Kamis, 02 Juli 2015

MY SAKURA (bagian 1)




Di suatu desa yang sepi, seorang wanita muda yang mengenakan kimono dan berparas Jepang campuran sedang sibuk menjemur pakaian di halaman depan rumah. Anaknya yang masih belum genap berusia setahun nampak tertidur dengan lelapnya di teras rumah. Wanita muda itu menghentikan aktifitasnya begitu melihat ada beberapa orang yang nampaknya sudah ia kenal mendekati rumahnya. Tanpa takut, wanita muda itu berdiri dengan tegap di hadapan beberapa orang yang sudah berdiri di hadapannya itu.
“rupanya kalian. Ada apa kesini lagi?”
“seperti biasa. Kami mencari suamimu, Kimura Takeo. Kau jangan coba-coba menyembunyikan dia lagi”
“untuk apa aku menyembunyikan dia? Kami bukan penakut. Sudah kubilang suamiku sedang pergi berdagang ke kota. Dan aku tidak tahu kapan pulangnya”
“Soijiro, ajak anak buahmu untuk menggeledah rumahnya! Aku tak mau dia menipuku!”
“baik, tuan”
“hei, ada hak apa kalian menggeledah rumahku. Kalian masuk sejengkal saja, pedangku ini yang akan bicara!”
Perempuan muda yang bernama Kimura Emi mengambil katana-nya yang ada di sampingnya, yang selalu terletak di dinding ruangan.
“owh… berani juga dirimu, Kimura Emi. Kau sungguh jauh berbeda dengan Emi yang dulu kukenal. Apakah suamimu yag mengajarkanmu bertarung?”
“kau tidak perlu tahu. Yang jelas selama suamiku pergi, maka akulah yang akan mempertahankan harta benda kami. Majulah kau, hadapi aku kalau kau berani. Jangan anak buahmu yang kau suruh!”
“kau menantangku? Baiklah, majulah kalau kau berani!”
Terjadilah perkelahian yang tidak seimbang antara Kimura Emi dan Yamada Yasuo. Ya, mereka dulunya adalah sepasang kekasih. Namun karena tabiat Yamada yang kurang baik, yang selalu mengandalkan kekuasaannya, Emi memilih mengundurkan diri dan akhirnya menikah dengan Kimura Takeo, seorang pemuda yang pandai berdagang dan baik perangainya.
Katana Kimura Emi berhasil melukai lengan Yamada dan itu membuat Yamada berang.
“rupanya kau tidak main-main, ya?”
“aku tidak pernah bermain-main denganmu, Yamada”
Mereka kembali bertarung. Kimura semakin terdesak. Anaknya yang tadinya tertidur dengan pulasnya mendadak terbangun dan menangis.
“aku tidak segan-segan untuk membunuhmu, Kimura Emi”
“… dan aku akan mati dengan bangga karena mati membela keluargaku!”
Yamada Yasuo semakin berang dan menyerang Kimura Emi dengan ganasnya. Karena kemampuan Kimura Emi jauh dibawah Yamada Yasuo, maka dengan mudahnya ia merobohkan Kimura Emi dengan berhasil menusuk perut Kimura Emi.
“Soijiro, bawa anak itu! Kita tinggalkan tempat ini!”
“baik, tuan”
Yamada Yasuo dan Soijiro segera meninggalkan tempat itu meninggalkan Kimura Emi yang tergeletak diam tak bergerak sambil membawa anaknya yang menangis dengan kerasnya.

Malamnya, seorang pria memasuki sebuah rumah. Ia terkejut, karena tidak biasanya rumahnya gelap tanpa penerangan. Dengan meraba-raba, ia menyalakan penerangan rumah. Ia terkejut begitu melihat rumahnya sangat berantakan, apalagi setelah melihat Kimura Emi yang diam tak bergerak tak jauh darinya.
“Emi! Emi, apa yang terjadi padamu?! Jawab aku!”
Emi telah tewas!

Di sebuah TK yang ada di kota Tokyo, nampak ramai sekali. Semua anak-anak kecil itu berhamburan keluar mencari penjemputnya masing-masing.
“Kei-kun!”
Seorang anak laki-laki yang merasa dirinya dipanggil pun menoleh. Ia tersenyum dan segera memasuki mobil yang menjemputnya.
“hari ini kita mau kemana lagi, Oji-san?”
“mmm… sepertinya hari ini kita harus segera langsung pulang”
“kenapa?”
“entahlah, sepertinya ayahmu mau mengajakmu pergi. Tadi hanya berpesan agar setelah aku menjemputmu, kita tidak boleh pergi kemana-mana lagi sampai sore seperti kemarin. Hei, jangan cemberut seperti itu. Bukankah kita masih bisa keluar bersama esok hari”
Anak lelaki yang dipanggil Kei-kun itu masih saja menunjukkan muka tidak senang.
“seharusnya kau senang karena ayahmu pulang dan mengajakmu pergi. Apakah kau tidak rindu dengan ayahmu setelah sekian lama tidak bertemu?”
“aku tidak suka dengan ayahku!”
“kenapa? Kau bisa bercerita kepadaku. Bukankah kita berteman?”
“aku sebenarnya tidak suka ayah pergi kerja jauh-jauh seperti itu dan jarang pulang. Setiap ada kegiatan di sekolah, ayah tidak pernah bisa datang. Andai aku masih punya ibu”
“kau tidak boleh berkata seperti itu. Ayahmu pergi kan untuk bekerja mencari uang, untuk menunjang kehidupanmu”
“kenapa harus seperti itu? Bukankah kakek sudah kaya raya? Untuk apa lagi ayah sibuk bekerja mencari uang? Aku juga tahu, ayah pergi bukan untuk bekerja. Iya, kan? Aku tahu kalau kau juga mengetahui akan hal itu”
Oji-san atau Yamada Ryuu hanya menatap Kei-kun. Ia segera menjalankan mobilnya begitu lampu lalulintas sudah menyala hijau.
“hei, Oji-san. Mengapa kau tidak menjawab pertanyaanku?”
“aku tidak perlu menjawabnya”
Raut muka Yamada Ryuu berubah dingin. Tetap menatap lurus ke depan tanpa menoleh ke Kei-kun lagi.
Sesampainya di rumah yang berhalaman besar, Kei-kun segera berlari masuk tanpa menunggu Oji-san lagi. Namun begitu sampai di ruang tamu, langkah kecilnya terhenti.
“hai, Kei-chan. Rupanya kau sudah pulang”
Kei kecil hanya menatap ayahnya sekilas lalu berlari keatas ke kamarnya.
“Yamada Kei! Ayah sedang berbicara denganmu!”
Kei berhenti di tengah tangga lalu turun menuju ayahnya dengan wajah menunduk.
“iya, ayah”
“ada apa, Kei? Kau tidak suka bertemu dengan ayah? Kau tidak rindu dengan ayah?”
Kei masih tetap menunduk lalu memeluk ayahnya sambil menangis.
“aku sayang ayah. Aku merindukan ayah. Tapi aku juga benci ayah karena tidak pernah ada disini. Bisakah ayah tinggal disini saja? Mengapa harus bekerja di tempat yang jauh? Kei juga ingin diantar jemput ayah seperti teman-teman yang lain”
Ayah Kei jongkok dan menghapus air mata Kei.
“suatu saat nanti kau akan mengerti. Dan suatu saat nanti, kalau waktunya sudah tiba, kau pasti akan kubawa serta. Untuk sementara ini, kau disini dulu dengan Oji-san. Dia yang akan selalu menjagamu dengan baik. Ayah harap kau mengerti”
Kei kecil mengangguk.
“sekarang, maukah kau makan siang bersama ayah?”
“iya”
Mereka berdua segera menuju ruang makan. Banyak hidangan sudah tersaji di meja makan itu. Semua makanan kesukaan Kei. Kei nampak sangat gembira sekali.
“waaahh… ini semua buatku, yah?”
“boleh”
“trimakasih, ayah”
Mereka berdua segera makan siang dengan lahapnya. Tak berapa lama kemudian, Yamada Ryuu juga ikut bergabung.
“bagaimana perkembangan Kei-chan, Ryuu? Bagaimana sekolahnya?”
“dia selalu jadi murid terbaik. Bukankah begitu, Kei-kun?”
“tentu saja, ayah. Tidak ada yang bisa menandingi aku. Bahkan Emily bisa aku kalahkan”
“siapa Emily?”
“dia teman sekelas Kei-kun. Namanya Emily Grey, ayahnya orang Amerika. Dan sepertinya Kei-kun menyukainya”
“benarkah itu, Kei-chan?”
“itu tidak benar, ayah. Emily selalu mengganggu aku. Bagaimana aku bisa menyukainya?”
“berarti itu pertanda dia yang menyukaimu, Kei-chan. Hahaha…”
“ah, ayah. Yang penting aku sudah bisa mengalahkan Emily”
“itu yang terpenting. Kau harus jadi orang pandai dan pintar. Karena kau yang akan kupersiapkan untuk memimpin perusahaan Yamada. Kau suka?”
“iya, ayah”
“berapa lama kau disini?” Yamada Ryuu bertanya.
“mungkin hanya 3 hari. Aku harus kembali ke Amerika lagi karena ada pertemuan penting. Untuk datang kesini saja aku mencuri-curi waktu senggangku. Aku tak mau melewatkan tumbuh kembang anak ini. Kau terus kabari aku. Karena dia yang akan kupersiapkan untuk mewarisi semua asetku. Kemanapun dia pergi, kau harus selalu ada disampingnya. Kau tahu maksudku, kan?”
“ya, tentu saja”

Suatu pagi disekolah…
Yamada Kei sedang duduk di bangkunya. Kebetulan waktu itu belum ada guru yang memasuki kelasnya. Lalu datanglah Emily yang langsung duduk di sampingnya.
“hai, Yamada”
Yamada Kei hanya menoleh sekilas dan tenggelam lagi dengan keasikannya membaca buku. Emily segera merebut buku yang baru saja dibacanya itu.
“mengapa kau terus-menerus menggangguku? Tidak bisakah kau menjauhi aku?”
“itulah mengapa, sebenarnya aku ingin meminta maaf kepadamu. Selama ini aku selalu saja mengganggumu, membuatmu tidak nyaman”
“mengapa tiba-tiba sekali kau berkata seperti itu?”
“minggu depan aku sudah tidak sekolah disini lagi. Aku akan pindah ke Amerika dengan kedua orang tuaku. Aku akan sekolah disana. Kau pasti sangat senang mendengar berita ini. Karena kau tidak ada yang mengganggu lagi. Maafkan aku, Yamada. Maukah kau menjadi temanku?”
Yamada Kei hanya menatap Emily seolah tak percaya. Akhirnya ia meyambut uluran tangan Emily sambil tersenyum.
“benarkah yang kau katakan itu?”
“tentu saja. Kau boleh main ke rumahku sepulang sekolah nanti. Suatu saat kalau kau ke Amerika, kita bisa bertemu kembali. Iya, kan? Bukankah ayahmu juga bekerja disana?”
“tentu, aku juga ingin suatu saat nanti bisa kesana”

Suatu sore yang cerah, dimana bunga sakura sedang bermekaran, dengan diantar Yamada Ryuu, Yamada Kei pergi ke rumah Emily Grey. Namun ia hanya berdiri di depan rumah Emily. Emily saat itu sudah duduk di mobilnya yang akan membawanya pergi ke bandara. Mobil bergerak perlahan dan berhenti tepat di depan Yamada Kei. Emily menurunkan kaca jendelanya dan melongok keluar.
“Yamada, aku pergi dulu. Semoga suatu saat kita bisa bertemu kembali”
“tentu saja, kita pasti akan bertemu kembali. Ini, aku ada hadiah untuk kamu”
“apa isinya?”
“bisa kau buka nanti. Bye, Emily”
“bye, Yamada”
Mobil perlahan meninggalkan tempat itu. Emily membuka kado dari Yamada Kei. Sebuah senyum tersungging di mulut kecilnya ketika mengetahui isinya adalah sepasang jepit rambut yang dihiasi bunga sakura berwarna putih dan ada tulisan yang berbunyi: semoga kau menyukainya, Emily. Yamada Kei.
Emily memasukkan sepasang jepit rambut itu kembali ke kotaknya dan memasukkan kotak itu ke tas kecilnya. Ia lalu mendekap tasnya dengan erat sambil tersenyum.
“apa isinya, Emily? Sepertinya kau senang sekali”
“ini rahasia, mama”
Mobil melaju semakin kencang menuju bandara.

Yamada Kei masih diam terpaku di tempatnya. Suara Yamada Ryuu mengagetkan lamunannya.
“sampai kapan kau akan berdiri disini, Kei-kun?”
“kita pulang sekarang, Oji-san”
Tanpa menunggu Yamada Ryuu, Yamada Kei langsung masuk ke mobil dan duduk diam disana. Yamada Ryuu segera duduk disampingnya dan menjalankan mobilnya meninggalkan tempat itu.
“kamu sedih?”
“iya, sekolahku sekarang sepertinya akan sepi sekali”
“suatu saat kalian pasti bisa bertemu lagi. Ayolah, jangan bersedih begitu. Bagaimana kalau kita menuju ke suatu tempat. Kau pasti akan menyukainya”
“kemana?”
Yamada Ryuu hanya tersenyum dan mengarahkan mobilnya ke arah pinggiran kota. Tak berapa lama kemudian, ia memarkir mobilnya di depan sebuah rumah yang asri dan berhalaman besar bergaya khas Jepang.
“ini rumah siapa, Oji-san?”
“ayo, kita turun dulu. Nanti kau akan kuperkenalkan dengan yang punya rumah”
Setelah turun dari mobil, mereka langsung menuju belakang rumah. Ternyata di belakang rumah ada sebuah bangunan besar mirip aula. Nampak beberapa orang belajar wushu disitu dengan menggunakan tongkat. Mereka mengikuti instruksi seorang laki-laki yang sudah agak berumur. Sepertinya seorang guru. Yamada Ryuu mengajak Yamada Kei duduk di kursi di tepi arena melihat latihan beberapa orang itu. Setelah itu, pelatih itupun menghampiri mereka dan duduk di samping Yamada Ryuu.
“tumben kamu kemari, Yamada. Ada apa?”
“tidak ada apa-apa. Aku hanya mengajak anak kecil yang sedang suntuk ini kemari. Siapa tahu dia berminat dengan wushu. Aku tidak mau dia menjadi anak yang lemah dan cengeng,” kata Yamada Ryuu sambil melirik Yamada Kei.
“aku tidak lemah! Aku juga tidak cengeng, Oji-san!”
“owh, ya. Tentu saja, Kei-kun”
“apakah dia anak Yamada Yasuo?”
“tentu saja. Aku yang selama ini menjaganya”
“hai, namaku Sato Orochi. Dan siapa namamu?”
“namaku Yamada Kei”
“Kei? Kuharap kau juga bersifat seperti namamu. Kau bisa menjadi orang yang bijaksana dan beruntung”
“itu juga yang selalu dikatakan ayahku”
“jadi… apakah kau berminat untuk belajar ilmu beladiri disini? Aku yang akan mengajarimu sampai kau menjadi orang yang kuat, ditakuti oleh semua musuh-musuhmu”
Yamada Kei menatap Yamada Ryuu.
“sebenarnya aku mau sekali. Tapi, apakah ayah akan mengijinkanku?”
“itu nanti urusanku. Aku yang akan bicara dengan ayahmu. Bagaimana, kau mau?”
“iya, aku mau sekali, Oji-san!” sahut Yamada Kei dengan bersemangat.

Kini, hampir setiap hari Yamada Kei selalu mengajak Yamada Ryuu ke rumah Sato Orochi sepulang sekolah untuk belajar ilmu beladiri, khususnya wushu. Dia nampak sangat menyukai kegiatan barunya itu. Seperti halnya sore itu. Sato Orochi dan Yamada Ryuu sedang mengawasi Yamada Kei yang sedang serius berlatih dengan yang lainnya.
“bagaimana perkembangan Kei-kun?”
“anak itu cepat sekali belajar. Aku tidak perlu mengulang beberapa kali agar dia mengerti. Sepertinya dia berbakat sekali di bidang ini”
“aku juga sudah bicara dengan ayahnya. Dan Yasuo sepertinya menyukainya. Dia malah berharap agar Kei-kun menjadi orang yang tangguh. Karena kau juga sudah tahu, kalau semua aset Yamada Yasuo akan jatuh ke tangan anak itu. Jadi, aku juga tidak mau dia menjadi anak yang lemah”
“serahkan saja semua itu kepadaku. Akan kubuat dia menjadi lelaki tangguh yang akan ditakuti oleh siapa saja. Kalian tidak perlu khawatir. Kau sendiri tidak ikut berlatih? Sudah lama sekali kau tidak berlatih disini lagi. Aku tidak mau kau lupa tentang ilmu yang sudah kuajarkan kepadamu”
“kau bisa mencobaku sekarang”
Sato Orochi dan Yamada Ryuu berhadapan di gelanggang besar samping aula. Mereka sudah saling berhadapan dengan masing-masing membawa tongkat. Akhirnya mereka pun saling serang dengan serunya di gelanggang itu. Murid-murid Sato pun menghentikan latihan mereka dan berdiri di pinggir arena melihat pertempuran itu. Mereka bersorak-sorai.
“kamu bisa, Oji-san!”

Yamada Ryuu

 Murid-murid Sato memberikan semangat kepada guru mereka. Cukup lama juga mereka berlatih dan tidak ada kelelahan sedikitpun di wajah Yamada Ryuu. Sato menghentikan serangannya.
“bagaimana? Mau kita lanjutkan lagi atau berhenti saja sampai disini? Kulihat kau sudah kelelahan”
“rupanya kau tidak melupakan ajaran-ajaran yang kusampaikan kepadamu. Dan kau masih tangguh seperti dulu, tidak berubah”
“walaupun aku jarang kemari, tapi aku tetap berlatih di rumah. Kau tidak perlu khawatir, aku tidak akan lupa”
Setelah hari menjelang malam, Ryuu dan Kei pamit pulang. Di perjalanan…
“aku sunguh tidak tahu kalau kau ternyata jago wushu, Oji-san”
Yamada Ryuu hanya tersenyum santai,”semua keluarga Yamada harus bisa ilmu beladiri, Kei-kun”
“mengapa?”
“yah… hanya untuk berjaga-jaga saja. Kita tidak tahu apa yang akan terjadi ke depannya, kan?”
“ok, suatu saat nanti aku pasti bisa mengalahkanmu, Oji-san”
“aku tidak sabar untuk menunggu saat itu tiba”
Sesampainya di rumah…
“masuk, bersihkan badanmu dan segera istirahat. Aku mau pergi sebentar”
“kau mau pergi kemana?”
“aku sudah ada janji dengan seseorang”
“baiklah, tapi jangan lama-lama Oji-san. Aku takut di rumah sendirian”
“tentu saja, bye!”
Ryuu mengarahkan mobilnya ke pinggiran kota Tokyo. Setelah memarkir mobilnya, ia memasuki sebuah kafe yang tidak terlalu ramai. Ia lalu duduk di meja yang ada di sudut ruangan. Rupanya yang dinanti belum juga tiba. Ia melihat jam tangannya, masih kurang 10 menit lagi dari waktu yang sudah disepakati. Seorang perempuan berambut sebahu mendekatinya.
“hai, maaf aku terlambat”
Ryuu berdiri,”oh, kau. Duduklah, maaf aku yang terlalu cepat datang”
Mereka lalu duduk berhadapan. Mereka memesan 2 cangkir kopi.
“kau tidak memesan makanan?”
“tidak, trimakasih”
“bagaimana kabarmu? Sudah lama kita tidak bertemu”
“baik, juga bagaimana kabarmu?”
“masih seperti yang dulu. Tugasku masih terus menjaga Kei-kun”
“ah… iya, bagaimana kabarnya? Tentu sudah besar dia sekarang”
“ya, sekarang dia sudah mulai menyukai wushu. Kubawa dia ke rumah Sato-san, dan dia menyukainya”
“bisa saja suatu saat nanti kau akan dilampauinya”
“mungkin saja, perkembangannya pesat sekali”
Kopi pesanan mereka sudah datang. Ryuu hanya diam menatap Eiko.
“kau masih seperti yang dulu”
“aku tidak pernah berubah, Ryuu. Kau yang berubah banyak. Tapi aku senang kau bisa berubah ke arah yang lebih baik”
“ini semua karena kau. Aku berubah demi kamu”
“tidak, aku tidak mau kau berubah demi aku. Tapi berubahlah demi kebaikan dirimu sendiri”
“aku selalu menunggu kapan kamu akan datang ke Tokyo”
“sekarang aku sudah disini”
“… dan setelah itu kau akan pergi lagi”
“tentu saja. Kebetulan aku ditugaskan kesini jadi kita bisa bertemu. Dan besok aku sudah harus pergi lagi. Kudengar kau malah akan meninggalkan Jepang mengikuti kakakmu. Apakah aku benar?”
“belum, tidak dalam waktu dekat ini. Masih banyak yang harus kuurusi disini. Terutama menjaga Kei-kun dan… menikah denganmu tentu saja”
“menikah? Oh, tidak, tidak, Ryuu… aku belum siap utuk menikah denganmu. Bukan itu tujuanku kesini. Aku juga masih banyak hal yang harus kuselesaikan. Maafkan aku, maksudku… tidak dalam waktu dekat ini”
“tidak apa-apa. Aku tidak akan memaksamu”
Eiko menatap wajah Ryuu.
“ada apa, Ryuu? Sepertinya kau letih sekali, wajahmu kusut begitu”
“ah… tidak ada apa-apa. Hanya saja tadi mengantar Kei-kun berlatih, disana aku juga berlatih dan langsung kesini. Aku tidak sempat membersihkan badanku dan… maaf”
Eiko hanya tersenyum.
“aku mencintaimu, Eiko”
Tiba-tiba ponsel Eiko berdering.
“maaf, permisi sebentar”
Eiko terlibat pembicaraan yang cukup serius dan setelah itu…
“Ryuu, maafkan aku. Aku harus segera kembali ke hotelku. Ada pekerjaan penting yang harus aku selesaikan malam ini juga sebelum aku besok pagi-pagi sekali meninggalkan Tokyo”
“begitukah?”
“aku menyesal sekali. Sudah lama kita tidak bertemu tapi…”
“… tidak apa-apa. Aku akan mengantarmu”
“sebaiknya kau langsung pulang saja. Kasihan Kei-kun kalau terlalu lama ditinggal sendirian”
“tidak apa-apa, ayolah”
“baiklah, trimakasih”
Yamada Ryuu hanya mengantar sampai di lobi hotel.
“semoga kita bisa bertemu dalam waktu dekat lagi, Eiko”
“ya, aku pasti akan merindukanmu juga, Ryuu. Bye!”
Setelah Eiko menghilang di balik pintu lift, barulah Ryuu balik badan meninggalkan hotel itu. Sesampainya di rumah, ia melihat lampu-lampu belum dinyalakan. Ia segera ke atas menuju kamar Kei.
“Kei-kun! Kei-kun!”
Dikamarnya, nampak Kei-kun meringkuk di sudut tempat tidurnya yang besar.
“hei, ada apa ini? Mengapa semua lampu tidak kamu hidupkan?”
Kei langsung memeluk Ryuu dan menangis.
“aku takut sendirian, Oji-san”
“bukankah kau sudah belajar wushu? Kalau ada orang jahat, tinggal kau praktekkan ilmumu itu. Masa’ pendekar penakut dan cengeng seperti ini? Sudahlah, tidurlah yang nyenyak. Besok kau harus bangun pagi untuk ke sekolah. Aku ada di bawah kalau kau memerlukanku, ok?”
Setelah menyelimuti Kei, Ryuu segera ke lantai bawah. Ia berbaring di sofa tanpa bisa memejamkan matanya. Tiba-tiba ponselnya berbunyi. Ia segera bangkit dan mengamati layarnya, dari papanya.
“iya, pa”
“kuharap kamu besok datang ke rumah. Ada hal penting yang ingin kubicarakan denganmu”
“penting? Tentang apa, pa?”
“kau besok akan mengetahuinya segera. Kita ada pertemuan dengan keluarga  Ito. Kuharap sebelum makan siang kau sudah sampai disini”
“baiklah, mungkin setelah menjemput Kei-kun aku akan segera kesana”
“ya, bawalah Kei-kun. Sudah lama juga aku tidak bertemu dengan anak itu”
“baik, pa”


Setelah menjemput Kei, Ryuu segera menuju rumah papanya.
“kita mau kemana, Oji-san? Bukankah hari ini kita harus berlatih lagi?”
“tidak untuk hari ini. Kita akan ke rumah kakek. Semalam kakek menelponku kalau kita harus kesana sepulang kau sekolah”
“pasti ada hal yang penting kalau kakek sudah bicara seperti itu”
“ya, aku juga belum tahu hal penting apa yang ingin dibicarakannya”
Tak lama kemudian, mereka sudah sampai di rumah keluarga besar Yamada. Nampak sebuah mobil terparkir di halaman depan. Kei hanya mengamatinya.
“ayo, Kei-kun!”
“iya, Oji-san”
Kei berjalan agak cepat di belakang Ryuu. Sesampainya di ruang tengah, ternyata keluarga Ito sudah berada disana.
“oh… rupanya yang kita nanti-nantikan sudah datang”
Ryuu memberikan hormat kepada semuanya lalu duduk di salah satu kursi yang masih kosong bersama Kei.
“aku menyukai anakmu, Kazuhiko. Dia seperti ibunya dulu, sangat sopan sekali”
“tentu saja. Ryuu anak kebanggaanku. Benar ‘kan, Ryuu?”
Hanya senyum kecil yang tersungging di bibir Ryuu.
“oya, apakah kau sudah mengenal Akemi? Putri dari sahabatku ini?”
“ya, kami pernah bertemu sekali”
“… dan Ryuu sepertinya tidak menyukaiku, waktu itu”
“mungkin karena dia belum mengenalmu saja, Akemi. Karena kalau sudah mengenalmu, putraku ini pasti bisa jatuh cinta kepadamu”
“maksud papa?”
“rupanya aku harus berterus terang sekarang kepadamu, Ryuu. Sebenarnya, aku ingin menjodohkanmu dengan Akemi, putri dari sahabatku ini. Kami ingin persahabatan kami ini bisa sampai kepada hubungan kekeluargaan. Akemi sudah setuju untuk menikah denganmu. Dan sepertinya aku tidak perlu bertanya kepadamu apakah kau mau atau tidak. Karena begitu Akemi setuju dengan perjodohan ini, kami sudah menyiapkan segala sesuatunya untuk pernikahan kalian yang akan dilangsungkan 6 bulan lagi”
“what??”
“kenapa? Aku melakukan hal ini karena aku yakin kau pasti akan menerimanya. Kau tidak pernah berbuat hal yang akan mengecewakanku, Ryuu. Bukankah begitu?”
“ehm… i-iya, pa. Aku tidak pernah dan tidak akan pernah mengecewakanmu”
“that’s my boy!”
“dengan begitu aku akan lebih tenang dalam mengembangkan usahaku. Karena nantinya akan jatuh ke tangan Akemi dan Ryuu. Kuharap kau bisa meneruskan bisnisku, Ryuu. Aku sangat mengandalkanmu”
“tentu saja anakku ini bisa diandalkan. Ayo, kita makan siang dulu. Kita rayakan hari penting ini. Sebentar lagi kita akan menjadi satu keluarga”
Semua nampak gembira sekali kecuali Ryuu yang agak sedikit murung karena dia berusaha menyembunyikan perasaan yang sebenarnya. Ia duduk di dekat Akemi. Wajah Akemi berseri-seri, karena memang sedari dulu Akemi menyukai Ryuu semenjak perkenalan mereka dahulu. Sedangkan Ryuu lebih banyak diam.
Setelah selesai makan, Yamada dan Ito duduk-duduk berdua di ruang tengah. Sedangkan Ryuu dan Akemi hanya saling diam di teras samping rumah.
“apakah kau tidak menyukai perjodohan kita ini, Ryuu? Eh, maaf… Yamada”
“tidak mengapa kau memanggilku seperti itu”
“baiklah… Ryuu. Sepertinya kau tidak menyukai perjodohan kita ini. Apakah benar seperti itu?”
“aku tidak punya pilihan lain, kan?”
“ya, aku sudah tahu jawabanmu sekarang. Sebenarnya kalau aku menolak ini semua, maka perjodohan ini bisa saja langsung gagal. Tapi, aku menyukaimu, Ryuu. Semenjak perjumpaan pertama kita dulu. Aku tak bisa melupakanmu semenjak hari itu. Apakah… kau sudah mempunyai kekasih?”
“aku tidak perlu menjawabnya. Aku tidak suka bercerita tentang diriku kepada orang yang belum aku kenal, maaf”
“ya, kita memang belum akrab. Tapi lama-lama kita bisa saling kenal dan akrab seiring berjalannya waktu. Kuharap sebelum pernikahan kita dilangsungkan, kau sudah mulai bisa menyukaiku. Karena suka atau tidak suka, kau akan menjadi suamiku. Dan waktumu hanya 6 bulan saja. Kau paham, Ryuu?”
Akemi tersenyum kepada Ryuu lalu masuk ke rumah. Ryuu mengikutinya dari belakang.
“ini dia calon pengantin kita, Ryuu dan Akemi. Bagaimana, kalian sudah saling kenal?”
“iya, kami sudah saling akrab. Bukankah begitu, Ryuu?”
“ya, papa tidak perlu khawatir”
“kami sudah merancang semuanya. Dari pernikahan kalian sampai dimana kalian akan berbulan madu”
“benarkah? Dimana, pa?”
“kalian akan mengetahuinya segera setelah kalian selesai melangsungkan acara pernikahan. Hhh… tidak pernah aku merasa sebahagia ini. Kuharap kau bisa membahagiakan putriku, Ryuu. Dia putriku satu-satunya”
“papa tidak perlu khawatir. Ryuu pasti akan selalu menyayangiku. Benar ‘kan, Ryuu?”
“ehm… tentu saja”
Ryuu nampak begitu canggung ketika Akemi bergelayut manja di lengannya.
“agar kalian makin akrab, ajaklah Akemi keluar. Kau bisa membawanya keliling Tokyo. Karena besok dia sudah harus pulang”
“baiklah, pa. Kei-kun!”
“tidak, tidak. Kei-kun disini saja bersamaku”
“tapi, pa…”
“pergilah berdua saja”
Dengan agak kecewa Ryuu pun segera menuju mobilnya dan Akemi duduk disebelahnya.
“kemana kau ingin pergi, Akemi?”
“aku tidak begitu tahu tentang Tokyo. Jadi, aku ikut kemanapun kau pergi”
Ryuu segera menjalankan mobilnya dengan perlahan. Hanya ada diam diantara mereka. Ryuu lalu mengajak Akemi untuk duduk di salah satu bangku di kedai kopi yang ada di pinggir jalan.
“sedari tadi kau hanya diam saja. Kalau kau tidak suka, kita bisa pulang saja sekarang”
“tidak, aku tidak apa-apa. Aku hanya sedang tak ingin bicara banyak, maaf”
Akemi merangkul Ryuu, sedangkan Ryuu malah asik menikmati kopinya selagi masih panas.
“aku sudah tidak sabar menunggu hari pernikahan kita. Kau pasti tidak akan menyesal dengan pertunangan kita ini, aku jamin”
Akemi mencium Ryuu. Tapi dengan sopan Ryuu menolaknya.
“maaf, Akemi. Kita ada di tempat umum dan kau belum menjadi istriku”
“dan aku tidak peduli. Kau calon suamiku”
Tiba-tiba di depan mereka sudah berdiri seorang gadis cantik yang sudah sangat dikenal Ryuu.
“Eiko?”
“kau mengenalnya, Ryuu? Siapa dia? Apakah dia temanmu?”
“e-dia… dia…”
“kau bisa memanggilku Eiko, teman lama Ryuu. Kau sendiri?” ucap Eiko sembari mengulurkan tangannya kepada Akemi tanpa menoleh ataupun menunggu Ryuu untuk mengenalkan mereka berdua.
Akemi pun menyambut uluran tangan Eiko,”dan kau bisa memanggilku Akemi, tunangan Ryuu”
“oya? Rupanya aku sudah ketinggalan berita. Selamat untuk kalian berdua, ya. Kapan kalian menikah?”
“rencananya 6 bulan lagi. Kalau kau ada waktu, kau bisa datang. Bukan begitu, Ryuu?”
“aku usahakan untuk datang. Kabari aku saja, Ryuu tahu nomor telponku. Aku pergi dulu. Aku tak mau ketinggalan pesawatku seperti pagi tadi”
“oh, tentu saja, Eiko”
“bye, Ryuu…”
Tanpa menunggu jawaban dari Ryuu, Eiko langsung pergi dari hadapan Akemi dan Ryuu. Ryuu hanya bisa menatap kepergian Eiko tanpa bisa berbuat apa-apa. Mereka kembali duduk.
“temanmu cantik sekali. Apakah teman sekolahmu dulu?”
“kita pulang sekarang”
“tapi, bukankah kita baru saja…”
Tanpa menunggu Akemi yang masih bingung, Ryuu bergegas masuk ke mobilnya. Akemi langsung duduk di sebelah Ryuu. Dengan agak ngebut, mobil Ryuu melesat menuju rumah papanya.
“kau sudah pulang, Akemi?”
“iya, sepertinya Ryuu sedang tidak enak badan jadi kami pulang lebih cepat,” jawab Akemi sembari melirik Ryuu yang semenjak tadi hanya diam saja.
“Kei-kun, kita pulang sekarang. Bukankah kau harus latihan lagi”
“tentu saja, Oji-san!”
“Ryuu…”
“… maaf, pa. Aku tidak mau Kei tertinggal dari teman-temannya yang lain. Permisi”
Ryuu segera meninggalkan rumah itu dengan Kei menuju tempat berlatih mereka. Sudah ramai sekali tempat Sato.
“tidak biasanya kalian telat”
“aku ingin bertarung denganmu,” kata Ryuu tiba-tiba begitu datang kepada Sato. Dan tanpa menunggu jawaban dari Sato, dia segera menuju arena dan sudah siap dengan pedangnya.
“apa yang terjadi dengan pamanmu, Kei-kun?”
Kei hanya mengangkat kedua bahunya tanda tak mengerti. Sato juga tidak mau kalah. Ia segera mengambil pedangnya dan masuk ke arena tempat dimana Ryuu sudah siap menantinya. Sato menatap Ryuu.
“ada apa, Ryuu?”
Ryuu malah menjawabnya dengan mulai menyerang Sato dengan gencarnya. Tersirat kemarahan dan kebencian di matanya yang tidak dimengerti oleh Sato. Karena menyerang dengan diliputi amarah, dengan mudahnya Sato menjatuhkan Ryuu. Ujung pedang Sato menempel di leher Ryuu yang tergeletak di lantai.
“bangkitlah! Sudah berapa kali aku memberitahumu, kelemahanmu adalah kalau kau menyerang lawanmu dalam keadaan seperti itu, kau akan dengan mudahnya dijatuhkan oleh lawanmu! Kalau kau ingin bicara apa masalahmu…”
“… aku tidak ada masalah!”
Ryuu membuang pedangnya yang panjang ke tengah arena dan masuk ke rumah Sato.
“lanjutkan latihan kalian!” teriak Sato sambil mengikuti Ryuu ke dalam rumah. Ia melihat Ryuu sedang berdiri di tepi kolam ikan kecil yang ada di tengah rumah. Sato menepuk pundaknya.
“aku tahu betul siapa kamu. Aku tahu kalau sekarang kau sedang ada masalah. Kau bisa bercerita kepadaku. Siapa tahu aku bisa membantumu. Itu pun kalau kau tidak keberatan”
Ryuu menatap Sato beberapa saat lamanya. Lalu…
“kau masih ingat Eiko?”
“kalau tidak salah dia adalah gadis yang pernah kau ajak kemari itu, kan?”
“ya, dan aku mencintainya. Aku ingin menikah dengannya”
“lalu apa masalahnya?”
“tadi aku diberitahu papa kalau aku akan dijodohkan dengan gadis lain. Mereka sudah menyiapkan pesta untuk kami yang akan diselenggarakan 6 bulan lagi tanpa pernah memberitahuku terlebih dahulu”
“mengapa kau tidak memberitahu mereka tentang Eiko?”
“aku tahu betul sikap papa dan kakakku andai mereka tahu. Apapun yang menghalangi keinginan mereka, cepat atau lambat pasti akan mereka singkirkan, termasuk Eiko. Aku tidak bisa berbuat apapun. Aku terpaksa menyetujui ini semua demi Eiko. Aku tak mau terjadi hal-hal yang tidak kuinginkan terhadap Eiko. Kau mengerti maksudku, kan?”
“ya, aku juga tahu sikap semua keluarga Yamada. Sepertinya memang tak ada jalan lain lagi bagimu selain menerimanya. Memang, keluarga besar Yamada selalu menghalalkan segala cara untuk mencapai keinginan mereka, maaf. Tapi yang aku heran, mengapa kau tidak mempunyai sifat dan sikap seperti mereka?”
Yamada Ryuu hanya terdiam.
“menginaplah disini kalau itu bisa membuatmu lebih tenang”
Ryuu tidak menjawab dan malah melamun sambil masih memandang kolam ikan itu.
“aku titip Kei beberapa hari, aku harus pergi”
“kau akan pergi kemana?”
Ryuu meraih jaketnya yang teronggok di sudut arena pertempuran tadi dan memakainya.
“kau mau kemana, Oji-san?
“kau sementara disini dulu. Aku harus pergi beberapa hari. Tidak akan lama, aku janji. Setelah itu kau akan kujemput lagi”
Sato dan Kei hanya bisa menatap mobil Ryuu yang mulai meninggalkan tempat itu dengan ngebut entah kemana.
Hari menjelang malam, namun Ryuu masih terus mengendarai mobilnya menembus kepekatan malam menuju luar kota. Ia meraih ponselnya yang ada di sampingnya, memencet sebuah nomor dan menunggu. Lama tak ada jawaban, mengulangnya sampai beberapa kali. Karena tak jua tersambung, ia membanting ponselnya ke kursi yang ada di sampingnya dan menambah kecepatan mobilnya.
Setelah mengendarai mobilnya selama 6 jam dan hari menjelang pagi, sampailah ia di Osaka. Ia memarkir mobilnya dan menuju ke salah satu kamar yang ada di lantai 2 dan mengetuk pintunya. Juga lama tak ada jawaban. Ia pun terduduk di lantai bersandar pada dinding. Rasa kantuk mulai menyerangnya dan membuatnya tertidur di koridor apartemen itu. Seseorang menepuk bahunya dan ia pun membuka matanya yang masih terasa berat itu.
“E-Eiko?”
“apa yang kau lakukan disini? Kalau kau ingin menemuiku, maaf. Aku sedang terburu-buru”
“tunggu!”
Ryuu mencekal lengan Eiko dan Eiko hanya menatap tajam ke arah Ryuu.
“maaf, Eiko. Aku kesini memang ingin menemuimu. Aku ingin bicara denganmu”
“tentang apa? Karena kurasa diantara kita sudah tidak ada hubungan apa-apa lagi, kan?”
“aku bisa menjelaskannya kepadamu!”
“tak ada yang perlu dijelaskan. Aku sudah paham dan mengerti sekali. Kau memang tidak pernah bisa berubah, Ryuu. Aku telah salah menilaimu. Mengapa kau tidak jujur saja kepadaku di malam itu? Bahwa kau sudah mempunyai tunangan dan beberapa bulan lagi kalian akan menikah? Ha?!”
Orang-orang yang melewati koridor itu hanya melihat pertengkaran Ryuu dan Eiko sambil lalu.
“bisakah kita bicara di dalam saja?”
Eiko kembali membuka pintu apartemennya dengan malas. Ryuu pun masuk dan duduk di salah satu kursi, sedangkan Eiko tetap berdiri agak jauh.
“sekarang jelaskan kepadaku karena aku memang tidak punya waktu yang banyak”
“aku tidak mengetahui tentang pertunangan ini, sungguh. Baru kemarin aku mengetahuinya”
“dan setelah mengetahuinya, kau hanya diam saja menerimanya?! Begitukah?!”
“kau harus mengerti posisiku, Eiko”
“lalu siapa yang seharusnya mengerti tentang aku? Kau memang tidak tahu, betapa sakitnya hatiku kemarin melihatmu mesra dengan tunanganmu itu. Mengapa kau tidak memperjuangkan hubungan kita? Mengapa kau tidak memberitahu keluargamu tentang keberadaanku?”
“kalau pertunangan ini sudah menjadi keputusan keluarga Yamada, maaf. Aku tidak bisa memberitahukan hubungan kita kepada mereka”
“jadi… buat apa kau kemari? Hanya untuk memberitahuku saja? Hanya untuk membela dirimu sendiri agar kau tetap terlihat baik dimataku? Maaf, sekarang pikiranku sudah berubah tentangmu. Kau pengecut, Ryuu!”
“terserah apa katamu, Eiko. Yang jelas, aku masih sangat mencintaimu dan masih berharap kita bisa menikah walaupun itu kecil kemungkinannya. Aku tidak memberitahu keluargaku tentangmu karena aku tidak mau terjadi apa-apa terhadapmu. Aku paham kalau kau berbuat seperti ini karena memang kau belum mengerti tentang keluarga besar Yamada. Memang aku pengecut. Tapi kulakukan ini semua demi dirimu, demi keselamatanmu”
Ryuu bangkit dari duduknya dan dengan langkah gontai menuju pintu keluar.
“maafkan aku, Eiko”
“Ryuu…”
Eiko berlari memeluk Ryuu dan menangis sejadi-jadinya di dada Ryuu. Ryuu hanya bisa mencium kepala Eiko, melepaskan pelukan Eiko dan menatap Eiko dalam-dalam.
“kalau memang kita tidak berjodoh, kuharap kau mendapatkan pengganti yang lebih baik dariku, yang menyayangimu dan mencintaimu. Karena aku tidak mau melihatmu menangis lagi”
Ryuu menghapus airmata Eiko dengan jemarinya dan melangkah keluar dari apartemen Eiko. Eiko segera menghempaskan dirinya di sofa begitu tubuh Ryuu sudah menghilang di tikungan koridor apartemen.
Ryuu mengarahkan mobilnya ke tepi pantai Nishikinohama yang berada tidak jauh dari apartemen Eiko. Mematikan mesinnya dan menyandarkan kepalanya di sandaran kursi mobilnya. Tiba-tiba ponselnya berbunyi. Ia hanya mengamati ponselnya dan membiarkan terus berbunyi begitu tahu Eiko yang menghubunginya.
Setelah beristirahat beberapa saat lamanya, ia segera memacu mobilnya kembali ke Tokyo. Ia beristirahat sebentar dengan membeli secangkir kopi dan sepotong roti ketika ia mampir untuk mengisi bahan bakar. Setelah itu ia kembali melanjutkan perjalanannya lagi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar