Pesta
pernikahan Ryuu dan Akemi digelar di sebuah hotel mewah yang ada di Tokyo.
Semua orang berbahagia kecuali Ryuu tentu saja. Dengan senyum yang teramat
dipaksakan, dia menyambut semua tamu yang ingin mengucapkan selamat berbahagia
kepadanya dan juga Akemi. Dengan gaun warna putih yang panjang dan indah
sekali, Akemi mengajak Ryuu untuk berdansa bersama tamu yang lainnya.
“sepertinya
kau belum bisa menyukaiku. Tapi mengapa kau tidak berontak, Ryuu?”
“aku
menghormati papaku dan juga keluargamu. Aku tak mau hanya gara-gara aku semua
orang kecewa”
“kau
mengorbankan kebahagiaan dirimu sendiri demi orang lain. Mengapa?”
“suatu
saat kau akan tahu sendiri mengapa aku tidak berontak. Tapi seiring berjalannya
waktu, kuharap aku mulai bisa menyukaimu. Aku masih butuh waktu”
“tidak
apa-apa, Ryuu. Aku mengerti. Memang butuh waktu untuk bisa mulai mencintai
orang lain yang tidak kita harapkan. Aku tidak akan memaksamu secepatnya untuk
bisa mulai menyukaiku”
Ryuu
pun hanya bisa diam ketika Akemi menciumnya. Di saat itulah seseorang menepuk
pundaknya, ia menoleh.
“Eiko,
akhirnya kamu datang juga,” senyum Akemi terkembang.
“sesuai
janjiku, aku pasti datang ke pernikahan kalian”
“sebenarnya
Ryuu menolak waktu aku meminta nomor telponmu untuk mengundangmu kemarin.
Karena katanya kau seorang wanita karir yang super sibuk. Tapi trimakasih
akhirnya kau berkenan hadir. Kami senang sekali. Bukankah begitu, Ryuu?”
Ryuu
hanya bisa tersenyum dengan senyum yang dipaksakan.
“memang
aku tidak punya banyak waktu. Jadi kusempatkan kemari hanya untuk mengucapkan
selamat untuk kalian berdua. Semoga kalian bahagia selalu. Kau sungguh
beruntung, Ryuu. Kau memiliki istri yang cantik seperti Akemi”
“trimakasih,
Eiko” jawab Ryuu dengan tidak bersemangat.
“aku
harus pergi sekarang. Sebenarnya aku sudah ditunggu di hotelku untuk urusan
pekerjaan. Jadi aku tidak bisa berlama-lama. Aku pergi dulu, Akemi. Bye, Ryuu”
Tanpa
menunggu jawaban dari Akemi dan Ryuu, Eiko meninggalkan tempat itu dengan
menahan air matanya agar tidak jatuh berderai. Ia segera menuju taksi yang
sudah menunggunya di parkiran. Barulah ia menangis sepuasnya disitu. Sopir
taksi hanya melihat dari kaca spion dan menjalankan taksinya menuju hotel
tempat Eiko menginap.
Setelah
semua tamu pulang, Ryuu hanya duduk di sudut ruangan menghabiskan minumannya
yang tinggal sedikit. Lalu datanglah seseorang mengambil gelasnya dan duduk di
sampingnya.
“ada
apa? Mengapa kau minum-minum?”
“kembalikan
minumanku!”
Yamada
Yasuo duduk di sebelah Ryuu,”ini malam pengantinmu, dan kau ingin mabuk?”
“itu
bukan urusanmu!”
“aku
tahu, sebenarnya kau tidak menyukai pernikahan ini, kan? Kau masih mencintai
Eiko, kan? Kau jangan kaget seperti itu. Aku tahu semua tentang kamu. Ingat,
orangku ada dimana-mana. Jadi sebaiknya kau nikmati saja pesta ini. Kau sudah
tahu pasti apa yang akan dilakukan papa kalau sampai dia tahu tentang kejadian
ini. Jangan sampai keluarga Yamada mengusik kehidupan Eiko. Ok, adikku?”
Yasuo
menepuk pipi Ryuu dan bermaksud meninggalkan tempat itu. Tapi buru-buru Ryuu
mencekal lengan Yasuo.
“kau
tidak akan memberitahu papa tentang ini, kan?”
“tentu
saja tidak, asalkan kau menerima semua keputusan papa. Kau mengerti?”
Yasuo
meninggalkan Ryuu yang masih duduk terdiam. Kemudian datanglah Akemi menepuk
pundaknya.
“aku
ingin istirahat sekarang. Kau mau ikut denganku?”
Ryuu
menatap Akemi dan berdiri,”tentu saja”
Ryuu
menggandeng tangan Akemi menuju keluarga besar mereka yang masih ngobrol
bersama.
“maaf,
aku dan ehmm… istriku, akan beristirahat sekarang”
“tentu
saja. Kami akan menunggu kalian besok pagi saat sarapan. Akan ada kejutan buat
kalian”
“trimakasih,
pa”
Mereka
segera masuk ke lift naik ke lantai 4 menuju kamar pengantin mereka. Sangat
indah dan banyak bunga disana-sini. Banyak juga kado-kado dari keluarga dan
teman dekat. Ryuu melepas jas putihnya dan menghempaskan dirinya di sofa
menghadap TV. Akemi memeluknya dan menciumnya dari belakang.
“kalau
kau ingin tidur, tidurlah terlebih dahulu. Ini sudah sangat larut sekali. Kau
juga pasti sudah sangat lelah”
“kau
sendiri?”
“aku
belum mengantuk. Nanti aku akan menyusulmu. Selamat malam, Akemi” ucap Ryuu
tanpa melepaskan pandagannya pada TV yang ada di depannya.
Dengan
kecewa, Akemi menjauhi Ryuu dan segera tidur setelah mengganti baju
pengantinnya dengan baju tidur. Sedangkan Ryuu? Dia berusaha untuk memejamkan
matanya di sofa itu. Disaat matanya mulai bisa terpejam, telpon yang ada di
kamar itu berbunyi. Dengan agak malas, Ryuu mengangkatnya.
“ya,
hallo”
“Ryuu,
nyenyak sekali tidurmu. Aku menelponmu sejak tadi. Atau jangan-jangan semalam
kalian tidak tidur”
“hhh…
ada apa, Yasuo?” sahut Ryuu dengan malas.
“kalian
sudah ditunggu di bawah untuk sarapan. Semua sudah datang kecuali kalian”
“sarapan?
Jam berapa sekarang?” Ryuu membuka jendela kamarnya. Sinar matahari sangat
silau hingga ia harus memicingkan matanya.
“ini
sudah jam 8 pagi. Kami tunggu kalian disini”
Ryuu
segera ke kamar mandi. Setelah rapi barulah ia mendekati Akemi yang masih tidur
dengan pulasnya. Ia duduk di tepi ranjang dan dengan agak ragu membangunkan
Akemi.
“Akemi,
bangun, Akemi”
Akemi
hanya menggeliat sebentar lalu tertidur kembali. Ryuu menatap wajah Akemi yang
cantik itu. Ia bermaksud meninggalkan Akemi sendirian, tapi tiba-tiba tangannya
dicekal Akemi.
“kau
sudah rapi sekali, sayang”
“tadi
kita sudah ditelpon untuk segera ke bawah untuk sarapan. Semua menunggu kita.
Tapi kulihat tidurmu nyenyak sekali, jadi... sebaiknya
kau segera mandi, kutunggu”
Setelah
mandi dan berpakaian rapi, Akemi menemui Ryuu yang menunggunya di sofa.
“aku
sudah siap. Kita bisa turun sekarang. Kenapa kau menatapku seperti itu?”
“ah,
tidak. Hanya saja… kau cantik sekali, Akemi”
“trimakasih,
Ryuu”
Segera
mereka ke bawah untuk sarapan. Keluarga Ito dan Yamada memang memesan satu
ruangan khusus untuk sarapan mereka di hotel itu.
“ini
dia yang kita tunggu”
“maaf
kalau kami terlambat, pa,” jawab Ryuu hormat,”selamat pagi semuanya”
“tidak
apa-apa, kalian kan pengantin baru,” sahut Yamada Yasuo. Sedang Ryuu hanya diam
saja.
Mereka
segera sarapan bersama. Setelah selesai, mereka tidak segera beranjak dari
ruangan itu. Mereka nampak berbincang santai.
“oya,
katanya papa akan memberi hadiah untuk bulan madu kami,” kata Akemi.
“ah,
tentu saja. Ini untuk kalian”
Mr.
Ito mengeluarkan amplop putih dari saku jasnya,”bukalah, Akemi”
Akemi
membuka amplop itu dan segera senyumnya terkembang.
“Maldives?
2 minggu?”
“kau
menyukainya?”
“tentu
saja, papa. Kami sangat menyukainya”
“semuanya
sudah kami siapkan. Kalian tinggal berangkat saja. Dan sebaiknya kalian
bersiap-siap sekarang. Karena itu jadwal penerbangan untuk besok. Setelah ini
papa harus segera kembali pulang. Kau disini akan tinggal bersama suamimu”
“ya,
kalian bisa tinggal di rumah utama. Atau di rumah Ryuu bersama Kei juga”
“aku
akan tinggal di rumahku sendiri, pa. Dan tentu saja dengan Kei juga”
“aku
akan ikut kemana pun Ryuu tinggal”
“setelah
ini aku juga harus kembali ke Amerika. Aku tidak bisa berlama-lama disini.
Kalau kalian ada waktu, kalian bisa mengunjungiku”
“oya,
katanya Kei akan kau bawa serta untuk melanjutkan sekolahnya disana”
“tidak
dalam waktu dekat ini, pa. Besok saja kalau dia sudah agak besar. Untuk
sementara biar Kei tinggal bersama Ryuu dulu. Aku mengandalkanmu, Ryuu”
“sepertinya
Ryuu dan Kei sudah tidak bisa dipisahkan lagi”
“ya,
aku sangat sayang kepadanya”
“tapi
mulai besok, Kei akan tinggal sementara denganku sampai kalian pulang dari
bulan madu kalian”
“trimakasih,
pa,” ucap Ryuu,”oya, dimana Kei?”
“dia
masih tidur di kamarnya. Semalam dia tidur terlalu larut,” jawab Yamada Yasuo.
Di
dalam kamar pengantin setelah sarapan…
“aku
harus pulang dulu, Akemi. Semua baju-bajuku ada di rumah semua”
“aku
akan menemanimu”
“trimakasih”
Setelah
berpamitan ke semua orang, mereka segera meninggalkan hotel itu menuju rumah
Ryuu yang asri. Ryuu segera membereskan segala keperluannya yang akan dibawa ke
Maldives dibantu Akemi. Akemi memasukkan baju-baju Ryuu ke dalam kopor.
“tidak
perlu bawa banyak, Akemi”
“kita
akan disana selama 2 minggu. Jadi kita harus menyiapkan segalanya”
“bagaimana
dengan barang-barangmu?”
“sudah
ada yang menyiapkannya. Nah, sekarang sudah selesai. Kita bisa bersantai dan
tinggal menunggu hari esok untuk berangkat. Ada apa?”
Ryuu
mendekati Akemi yang sedang duduk di sofa yang ada di kamar tidur Ryuu lalu
duduk di sampingnya. Ryuu menggenggam tangan Akemi dan menatapnya.
“aku
akan belajar mencintaimu, Akemi. Tapi aku butuh waktu. Kuharap kau sabar
menunggu”
“dengan
kau tidak menolak perjodohan ini saja aku sudah senang sekali. Aku akan
menunggu saat itu tiba, Ryuu. Waktu yang akan berbaik hati mengobati lukamu yang
kemarin. Aku tidak akan memaksamu untuk mencintaiku sepenuh hatimu”
“jujur,
ini seperti mimpi bagiku. Menikah secepat ini?”
Sesaat
hening di antara mereka.
“ayo,
Akemi. Kita harus segera kembali ke hotel lagi”
“aku
ingin disini saja dengan kamu. Aku ingin mengenalmu lebih jauh. Bolehkah?”
Ryuu
bangkit menuju jendela kamarnya yang lebar. Ia memandang taman yang ada di
depan kamarnya.
“apa
yang ingin kau ketahui dariku?”
“maaf,
ada hubungan apa antara kau dengan Eiko? Apakah… dia kekasihmu?”
“ya”
Akemi
mendekati Ryuu,”mengapa kau tidak bercerita kepadaku sebelumnya?”
“untuk
apa? Itu tidak akan mengubah apapun”
“kau
masih mencintainya?”
“ya”
Akemi
hanya bisa menundukkan kepalanya. Ryuu memegang kedua bahu Akemi.
“sudahlah,
itu sudah masa laluku. Aku menghormati papaku juga keluargamu. Itulah mengapa
aku tidak bisa menolak perjodohan ini. Seperti katamu, waktu yang akan berbaik
hati mengobati segala luka. Dan seperti kataku juga, aku akan mulai belajar
mencintaimu. Kemarilah”
Ryuu
lalu memeluk Akemi dengan eratnya. Akemi hanya bisa menangis diam-diam.
“kau
suka Maldives, ya?”
Akemi
hanya menganggukkan kepalanya. Ryuu memegang kedua pipi Akemi.
“hei,
mengapa kau menangis? Seharusnya kau bahagia, kan? Kita akan ke Maldives besok”
Ryuu
mengusap air mata Akemi dan Akemi pun hanya mengangguk dan tersenyum.
Sore
harinya, mereka ke bandara mengantar papa Akemi dan juga Yamada Yasuo yang akan
segera berangkat kembali ke Amerika.
“hai,
Kei-chan. Untuk sementara kau tinggal dengan kakek dulu. Karena Oji-san akan
pergi agak lama dengan istrinya. Setelah itu, kau boleh tinggal lagi dengan
Oji-san setelah mereka pulang. Tetaplah menjadi anak yang baik”
“iya,
papa. Tapi, bagaimana dengan latihanku?”
“kau
tak perlu khawatir. Nanti ada orang yang akan mengantarmu kemanapun kau pergi.
Ryuu, aku titip Kei-chan. Jaga diri kalian baik-baik”
“ya,
tentu”
Setelah
makan malam, mereka bertiga kembali ke rumah Mr. Yamada.
“kalian
sudah mempersiapkan keperluan yang akan kalian bawa besok?”
“iya,
kami tinggal berangkat saja”
“cepatlah
pulang, Oji-san. Dalam waktu 2 minggu
ini, aku akan berlatih dengan giat dan pasti bisa mengalahkanmu”
“oya?
Kita lihat saja nanti. Aku sudah tidak sabar menunggu, Kei-kun”
“kalian
berlatih apa?”
“ah,
bukan apa-apa. Bagaimana dengan kopormu yang akan kau bawa besok. Apakah sudah
dikirim kesini?” Ryuu mengalihkan pembicaraan.
“nanti
malam baru akan tiba disini”
“sebaiknya
kalian istirahat di kamar yang sudah disiapkan. Besok kalian akan melakukan
perjalanan yang panjang”
“iya,
pa. Kita istirahat sekarang, Akemi?”
“baiklah”
Esoknya
mereka segera terbang ke Maldives. Mereka menuju villa mereka di Cocoa Island
yang terletak di sebuah pantai pribadi Pulau Kaafu di Male Atoll selatan. Cocoa
Island bisa ditempuh dengan speedboat dalam waktu 40 menit dari bandara internasional
Male dengan jarak 31 km.
Akemi
menghempaskan tubuhnya di ranjang mereka yang besar dan indah. Sedangkan Ryuu
lebih memilih berdiri menatap laut yang terbentang di hadapannya.
“hei,
Akemi. Kemarilah!”
“aku
lelah sekali, Ryuu”
“bukankah
ini adalah impianmu untuk bisa datang kesini?”
Akemi
bangkit dan berjalan mendekati Ryuu yang sedang duduk di tangga yang terhubung
langsung ke laut. Sedangkan ujung kakinya ia celupkan ke air pantai yang super
jernih itu. Akemi juga ikut duduk di samping Ryuu.
“kau
menyukainya, Ryuu?”
“ya”
Akemi
masih terus menatap Ryuu.
“ada
apa?”
“aku
senang kalau kau juga menyukainya”
“aku
harus berterimakasih kepada papamu sekembalinya kita dari sini. Tempat ini
sangat indah sekali dan sunyi. Pantas kalau mereka yang sedang berbulan madu
seringnya datang kesini”
“kita
juga”
“oh,
emm… i-iya”
Akemi
hanya tersenyum,”aku ke dalam dulu. Aku akan membereskan baju-baju kita.
Setelah itu aku harus mandi, gerah sekali rasanya”
“ya,
tentu”
Sepeninggal
Akemi, Ryuu masih terus terdiam di tempatnya. Sekali-sekali dia mencuri pandang
ke arah Akemi yang sibuk di dalam kamar menata baju-baju mereka ke dalam
almari.
Setelah
makan siang yang sudah telat, Akemi lebih banyak tiduran di ranjangnya. Ia
tidak ingin mengganggu Ryuu yang sering berdiam diri di beranda kamar menatap
laut biru yang tak bertepi. Angin laut yang sepoi-sepoi membuatnya mengantuk
dan tanpa sadar ia pun sudah terlelap.
Ryuu
masuk ke kamar. Ketika mengetahui Akemi tidur, ia memutuskan untuk keluar lagi.
Melepas bajunya dan menceburkan diri ke laut yang tidak begitu dalam di depan
villanya. Berenang kesana kemari menikmati indahnya Cocoa Island. Entah sudah
berapa lama dia berenang di laut itu. Ia juga tak menyadari kalau ternyata
Akemi sudah ada di ujung tangga yang untuk turun ke laut.
“eh…
hai, Akemi. Sudah lama? Maaf, aku tidak melihatmu”
“ya,
kau sepertinya suka sekali dengan pantai”
Ryuu
berenang mendekati Akemi yang masih duduk di ujung tangga.
“ya,
tapi sudah lama sekali aku tidak pernah ke pantai lagi. Kemarilah, berenanglah
bersamaku”
“tidak
usah, matahari sudah hampir tenggelam. Pasti dingin sekali”
“tidak,
aku jamin. Kau pasti menyukainya, ayolah”
Karena
sudah tidak sabar melihat Akemi yang terlihat ragu-ragu, Ryuu menarik tangan
Akemi hingga Akemi pun tercebur ke laut bersama Ryuu. Akemi menjerit sedangkan
Ryuu hanya tertawa lepas. Akemi tenggelam dan buru-buru muncul ke permukaan.
Dan ia pun hanya bengong melihat Ryuu yang masih tertawa lepas.
“raut
wajahmu lucu sekali, Akemi. Hahaha…”
Ryuu
menghentikan tawanya begitu melihat Akemi hanya diam sambil masih menatapnya.
“oh,
maaf. A-aku tidak bermaksud…”
“aku
tidak apa-apa. Hanya saja… baru kali ini aku bisa melihatmu tertawa lepas
seperti itu”
Ryuu
jadi salah tingkah. Sementara sinar
matahari semakin melemah, hari sudah hampir malam.
Bel
berbunyi tanda sekolah sudah usai. Semua murid berhamburan keluar dari sekolah.
Nampak 2 siswi masih membereskan buku-buku mereka yang masih berserakan di atas
meja mereka masing-masing.
“ayo,
Anna. Kita harus cepat. Aku tidak mau ketinggalan acara tivi favoritku lagi”
“tunggu
sebentar, Emily. Aku juga tidak mau kalau ada bukuku yang tertinggal lagi”
Dengan
berjalan agak terburu-buru, mereka menuruni tangga sekolah. Kelas mereka memang
terletak di lantai 2. Belum lagi mereka sampai di lantai bawah, seseorang
menghadang mereka di tengah tangga.
“tunggu!”
“hhh…
ada apa lagi, Mark? Kami sedang terburu-buru, minggirlah!”
“aku
ingin bicara denganmu, Emily”
Anna
dan Emily hanya saling pandang.
“tidak
ada yang perlu dibicarakan lagi, maaf. Ayo, Anna”
Emily
menarik tangan Anna dan menuruni tangga dengan agak berlari.
“Emily!”
Namun
Emily tidak menoleh sedikitpun. Setelah sampai di luar pagar sekolah…
“apakah
ada yang tidak aku tahu, Emily?”
“mmm….ya.
Semalam kami bertengkar. Dan aku sudah memutuskan untuk tak mau berhubungan
dengannya lagi”
“tapi
kenapa? Bukankah kau ingin sekali menjadikan dia sebagai kekasihmu?”
“itu
dulu. Sekarang aku tak mau melihatnya lagi. Sudahlah, Anna. Aku tak mau
membicarakannya lagi”
“oke,
kau memang menjadi idola disini. Tapi, kau jangan sampai mempermainkan perasaan
mereka. Aku takut kalau karma menghampirimu”
“itu
tidak akan terjadi. Aku jamin”
“oya,
aku punya berita baru untukmu. Sepertinya belum ada yang tahu tentang berita
ini, bahkan Christy”
“apa
beritamu?”
“aku
tadi secara tidak sengaja lewat di depan ruang kepala sekolah. Dan sepertinya
akan ada siswa baru yang akan masuk ke kelas kita. Kau tahu darimana siswa baru
itu? Dari Jepang, Emily”
“Jepang?
Siapa namanya?”
“mana
aku tahu. Dia mulai besok sudah masuk kelas kita. Jadi, kita lihat saja besok.
Oya, bukankah kau dulu pernah tinggal disana?”
“ya,
tapi hanya sampai usiaku 5 tahun. Jadi, banyak yang sudah aku lupa. Tapi 1 hal
yang aku tidak lupa. Ada 1 temanku di Jepang sana. Dia memberiku jepit rambut
bunga sakura ini. Aku sangat menyukainya”
“owh,
pantas kemanapun kau pergi kau selalu memakainya. Siapa namanya?”
“namanya
Kei, Yamada Kei. Aku sering mengganggunya. Habis dia imut sekali”
“usilmu
ternyata sudah sejak kamu kecil, ya? Bagaimana kabar teman Jepangmu itu?”
“entah,
aku tidak tahu. Tapi kabarnya, papanya punya perusahaan di Amerika. Tapi sampai
sekarang, aku belum pernah bertemu ataupun mengetahui kabar mereka”
Tanpa
sadar, mereka sudah tiba di depan rumah Emily. Mereka berpisah disitu dan Anna
pun melanjutkan perjalanannya pulang ke rumahnya seorang diri.
Emily
segera masuk ke kamarnya yang ada di lantai atas. Melemparkan tasnya ke sudut
ruangan dan menghempaskan dirinya ke ranjangnya yang empuk. Matanya hanya
menatap langit-langit kamarnya. Perlahan tangannya meraih foto yang ada diatas
meja kecil samping ranjangnya. Sebuah foto yang sudah lama. Foto sewaktu dia
dan teman-teman sekelasnya berfoto bersama di depan kelas sewaktu dia sekolah
di Jepang sana. Perhatiannya terfokus pada salah satu siswa.
“Kei,
Yamada Kei. Bagaimana kabarmu sekarang?” gumam Emily.
“Emily!”
terdengar suara mamanya memanggilnya dari bawah.
“iya,
ma!”
Buru-buru
dia mengembalikan foto itu ke tempatnya semula dan segera turun.
“ada
apa, ma?”
“ganti
bajumu. Kau sudah ditunggu untuk makan siang”
“apakah
papa pulang?”
“tentu
saja. Karena papamu ingin makan siang bersamamu”
Di
meja makan…
“pa,
bolehkah Emily meminta sesuatu?”
“apa
lagi yang kau inginkan, Emily? Sepertinya daftar keinginanmu belum papa penuhi
semuanya. Dan sekarang kau sudah minta lagi”
“aku
hanya ingin liburan musim panas kali ini kita bisa pergi ke Jepang, bagaimana?”
“Jepang?”
“iya,
mama. Bukankah mama dari sana? Dan sepertinya kita belum pernah kesana lagi
sejak terakhir kali kita meninggalkan negara itu sewaktu aku masih TK. Apa mama
tidak merindukan keluarga mama yang ada disana?”
“tidak,
karena disana mama sudah tidak mempunyai siapa-siapa lagi. Itulah kenapa mama
mau saja diajak papamu untuk menetap disini”
“ah,
mama. Tapi tidak mengapa kalau kita kesana lagi, kan?”
“ada
apa, Emily?”
“maksud
papa?”
“sepertinya
ada sesuatu yang kau sembunyikan selain hanya sekedar ingin kesana. Apa itu?”
“benar,
pa. Aku hanya ingin kesana saja”
“kau
tidak punya kenangan apapun disana. Maksudku, kau disana hanya sebentar. Itupun
sewaktu kau masih kecil. Ada yang ingin kau temui disana?”
Emily
menggeleng cepat,”tidak, tidak. Lupakan saja pembicaraan kita ini. Aku sudah
selesai makan, aku akan keatas dulu”
Buru-buru
Emily keatas ke kamarnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar