Selasa, 28 Juli 2015

MY SAKURA (bagian 9)



Malam itu Anna masih berada di kampusnya, tepatnya di perpustakaan. Banyak hal yang harus ia selesaikan. Setelah semuanya selesai, ia keluar bermaksud untuk pulang. Ketika melewati gym, ia menghentikan langkahnya. Ia mendengar sebuah suara dari dalam. Membuka pintunya dan masuk ke gym itu. Ia melihat seseorang yang sedang bermain wushu dengan tongkat panjang dengan lincahnya, sendirian. Anna hanya melihat di tepi arena. Keringat membanjiri sekujur tubuh orang itu.
“Anna?”
Orang itu ternyata Danny Wang, sahabat Yamada Kei. Ia mendekati Anna yang duduk di bangku.
“sudah lama?”
“baru saja”
“sudah malam. Kau belum pulang juga”
“tadi ada beberapa pekerjaan yang harus kuselesaikan. Kau pandai sekali. Apa itu tadi namanya?”
“wushu. Kau mau belajar?”
“aku? Aku sudah besar, Danny. Kupikir kalau belajar hal seperti itu harusnya sedari kecil”
“hhh… kau benar. Aku juga belajar wushu sejak aku kecil”
“pantas kau pandai sekali dan lincah. Aku menyukainya”
“thanx”
“mengapa berlatih sendirian disini?”
“karena hari ini bukan jadwalnya. Aku hanya ingin berlatih saja. Oya, bukankah kau teman Yamada Kei di SMU?”
“ya, dia teman sekelasku. Mengapa?”
“katanya kau sahabat Emily. Benarkah seperti itu?”
“apakah Yamada yang memberitahumu?”
“ya, siang tadi”
“apa yang dikatakan oleh Yamada tentang kami?”
“eh… t-tidak, bukan apa-apa”
“owh… Oya, aku harus pulang sekarang, Danny. Takut kemalaman di jalan”
“bisakah kita pulang bersama? Ayolah, kuantar kau pulang. Daripada kau naik taksi”

Anna Carter


“baiklah”
“oke, aku akan mengemasi barangku”
Setelah memakai kaosnya kembali dan mengambil tasnya di loker gym, Danny mendekati Anna.
“aku sudah siap, ayo!”
Mereka lalu menuju tempat parkir.
“lihatlah tempat ini sudah sepi sekali. Kalau kau pulang sendirian, kalau terjadi apa-apa denganmu bagaimana?”
“ya, ini pertama kalinya aku pulang sampai malam begini”
“kalau aku seringnya pulang malam. Jadi, kalau suatu saat kau harus pulang malam kau bisa menghubungiku. Kuantar kau pulangnya”
“trimakasih”
Mobil segera bergerak perlahan meninggalkan Yale.
“sebenarnya aku ingin ngobrol lebih banyak denganmu, Anna”
“kita satu kampus. Kita bisa bertemu kapan saja”
“maksudku… kapan-kapan aku ingin mengajakmu makan siang. Bagaimana?”
“sepertinya kita harus mencocokkan jadwal kita. Karena kita sibuk sekali akhir-akhir ini”
“tentu. Aku akan mengabarimu kalau aku sedang tidak ada kegiatan apapun”
Tak terasa mereka sudah sampai di apartemen Anna.
“Danny, trimakasih banyak sudah mengantarku pulang”
“sama-sama. Kalau kau butuh aku, kau bisa menghubungiku. Bye!
“bye…”
Begitu sampai di dalam kamarnya, buru-buru Anna meraih gagang telpon menelpon Emily.
“Emily, syukurlah kau sedang tidak pergi!”
“ada apa ini? Tiba-tiba saja kau mengagetkanku”
“sorry, aku baru saja pulang dari kampus dan langsung menelponku. Aku ada berita untukmu!”
“berita apa?”
“tentang si brengsek itu, Emily!”
“dia punya nama, Anna. Kalau yang kau maksud adalah Yamada”
“iya, si brengsek itu!”
“apa beritamu?”
“tadi siang sewaktu aku makan siang dengan teman-temanku di dekat kampus, aku melihatnya juga sedang makan siang disitu dengan kakak kelasku”
“terus, apanya yang membuatmu heboh seperti ini?” Emily bertanya dengan santai,”bukankah kau menyuruhku untuk berusaha melupakannya?”
“dan sekarang kau HARUS melupakannya! Kau tahu dia datang dengan siapa? Dengan istrinya, Emily! ISTRINYA!”
“aku tak mau kau bercanda yang keterlaluan, Anna”
“aku tidak bohong, Emily. Aku sendiri sampai kaget dibuatnya. Rupanya Yamada bersahabat dengan teman kampusku yang bernama Danny Wang. Dia orang Malaysia. Andai waktu itu aku foto dan kuserahkan foto itu sebagai bukti otentik kepadamu…”
“aku sepertinya tidak percaya. Secepat itu dia menikah? Istrinya orang mana?”
“sepertinya orang Jepang juga, namanya Harumi. Yah… seumuran juga dengan kita”
Emily hanya terdiam.
“Emily… apakah kau…?”
“menangis? Tidak! Aku tidak apa-apa” Emily mengusap air matanya.
“aku tahu kamu sedih. Tapi kau harus menerima kenyataan ini. Menurutku, ini juga bisa jadi sebuah tanda dari Tuhan agar kau lebih mencintai Ryunosuke. Yamada sudah ada yang punya, Emily”
Lama tak ada sahutan dari Emily. Dan telpon pun terputus.
“Emily! Emily!”
Emily hanya terduduk di kursi ruang tengahnya.
“dari siapa, Emily?”
“dari Anna, ma”
“ada apa? Sepertinya kau sedih setelah menutup telpon itu”
“tidak ada apa-apa kok, ma”
Dengan lesu, Emily naik ke kamarnya dan menghempaskan tubuhnya di tempat tidurnya. Matanya menerawang jauh. Ingatannya kembali pada waktu ia sering mengganggu Kei kecil di sekolah dulu. Juga tentang peristiwa di Rahway River waktu itu.
“Kei… bagaimana aku bisa melupakanmu?” kata Emily lirih.
Tiba-tiba ponselnya berdering. Ternyata dari Ryunosuke Kamiki.
“hai, Emily. Selamat malam”
“eh… hai. Ada apa malam-malam begini menelponku?”
“aku bermaksud mengajakmu makan siang besok. Sudah agak lama juga kita tidak bertemu. Kalau kau mau, kita bisa bertemu di tempat biasanya”
“di Central Park? Baiklah, aku akan datang”
“baiklah, trimakasih, Emily. Selamat malam”
Emily kembali merebahkan badannya. Masih melamun, pikirannya melayang jauh entah kemana.

Pagi itu, Yamada Kei bangun lebih pagi. Ia melihat Harumi masih nyenyak bersembunyi di bawah selimut tebalnya. Hanya rambut kepalanya saja yang terlihat. Ia menyentuh bahu Harumi dan menyibakkan selimut tebal itu. Sudah jam 8 pagi. Ia hanya mencium rambut Harumi lalu memeluknya dan itu membuat Harumi terbangun.
“kau sudah bangun, Kei? Jam berapa ini?”
“jam 8”
“sepertinya kita harus bangun sekarang. Bukankah kita akan ke Stamford sekalian pulang?”
Kei tak menjawab, ia malah memejamkan matanya kembali. Harumi segera beranjak ke kamar mandi. Setelah selesai mandi dan memakai baju bersih, tercium bau harum dari tubuhnya. Ia lalu duduk di tepi ranjang bermaksud untuk membangunkan Kei.
“Kei, bangunlah. Kalau kita tidak pulang sekarang, kita akan sampai di Manhattan larut malam sekali”
Dengan malas, Kei bangun dan duduk di depan Harumi.
“kau sudah mandi?”
“tentu saja. Aku sudah siap”
“hhh… baiklah, tunggu sebentar”
Kei pun juga segera mandi. Karena tak ada barang-barang yang perlu dibawa, mereka segera sarapan sebelum check-out. Membayar sejumlah bill dengan kartu kreditnya.
Di dalam mobil…
“memangnya kau pernah ke Stamford museum?”
“pernah sekali aku kesana”
“dengan siapa? Apakah tempatnya menarik?”
“dengan siapa lagi? Tentu saja aku sendirian. Kalau untuk tempat, nanti kau boleh mengomentarinya sesudah kita sampai disana”
“memang tempat itu searah dengan jalan kita pulang. Tapi, bukankah jalan untuk masuk kesana dari jalan utama masih jauh sekali?”
“memang, tapi kita hanya butuh waktu sejam untuk sampai di Stamford dan mungkin kurang dari 2 jam kita sudah sampai di Stamford Museum. Kita bisa lewat I-95 S”
“belum lama kau disini tapi kau sudah hafal jalan, Kei”
Kei hanya tersenyum dan segera memacu mobilnya lebih cepat. Mengarahkan mobilnya ke barat daya di College St menuju Gerard M. Ives-Ward Cheney Gate/Ives-Cheney Gate kemudian ambil kiri ke S Frontage Rd. Terus menuju I-91/I-95 lalu bergabung ke Oak Street Connector. Barulah masuk ke Interstate (I)-95 S. Kemudian ambil jalan keluar 7 menuju CT-137 N/Atlantic St. sampailah mereka di Stamford.
“kita sudah sampai di Stamford, Harumi. Aku lupa menelpon Danny kalau aku pulang sekarang”
“kita bisa istirahat di kedai itu. Dan kau bisa menelponnya disana”
Kei menghentikan mobilnya di sebuah kedai pinggir jalan. Mereka hanya memesan kopi.
“hallo, Danny. Maaf, aku lupa tidak memberitahumu kalau kami pulang hari ini”
“tidak apa-apa. Hari ini sepertinya aku juga sibuk di kampus. Jam berapa kalian akan pulang?”
“maaf, tapi kami sudah sampai di Stamford. Kami akan ke Stamford museum and nature center”
“hmmm… indah sekali tempat itu. Kau membawa istrimu kesana dalam rangka bulan madu?”
“sepertinya begitu”
“baiklah, nikmatilah perjalanan kalian. Sampaikan salamku untuk istrimu. Sampai jumpa, Yamada”
Setelah menyimpan ponselnya, Kei segera menghabiskan kopinya. Terlihat Harumi sedang melihat-lihat pemandangan sekitar.
“kau sudah selesai, Harumi?”
“ya, kita bisa melanjutkan perjalanan kita kalau kau juga sudah selesai”
Setelah membayar, mereka segera ke Stamford museum. Beberapa saat mengemudi, sampailah mereka di tempat tujuan. Hari sudah siang.
“indah sekali tempat ini, Kei”
“apa kubilang? Kau pasti akan menyukainya”
“darimana kau tahu ada tempat seperti ini disini?”
“hanya secara tak sengaja saja aku menemukannya karena aku memang pernah tersesat disini”
“ramai sekali”

Stamford Museum And Nature Center 


Stamford Museum And Nature Center 

Siang itu di kantin perusahaan Yamada…
“berarti sekarang aku harus memanggilmu dengan nama Mrs. Jackson. Benar begitu, Ms. Andrews?”
“aku masih belum terbiasa dengan nama itu. Panggil saja seperti biasanya, Ryunosuke”
“benar, aku lebih familiar dengan nama itu. Kau tidak jadi keluar?”
“entahlah. Aku juga belum menemukan pengganti. Karena aku pernah membicarakan hal ini dengan Yamada-san. Dia bilang, aku harus mencarikan seorang sekretaris yang seperti aku. Dan aku sepertinya belum menemukan yang seperti itu”
“oya, aku lama sekali tidak melihat boss kita itu”
“dia sedang pergi ke Jepang. Tapi sekarang sudah disini lagi. Kakeknya meninggal belum lama ini”
“oya? Apakah ada yang pergi kesana?”
“tentu saja. Beberapa perwakilan perusahaan pergi kesana. Disana ia juga melangsungkan pernikahan”
“menikah? Secepat itu? Dia masih muda sekali, Ms. Andrews”
“kalau sudah jodoh, kita tidak bisa berbuat apapun, Ryunosuke”
“kuharap aku juga bisa secepatnya menikah”
“kau sudah ada pilihan?”
“ya. Dia kekasihku, Emily”
“ah… iya, yang kau bawa ke pesta pernikahanku itu, bukan?”
“ya, nanti sore kami ada janji lagi sepulang aku kerja. Kuharap di akhir waktu nanti pekerjaanku tidak banyak. Jadi, aku bisa pulang tepat waktu”
”sampaikan saja salamku untuknya”
“tentu”

Ryunosuke mengganti kemejanya dengan kaos di lokernya. Dengan agak terburu-buru, ia segera berlari kecil keluar dari gedung itu menuju Central Park yang hanya beberapa blok saja jauhnya. Ternyata yang ditunggu belum datang juga. Ia melihat jam tangannya. Ternyata masih kurang dari waktu yang mereka sepakati. Ia hanya duduk di bangku menghadap danau kecil.

Ryunosuke Kamiki


“hai, sudah lama?”
“kau, Emily? Belum, baru saja”
“ada apa mengajakku bertemu. Pasti ada sesuatu yang ingin kau sampaikan kepadaku”
“kau tahu?”
“itu sudah menjadi kebiasaanmu. Aku jadi hafal betul, Ryunosuke”
“sebenarnya… mungkin ini terlalu dini untukmu. Tapi… maukah kau menikah denganku?”
Ryunosuke Kamiki memberikan sebuah cincin indah yang sudah dia siapkan. Tentu saja Emily terkejut.
“kau betul. Ini terlalu dini untukku. Maaf, tapi aku belum siap. Bukan maksudku untuk… maksudku, aku belum bisa untuk menerima cincin ini. Maafkan aku”
“tidak apa-apa. Seharusnya aku yang meminta maaf. Ini terlalu cepat bagi kita. Kita mengenal belum lama. Walaupun kau belum untuk bersedia menikah denganku, tapi kuharap kau tetap mau menerima cincin ini. Anggaplah ini sebagai hadiah untukmu dariku. Aku mencintaimu, Emily”
Emily hanya terdiam beberapa saat lamanya memperhatikan wajah Ryunosuke yang serius.
Emily mengulurkan tangannya dan Ryunosuke menyelipkan cincin itu ke jari Emily.
“trimakasih. Tapi sekali lagi maafkan aku, Ryunosuke”
“tidak apa-apa. Sudah dekat denganmu saja aku sudah senang”
Mereka hanya saling tersenyum di sore yang cerah itu.
“ini untukmu. Aku tadi membeli roti ini di kedai biasanya. Ini roti kesukaanmu, kan?”
“rupanya kau masih ingat”
“tentu saja”

Yamada Kei sudah beraktivitas seperti biasa. Ia segera mengurusi beberapa pekerjaan yang selama ini ditinggalkannya. Harumi pun juga masih sibuk dengan kuliahnya. Harumi sekarang tinggal di rumah besar Yamada. Apartemennya dibiarkan kosong.
Emily pun semakin dekat dengan Ryunosuke. Mereka masih sering bertemu di Central Park di sore hari.
“Emily, kau ingin bekerja tidak?”
“tentu saja ingin. Dimana?”
“di tempat aku bekerja”
“di Yamada Group?”
“dimana lagi?”
“tidak, trimakasih” sahut Emily cepat.
“mengapa?”
“aku hanya tidak enak saja. Itu perusahaan temanku dan ia yang menjadi boss besarnya”
“siapa tahu kau nanti malah diberi posisi yang bagus”
“tidak, tidak. Bukan itu. Aku malah tidak suka yang seperti itu. Aku ingin mencapai posisi yang aku impikan hanya dengan usahaku sendiri”
“sebenarnya sekarang ada lowongan untuk bekerja part time. Kurasa ini cocok untukmu yang harus membagi waktu dengan sekolahmu. Apakah kau tak ingin punya penghasilan sendiri?”
“ingin. Tapi mengapa harus di perusahaan itu? Coba carikan aku perusahaan yang lain”
“aku tidak tahu tentang perusahaan yang lain, Emily. Beritahu aku alasan yang tepat. Mengapa kau tidak mau bekerja disana?”
“sebenarnya dulu sewaktu di sekolah sepertinya… ia tidak menyukaiku. Jadi, kalau sekarang aku harus bertemu dengannya lagi…”
“kau sudah tahu aku, kan? Sudah berapa lama aku bekerja disana sebagai part time? Selama itu pula aku belum pernah berjumpa dengan temanmu itu. Kemarin kami bertemu itu karena aku dipanggil. Kalau tidak, sampai sekarang pun aku belum tentu bisa bertemu dengannya secara langsung. Dia boss besar, Emily. Dia jarang pergi ke setiap lantai memeriksa satu per satu secara detil. Dia lebih sering menghabiskan waktunya di dalam kantornya yang ada di lantai paling atas. Kecil sekali kemungkinan kau bertemu dengannya”
“sampai kapan lowongan itu dibuka?”
“hanya 3 hari ke depan. Kalau kau berminat, titipkan saja kepadaku berkas-berkasmu”
“lalu, siapa yang nanti akan mewawancarai? Kalau Yamada Kei ikut serta, lebih baik aku mengundurkan diri”
“dia tidak mengurusi hal-hal yang seperti itu. Aku yakin!”
“baiklah, sepertinya aku tertarik. Aku akan menghubungimu kalau berkasku sudah siap semuanya”
“semoga kau berhasil, Emily”
“ya, trimakasih, Ryunosuke”

Emily sibuk membereskan berkas-berkas yang diperlukan dan segera menyerahkannya kepada Ryunosuke begitu sudah lengkap. Ia pun mendapat panggilan untuk wawancara di gedung itu. Sebenarnya ia agak khawatir juga untuk masuk ke gedung itu. Takut apabila ia harus bertemu Yamada. Untunglah ia hanya wawancara di lantai 2. Ia juga telah berhasil melampaui beberapa test yang diajukan dan diterima bekerja di perusahaan itu sebagai part time!
“selamat, Emily. Akhirnya kau bekerja juga. Siapa tahu nanti kau juga akan diangkat sebagai pegawai tetap seperti aku dulu”
“trimakasih, Ryunosuke. Ini semua juga berkat kamu. Hhh… semoga saja aku tidak bertemu Yamada. Dan tolong jangan bilang kepada siapa saja kalau aku mengenal Yamada. Apalagi Yamada sampai tahu kalau aku bekerja di perusahaannya”
“kau bisa mengandalkanku, Emily. Jadi, dimana kita akan makan sekarang?”
“di tempat biasanya saja. Khusus hari ini, aku yang akan mentraktirmu”
“baiklah, ayo!”

Siang itu Emily sedang sibuk di mejanya. Membereskan kertas-kertas yang berserakan ketika atasannya memanggilnya.
“apakah kau sedang sibuk, Ms. Grey?”
“tidak, aku hanya sedang memberekan mejaku saja. Apakah ada yang perlu kukerjakan?”
“ya, tolong antar berkas ini di kantor Mr. Malkovich untuk ditandatangani. Kalau sudah selesai, serahkan kepadaku lagi”
“tentu saja, tapi… aku tidak tahu dimana letak kantornya”
“dia ada di lantai paling atas. Sebelah kantor Mr. Yamada”
“what?”
“ada apa?”
“e… t-tidak. M-maksudku… tidak apa-apa. Aku akan mengantarnya sekarang”
“trimakasih, Ms. Grey”
Setelah atasannya pergi, ia terduduk lemas di kursinya.
“bagaimana kalau aku nanti bertemu dengan Yamada?”
Emily segera berdiri dan merapikan rambutnya. Berdiri tegap dan dengan langkah tegap menuju lift. Ia hanya sendirian di dalam lift itu dan memencet tombol yang akan membawanya ke lantai paling atas.
“semoga Yamada sedang pergi”
Hanya dalam hitungan menit, ia sudah sampai di lantai paling atas. Setelah pintu lift terbuka, ia hanya bengong. Tak tahu tempat mana yang harus dituju.
“ehmm… permisi. Bisakah kau tunjukkan kepadaku dimana kantor Mr. Malkovich?”
“ada keperluan apa?”
“aku harus mengantar berkas ini kepadanya untuk ditandatangani”
“gang ini lurus saja nanti belok kanan. Tepat di sebelah kantor Yamada-san”
“baik, trimakasih”
Emily sampai di tempat yang dituju. Sebuah tempat yang lumayan luas. Hanya ada 2 ruangan tertutup disana. Ia menghampiri seorang lelaki yang sepertinya sangat sibuk di mejanya.
“permisi, bisakah aku bertemu dengan Mr. Malkovich?”
“siapa kau?”
“aku Emily Grey, pegawai baru disini. Atasanku bernama Mr. Johnsson. Aku mengantar berkas yang harus ditandatangani oleh Mr. Malkovich”
“coba kulihat dulu. Silahkan duduk”
Pria itu melihat dan meneliti berkas-berkas yang dibawa Emily.
“baiklah, akan kumintakan tanda tangannya. Tunggulah disini karena Mr. Malkovich sedang ada rapat penting dengan Yamada-san di dalam”
“ya, trimakasih”
Emily bernafas lega dan dengan sabar menunggu pria tersebut keluar ruangan. Tak lama kemudian pria itu sudah keluar ruangan sambil membawa berkas Emily.
“ini sudah ditandatangani oleh Mr. Malkovich”
Emily memeriksanya.
“ya, trimakasih banyak. Permisi”
Emily segera meninggalkan tempat itu. Dari sudut matanya ia melihat kantor Mr. Malkovich terbuka dan keluarlah Yamada Kei. Ia buru-buru pergi menuju lift. Setelah pintu lift tertutup, barulah ia bernafas lega.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar