Kamis, 02 Juli 2015

MY SAKURA (bagian 2)



Pesta pernikahan Ryuu dan Akemi digelar di sebuah hotel mewah yang ada di Tokyo. Semua orang berbahagia kecuali Ryuu tentu saja. Dengan senyum yang teramat dipaksakan, dia menyambut semua tamu yang ingin mengucapkan selamat berbahagia kepadanya dan juga Akemi. Dengan gaun warna putih yang panjang dan indah sekali, Akemi mengajak Ryuu untuk berdansa bersama tamu yang lainnya.
“sepertinya kau belum bisa menyukaiku. Tapi mengapa kau tidak berontak, Ryuu?”
“aku menghormati papaku dan juga keluargamu. Aku tak mau hanya gara-gara aku semua orang kecewa”
“kau mengorbankan kebahagiaan dirimu sendiri demi orang lain. Mengapa?”
“suatu saat kau akan tahu sendiri mengapa aku tidak berontak. Tapi seiring berjalannya waktu, kuharap aku mulai bisa menyukaimu. Aku masih butuh waktu”
“tidak apa-apa, Ryuu. Aku mengerti. Memang butuh waktu untuk bisa mulai mencintai orang lain yang tidak kita harapkan. Aku tidak akan memaksamu secepatnya untuk bisa mulai menyukaiku”
Ryuu pun hanya bisa diam ketika Akemi menciumnya. Di saat itulah seseorang menepuk pundaknya, ia menoleh.
“Eiko, akhirnya kamu datang juga,” senyum Akemi terkembang.
“sesuai janjiku, aku pasti datang ke pernikahan kalian”
“sebenarnya Ryuu menolak waktu aku meminta nomor telponmu untuk mengundangmu kemarin. Karena katanya kau seorang wanita karir yang super sibuk. Tapi trimakasih akhirnya kau berkenan hadir. Kami senang sekali. Bukankah begitu, Ryuu?”
Ryuu hanya bisa tersenyum dengan senyum yang dipaksakan.
“memang aku tidak punya banyak waktu. Jadi kusempatkan kemari hanya untuk mengucapkan selamat untuk kalian berdua. Semoga kalian bahagia selalu. Kau sungguh beruntung, Ryuu. Kau memiliki istri yang cantik seperti Akemi”
“trimakasih, Eiko” jawab Ryuu dengan tidak bersemangat.
“aku harus pergi sekarang. Sebenarnya aku sudah ditunggu di hotelku untuk urusan pekerjaan. Jadi aku tidak bisa berlama-lama. Aku pergi dulu, Akemi. Bye, Ryuu”
Tanpa menunggu jawaban dari Akemi dan Ryuu, Eiko meninggalkan tempat itu dengan menahan air matanya agar tidak jatuh berderai. Ia segera menuju taksi yang sudah menunggunya di parkiran. Barulah ia menangis sepuasnya disitu. Sopir taksi hanya melihat dari kaca spion dan menjalankan taksinya menuju hotel tempat Eiko menginap.
Setelah semua tamu pulang, Ryuu hanya duduk di sudut ruangan menghabiskan minumannya yang tinggal sedikit. Lalu datanglah seseorang mengambil gelasnya dan duduk di sampingnya.
“ada apa? Mengapa kau minum-minum?”
“kembalikan minumanku!”
Yamada Yasuo duduk di sebelah Ryuu,”ini malam pengantinmu, dan kau ingin mabuk?”
“itu bukan urusanmu!”
“aku tahu, sebenarnya kau tidak menyukai pernikahan ini, kan? Kau masih mencintai Eiko, kan? Kau jangan kaget seperti itu. Aku tahu semua tentang kamu. Ingat, orangku ada dimana-mana. Jadi sebaiknya kau nikmati saja pesta ini. Kau sudah tahu pasti apa yang akan dilakukan papa kalau sampai dia tahu tentang kejadian ini. Jangan sampai keluarga Yamada mengusik kehidupan Eiko. Ok, adikku?”
Yasuo menepuk pipi Ryuu dan bermaksud meninggalkan tempat itu. Tapi buru-buru Ryuu mencekal lengan Yasuo.
“kau tidak akan memberitahu papa tentang ini, kan?”
“tentu saja tidak, asalkan kau menerima semua keputusan papa. Kau mengerti?”
Yasuo meninggalkan Ryuu yang masih duduk terdiam. Kemudian datanglah Akemi menepuk pundaknya.
“aku ingin istirahat sekarang. Kau mau ikut denganku?”
Ryuu menatap Akemi dan berdiri,”tentu saja”
Ryuu menggandeng tangan Akemi menuju keluarga besar mereka yang masih ngobrol bersama.
“maaf, aku dan ehmm… istriku, akan beristirahat sekarang”
“tentu saja. Kami akan menunggu kalian besok pagi saat sarapan. Akan ada kejutan buat kalian”
“trimakasih, pa”        
Mereka segera masuk ke lift naik ke lantai 4 menuju kamar pengantin mereka. Sangat indah dan banyak bunga disana-sini. Banyak juga kado-kado dari keluarga dan teman dekat. Ryuu melepas jas putihnya dan menghempaskan dirinya di sofa menghadap TV. Akemi memeluknya dan menciumnya dari belakang.
“kalau kau ingin tidur, tidurlah terlebih dahulu. Ini sudah sangat larut sekali. Kau juga pasti sudah sangat lelah”
“kau sendiri?”
“aku belum mengantuk. Nanti aku akan menyusulmu. Selamat malam, Akemi” ucap Ryuu tanpa melepaskan pandagannya pada TV yang ada di depannya.
Dengan kecewa, Akemi menjauhi Ryuu dan segera tidur setelah mengganti baju pengantinnya dengan baju tidur. Sedangkan Ryuu? Dia berusaha untuk memejamkan matanya di sofa itu. Disaat matanya mulai bisa terpejam, telpon yang ada di kamar itu berbunyi. Dengan agak malas, Ryuu mengangkatnya.
“ya, hallo”
“Ryuu, nyenyak sekali tidurmu. Aku menelponmu sejak tadi. Atau jangan-jangan semalam kalian tidak tidur”
“hhh… ada apa, Yasuo?” sahut Ryuu dengan malas.
“kalian sudah ditunggu di bawah untuk sarapan. Semua sudah datang kecuali kalian”
“sarapan? Jam berapa sekarang?” Ryuu membuka jendela kamarnya. Sinar matahari sangat silau hingga ia harus memicingkan matanya.
“ini sudah jam 8 pagi. Kami tunggu kalian disini”
Ryuu segera ke kamar mandi. Setelah rapi barulah ia mendekati Akemi yang masih tidur dengan pulasnya. Ia duduk di tepi ranjang dan dengan agak ragu membangunkan Akemi.
“Akemi, bangun, Akemi”
Akemi hanya menggeliat sebentar lalu tertidur kembali. Ryuu menatap wajah Akemi yang cantik itu. Ia bermaksud meninggalkan Akemi sendirian, tapi tiba-tiba tangannya dicekal Akemi.
“kau sudah rapi sekali, sayang”
“tadi kita sudah ditelpon untuk segera ke bawah untuk sarapan. Semua menunggu kita. Tapi kulihat tidurmu nyenyak sekali, jadi... sebaiknya kau segera mandi, kutunggu”
Setelah mandi dan berpakaian rapi, Akemi menemui Ryuu yang menunggunya di sofa.
“aku sudah siap. Kita bisa turun sekarang. Kenapa kau menatapku seperti itu?”
“ah, tidak. Hanya saja… kau cantik sekali, Akemi”
“trimakasih, Ryuu”
Segera mereka ke bawah untuk sarapan. Keluarga Ito dan Yamada memang memesan satu ruangan khusus untuk sarapan mereka di hotel itu.
“ini dia yang kita tunggu”
“maaf kalau kami terlambat, pa,” jawab Ryuu hormat,”selamat pagi semuanya”
“tidak apa-apa, kalian kan pengantin baru,” sahut Yamada Yasuo. Sedang Ryuu hanya diam saja.
Mereka segera sarapan bersama. Setelah selesai, mereka tidak segera beranjak dari ruangan itu. Mereka nampak berbincang santai.
“oya, katanya papa akan memberi hadiah untuk bulan madu kami,” kata Akemi.
“ah, tentu saja. Ini untuk kalian”
Mr. Ito mengeluarkan amplop putih dari saku jasnya,”bukalah, Akemi”
Akemi membuka amplop itu dan segera senyumnya terkembang.
“Maldives? 2 minggu?”
“kau menyukainya?”
“tentu saja, papa. Kami sangat menyukainya”
“semuanya sudah kami siapkan. Kalian tinggal berangkat saja. Dan sebaiknya kalian bersiap-siap sekarang. Karena itu jadwal penerbangan untuk besok. Setelah ini papa harus segera kembali pulang. Kau disini akan tinggal bersama suamimu”
“ya, kalian bisa tinggal di rumah utama. Atau di rumah Ryuu bersama Kei juga”
“aku akan tinggal di rumahku sendiri, pa. Dan tentu saja dengan Kei juga”
“aku akan ikut kemana pun Ryuu tinggal”
“setelah ini aku juga harus kembali ke Amerika. Aku tidak bisa berlama-lama disini. Kalau kalian ada waktu, kalian bisa mengunjungiku”
“oya, katanya Kei akan kau bawa serta untuk melanjutkan sekolahnya disana”
“tidak dalam waktu dekat ini, pa. Besok saja kalau dia sudah agak besar. Untuk sementara biar Kei tinggal bersama Ryuu dulu. Aku mengandalkanmu, Ryuu”
“sepertinya Ryuu dan Kei sudah tidak bisa dipisahkan lagi”
“ya, aku sangat sayang kepadanya”
“tapi mulai besok, Kei akan tinggal sementara denganku sampai kalian pulang dari bulan madu kalian”
“trimakasih, pa,” ucap Ryuu,”oya, dimana Kei?”
“dia masih tidur di kamarnya. Semalam dia tidur terlalu larut,” jawab Yamada Yasuo.
Di dalam kamar pengantin setelah sarapan…
“aku harus pulang dulu, Akemi. Semua baju-bajuku ada di rumah semua”
“aku akan menemanimu”
“trimakasih”
Setelah berpamitan ke semua orang, mereka segera meninggalkan hotel itu menuju rumah Ryuu yang asri. Ryuu segera membereskan segala keperluannya yang akan dibawa ke Maldives dibantu Akemi. Akemi memasukkan baju-baju Ryuu ke dalam kopor.
“tidak perlu bawa banyak, Akemi”
“kita akan disana selama 2 minggu. Jadi kita harus menyiapkan segalanya”
“bagaimana dengan barang-barangmu?”
“sudah ada yang menyiapkannya. Nah, sekarang sudah selesai. Kita bisa bersantai dan tinggal menunggu hari esok untuk berangkat. Ada apa?”
Ryuu mendekati Akemi yang sedang duduk di sofa yang ada di kamar tidur Ryuu lalu duduk di sampingnya. Ryuu menggenggam tangan Akemi dan menatapnya.
“aku akan belajar mencintaimu, Akemi. Tapi aku butuh waktu. Kuharap kau sabar menunggu”
“dengan kau tidak menolak perjodohan ini saja aku sudah senang sekali. Aku akan menunggu saat itu tiba, Ryuu. Waktu yang akan berbaik hati mengobati lukamu yang kemarin. Aku tidak akan memaksamu untuk mencintaiku sepenuh hatimu”
“jujur, ini seperti mimpi bagiku. Menikah secepat ini?”
Sesaat hening di antara mereka.
“ayo, Akemi. Kita harus segera kembali ke hotel lagi”
“aku ingin disini saja dengan kamu. Aku ingin mengenalmu lebih jauh. Bolehkah?”
Ryuu bangkit menuju jendela kamarnya yang lebar. Ia memandang taman yang ada di depan kamarnya.
“apa yang ingin kau ketahui dariku?”
“maaf, ada hubungan apa antara kau dengan Eiko? Apakah… dia kekasihmu?”
“ya”
Akemi mendekati Ryuu,”mengapa kau tidak bercerita kepadaku sebelumnya?”
“untuk apa? Itu tidak akan mengubah apapun”
“kau masih mencintainya?”
“ya”
Akemi hanya bisa menundukkan kepalanya. Ryuu memegang kedua bahu Akemi.
“sudahlah, itu sudah masa laluku. Aku menghormati papaku juga keluargamu. Itulah mengapa aku tidak bisa menolak perjodohan ini. Seperti katamu, waktu yang akan berbaik hati mengobati segala luka. Dan seperti kataku juga, aku akan mulai belajar mencintaimu. Kemarilah”
Ryuu lalu memeluk Akemi dengan eratnya. Akemi hanya bisa menangis diam-diam.
“kau suka Maldives, ya?”
Akemi hanya menganggukkan kepalanya. Ryuu memegang kedua pipi Akemi.
“hei, mengapa kau menangis? Seharusnya kau bahagia, kan? Kita akan ke Maldives besok”
Ryuu mengusap air mata Akemi dan Akemi pun hanya mengangguk dan tersenyum.
Sore harinya, mereka ke bandara mengantar papa Akemi dan juga Yamada Yasuo yang akan segera berangkat kembali ke Amerika.
“hai, Kei-chan. Untuk sementara kau tinggal dengan kakek dulu. Karena Oji-san akan pergi agak lama dengan istrinya. Setelah itu, kau boleh tinggal lagi dengan Oji-san setelah mereka pulang. Tetaplah menjadi anak yang baik”
“iya, papa. Tapi, bagaimana dengan latihanku?”
“kau tak perlu khawatir. Nanti ada orang yang akan mengantarmu kemanapun kau pergi. Ryuu, aku titip Kei-chan. Jaga diri kalian baik-baik”
“ya, tentu”
Setelah makan malam, mereka bertiga kembali ke rumah Mr. Yamada.
“kalian sudah mempersiapkan keperluan yang akan kalian bawa besok?”
“iya, kami tinggal berangkat saja”
“cepatlah pulang, Oji-san.  Dalam waktu 2 minggu ini, aku akan berlatih dengan giat dan pasti bisa mengalahkanmu”
“oya? Kita lihat saja nanti. Aku sudah tidak sabar menunggu, Kei-kun”
“kalian berlatih apa?”
“ah, bukan apa-apa. Bagaimana dengan kopormu yang akan kau bawa besok. Apakah sudah dikirim kesini?” Ryuu mengalihkan pembicaraan.
“nanti malam baru akan tiba disini”
“sebaiknya kalian istirahat di kamar yang sudah disiapkan. Besok kalian akan melakukan perjalanan yang panjang”
“iya, pa. Kita istirahat sekarang, Akemi?”
“baiklah”

Esoknya mereka segera terbang ke Maldives. Mereka menuju villa mereka di Cocoa Island yang terletak di sebuah pantai pribadi Pulau Kaafu di Male Atoll selatan. Cocoa Island bisa ditempuh dengan speedboat dalam waktu 40 menit dari bandara internasional Male dengan jarak 31 km.
Akemi menghempaskan tubuhnya di ranjang mereka yang besar dan indah. Sedangkan Ryuu lebih memilih berdiri menatap laut yang terbentang di hadapannya.
“hei, Akemi. Kemarilah!”
“aku lelah sekali, Ryuu”
“bukankah ini adalah impianmu untuk bisa datang kesini?”
Akemi bangkit dan berjalan mendekati Ryuu yang sedang duduk di tangga yang terhubung langsung ke laut. Sedangkan ujung kakinya ia celupkan ke air pantai yang super jernih itu. Akemi juga ikut duduk di samping Ryuu.
 
Cocoa Island, Maldives
“kau menyukainya, Ryuu?”
“ya”
Akemi masih terus menatap Ryuu.
“ada apa?”
“aku senang kalau kau juga menyukainya”
“aku harus berterimakasih kepada papamu sekembalinya kita dari sini. Tempat ini sangat indah sekali dan sunyi. Pantas kalau mereka yang sedang berbulan madu seringnya datang kesini”
“kita juga”
“oh, emm… i-iya”
Akemi hanya tersenyum,”aku ke dalam dulu. Aku akan membereskan baju-baju kita. Setelah itu aku harus mandi, gerah sekali rasanya”
“ya, tentu”
Sepeninggal Akemi, Ryuu masih terus terdiam di tempatnya. Sekali-sekali dia mencuri pandang ke arah Akemi yang sibuk di dalam kamar menata baju-baju mereka ke dalam almari.
Setelah makan siang yang sudah telat, Akemi lebih banyak tiduran di ranjangnya. Ia tidak ingin mengganggu Ryuu yang sering berdiam diri di beranda kamar menatap laut biru yang tak bertepi. Angin laut yang sepoi-sepoi membuatnya mengantuk dan tanpa sadar ia pun sudah terlelap.
Ryuu masuk ke kamar. Ketika mengetahui Akemi tidur, ia memutuskan untuk keluar lagi. Melepas bajunya dan menceburkan diri ke laut yang tidak begitu dalam di depan villanya. Berenang kesana kemari menikmati indahnya Cocoa Island. Entah sudah berapa lama dia berenang di laut itu. Ia juga tak menyadari kalau ternyata Akemi sudah ada di ujung tangga yang untuk turun ke laut.
“eh… hai, Akemi. Sudah lama? Maaf, aku tidak melihatmu”
“ya, kau sepertinya suka sekali dengan pantai”
Ryuu berenang mendekati Akemi yang masih duduk di ujung tangga.
“ya, tapi sudah lama sekali aku tidak pernah ke pantai lagi. Kemarilah, berenanglah bersamaku”
“tidak usah, matahari sudah hampir tenggelam. Pasti dingin sekali”
“tidak, aku jamin. Kau pasti menyukainya, ayolah”
Karena sudah tidak sabar melihat Akemi yang terlihat ragu-ragu, Ryuu menarik tangan Akemi hingga Akemi pun tercebur ke laut bersama Ryuu. Akemi menjerit sedangkan Ryuu hanya tertawa lepas. Akemi tenggelam dan buru-buru muncul ke permukaan. Dan ia pun hanya bengong melihat Ryuu yang masih tertawa lepas.
“raut wajahmu lucu sekali, Akemi. Hahaha…”
Ryuu menghentikan tawanya begitu melihat Akemi hanya diam sambil masih menatapnya.
“oh, maaf. A-aku tidak bermaksud…”
“aku tidak apa-apa. Hanya saja… baru kali ini aku bisa melihatmu tertawa lepas seperti itu”
Ryuu jadi salah tingkah. Sementara sinar matahari semakin melemah, hari sudah hampir malam.
  
Cocoa Island, Maldives

Bel berbunyi tanda sekolah sudah usai. Semua murid berhamburan keluar dari sekolah. Nampak 2 siswi masih membereskan buku-buku mereka yang masih berserakan di atas meja mereka masing-masing.
“ayo, Anna. Kita harus cepat. Aku tidak mau ketinggalan acara tivi favoritku lagi”
“tunggu sebentar, Emily. Aku juga tidak mau kalau ada bukuku yang tertinggal lagi”
Dengan berjalan agak terburu-buru, mereka menuruni tangga sekolah. Kelas mereka memang terletak di lantai 2. Belum lagi mereka sampai di lantai bawah, seseorang menghadang mereka di tengah tangga.
“tunggu!”
“hhh… ada apa lagi, Mark? Kami sedang terburu-buru, minggirlah!”
“aku ingin bicara denganmu, Emily”
Anna dan Emily hanya saling pandang.
“tidak ada yang perlu dibicarakan lagi, maaf. Ayo, Anna”
Emily menarik tangan Anna dan menuruni tangga dengan agak berlari.
“Emily!”
Namun Emily tidak menoleh sedikitpun. Setelah sampai di luar pagar sekolah…
“apakah ada yang tidak aku tahu, Emily?”
“mmm….ya. Semalam kami bertengkar. Dan aku sudah memutuskan untuk tak mau berhubungan dengannya lagi”
“tapi kenapa? Bukankah kau ingin sekali menjadikan dia sebagai kekasihmu?”
“itu dulu. Sekarang aku tak mau melihatnya lagi. Sudahlah, Anna. Aku tak mau membicarakannya lagi”
“oke, kau memang menjadi idola disini. Tapi, kau jangan sampai mempermainkan perasaan mereka. Aku takut kalau karma menghampirimu”
“itu tidak akan terjadi. Aku jamin”
“oya, aku punya berita baru untukmu. Sepertinya belum ada yang tahu tentang berita ini, bahkan Christy”
“apa beritamu?”
“aku tadi secara tidak sengaja lewat di depan ruang kepala sekolah. Dan sepertinya akan ada siswa baru yang akan masuk ke kelas kita. Kau tahu darimana siswa baru itu? Dari Jepang, Emily”
“Jepang? Siapa namanya?”
“mana aku tahu. Dia mulai besok sudah masuk kelas kita. Jadi, kita lihat saja besok. Oya, bukankah kau dulu pernah tinggal disana?”
“ya, tapi hanya sampai usiaku 5 tahun. Jadi, banyak yang sudah aku lupa. Tapi 1 hal yang aku tidak lupa. Ada 1 temanku di Jepang sana. Dia memberiku jepit rambut bunga sakura ini. Aku sangat menyukainya”
“owh, pantas kemanapun kau pergi kau selalu memakainya. Siapa namanya?”
“namanya Kei, Yamada Kei. Aku sering mengganggunya. Habis dia imut sekali”
“usilmu ternyata sudah sejak kamu kecil, ya? Bagaimana kabar teman Jepangmu itu?”
“entah, aku tidak tahu. Tapi kabarnya, papanya punya perusahaan di Amerika. Tapi sampai sekarang, aku belum pernah bertemu ataupun mengetahui kabar mereka”
Tanpa sadar, mereka sudah tiba di depan rumah Emily. Mereka berpisah disitu dan Anna pun melanjutkan perjalanannya pulang ke rumahnya seorang diri.
Emily segera masuk ke kamarnya yang ada di lantai atas. Melemparkan tasnya ke sudut ruangan dan menghempaskan dirinya ke ranjangnya yang empuk. Matanya hanya menatap langit-langit kamarnya. Perlahan tangannya meraih foto yang ada diatas meja kecil samping ranjangnya. Sebuah foto yang sudah lama. Foto sewaktu dia dan teman-teman sekelasnya berfoto bersama di depan kelas sewaktu dia sekolah di Jepang sana. Perhatiannya terfokus pada salah satu siswa.
“Kei, Yamada Kei. Bagaimana kabarmu sekarang?” gumam Emily.
“Emily!” terdengar suara mamanya memanggilnya dari bawah.
“iya, ma!”
Buru-buru dia mengembalikan foto itu ke tempatnya semula dan segera turun.
“ada apa, ma?”
“ganti bajumu. Kau sudah ditunggu untuk makan siang”
“apakah papa pulang?”
“tentu saja. Karena papamu ingin makan siang bersamamu”
Di meja makan…
“pa, bolehkah Emily meminta sesuatu?”
“apa lagi yang kau inginkan, Emily? Sepertinya daftar keinginanmu belum papa penuhi semuanya. Dan sekarang kau sudah minta lagi”
“aku hanya ingin liburan musim panas kali ini kita bisa pergi ke Jepang, bagaimana?”
“Jepang?”
“iya, mama. Bukankah mama dari sana? Dan sepertinya kita belum pernah kesana lagi sejak terakhir kali kita meninggalkan negara itu sewaktu aku masih TK. Apa mama tidak merindukan keluarga mama yang ada disana?”
“tidak, karena disana mama sudah tidak mempunyai siapa-siapa lagi. Itulah kenapa mama mau saja diajak papamu untuk menetap disini”
“ah, mama. Tapi tidak mengapa kalau kita kesana lagi, kan?”
“ada apa, Emily?”
“maksud papa?”
“sepertinya ada sesuatu yang kau sembunyikan selain hanya sekedar ingin kesana. Apa itu?”
“benar, pa. Aku hanya ingin kesana saja”
“kau tidak punya kenangan apapun disana. Maksudku, kau disana hanya sebentar. Itupun sewaktu kau masih kecil. Ada yang ingin kau temui disana?”
Emily menggeleng cepat,”tidak, tidak. Lupakan saja pembicaraan kita ini. Aku sudah selesai makan, aku akan keatas dulu”
Buru-buru Emily keatas ke kamarnya.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar