Malam
itu Anna masih berada di kampusnya, tepatnya di perpustakaan. Banyak hal yang
harus ia selesaikan. Setelah semuanya selesai, ia keluar bermaksud untuk
pulang. Ketika melewati gym, ia menghentikan langkahnya. Ia mendengar sebuah
suara dari dalam. Membuka pintunya dan masuk ke gym itu. Ia melihat seseorang
yang sedang bermain wushu dengan tongkat panjang dengan lincahnya, sendirian.
Anna hanya melihat di tepi arena. Keringat membanjiri sekujur tubuh orang itu.
“Anna?”
Orang
itu ternyata Danny Wang, sahabat Yamada Kei. Ia mendekati Anna yang duduk di
bangku.
“sudah
lama?”
“baru
saja”
“sudah
malam. Kau belum pulang juga”
“tadi
ada beberapa pekerjaan yang harus kuselesaikan. Kau pandai sekali. Apa itu tadi
namanya?”
“wushu.
Kau mau belajar?”
“aku?
Aku sudah besar, Danny. Kupikir kalau belajar hal seperti itu harusnya sedari
kecil”
“hhh…
kau benar. Aku juga belajar wushu sejak aku kecil”
“pantas
kau pandai sekali dan lincah. Aku menyukainya”
“thanx”
“mengapa
berlatih sendirian disini?”
“karena
hari ini bukan jadwalnya. Aku hanya ingin berlatih saja. Oya, bukankah kau
teman Yamada Kei di SMU?”
“ya,
dia teman sekelasku. Mengapa?”
“katanya
kau sahabat Emily. Benarkah seperti itu?”
“apakah
Yamada yang memberitahumu?”
“ya,
siang tadi”
“apa
yang dikatakan oleh Yamada tentang kami?”
“eh…
t-tidak, bukan apa-apa”
“owh…
Oya, aku harus pulang sekarang, Danny. Takut kemalaman di jalan”
“bisakah
kita pulang bersama? Ayolah, kuantar kau pulang. Daripada kau naik taksi”
![]() |
Anna Carter |
“baiklah”
“oke,
aku akan mengemasi barangku”
Setelah
memakai kaosnya kembali dan mengambil tasnya di loker gym, Danny mendekati
Anna.
“aku
sudah siap, ayo!”
Mereka
lalu menuju tempat parkir.
“lihatlah
tempat ini sudah sepi sekali. Kalau kau pulang sendirian, kalau terjadi apa-apa
denganmu bagaimana?”
“ya,
ini pertama kalinya aku pulang sampai malam begini”
“kalau
aku seringnya pulang malam. Jadi, kalau suatu saat kau harus pulang malam kau
bisa menghubungiku. Kuantar kau pulangnya”
“trimakasih”
Mobil
segera bergerak perlahan meninggalkan Yale.
“sebenarnya
aku ingin ngobrol lebih banyak denganmu, Anna”
“kita
satu kampus. Kita bisa bertemu kapan saja”
“maksudku…
kapan-kapan aku ingin mengajakmu makan siang. Bagaimana?”
“sepertinya
kita harus mencocokkan jadwal kita. Karena kita sibuk sekali akhir-akhir ini”
“tentu.
Aku akan mengabarimu kalau aku sedang tidak ada kegiatan apapun”
Tak
terasa mereka sudah sampai di apartemen Anna.
“Danny,
trimakasih banyak sudah mengantarku pulang”
“sama-sama.
Kalau kau butuh aku, kau bisa menghubungiku. Bye!
“bye…”
Begitu
sampai di dalam kamarnya, buru-buru Anna meraih gagang telpon menelpon Emily.
“Emily,
syukurlah kau sedang tidak pergi!”
“ada
apa ini? Tiba-tiba saja kau mengagetkanku”
“sorry,
aku baru saja pulang dari kampus dan langsung menelponku. Aku ada berita
untukmu!”
“berita
apa?”
“tentang
si brengsek itu, Emily!”
“dia
punya nama, Anna. Kalau yang kau maksud adalah Yamada”
“iya,
si brengsek itu!”
“apa
beritamu?”
“tadi
siang sewaktu aku makan siang dengan teman-temanku di dekat kampus, aku
melihatnya juga sedang makan siang disitu dengan kakak kelasku”
“terus,
apanya yang membuatmu heboh seperti ini?” Emily bertanya dengan
santai,”bukankah kau menyuruhku untuk berusaha melupakannya?”
“dan
sekarang kau HARUS melupakannya! Kau tahu dia datang dengan siapa? Dengan
istrinya, Emily! ISTRINYA!”
“aku
tak mau kau bercanda yang keterlaluan, Anna”
“aku
tidak bohong, Emily. Aku sendiri sampai kaget dibuatnya. Rupanya Yamada
bersahabat dengan teman kampusku yang bernama Danny Wang. Dia orang Malaysia.
Andai waktu itu aku foto dan kuserahkan foto itu sebagai bukti otentik
kepadamu…”
“aku
sepertinya tidak percaya. Secepat itu dia menikah? Istrinya orang mana?”
“sepertinya
orang Jepang juga, namanya Harumi. Yah… seumuran juga dengan kita”
Emily
hanya terdiam.
“Emily…
apakah kau…?”
“menangis?
Tidak! Aku tidak apa-apa” Emily mengusap air matanya.
“aku
tahu kamu sedih. Tapi kau harus menerima kenyataan ini. Menurutku, ini juga
bisa jadi sebuah tanda dari Tuhan agar kau lebih mencintai Ryunosuke. Yamada
sudah ada yang punya, Emily”
Lama
tak ada sahutan dari Emily. Dan telpon pun terputus.
“Emily!
Emily!”
Emily
hanya terduduk di kursi ruang tengahnya.
“dari
siapa, Emily?”
“dari
Anna, ma”
“ada
apa? Sepertinya kau sedih setelah menutup telpon itu”
“tidak
ada apa-apa kok, ma”
Dengan
lesu, Emily naik ke kamarnya dan menghempaskan tubuhnya di tempat tidurnya.
Matanya menerawang jauh. Ingatannya kembali pada waktu ia sering mengganggu Kei
kecil di sekolah dulu. Juga tentang peristiwa di Rahway River waktu itu.
“Kei…
bagaimana aku bisa melupakanmu?” kata Emily lirih.
Tiba-tiba
ponselnya berdering. Ternyata dari Ryunosuke Kamiki.
“hai,
Emily. Selamat malam”
“eh…
hai. Ada apa malam-malam begini menelponku?”
“aku
bermaksud mengajakmu makan siang besok. Sudah agak lama juga kita tidak
bertemu. Kalau kau mau, kita bisa bertemu di tempat biasanya”
“di
Central Park? Baiklah, aku akan datang”
“baiklah,
trimakasih, Emily. Selamat malam”
Emily
kembali merebahkan badannya. Masih melamun, pikirannya melayang jauh entah
kemana.
Pagi
itu, Yamada Kei bangun lebih pagi. Ia melihat Harumi masih nyenyak bersembunyi
di bawah selimut tebalnya. Hanya rambut kepalanya saja yang terlihat. Ia
menyentuh bahu Harumi dan menyibakkan selimut tebal itu. Sudah jam 8 pagi. Ia
hanya mencium rambut Harumi lalu memeluknya dan itu membuat Harumi terbangun.
“kau
sudah bangun, Kei? Jam berapa ini?”
“jam
8”
“sepertinya
kita harus bangun sekarang. Bukankah kita akan ke Stamford sekalian pulang?”
Kei
tak menjawab, ia malah memejamkan matanya kembali. Harumi segera beranjak ke
kamar mandi. Setelah selesai mandi dan memakai baju bersih, tercium bau harum
dari tubuhnya. Ia lalu duduk di tepi ranjang bermaksud untuk membangunkan Kei.
“Kei,
bangunlah. Kalau kita tidak pulang sekarang, kita akan sampai di Manhattan
larut malam sekali”
Dengan
malas, Kei bangun dan duduk di depan Harumi.
“kau
sudah mandi?”
“tentu
saja. Aku sudah siap”
“hhh…
baiklah, tunggu sebentar”
Kei
pun juga segera mandi. Karena tak ada barang-barang yang perlu dibawa, mereka
segera sarapan sebelum check-out. Membayar sejumlah bill dengan kartu
kreditnya.
Di
dalam mobil…
“memangnya
kau pernah ke Stamford museum?”
“pernah
sekali aku kesana”
“dengan
siapa? Apakah tempatnya menarik?”
“dengan
siapa lagi? Tentu saja aku sendirian. Kalau untuk tempat, nanti kau boleh
mengomentarinya sesudah kita sampai disana”
“memang
tempat itu searah dengan jalan kita pulang. Tapi, bukankah jalan untuk masuk
kesana dari jalan utama masih jauh sekali?”
“memang,
tapi kita hanya butuh waktu sejam untuk sampai di Stamford dan mungkin kurang
dari 2 jam kita sudah sampai di Stamford Museum. Kita bisa lewat I-95 S”
“belum
lama kau disini tapi kau sudah hafal jalan, Kei”
Kei
hanya tersenyum dan segera memacu mobilnya lebih cepat. Mengarahkan mobilnya ke
barat daya di College St menuju Gerard M. Ives-Ward Cheney Gate/Ives-Cheney
Gate kemudian ambil kiri ke S Frontage Rd. Terus menuju I-91/I-95 lalu
bergabung ke Oak Street Connector. Barulah masuk ke Interstate (I)-95 S.
Kemudian ambil jalan keluar 7 menuju CT-137 N/Atlantic St. sampailah mereka di
Stamford.
“kita
sudah sampai di Stamford, Harumi. Aku lupa menelpon Danny kalau aku pulang
sekarang”
“kita
bisa istirahat di kedai itu. Dan kau bisa menelponnya disana”
Kei
menghentikan mobilnya di sebuah kedai pinggir jalan. Mereka hanya memesan kopi.
“hallo,
Danny. Maaf, aku lupa tidak memberitahumu kalau kami pulang hari ini”
“tidak
apa-apa. Hari ini sepertinya aku juga sibuk di kampus. Jam berapa kalian akan
pulang?”
“maaf,
tapi kami sudah sampai di Stamford. Kami akan ke Stamford museum and nature
center”
“hmmm…
indah sekali tempat itu. Kau membawa istrimu kesana dalam rangka bulan madu?”
“sepertinya
begitu”
“baiklah,
nikmatilah perjalanan kalian. Sampaikan salamku untuk istrimu. Sampai jumpa,
Yamada”
Setelah
menyimpan ponselnya, Kei segera menghabiskan kopinya. Terlihat Harumi sedang
melihat-lihat pemandangan sekitar.
“kau
sudah selesai, Harumi?”
“ya,
kita bisa melanjutkan perjalanan kita kalau kau juga sudah selesai”
Setelah
membayar, mereka segera ke Stamford museum. Beberapa saat mengemudi, sampailah
mereka di tempat tujuan. Hari sudah siang.
“indah
sekali tempat ini, Kei”
“apa
kubilang? Kau pasti akan menyukainya”
“darimana
kau tahu ada tempat seperti ini disini?”
“hanya
secara tak sengaja saja aku menemukannya karena aku memang pernah tersesat
disini”
“ramai
sekali”
![]() | |
Stamford Museum And Nature Center |
![]() | |
Stamford Museum And Nature Center |
Siang
itu di kantin perusahaan Yamada…
“berarti
sekarang aku harus memanggilmu dengan nama Mrs. Jackson. Benar begitu, Ms.
Andrews?”
“aku
masih belum terbiasa dengan nama itu. Panggil saja seperti biasanya, Ryunosuke”
“benar,
aku lebih familiar dengan nama itu. Kau tidak jadi keluar?”
“entahlah.
Aku juga belum menemukan pengganti. Karena aku pernah membicarakan hal ini
dengan Yamada-san. Dia bilang, aku harus mencarikan seorang sekretaris yang
seperti aku. Dan aku sepertinya belum menemukan yang seperti itu”
“oya,
aku lama sekali tidak melihat boss kita itu”
“dia
sedang pergi ke Jepang. Tapi sekarang sudah disini lagi. Kakeknya meninggal
belum lama ini”
“oya?
Apakah ada yang pergi kesana?”
“tentu
saja. Beberapa perwakilan perusahaan pergi kesana. Disana ia juga melangsungkan
pernikahan”
“menikah?
Secepat itu? Dia masih muda sekali, Ms. Andrews”
“kalau
sudah jodoh, kita tidak bisa berbuat apapun, Ryunosuke”
“kuharap
aku juga bisa secepatnya menikah”
“kau
sudah ada pilihan?”
“ya.
Dia kekasihku, Emily”
“ah…
iya, yang kau bawa ke pesta pernikahanku itu, bukan?”
“ya,
nanti sore kami ada janji lagi sepulang aku kerja. Kuharap di akhir waktu nanti
pekerjaanku tidak banyak. Jadi, aku bisa pulang tepat waktu”
”sampaikan
saja salamku untuknya”
“tentu”
Ryunosuke
mengganti kemejanya dengan kaos di lokernya. Dengan agak terburu-buru, ia
segera berlari kecil keluar dari gedung itu menuju Central Park yang hanya
beberapa blok saja jauhnya. Ternyata yang ditunggu belum datang juga. Ia
melihat jam tangannya. Ternyata masih kurang dari waktu yang mereka sepakati.
Ia hanya duduk di bangku menghadap danau kecil.
![]() |
Ryunosuke Kamiki |
“hai,
sudah lama?”
“kau,
Emily? Belum, baru saja”
“ada
apa mengajakku bertemu. Pasti ada sesuatu yang ingin kau sampaikan kepadaku”
“kau
tahu?”
“itu
sudah menjadi kebiasaanmu. Aku jadi hafal betul, Ryunosuke”
“sebenarnya…
mungkin ini terlalu dini untukmu. Tapi… maukah kau menikah denganku?”
Ryunosuke
Kamiki memberikan sebuah cincin indah yang sudah dia siapkan. Tentu saja Emily
terkejut.
“kau
betul. Ini terlalu dini untukku. Maaf, tapi aku belum siap. Bukan maksudku
untuk… maksudku, aku belum bisa untuk menerima cincin ini. Maafkan aku”
“tidak
apa-apa. Seharusnya aku yang meminta maaf. Ini terlalu cepat bagi kita. Kita
mengenal belum lama. Walaupun kau belum untuk bersedia menikah denganku, tapi
kuharap kau tetap mau menerima cincin ini. Anggaplah ini sebagai hadiah untukmu
dariku. Aku mencintaimu, Emily”
Emily
hanya terdiam beberapa saat lamanya memperhatikan wajah Ryunosuke yang serius.
Emily
mengulurkan tangannya dan Ryunosuke menyelipkan cincin itu ke jari Emily.
“trimakasih.
Tapi sekali lagi maafkan aku, Ryunosuke”
“tidak
apa-apa. Sudah dekat denganmu saja aku sudah senang”
Mereka
hanya saling tersenyum di sore yang cerah itu.
“ini
untukmu. Aku tadi membeli roti ini di kedai biasanya. Ini roti kesukaanmu,
kan?”
“rupanya
kau masih ingat”
“tentu
saja”
Yamada
Kei sudah beraktivitas seperti biasa. Ia segera mengurusi beberapa pekerjaan
yang selama ini ditinggalkannya. Harumi pun juga masih sibuk dengan kuliahnya.
Harumi sekarang tinggal di rumah besar Yamada. Apartemennya dibiarkan kosong.
Emily
pun semakin dekat dengan Ryunosuke. Mereka masih sering bertemu di Central Park
di sore hari.
“Emily,
kau ingin bekerja tidak?”
“tentu
saja ingin. Dimana?”
“di
tempat aku bekerja”
“di
Yamada Group?”
“dimana
lagi?”
“tidak,
trimakasih” sahut Emily cepat.
“mengapa?”
“aku
hanya tidak enak saja. Itu perusahaan temanku dan ia yang menjadi boss
besarnya”
“siapa
tahu kau nanti malah diberi posisi yang bagus”
“tidak,
tidak. Bukan itu. Aku malah tidak suka yang seperti itu. Aku ingin mencapai
posisi yang aku impikan hanya dengan usahaku sendiri”
“sebenarnya
sekarang ada lowongan untuk bekerja part time. Kurasa ini cocok untukmu yang
harus membagi waktu dengan sekolahmu. Apakah kau tak ingin punya penghasilan
sendiri?”
“ingin.
Tapi mengapa harus di perusahaan itu? Coba carikan aku perusahaan yang lain”
“aku
tidak tahu tentang perusahaan yang lain, Emily. Beritahu aku alasan yang tepat.
Mengapa kau tidak mau bekerja disana?”
“sebenarnya
dulu sewaktu di sekolah sepertinya… ia tidak menyukaiku. Jadi, kalau sekarang
aku harus bertemu dengannya lagi…”
“kau
sudah tahu aku, kan? Sudah berapa lama aku bekerja disana sebagai part time?
Selama itu pula aku belum pernah berjumpa dengan temanmu itu. Kemarin kami
bertemu itu karena aku dipanggil. Kalau tidak, sampai sekarang pun aku belum
tentu bisa bertemu dengannya secara langsung. Dia boss besar, Emily. Dia jarang
pergi ke setiap lantai memeriksa satu per satu secara detil. Dia lebih sering
menghabiskan waktunya di dalam kantornya yang ada di lantai paling atas. Kecil
sekali kemungkinan kau bertemu dengannya”
“sampai
kapan lowongan itu dibuka?”
“hanya
3 hari ke depan. Kalau kau berminat, titipkan saja kepadaku berkas-berkasmu”
“lalu,
siapa yang nanti akan mewawancarai? Kalau Yamada Kei ikut serta, lebih baik aku
mengundurkan diri”
“dia
tidak mengurusi hal-hal yang seperti itu. Aku yakin!”
“baiklah,
sepertinya aku tertarik. Aku akan menghubungimu kalau berkasku sudah siap
semuanya”
“semoga
kau berhasil, Emily”
“ya,
trimakasih, Ryunosuke”
Emily
sibuk membereskan berkas-berkas yang diperlukan dan segera menyerahkannya
kepada Ryunosuke begitu sudah lengkap. Ia pun mendapat panggilan untuk
wawancara di gedung itu. Sebenarnya ia agak khawatir juga untuk masuk ke gedung
itu. Takut apabila ia harus bertemu Yamada. Untunglah ia hanya wawancara di
lantai 2. Ia juga telah berhasil melampaui beberapa test yang diajukan dan
diterima bekerja di perusahaan itu sebagai part time!
“selamat,
Emily. Akhirnya kau bekerja juga. Siapa tahu nanti kau juga akan diangkat
sebagai pegawai tetap seperti aku dulu”
“trimakasih,
Ryunosuke. Ini semua juga berkat kamu. Hhh… semoga saja aku tidak bertemu
Yamada. Dan tolong jangan bilang kepada siapa saja kalau aku mengenal Yamada.
Apalagi Yamada sampai tahu kalau aku bekerja di perusahaannya”
“kau
bisa mengandalkanku, Emily. Jadi, dimana kita akan makan sekarang?”
“di
tempat biasanya saja. Khusus hari ini, aku yang akan mentraktirmu”
“baiklah,
ayo!”
Siang
itu Emily sedang sibuk di mejanya. Membereskan kertas-kertas yang berserakan
ketika atasannya memanggilnya.
“apakah
kau sedang sibuk, Ms. Grey?”
“tidak,
aku hanya sedang memberekan mejaku saja. Apakah ada yang perlu kukerjakan?”
“ya,
tolong antar berkas ini di kantor Mr. Malkovich untuk ditandatangani. Kalau
sudah selesai, serahkan kepadaku lagi”
“tentu
saja, tapi… aku tidak tahu dimana letak kantornya”
“dia
ada di lantai paling atas. Sebelah kantor Mr. Yamada”
“what?”
“ada
apa?”
“e…
t-tidak. M-maksudku… tidak apa-apa. Aku akan mengantarnya sekarang”
“trimakasih,
Ms. Grey”
Setelah
atasannya pergi, ia terduduk lemas di kursinya.
“bagaimana
kalau aku nanti bertemu dengan Yamada?”
Emily
segera berdiri dan merapikan rambutnya. Berdiri tegap dan dengan langkah tegap
menuju lift. Ia hanya sendirian di dalam lift itu dan memencet tombol yang akan
membawanya ke lantai paling atas.
“semoga
Yamada sedang pergi”
Hanya
dalam hitungan menit, ia sudah sampai di lantai paling atas. Setelah pintu lift
terbuka, ia hanya bengong. Tak tahu tempat mana yang harus dituju.
“ehmm…
permisi. Bisakah kau tunjukkan kepadaku dimana kantor Mr. Malkovich?”
“ada
keperluan apa?”
“aku
harus mengantar berkas ini kepadanya untuk ditandatangani”
“gang
ini lurus saja nanti belok kanan. Tepat di sebelah kantor Yamada-san”
“baik,
trimakasih”
Emily
sampai di tempat yang dituju. Sebuah tempat yang lumayan luas. Hanya ada 2
ruangan tertutup disana. Ia menghampiri seorang lelaki yang sepertinya sangat
sibuk di mejanya.
“permisi,
bisakah aku bertemu dengan Mr. Malkovich?”
“siapa
kau?”
“aku
Emily Grey, pegawai baru disini. Atasanku bernama Mr. Johnsson. Aku mengantar
berkas yang harus ditandatangani oleh Mr. Malkovich”
“coba
kulihat dulu. Silahkan duduk”
Pria
itu melihat dan meneliti berkas-berkas yang dibawa Emily.
“baiklah,
akan kumintakan tanda tangannya. Tunggulah disini karena Mr. Malkovich sedang
ada rapat penting dengan Yamada-san di dalam”
“ya,
trimakasih”
Emily
bernafas lega dan dengan sabar menunggu pria tersebut keluar ruangan. Tak lama
kemudian pria itu sudah keluar ruangan sambil membawa berkas Emily.
“ini
sudah ditandatangani oleh Mr. Malkovich”
Emily
memeriksanya.
“ya,
trimakasih banyak. Permisi”
Emily
segera meninggalkan tempat itu. Dari sudut matanya ia melihat kantor Mr.
Malkovich terbuka dan keluarlah Yamada Kei. Ia buru-buru pergi menuju lift.
Setelah pintu lift tertutup, barulah ia bernafas lega.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar