Jumat, 03 Juli 2015

MY SAKURA (bagian 7)



Tak terasa waktu berlalu. Kei dan Harumi pun sudah masuk di Columbia. Anna masuk di Yale University, sedangkan Emily memilih di Rockefeller. Sebenarnya ia pun ingin ke Columbia, tapi karena Yamada Kei masuk kesana ia pun mengurungkan niatnya.
Emily pun semakin akrab dengan Ryunosuke. Mereka sering menghabiskan waktu sore hari bersama di Central Park. Seperti di sore itu, mereka sudah membuat janji untuk bertemu di tempat biasanya. Dengan tergopoh-gopoh, Emily mendekati Ryunosuke dengan nafas yang terengah-engah.
“maaf, aku terlambat”
“ya, kau terlambat emmm… sebentar. Kau terlambat 7 menit, Emily”
Emily hanya tertawa lebar lalu duduk di samping Ryunosuke.
“katanya ada yang ingin kau sampaikan kepadaku. Apa itu? Kuharap sesuatu yang penting karena aku sudah buru-buru untuk datang kesini”
“ya, tentu saja. Oya, ini untukmu”
Ryunosuke memberi Emily sepotong hamburger.
“trimakasih. Dimana kau membelinya?”
“di sudut sana itu”
Ryunosuke melahap hamburgernya sampai habis.
“aku punya teman di kantor. Dia besok akan menikah dan dia mengundangku. Aku tidak punya teman. Jadi… maukah kau besok menemani aku ke acara itu?”
“sepertinya aku besok juga sedang tidak ada acara. Jadi, jam berapa kau akan menjemputku?”
“kau bisa?”
“iya, aku akan menemanimu”
“baiklah, kujemput kamu jam 7 malam”
“siapa temanmu itu?”
“dia seorang sekretaris di kantorku. Cantik dan pandai. Tapi sepertinya setelah menikah dia akan mengundurkan diri dari pekerjaannya. Hhh… sayang sekali”
“ya, kau benar. Padahal aku juga bercita-cita ingin menjadi seorang sekretaris di sebuah perusahaan yang besar. Kalau aku melihat seorang sekretaris, aku bahagia sekali. Sepertinya keren”
“suatu saat, aku yakin kalau kau juga bisa mewujudkan mimpimu itu”
“benarkah begitu?”
“ya, pasti”

Suatu sore, Ms. Andrews sedang berada di ruangan Yamada. Ia bermaksud untuk pamit.
“maaf, aku lupa. Bukankah besok kau sudah mulai cuti?”
“iya, benar. Apakah kau akan menghadiri pernikahanku, Yamada-san?”
“tentu, akan aku usahakan. Semoga tidak ada acara di tanggal itu. Aku akan meminta Mr. Malkovich agar mencarikan sekretaris sementara untukku. Aku tidak akan bisa mengurusi semua pekerjaan ini sendirian”
“semua pekerjaan untuk seminggu ke depan sudah kuurus semuanya. Jadwal-jadwal yang harus kau hadiri sudah ada di dalam map itu. Kecuali kalau ada perubahan tentu saja”
“trimakasih, Ms. Andrews. Aku tahu hari-hari terakhir menjelang pernikahanmu kau pasti sibuk sekali. Kau boleh pulang sekarang. Tidak perlu menungguku. Sekali lagi, aku mengucapkan selamat untukmu. Aku ikut berbahagia”
“trimakasih. Kalau begitu aku permisi dulu, Yamada-san”

Malam itu, Ryunosuke Kamiki menjemput Emily di rumahnya. Rupanya Emily sudah siap di ruang tengah. Ia memakai gaun hitam selutut favoritnya. Rambutnya ia sanggul dan tak lupa memakai jepit rambut sakuranya.
“kau cantik sekali, Emily”
“trimakasih. Bisa kita berangkat sekarang?”
“tentu”
Mereka menuju tempat diselenggarakannya pernikahan Ms. Andrews. Pernikahan ala garden party.
“indah sekali tempat ini, Emily”
“besok kalau aku menikah, aku ingin yang seperti ini”
Ryunosuke menatap Emily beberapa saat lamanya.
“ada apa?”
“eh, tidak. Sebaiknya kita langsung masuk saja. Sudah banyak yang masuk, kan?”
Mereka mengucapkan selamat kepada Ms. Andrews yang nampak bahagia dalam balutan busana pengantin yang berwarna putih.
“sesuai janjiku, aku pasti datang. Selamat, Ms. Andrews. Kami ikut senang”
“trimakasih, Ryunosuke. Aku juga senang kau sudah menyempatkan untuk datang kesini. Oya, siapa ini?”
“oh, ini temanku. Emily, ini Ms. Andrews. Ms. Andrews, ini Emily”
“senang bertemu denganmu. Aku juga mengucapkan selamat berbahagia untukmu”
“trimakasih, Emily”
Setelah mengobrol sejenak, mereka duduk di meja yang kosong.

Mr. Malkovich menyambut Yamada yang malam itu datang sendirian, tanpa sopir dan tanpa teman.
“selamat malam, Yamada-san”
“owh, kau sudah disini, Mr. Malkovich?”
“ya, itu karena aku datang sendirian. Kalau aku datang bersama istriku, aku belum sampai disini”
Yamada hanya tersenyum. Mereka lalu mendekati Ms. Andrews dan berbasa-basi sejenak. Setelah itu mereka berbincang di sudut taman yang tidak terlalu ramai. Seorang pelayan memberikan mereka minuman.
“trimakasih”
“emmm… aku permisi sebentar, Yamada –san”
“ya, silakan”
Mr. Malkovich bermaksud menemui seorang teman yang tadi dilihatnya.
Sementara itu di meja Ryunosuke dan Emily…
“apakah mereka semua teman kerjamu?”
“sebagian besar. Aku mengenal mereka karena aku sering diminta untuk memperbaiki alat-alat pekerjaan mereka yang rusak. Tapi sepertinya mereka tidak begitu mengenalku. Maklum, aku hanyalah pegawai rendahan”
“kau selalu saja merendah. Aku yakin suatu saat kau pasti akan diangkat menjadi karyawan tetap”
“kau yakin?”
“tentu saja. Percayalah!”
“sebentar, kau tunggu saja disini. Akan kuambilkan minuman untukmu”
“trimakasih”
Ryunosuke mengambil minuman yang ada di meja panjang di samping taman yang indah itu. Ketika akan kembali ke mejanya, langkahnya terhenti karena Mr. Malkovich sudah ada di depannya.
“oh, rupanya anda, Mr. Malkovich”
“ya, ternyata kau juga diundang”
“ya, tentu saja”
“dengan siapa kau datang?”
“emmm… dengan teman”
“oya? Silahkan menikmati pesta ini. Aku harus menemui seseorang disana”
“ya, tentu. Permisi”
Ryunosuke segera kembali ke mejanya menemui Emily.
“ini minumanmu”
“trimakasih. Oya, siapa tadi yang berbicara denganmu?”
“oh… itu namanya Mr. Malkovich. Dia termasuk para petinggi di perusahaan kami. Yah, bisa dibilang tangan kanannya keluarga Yamada”

Mr. Malkovich kembali menemui Kei yang sedari tadi hanya melihat orang yang lalu-lalang. Ia terlihat enggan untuk membaur, malas. Terlihat dalam wajahnya yang penat walaupun ada beberapa orang yang duduk di sampingnya mengajaknya ngobrol.
“kau tahu siapa orang tadi, Mr. Malkovich?”
“maksudmu orang yang mana?”
“yang tadi berbincang denganmu”
“bukankah kau juga mengenalnya? Itu tadi Mr. Smith”
“bukan, bukan yang itu. Sebelum kau berbincang dengannya, kulihat kau berbicara dengan anak muda yang duduk disana dengan perempuan itu”
Mr. Malkovich melihat ke arah yang ditunjuk Kei.
“oh, itu. Dia bekerja di perusahaan kita juga”
“oya? Kenapa aku sampai tidak tahu?”
“maksudku dia hanya bekerja paruh waktu sebagai maintenance. Pekerjaannya bagus. Aku sering memanggilnya untuk memperbaiki alat-alatku yang rusak”
Kei masih terus memperhatikan gerak-gerik Ryunosuke yang sedang mengobrol akrab dengan Emily.
“siapa namanya?”
“Ryunosuke Kamiki. Dia juga dari Jepang tapi sudah warga sini”
“suruh dia besok pagi menghadap aku. Kutunggu di ruanganku. Oya, aku akan pulang sekarang. Ada beberapa hal yang harus segera kukerjakan”
“baiklah”
Yamada Kei

 
Yamada Kei segera meninggalkan tempat itu entah kemana. Di sepanjang perjalanan dia masih terus berpikir keras.
“aku sepertinya pernah mengenalnya. Tapi dimana? Ryunosuke Kamiki? Ada hubungan apa dia dengan Emily?”
Karena masih terus berpikir, ia pun tak menyadari kalau lampu lalu lintas sudah menyala hijau hingga kendaraan yang ada di belakangnya membunyikan klakson keras-keras. Dengan cepat ia menjalankan mobilnya kembali.
“ah, iya! Ryunosuke Kamiki! Bukankah ia yang dulu datang ke rumahku untuk acara prom night itu? Tapi kenapa ia bisa bekerja di tempatku? Pantas saja ia mengenal Emily. Tapi ada hubungan apa diantara mereka?”

Pagi harinya, Ryunosuke Kamiki bertemu Mr. Malkovich di lobi.
“selamat pagi, Mr. Malkovich”
“selamat pagi. Oya, aku ada perlu denganmu”
“apakah ada yang perlu kuperbaiki lagi?”
“tidak. Hanya saja semalam Yamada-san berpesan kepadaku agar kau menemuinya di kantornya pagi ini”
“semalam?”
“ya, sewaktu kita menghadiri acara pernikahan Ms. Andrews dan dia melihatmu”
“kira-kira ada apa, Mr. Malkovich? Tidak seperti biasanya Yamada-san memanggilku. Tapi maaf, selama ini aku juga belum pernah bertemu dengannya”
“aku juga tidak tahu. Memang, tidak seperti biasanya. Kau datang saja nanti jam 10. Karena dia ada meeting pagi ini. Ruangannya ada di sebelah ruangan Ms. Andrews”
“baiklah. Trimakasih, Mr. Malkovich”
Hampir jam 10. Ryunosuke Kamiki sudah duduk di depan kantor Yamada Kei. Namun, pintu kantor itu masih saja tertutup rapat. Ia hanya melihat-lihat sekeliling. Ada beberapa foto para petinggi perusahaan. Ia tertarik mengamati foto Kei yang ada di antara para petinggi perusahaan itu. Keningnya berkerut, sepertinya berpikir keras.
Ia terkejut ketika tiba-tiba pintu kantor Kei terbuka. Beberapa orang keluar dari ruangan itu. Setelah yakin tidak ada orang lagi yang keluar, Ryunosuke mengetuk pintu kantor Kei. Terdengar sahutan dari dalam yang menyuruhnya untuk masuk. Ia pun segera masuk. Ia melihat seseorang duduk di kursi empuk di belakang meja membelakanginya. Rupanya sedang menelpon seseorang. Ryunosuke hanya berdiri mematung menunggu orang itu selesai menelpon.
Setelah selesai menelpon, orang itu membalikkan badannya dan menatap Ryunosuke. Ryunosuke Kamiki membelalakkan matanya.
“b-bukankah kau…”
“kenapa? Duduklah”
Dengan agak grogi, Ryunosuke duduk di kursi depan Kei. Jarak mereka hanya dipisahkan oleh meja kerja Kei.
“apakah kau mengenalku? Maksudku… kau mengingatku?”
“t-tentu saja”
“hei, ada apa denganmu? Sepertinya kau gemetaran,” sahut Yamada Kei dengan santainya.
“a-aku hanya tidak menyangka saja kalau salah satu siswa di SMU itu adalah atasanku. Maaf, aku tidak tahu”
“aku juga tidak tahu kalau ternyata kau juga bekerja di perusahaan ini. Aku baru tahu semalam. Mr. Malkovich yang menjelaskan kepadaku. Katanya kau bukan pegawai tetap disini, tapi hanya part time”
“ya, aku harus bekerja apa saja. Setidaknya untuk bisa membiayai sekolahku”
“sekolah? Dimana?”
“Columbia”
“oya?”
“ya, tahun depan aku sudah lulus”
“semoga sekolahmu lancar”
“thank you, sir”
“panggil saja aku seperti yang lainnya. Tidak perlu formal seperti itu”
“yes, sir. E-maksudku… Yamada”
“mulai hari ini kau bukan pegawai part time. Aku mengangkatmu menjadi pegawai tetap disini. Aku sudah mendengar dari Mr. Malkovich kalau pekerjaanmu bagus sekali. Kau bisa menyerahkan kertas ini ke bagian HRD. Maaf, hanya kertas seperti ini. Karena kau tahu sendiri kalau Ms. Andrews sedang cuti. Banyak hal yang harus kulakukan seorang diri sendiri”
“trimakasih, aku sangat menghargainya. Sekali lagi trimakasih”
“oya, aku lihat semalam kau pergi ke pernikahan Ms. Andrews dengan seorang perempuan. Apakah dia kekasihmu?”
“oh, emmm…. Bukan. Kami hanya berteman saja”
“kau sepertinya ragu menjawab pertanyaanku”
“sebenarnya… aku menyukainya. Tapi aku belum berani mengatakannya”
“kau laki-laki, Ryunosuke. Kalau kau tidak mencobanya, darimana kamu tahu kalau dia siapa tahu juga menyukaimu?”
“baiklah, kapan-kapan aku pasti akan mencobanya. Maafkan aku, aku terlalu banyak bicara tentang kehidupan pribadiku”
“tidak apa-apa. Maaf aku juga terlalu banyak bertanya tentang kehidupan pribadimu. Oya, kau boleh ke HRD sekarang”
“ya, trimakasih”
Ryunosuke dengan hati yang riang menuju kantor HRD menyerahkan surat dari Yamada Kei dan ia pun segera menelpon Emily.
“Emily, bisakah nanti sore kita bertemu di tempat biasanya?”
“ada apa? Sepertinya kau senang sekali hari ini? Mmm…. sepertinya aku tahu”
“apa?”
“hari ini kau menerima gaji lalu kau nanti akan mentraktirku di tempat yang mahal. Betul tidak?”
“boleh, tapi bukan itu yang ingin kusampaikan kepadamu. Nanti kau akan tahu sendiri. Jangan sampai telat, bye!”

Sore itu, akhirnya Ryunosuke menemui Emily di Central Park selepas jam kerja.

Central Park
“sekarang kau yang telat. Ada apa?”
Ryunosuke meminum air putih yang ada di dalam botolnya sambil masih terengah-engah.
“tunggu dulu, Emily. Biarkan aku bernafas dulu”
“oke”
“maaf, tadi ada pekerjaan di akhir jam kerja. Jadi harus kuselesaikan dulu”
“baik, lalu? Apa beritamu?”
“mulai hari ini aku diangkat jadi pegawai tetap”
“what?!”
“kau tahu siapa yang mengangkatnya? Owner sendiri!”
“maksudmu…?”
“tentu saja Yamada Kei! Temanmu itu ternyata atasanku! Eh, tunggu sebentar… iya ya. Aku baru menyadarinya sekarang. Berarti Yamada Kei itu teman sekolahmu. Dan aku yakin kau pasti mengenalnya. Benar begitu, Emily?”
“eh, a-aku…”
“kau pasti sekarang tidak percaya, ya? Dia itu yang jadi partnermu di Rahway River waktu itu. Dia yang telah menyelamatkanmu. Aku sungguh tidak menyangka, Emily. Dia tiba-tiba memanggilku dan mengangkatku jadi pegawainya. Tunggu, sepertinya kau tidak surprise? Sepertinya kau tidak terlalu tertarik mendengar beritaku kali ini?”
“b-bukan begitu. Aku hanya tidak menyangka saja kalau dia adalah seorang bos, apalagi atasanmu,” Emily mencoba berbohong.
“ya, dia masih seumuranmu. Ceritakan padaku, bagaimana dia di sekolahnya?”
“dia?”
“iy-ya, Yamada Kei yang kumaksud”
“dia senang menyendiri. Jadi aku tidak terlalu tahu banyak tentangnya. Sudahlah, aku ikut senang. So, dimana kau akan mentraktir aku?”
“terserah kamu. Kali ini kau bebas menentukan dimana kau ingin makan. Kau boleh pesan sepuasmu”
“baiklah, aku tahu restoran bagus juga di sekitar sini”
Emily menyeret tangan Ryunosuke tiba-tiba hingga hampir saja ia terjatuh. Dengan sedikit agak berlari mereka menuju restoran yang dimaksud Emily. Mereka segera memesan beberapa makanan.
“banyak sekali yang kau pesan, Emily. Awas kalau tidak dihabiskan”
“kalau tidak kuhabiskan, kau mau apa?” Emily bertanya sambil tetap melahap makanannya.
Ryunosuke hanya terus menatap Emily yang sepertinya sedang senang sekali melahap semua yang ada di depannya.
“hei, aku bertanya kepadamu”
“kalau tidak kau habiskan, kau harus mencintaiku”
Emily menatap Ryunosuke sambil mulutnya masih penuh dengan makanan. Buru-buru ia menelannya sebelum tersedak.
“apa?”
“kau habiskan pun, kau harus mencintaiku”
“maksudmu? Yang benar saja. Pilihan yang tidak mengenakkan!”
“kenapa?”
“aku menjadi kekasihmu?”
“iya, kenapa? Aku mencintaimu, Emily. Maukah kau menjadi kekasihku?”
Emily masih menghentikan makannya.
“apakah kau menyukai pria lain?”
Emily masih terdiam.
“maaf kalau aku mengganggu makanmu. Lanjutkanlah, kalau memang kau tidak menyukaiku lupakan saja pembicaraan kita ini, oke? Atau kalau kau belum bisa menjawabnya, tidak apa-apa. Lain kali saja. aku menghargai apapun keputusanmu”
“kau benar, aku belum bisa menjawabnya”
Mereka melanjutkan acara makan mereka dengan suasana yang kaku. Emily lebih banyak diam.

Hari demi hari berlalu. Yamada Kei lebih sibuk mengurusi pekerjaannya disamping sekolahnya di Columbia University dengan Tanaka Harumi. Emily juga sering menghabiskan waktu bersama Ryunosuke di Central Park selepas kerja Ryunosuke. Mereka pun semakin dekat. Emily nyaman di dekat Ryunosuke dan perlahan ia mulai bisa mencintai Ryunosuke.
“aku ingin mengatakan suatu hal kepadamu, Ryunosuke”
“tentang apa?”
“sepertinya…,” agak ragu Emily menghentikan kalimatnya.
“ada apa? Kalau kau belum bisa mengatakannya kepadaku, tidak perlu kau mengatakannya kepadaku”
“tapi janji kau tidak akan tertawa”
“janji”
“sepertinya aku mulai jatuh cinta kepadamu”
“what?!”
“k-kenapa?”
“thank you, Emily. Aku tidak akan tertawa. Aku bahagia sekali. Tapi… apa yang membuatmu jatuh cinta kepadaku?”
“kesederhanaanmu dan kepolosanmu. Kau apa adanya tanpa perlu ditutup-tutupi”
“kau sudah tahu semua kekuranganku. Aku bukan orang kaya. Aku hanya pegawai biasa. Trimakasih kalau kau mau menerima aku. Bolehkah aku memelukmu?”
Emily hanya tersenyum sambil menyambut hangat pelukan Ryunosuke Kamiki.
Sepasang mata mengamati gerak-gerik Emily dan Ryunosuke di Central Park sore itu.
“apa yang sedang kau perhatikan, Yamada?”
“eh, tidak ada. Oya, kemarin aku ditelpon kalau kakekku sedang sakit”
“apakah kau akan pulang?”
“entahlah. Sebenarnya aku belum bisa pulang. Aku sibuk sekali. Tapi keluargaku disana menyuruhku untuk segera pulang denganmu”
“denganku? Apa hubungannya denganku?”
“entahlah”
“kalau mereka menyuruhmu pulang, mungkin mereka membutuhkan kehadiranmu. Dan kalau mereka menginginkan agar aku ikut pulang denganmu, aku juga akan pulang”
“bukankah kau juga sedang sibuk dengan kuliahmu? Sebenarnya aku tidak ingin mengganggumu”
“tidak apa-apa. Karena sudah lama juga aku tidak pulang”
“sungguh?”
“iya, kapan pun kau mengajakku aku bisa”
“coba nanti aku akan menghubungi mereka lagi. Kuharap tidak ada apa-apa disana. Terus terang aku khawatir sekali. Tapi tiap kali aku bertanya, mereka hanya memintaku untuk secepatnya pulang”
“kalau begitu, secepatnya kita pulang ke Jepang”
“ya, dan sebaiknya kita pulang sekarang. Aku merasa tidak nyaman disini”
“itu karena kau belum terbiasa. Kau terlalu sibuk dengan pekerjaanmu di dalam gedung sana. Apa kau tidak menginginkan udara segar sekali-kali”
“kali ini aku tidak ingin. Ayo, kita pulang sekarang”
“kalau itu maumu”
Merka berjalan berdua melewati bangku yang diduduki Emily dan Ryunosuke yang menghadap ke danau. Mereka nampak bercanda di bangku itu. Yamada Kei sekilas melihat mereka. Tanaka yang tak tahu apa-apa hanya berjalan santai disamping Kei.

Setelah mendapat tiket, Kei dan Harumi segera terbang ke Jepang via JFK. Setelah sampai mereka segera menuju rumah utama keluarga Yamada. Sudah ada Yamada Yasuo dan Ryuu beserta Akemi, istrinya disana.
“akhirya kalian tiba disini juga”
“iya, pa. Aku usahakan secepatnya. Ada apa?”
“kakekmu sakit. Dia terus menerus mengigau memanggilmu. Dia juga ingin bertemu denganmu dan Harumi”
“aku akan menemuinya”
Kei langsung masuk ke kamar kakeknya bersama Harumi. Ia melihat kakeknya yang terbaring lemah.
“aku sudah disini, kek. Ini aku, Kei”
“Kei? Syukurlah kau sudah disini. Aku ingin sekali bertemu denganmu”
“yang penting kakek harus sembuh dulu. Aku akan menemanimu sampai sembuh”
“apakah kau datang dengan Harumi?”
“ya. Dia ada di sampingku”
Tanaka Harumi tersenyum.
“ya, aku juga disini”
“Kei, aku dulu pernah bilang kepadamu. Aku ingin sekali melihatmu menikah sebelum aku mati. Aku ingin melihatmu menikah secepatnya, Kei. Sepertinya aku sudah mau mati”
“aku pasti akan menikah. Tapi janji, kakek harus sembuh dulu”
“sepertinya aku sudah tidak mungkin sembuh. Aku ingin kau secepatnya menikahi Harumi, Kei”
Tanaka Harumi sangat terkejut. Ia memang tidak tahu kalau ia akan dijodohkan dengan Yamada Kei.
“m-maksudnya?”
“maaf, Tanaka. Kita nanti perlu bicara. Sebaiknya kau keluar dulu. Aku ingin bicara berdua dengan kakekku”
“baiklah”
Setelah Tanaka Harumi keluar…
“tidak bisa secepat itu juga, kek”
“waktuku sepertinya sudah tidak banyak lagi, Kei. Kau cucuku satu-satunya, juga kesayanganku”
Kei hanya bisa menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Bingung.
“baiklah, kalau itu maumu. Aku nanti akan bicara dengan papa. Aku tidak bisa memutuskannya sendirian. Ini begitu mendadak bagiku. Sebaiknya kakek istirahat dulu sebentar”
Yamada Kei membantu kakeknya meminum obatnya. Setelah kakeknya tertidur dengan pulasnya, Kei keluar dari kamar itu menemui anggota keluarganya yang lain yang juga berkumpul di ruang tengah.
“apa yang dikatakannya kepadamu, Kei-chan?”
Yamada Kei menghempaskan dirinya di sofa. Diam sejenak sambil menatap Tanaka Harumi.
“hhh… aku secepatnya akan menikahi Tanaka Harumi”
“kau sadar apa yang kau ucapkan itu, Kei-kun?”
“ya, Oji-san. Tolong persiapkan pernikahanku sesegera mungkin. Aku mengandalkan kalian semua. Kakek menginginkan aku menikah secepat mungkin sebelum semuanya terlambat. Kita harus segera mengabari keluarga Tanaka,” ucap Kei datar tanpa ekspresi.
Tanaka Harumi hanya diam menunduk.
“dan aku perlu bicara denganmu, Tanaka”
Yamada Kei mengajak Tanaka menuju belakang rumah. Tanaka duduk di kursi sedangkan Kei hanya berdiri bersandar pada tiang yang besar.
“maaf kalau ini sangat mendadak, Tanaka”
“aku masih belum mengerti tentang apa yang sedang terjadi disini?”
“sebenarnya kita berdua sudah dijodohkan oleh kedua orang tua kita sejak kita masih SMU”
“tapi mengapa aku tidak diberitahu tentang ini semua?”
“pada waktu masih SMU, aku hanya diberitahu ayahku kalau aku akan dijodohkan denganmu, itu saja. Keluarga Yamada dan Tanaka sudah setuju semua. Tapi, yang tentang kamu tidak diberitahu, aku tidak tahu masalah itu”
Tanaka masih diam membisu. Kei mendekatinya.
“maukah kau menikah denganku, Tanaka?”
Tanaka mendongak menatap Kei yang ada di hadapannya. Tangan Kei terulur kepadanya.
“ya, aku mau. Aku mau menikah denganmu,” sahut Tanaka sambil menyambut tangan Kei. Ia berdiri dan tersenyum,”aku akan menelpon papaku agar mempersiapkan pernikahan kita secepatnya”
“apakah… kau terpaksa?”
“tidak, aku memang mencintaimu. Semenjak pertama kali aku menginjakkan kakiku di Amerika denganmu waktu itu. Tapi kupikir… kau menyukai gadis lain”
“untuk apa aku memikirkan gadis lain kalau aku sudah dijodohkan denganmu?”

Tanaka Harumi
Suatu sore…
“Kei-kun, aku ingin bicara denganmu”
“tentang apa, Oji-san?”
“pernikahanmu”
Ryuu menyuruh Kei untuk duduk di sampingnya.
“kau sudah yakin akan keputusanmu ini? Menikahi Tanaka”
“ya, aku yakin sekali. Aku tak akan mundur lagi. Pernikahan ini harus dilangsungkan secepatnya”
“maksudku… bagaimana dengan gadis yang kau cintai di sebrang sana?”
“maksudmu Emily?”
“ya, aku yakin sekali kalau kau masih mencintai Emily sampai dengan detik ini”
“aku tidak akan memikirkannya lagi. Aku punya kehidupan sendiri, begitu pun dia. Kami punya kehidupan masing-masing”
“kau tidak berusaha memperjuangkannya?”
“ada apa deganmu, Oji-san? Mengapa kau selalu membahas masalah Emily?!”
“karena aku pernah berada di posisimu, Kei-kun”
“dia sudah punya pasangan, Oji-san. Dan parahnya, kekasihnya itu bawahanku yang kemarin kuangkat jadi pegawai tetap. Tadinya hanya sebagai pegawai part time”
“hhh… itu karena kau tidak bertindak sama sekali, Kei-kun!”
“aku bukan orang yang mau mengemis-ngemis cinta, Oji-san!”
“mengapa kau berkata seperti itu?”
“aku sebenarnya hanya ingin menjelaskan kepadanya mengapa aku menyembunyikan identitasku selama ini. Tapi dia tidak mau. Dan aku tidak mau mengulang perkataan yang sama lagi. Aku tak mau merendahkan diriku di hadapannya. Sudahlah, Oji-san! Aku harus segera pergi untuk mempersiapkan segala sesuatunya”
Kei beranjak dari duduknya.
“tunggu, Kei-kun”
“ada apa lagi, Oji-san?”
“itu bukan dirimu. Dan aku semakin yakin kalau kau masih mencintai Emily. Tapi, aku menghargai semua keputusanmu. Ini hidupmu”
Tanpa menoleh lagi, Yamada Kei pergi meninggalkan Yamada Ryuu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar