
“eh… t-tidak, bukan apa-apa”
“owh… Oya, aku harus pulang sekarang, Danny. Takut kemalaman di jalan”
“bisakah kita pulang bersama? Ayolah, kuantar kau pulang. Daripada kau naik taksi”

Anna Carter


“baiklah”
“oke, aku akan mengemasi barangku”
Setelah memakai kaosnya kembali dan mengambil tasnya di loker gym, Danny mendekati Anna.
“aku sudah siap, ayo!”
Mereka lalu menuju tempat parkir.
“lihatlah tempat ini sudah sepi sekali. Kalau kau pulang sendirian, kalau terjadi apa-apa denganmu bagaimana?”
“ya, ini pertama kalinya aku pulang sampai malam begini”
“kalau aku seringnya pulang malam. Jadi, kalau suatu saat kau harus pulang malam kau bisa menghubungiku. Kuantar kau pulangnya”
“trimakasih”
Mobil segera bergerak perlahan meninggalkan Yale.
“sebenarnya aku ingin ngobrol lebih banyak denganmu, Anna”
“kita satu kampus. Kita bisa bertemu kapan saja”
“maksudku… kapan-kapan aku ingin mengajakmu makan siang. Bagaimana?”
“sepertinya kita harus mencocokkan jadwal kita. Karena kita sibuk sekali akhir-akhir ini”
“tentu. Aku akan mengabarimu kalau aku sedang tidak ada kegiatan apapun”
Tak terasa mereka sudah sampai di apartemen Anna.
“Danny, trimakasih banyak sudah mengantarku pulang”
“sama-sama. Kalau kau butuh aku, kau bisa menghubungiku. Bye!
“bye…”
Begitu sampai di dalam kamarnya, buru-buru Anna meraih gagang telpon menelpon Emily.
“Emily, syukurlah kau sedang tidak pergi!”
“ada apa ini? Tiba-tiba saja kau mengagetkanku”
“sorry, aku baru saja pulang dari kampus dan langsung menelponku. Aku ada berita untukmu!”
“berita apa?”
“tentang si brengsek itu, Emily!”
“dia punya nama, Anna. Kalau yang kau maksud adalah Yamada”
“iya, si brengsek itu!”
“apa beritamu?”
“tadi siang sewaktu aku makan siang dengan teman-temanku di dekat kampus, aku melihatnya juga sedang makan siang disitu dengan kakak kelasku”
“terus, apanya yang membuatmu heboh seperti ini?” Emily bertanya dengan santai,”bukankah kau menyuruhku untuk berusaha melupakannya?”
“dan sekarang kau HARUS melupakannya! Kau tahu dia datang dengan siapa? Dengan istrinya, Emily! ISTRINYA!”
“aku tak mau kau bercanda yang keterlaluan, Anna”
“aku tidak bohong, Emily. Aku sendiri sampai kaget dibuatnya. Rupanya Yamada bersahabat dengan teman kampusku yang bernama Danny Wang. Dia orang Malaysia. Andai waktu itu aku foto dan kuserahkan foto itu sebagai bukti otentik kepadamu…”
“aku sepertinya tidak percaya. Secepat itu dia menikah? Istrinya orang mana?”
“sepertinya orang Jepang juga, namanya Harumi. Yah… seumuran juga dengan kita”
Emily hanya terdiam.
“Emily… apakah kau…?”
“menangis? Tidak! Aku tidak apa-apa” Emily mengusap air matanya.
“aku tahu kamu sedih. Tapi kau harus menerima kenyataan ini. Menurutku, ini juga bisa jadi sebuah tanda dari Tuhan agar kau lebih mencintai Ryunosuke. Yamada sudah ada yang punya, Emily”
Lama tak ada sahutan dari Emily. Dan telpon pun terputus.
“Emily! Emily!”
Emily hanya terduduk di kursi ruang tengahnya.
“dari siapa, Emily?”
“dari Anna, ma”
“ada apa? Sepertinya kau sedih setelah menutup telpon itu”
“tidak ada apa-apa kok, ma”
Dengan lesu, Emily naik ke kamarnya dan menghempaskan tubuhnya di tempat tidurnya. Matanya menerawang jauh. Ingatannya kembali pada waktu ia sering mengganggu Kei kecil di sekolah dulu. Juga tentang peristiwa di Rahway River waktu itu.
“Kei… bagaimana aku bisa melupakanmu?” kata Emily lirih.
Tiba-tiba ponselnya berdering. Ternyata dari Ryunosuke Kamiki.
“hai, Emily. Selamat malam”
“eh… hai. Ada apa malam-malam begini menelponku?”
“aku bermaksud mengajakmu makan siang besok. Sudah agak lama juga kita tidak bertemu. Kalau kau mau, kita bisa bertemu di tempat biasanya”
“di Central Park? Baiklah, aku akan datang”
“baiklah, trimakasih, Emily. Selamat malam”
Emily kembali merebahkan badannya. Masih melamun, pikirannya melayang jauh entah kemana.

Pagi itu, Yamada Kei bangun lebih pagi. Ia melihat Harumi masih nyenyak bersembunyi di bawah selimut tebalnya. Hanya rambut kepalanya saja yang terlihat. Ia menyentuh bahu Harumi dan menyibakkan selimut tebal itu. Sudah jam 8 pagi. Ia hanya mencium rambut Harumi lalu memeluknya dan itu membuat Harumi terbangun.
“kau sudah bangun, Kei? Jam berapa ini?”
“jam 8”
“sepertinya kita harus bangun sekarang. Bukankah kita akan ke Stamford sekalian pulang?”
Kei tak menjawab, ia malah memejamkan matanya kembali. Harumi segera beranjak ke kamar mandi. Setelah selesai mandi dan memakai baju bersih, tercium bau harum dari tubuhnya. Ia lalu duduk di tepi ranjang bermaksud untuk membangunkan Kei.
“Kei, bangunlah. Kalau kita tidak pulang sekarang, kita akan sampai di Manhattan larut malam sekali”
Dengan malas, Kei bangun dan duduk di depan Harumi.
“kau sudah mandi?”
“tentu saja. Aku sudah siap”
“hhh… baiklah, tunggu sebentar”
Kei pun juga segera mandi. Karena tak ada barang-barang yang perlu dibawa, mereka segera sarapan sebelum check-out. Membayar sejumlah bill dengan kartu kreditnya.
Di dalam mobil…
“memangnya kau pernah ke Stamford museum?”
“pernah sekali aku kesana”
“dengan siapa? Apakah tempatnya menarik?”
“dengan siapa lagi? Tentu saja aku sendirian. Kalau untuk tempat, nanti kau boleh mengomentarinya sesudah kita sampai disana”
“memang tempat itu searah dengan jalan kita pulang. Tapi, bukankah jalan untuk masuk kesana dari jalan utama masih jauh sekali?”
“memang, tapi kita hanya butuh waktu sejam untuk sampai di Stamford dan mungkin kurang dari 2 jam kita sudah sampai di Stamford Museum. Kita bisa lewat I-95 S”
“belum lama kau disini tapi kau sudah hafal jalan, Kei”
Kei hanya tersenyum dan segera memacu mobilnya lebih cepat. Mengarahkan mobilnya ke barat daya di College St menuju Gerard M. Ives-Ward Cheney Gate/Ives-Cheney Gate kemudian ambil kiri ke S Frontage Rd. Terus menuju I-91/I-95 lalu bergabung ke Oak Street Connector. Barulah masuk ke Interstate (I)-95 S. Kemudian ambil jalan keluar 7 menuju CT-137 N/Atlantic St. sampailah mereka di Stamford.
“kita sudah sampai di Stamford, Harumi. Aku lupa menelpon Danny kalau aku pulang sekarang”
“kita bisa istirahat di kedai itu. Dan kau bisa menelponnya disana”
Kei menghentikan mobilnya di sebuah kedai pinggir jalan. Mereka hanya memesan kopi.
“hallo, Danny. Maaf, aku lupa tidak memberitahumu kalau kami pulang hari ini”
“tidak apa-apa. Hari ini sepertinya aku juga sibuk di kampus. Jam berapa kalian akan pulang?”
“maaf, tapi kami sudah sampai di Stamford. Kami akan ke Stamford museum and nature center”
“hmmm… indah sekali tempat itu. Kau membawa istrimu kesana dalam rangka bulan madu?”
“sepertinya begitu”
“baiklah, nikmatilah perjalanan kalian. Sampaikan salamku untuk istrimu. Sampai jumpa, Yamada”
Setelah menyimpan ponselnya, Kei segera menghabiskan kopinya. Terlihat Harumi sedang melihat-lihat pemandangan sekitar.
“kau sudah selesai, Harumi?”
“ya, kita bisa melanjutkan perjalanan kita kalau kau juga sudah selesai”
Setelah membayar, mereka segera ke Stamford museum. Beberapa saat mengemudi, sampailah mereka di tempat tujuan. Hari sudah siang.
“indah sekali tempat ini, Kei”
“apa kubilang? Kau pasti akan menyukainya”
“darimana kau tahu ada tempat seperti ini disini?”
“hanya secara tak sengaja saja aku menemukannya karena aku memang pernah tersesat disini”
“ramai sekali”

Stamford Museum And Nature Center 


Stamford Museum And Nature Center 

Siang itu di kantin perusahaan Yamada…
“berarti sekarang aku harus memanggilmu dengan nama Mrs. Jackson. Benar begitu, Ms. Andrews?”
“aku masih belum terbiasa dengan nama itu. Panggil saja seperti biasanya, Ryunosuke”
“benar, aku lebih familiar dengan nama itu. Kau tidak jadi keluar?”
“entahlah. Aku juga belum menemukan pengganti. Karena aku pernah membicarakan hal ini dengan Yamada-san. Dia bilang, aku harus mencarikan seorang sekretaris yang seperti aku. Dan aku sepertinya belum menemukan yang seperti itu”
“oya, aku lama sekali tidak melihat boss kita itu”
“dia sedang pergi ke Jepang. Tapi sekarang sudah disini lagi. Kakeknya meninggal belum lama ini”
“oya? Apakah ada yang pergi kesana?”
“tentu saja. Beberapa perwakilan perusahaan pergi kesana. Disana ia juga melangsungkan pernikahan”
“menikah? Secepat itu? Dia masih muda sekali, Ms. Andrews”
“kalau sudah jodoh, kita tidak bisa berbuat apapun, Ryunosuke”
“kuharap aku juga bisa secepatnya menikah”
“kau sudah ada pilihan?”
“ya. Dia kekasihku, Emily”
“ah… iya, yang kau bawa ke pesta pernikahanku itu, bukan?”
“ya, nanti sore kami ada janji lagi sepulang aku kerja. Kuharap di akhir waktu nanti pekerjaanku tidak banyak. Jadi, aku bisa pulang tepat waktu”
”sampaikan saja salamku untuknya”
“tentu”

Ryunosuke mengganti kemejanya dengan kaos di lokernya. Dengan agak terburu-buru, ia segera berlari kecil keluar dari gedung itu menuju Central Park yang hanya beberapa blok saja jauhnya. Ternyata yang ditunggu belum datang juga. Ia melihat jam tangannya. Ternyata masih kurang dari waktu yang mereka sepakati. Ia hanya duduk di bangku menghadap danau kecil.

Ryunosuke Kamiki


“hai, sudah lama?”
“kau, Emily? Belum, baru saja”
“ada apa mengajakku bertemu. Pasti ada sesuatu yang ingin kau sampaikan kepadaku”
“kau tahu?”
“itu sudah menjadi kebiasaanmu. Aku jadi hafal betul, Ryunosuke”
“sebenarnya… mungkin ini terlalu dini untukmu. Tapi… maukah kau menikah denganku?”
Ryunosuke Kamiki memberikan sebuah cincin indah yang sudah dia siapkan. Tentu saja Emily terkejut.
“kau betul. Ini terlalu dini untukku. Maaf, tapi aku belum siap. Bukan maksudku untuk… maksudku, aku belum bisa untuk menerima cincin ini. Maafkan aku”
“tidak apa-apa. Seharusnya aku yang meminta maaf. Ini terlalu cepat bagi kita. Kita mengenal belum lama. Walaupun kau belum untuk bersedia menikah denganku, tapi kuharap kau tetap mau menerima cincin ini. Anggaplah ini sebagai hadiah untukmu dariku. Aku mencintaimu, Emily”
Emily hanya terdiam beberapa saat lamanya memperhatikan wajah Ryunosuke yang serius.
Emily mengulurkan tangannya dan Ryunosuke menyelipkan cincin itu ke jari Emily.
“trimakasih. Tapi sekali lagi maafkan aku, Ryunosuke”
“tidak apa-apa. Sudah dekat denganmu saja aku sudah senang”
Mereka hanya saling tersenyum di sore yang cerah itu.
“ini untukmu. Aku tadi membeli roti ini di kedai biasanya. Ini roti kesukaanmu, kan?”
“rupanya kau masih ingat”
“tentu saja”

Yamada Kei sudah beraktivitas seperti biasa. Ia segera mengurusi beberapa pekerjaan yang selama ini ditinggalkannya. Harumi pun juga masih sibuk dengan kuliahnya. Harumi sekarang tinggal di rumah besar Yamada. Apartemennya dibiarkan kosong.
Emily pun semakin dekat dengan Ryunosuke. Mereka masih sering bertemu di Central Park di sore hari.
“Emily, kau ingin bekerja tidak?”
“tentu saja ingin. Dimana?”
“di tempat aku bekerja”
“di Yamada Group?”
“dimana lagi?”
“tidak, trimakasih” sahut Emily cepat.
“mengapa?”
“aku hanya tidak enak saja. Itu perusahaan temanku dan ia yang menjadi boss besarnya”
“siapa tahu kau nanti malah diberi posisi yang bagus”
“tidak, tidak. Bukan itu. Aku malah tidak suka yang seperti itu. Aku ingin mencapai posisi yang aku impikan hanya dengan usahaku sendiri”
“sebenarnya sekarang ada lowongan untuk bekerja part time. Kurasa ini cocok untukmu yang harus membagi waktu dengan sekolahmu. Apakah kau tak ingin punya penghasilan sendiri?”
“ingin. Tapi mengapa harus di perusahaan itu? Coba carikan aku perusahaan yang lain”
“aku tidak tahu tentang perusahaan yang lain, Emily. Beritahu aku alasan yang tepat. Mengapa kau tidak mau bekerja disana?”
“sebenarnya dulu sewaktu di sekolah sepertinya… ia tidak menyukaiku. Jadi, kalau sekarang aku harus bertemu dengannya lagi…”
“kau sudah tahu aku, kan? Sudah berapa lama aku bekerja disana sebagai part time? Selama itu pula aku belum pernah berjumpa dengan temanmu itu. Kemarin kami bertemu itu karena aku dipanggil. Kalau tidak, sampai sekarang pun aku belum tentu bisa bertemu dengannya secara langsung. Dia boss besar, Emily. Dia jarang pergi ke setiap lantai memeriksa satu per satu secara detil. Dia lebih sering menghabiskan waktunya di dalam kantornya yang ada di lantai paling atas. Kecil sekali kemungkinan kau bertemu dengannya”
“sampai kapan lowongan itu dibuka?”
“hanya 3 hari ke depan. Kalau kau berminat, titipkan saja kepadaku berkas-berkasmu”
“lalu, siapa yang nanti akan mewawancarai? Kalau Yamada Kei ikut serta, lebih baik aku mengundurkan diri”
“dia tidak mengurusi hal-hal yang seperti itu. Aku yakin!”
“baiklah, sepertinya aku tertarik. Aku akan menghubungimu kalau berkasku sudah siap semuanya”
“semoga kau berhasil, Emily”
“ya, trimakasih, Ryunosuke”

Emily sibuk membereskan berkas-berkas yang diperlukan dan segera menyerahkannya kepada Ryunosuke begitu sudah lengkap. Ia pun mendapat panggilan untuk wawancara di gedung itu. Sebenarnya ia agak khawatir juga untuk masuk ke gedung itu. Takut apabila ia harus bertemu Yamada. Untunglah ia hanya wawancara di lantai 2. Ia juga telah berhasil melampaui beberapa test yang diajukan dan diterima bekerja di perusahaan itu sebagai part time!
“selamat, Emily. Akhirnya kau bekerja juga. Siapa tahu nanti kau juga akan diangkat sebagai pegawai tetap seperti aku dulu”
“trimakasih, Ryunosuke. Ini semua juga berkat kamu. Hhh… semoga saja aku tidak bertemu Yamada. Dan tolong jangan bilang kepada siapa saja kalau aku mengenal Yamada. Apalagi Yamada sampai tahu kalau aku bekerja di perusahaannya”
“kau bisa mengandalkanku, Emily. Jadi, dimana kita akan makan sekarang?”
“di tempat biasanya saja. Khusus hari ini, aku yang akan mentraktirmu”
“baiklah, ayo!”

Siang itu Emily sedang sibuk di mejanya. Membereskan kertas-kertas yang berserakan ketika atasannya memanggilnya.
“apakah kau sedang sibuk, Ms. Grey?”
“tidak, aku hanya sedang memberekan mejaku saja. Apakah ada yang perlu kukerjakan?”
“ya, tolong antar berkas ini di kantor Mr. Malkovich untuk ditandatangani. Kalau sudah selesai, serahkan kepadaku lagi”
“tentu saja, tapi… aku tidak tahu dimana letak kantornya”
“dia ada di lantai paling atas. Sebelah kantor Mr. Yamada”
“what?”
“ada apa?”
“e… t-tidak. M-maksudku… tidak apa-apa. Aku akan mengantarnya sekarang”
“trimakasih, Ms. Grey”
Setelah atasannya pergi, ia terduduk lemas di kursinya.
“bagaimana kalau aku nanti bertemu dengan Yamada?”
Emily segera berdiri dan merapikan rambutnya. Berdiri tegap dan dengan langkah tegap menuju lift. Ia hanya sendirian di dalam lift itu dan memencet tombol yang akan membawanya ke lantai paling atas.
“semoga Yamada sedang pergi”
Hanya dalam hitungan menit, ia sudah sampai di lantai paling atas. Setelah pintu lift terbuka, ia hanya bengong. Tak tahu tempat mana yang harus dituju.
“ehmm… permisi. Bisakah kau tunjukkan kepadaku dimana kantor Mr. Malkovich?”
“ada keperluan apa?”
“aku harus mengantar berkas ini kepadanya untuk ditandatangani”
“gang ini lurus saja nanti belok kanan. Tepat di sebelah kantor Yamada-san”
“baik, trimakasih”
Emily sampai di tempat yang dituju. Sebuah tempat yang lumayan luas. Hanya ada 2 ruangan tertutup disana. Ia menghampiri seorang lelaki yang sepertinya sangat sibuk di mejanya.
“permisi, bisakah aku bertemu dengan Mr. Malkovich?”
“siapa kau?”
“aku Emily Grey, pegawai baru disini. Atasanku bernama Mr. Johnsson. Aku mengantar berkas yang harus ditandatangani oleh Mr. Malkovich”
“coba kulihat dulu. Silahkan duduk”
Pria itu melihat dan meneliti berkas-berkas yang dibawa Emily.
“baiklah, akan kumintakan tanda tangannya. Tunggulah disini karena Mr. Malkovich sedang ada rapat penting dengan Yamada-san di dalam”
“ya, trimakasih”
Emily bernafas lega dan dengan sabar menunggu pria tersebut keluar ruangan. Tak lama kemudian pria itu sudah keluar ruangan sambil membawa berkas Emily.
“ini sudah ditandatangani oleh Mr. Malkovich”
Emily memeriksanya.
“ya, trimakasih banyak. Permisi”
Emily segera meninggalkan tempat itu. Dari sudut matanya ia melihat kantor Mr. Malkovich terbuka dan keluarlah Yamada Kei. Ia buru-buru pergi menuju lift. Setelah pintu lift tertutup, barulah ia bernafas lega.