Malam
itu, Emily menelpon Anna.
“hai,
Anna. Apa kabar?”
“hai,
Emily! Kabarku baik. Bagaimana denganmu? Sudah lama kita tidak berjumpa”
“iya,
kabarku juga baik-baik saja. Bagaimana? Apakah kau sudah menemukan teman
disana?”
“sudah,
tapi kamu yang terbaik, Emily!”
“katakan
padaku, apakah kau juga sudah mempunyai kekasih disana?”
“emmm…
kalau itu belum. Bagaimana denganmu?”
“sebenarnya
aku mau membicarakan hal ini denganmu. Ah, andai kamu disini, Anna”
“ceritakan
padaku! Kau pasti sudah punya kekasih satu kampus denganmu, kan?”
“bukan,
kau sudah mengenalnya”
“apa?
Kau sudah mempunyai kekasih dan aku mengenalnya? Siapa dia, Emily?”
“kau
ingat tidak sewaktu aku sakit karena di patuk ular di Rahway River dulu itu.
Dia yang menungguiku denganmu waktu itu”
“maksudmu…
si Jepang itu? Sorry, aku lupa namanya”
“Ryunosuke
Kamiki, Anna. Iya, benar dia”
“what?
How come?”
“entahlah,
secara tidak sengaja kami bertemu di Central Park. Dan selanjutnya terjadi
begitu saja. Kau pasti juga akan terkejut mendengar ceritaku yang satu ini”
“apa,
apa? Cepat, ceritakan kepadaku!”
“dia
bekerja di perusahaan Yamada. Yamada Kei adalah boss dia!”
“what?!”
“sebenarnya…
dulu aku ragu untuk menerima dia. Terus terang aku masih memikirkan Kei”
“Kei?
Yamada Kei? Untuk apa memikirkan orang seperti itu?! Walaupun aku bertemu
sebentar dengan Ryunosuke, tapi sepertinya dia orang yang baik”
“ya,
dia baik sekali. Apa adanya. Tapi, walaupun aku jalan dengannya, pikiranku
tetap tidak bisa lepas dari Kei, Anna”
“jangan
bilang kepadaku kalau kau jatuh cinta dengan Yamada Kei, si brengsek itu,
Emily!”
“entah.
Sepertinya… aku jatuh cinta kepadanya, Anna. Aku tidak bisa melepaskan bayang-bayang
dia sekejap pun”
“oke,
oke. Kau jatuh cinta dengan si brengsek itu. Lalu bagaimana dengan Ryunosuke?
Kau telah menyakitinya, Emily. Lagian, apakah si brengsek itu juga menyukaimu?
Perlu kau pikirkan ulang tentang perasaanmu itu. Aku lebih memilih Ryunosuke
yang sudah jelas-jelas mencintaimu dengan tulus”
“ya,
kau benar. Aku tidak tahu perasaan Kei yang sebenarnya. Aku sedikit-sedikit
sudah mulai bisa menyukai Ryunosuke. Kuharap perasaan ini bisa berkembang terus
hingga aku bisa melupakan Kei”
“kau
HARUS melupakan dia! Orang angkuh dan sombong seperti itu? Aku tidak setuju
kalau kau menyukai Kei. Itu saja, Emily!”
“oke,
oke. Tapi kau tidak perlu berteriak seperti itu”
“aku
masih kesal dengan sikap dia yang sombong dan angkuh di sekolah dulu. Lupakan
dia!”
“I’ll
try my best. Sekarang tidak usah membicarakan dia lagi. Oya, kapan kau akan
pulang?”
“entahlah,
aku masih sibuk dengan sekolahku disini. Kapan-kapan kalau aku akan pulang, aku
pasti memberitahumu”
“baiklah,
aku tutup dulu telponnya. Aku pasti akan menelponmu lagi”
“ya,
salam untuk kedua orangtuamu”
“tentu”
(dikutip
dari Tradisi Pernikahan di Jepang, posted by: Sakurai Hiroyuki-red)
Dengan
upacara adat yang sederhana, Yamada Kei melangsungkan pernikahannya dengan
Tanaka Harumi. Disaksikan juga oleh kakek Kei yang dengan susah payah di bawa
ke tempat upacara. Hanya dihadiri oleh keluarga dan kerabat dekat yang
diselenggarakan di altar suci yang dipimpin oleh pendeta Shinto.
Di
awal upacara, Kei dan Harumi dimurnikan oleh pendeta. Kemudian mereka
berpartisipasi dalam sebuah ritual yang dinamakan san-sankudo. Selama ritual,
Kei dan Harumi bergiliran menghirup sake (=sejenis anggur yang terbuat dari
beras yang di fermentasikan), masing-masing menghirup sembilan kali dari tiga
cangkir yang disediakan. Saat mereka mengucap janji, keluarga mereka saling
berhadapan. Setelah itu, anggota dan kerabat dekat keluarga Yamada dan Tanaka
saling bergantian minum sake, menandakan persatuan atau ikatan melalui
pernikahan.
Kulit
Harumi juga dicat putih dari kepala hingga ujung kaki yang melambangkan
kesucian dan dengan nyata menyatakan status kesuciannya kepada para dewa.
Harumi pun memilih penutup kepala pernikahan berwarna putih (tsuni
kakushi=menyembunyikan tanduk). Tutup kepala ini dipenuhi ornament rambut
kanzashi di bagian atasnya. Penutup kepala yang ditempelkan pada kimono putih
Harumi, juga melambangkan ketetapan hatinya untuk menjadi istri yang patuh dan
lembut dan kesediaannya untuk melaksanakan perannya dengan sabar dan tenang.
Sedangkan Yamada Kei mengenakan kimono hitam.
Upacara
ditutup dengan mengeluarkan sesaji berupa ranting Sakaki (=sejenis pohon
keramat) yang ditujukan kepada dewa Shinto. Prosesi ini sangat sederhana dan
singkat, namun sungguh-sungguh khidmat. Maknanya untuk memperkuat janji
pernikahan dan mengikat pernikahan fisik Kei dan Harumi secara rohani.
Di
akhir upacara, tandamata atau hikidemono diletakkan dalam sebuah tas dan
diberikan kepada para tamu untuk dibawa pulang.
![]() |
Pakaian adat untuk upacara pernikahan |
Tanaka
Harumi duduk di samping Kei yang sedang melamun di teras belakang rumah utama.
Menyentuh tangan Kei dan membuat Kei menoleh.
“sedari
tadi pagi kau belum makan”
“aku
belum lapar”
“apa
lagi yang kau pikirkan?”
“kakekku
tentu saja. Aku mengkhawatirkan kesehatannya. Nanti aku akan ke rumah sakit
lagi”
“aku
tidak mau kau terlalu lelah. Kau juga harus mengingat kesehatanmu sendiri,
jangan sampai kau juga sakit”
“tidak.
Aku tidak apa-apa. Maaf, kalau aku tidak memperhatikanmu. Pikiranku masih
berfokus kepada kakekku. Oya, trimakasih karena kau telah mau menikah denganku.
Aku ingin kakekku melihatku menikah sebelum semuanya terlambat”
“sebenarnya
aku juga ingin bertanya kepadamu”
“apa?”
“tentang
pernikahan kita ini. Kau menikahiku karena kau mencintaiku atau karena
perjodohan kita yang untuk menyenangkan hati kakekmu ini saja? Maaf, aku tidak
bermaksud menyinggung perasaanmu”
Yamada
Kei terkejut, tak menyangka akan mendapat pertanyaan yang ia sendiri belum tahu
jawabannya. Untunglah Ryuu tiba-tiba muncul di antara mereka.
“Kei-kun,
kau sudah siap? Kita bisa berangkat sekarang ke rumah sakit”
“tentu
saja, Oji-san. Harumi, aku pergi dulu”
“ya,
hati-hati”
Kei
hanya duduk termenung terus di samping Ryuu yang mengemudi.
“ada
apa, Kei-kun?”
“nothing”
“maaf,
tapi aku tadi mendengar pembicaraanmu dengan istrimu. Aku yakin kalau aku tidak
muncul, kau pasti tidak bisa menjawab pertanyaannya. Aku benar, kan?”
“kau
benar, Oji-san. Thank you”
“dia
sudah menjadi istrimu. Kau harus lebih menyayangi dia dan berusaha semampumu
untuk mencintainya. Memang sulit, tapi kau tetap harus menjalaninya”
“apakah
kau sudah bisa mencintai bibi Akemi?”
Ryuu
hanya tersenyum sambil terus mengemudi. Setelah beberapa saat, sampailah mereka
di rumah sakit dan segera menuju sebuah kamar. Nampak seorang lelaki tua sedang
tertidur. Di beberapa bagian terdapat alat-alat medis menempel di tubuhnya.
Seorang dokter dan perawat memasuki ruangan.
“dokter,
bagaimana keadaannya?”
“kami
tidak bisa berbuat apa-apa. Kami sudah berusaha semampu kami. Tapi, tetap saja
kesehatannya terus menurun dari kemarin. Kita berharap saja yang terbaik. Permisi,
saya akan memeriksa pasien ini. Kalian keluarlah sebentar”
Ryuu
dan Kei keluar dan hanya duduk di luar ruangan. Mereka saling diam.
“apakah
kakek akan baik-baik saja, Oji-san?”
“tentu,
kau tak perlu khawatir. Dia akan sembuh dan dia akan bisa menggendong anakmu
suatu saat nanti”
Kei
hanya tersenyum dengan senyum yang teramat dipaksakan. Nampak beberapa orang
memasuki kamar yang ada di depan mereka. Mereka terlihat sangat sibuk sekali.
Keluar masuk sambil membawa beberapa peralatan rumah sakit.
“apa
yang terjadi, Oji-san?”
“aku
tidak tahu, Kei-kun. Semoga tidak ada apa-apa. Sebaiknya aku menelpon papamu
agar kesini secepatnya”
Ryuu
segera menelpon Yamada Yasuo, kakaknya. Agar segera datang ke rumah sakit
dengan Harumi dan Akemi. Setelah mereka sampai di rumah sakit, mereka hanya
melihat Ryuu di depan kamar.
“ada
apa, Ryuu? Bagaimana keadaan papa? Juga dimana Kei-chan?”
“Kei-kun
ada di dalam dan papa…”
Bergegas
Yasuo masuk ke dalam ruangan. Ia melihat Kei duduk di samping tempat tidur
sambil menggenggam tangan kakeknya.
“Kei-chan…?”
“ummm…
kakek…. Sudah meninggal, pa”
Tanaka
Harumi mendekati Kei dan memeluknya. Entah sudah bagaimana keadaan Kei waktu
itu. Ia memang cucu satu-satunya sehingga kakeknya sangat menyayanginya.
Upacara
pemakaman Yamada Kazuhiko atau soushiki segera dilaksanakan. Soushiki dimulai
dengan upacara matsugo no mizu berupa pembasahan bibir jenazah menggunakan air
setelah jenazah dimasukkan ke peti mati. Selanjutnya proses kamidana fuji,
yaitu jenazah dimasukkan ke dalam ruangan tertutup kertas putih, yang dipercaya
untuk mencegah arwah tidak suci masuk ke dalam.
Upacara
dilanjutkan dengan memandikan jenazah dan ditutup lubang telinga dan hidungnya
dengan kapas. Kemudian diberi pakaian setelah jas lalu dibaringkan di peti mati
berisi es kering beserta kimono putih, sandal, 6 keping koin yang dipercaya
akan digunakan almarhum untuk melintasi 3 neraka, dan benda yang bisa terbakar
yang disukai almarhum semasa hidup. Peti mati kemudian diletakkan di altar
untuk disemayamkan dengan aturan posisi kepala menghadap ke utara.
Di
sebelah peti mati diletakkan meja kecil yang dihiasi bunga dan lilin. Semua
kerabat dan rekan Yamada Kazuhiko terlihat menghadiri upacara tersebut untuk
memberikan penghormatan terakhir. Semua yang hadir mengenakan baju hitam.
Mereka duduk di kursi yang sudah disediakan menghadap ke peti mati. Setelah itu
pendeta Budha memulai upacara dengan membaca kitab sutra untuk mendoakan
jenazah, sementara keluarga bergantian mendoakan dengan memegang dupa yang
kemudian ditanamkan pada kendi kecil di atas meja altar. Upacara berakhir
setelah pendeta selesai membaca kitab dan para tamu pulang. Sedangkan keluarga
dekat almarhum menginap di ruangan yang sama dengan peti jenazah.
Pemakaman
dilakukan keesokan harinya. Di upacara ini, pendeta Budha menyanyikan kitab
sutra. Setelah itu almarhum akan diberikan nama Budha baru yang disebut kaimyo.
Huruf kanji pada kaimyo yang diambil dari huruf tuasudah jarang digunakan
sehingga hanya sedikit orang Jepang yang bisa membacanya. Itu bertujuan agar
mencegah arwah almarhum kembali ke jenazah saat namanya dipanggil. Panjangnya
nama yang diberikan tergantung besarnya jumlah sumbangan keluarga kepada kuil
Budha. Setelah upacara berakhir, para tamu dipersilahkan meletakkan bunga ke
dalam peti mati sebelum disegel menggunakan paku sebelum dibawa ke crematorium.
Pada
saat proses kremasi, para anggota keluarga menyaksikan prose situ yang
membutuhkan waktu sekita 2 jam. Setelah itu pihak keluarga memisahkan bagian
abu dan tulang. Bagian tulang diambil oleh 2 orang menggunakan sumpit secara
bersamaan atau dioper dari sumpit ke sumpit dan dimasukkan ke dalam guci/kendi
kecil. Tulang tersebut harus diletakkan berurutan dari kaki sampai kepala.Kemudian
kendi itu dimasukkan ke ruang bawah tanah tempat kuburan keluarga/haka Yamada.
Malam
itu semua keluarga inti Yamada berkumpul di ruang tengah.
“sepertinya
tugasku disini sudah selesai. Aku akan kembali lagi ke Amerika dengan istriku”
“ya,
sepertinya begitu. Pekerjaan yang menumpuk sudah menantimu disana”
“iya,
pa”
“kasihan
juga sekolah kalian. Terutama Harumi”
“aku
tidak apa-apa, pa. Aku bisa mengejar ketertinggalanku”
“Harumi,
tolong jaga Kei. Aku merasa dia belum begitu siap untuk pergi ke Amerika lagi
setelah apa yang terjadi disini beberapa minggu ini. Sepertinya dia masih
labil”
“tentu
saja. Aku akan menjaganya dengan baik”
“pa,
aku sudah baik-baik saja. Kalian tidak perlu khawatir tentang aku”
“kalau
ada apa-apa kau bisa menghubingiku, Kei-chan”
“kau
juga bisa mengandalkanku, Kei-kun”
“trimakasih
atas dukungan kalian. Dan sepertinya kami harus menyiapkan segala sesuatunya
yang akan dibawa ke Amerika. Kami pergi besok atau paling lambat lusa”
“ya,
istirahatlah kalian. Kita semua memang butuh istirahat setelah apa yang kita
lewati selama ini”
“kami
permisi dulu”
Dengan
langkah gontai, Kei mengajak Harumi menuju kamarnya yang ada di lantai atas.
Setelah sampai di dalam kamar pun Kei hanya menghempaskan dirinya di sofa.
Harumi ikut duduk di sebelahnya.
“kau
harus segera istirahat, Kei. Wajahmu kusut begitu,” Harumi menyentuh pundak
Kei.
Kei
menyandarkan kepalanya di sandaran sofa.
“aku
hanya tidak menyangka semua kejadian ini kualami dalam waktu sesingkat ini.
Tentang pernikahan kita, juga meninggalnya kakek. Sepertinya baru kemarin aku
masih sendiri di Amerika. Namun dalam sekejap saja kau sudah menjadi istriku”
“aku
juga. Aku tak menyangka kalau kau adalah jodohku. Trimakasih, Kei”
“untuk
apa? Sepertinya aku yang harus berterimakasih kepadamu karena kau mau
mengabulkan keinginan kakekku yang terakhir”
“maksudku…
pernikahan ini membuatku bahagia. M-maaf, bukan bermaksud apa-apa. Aku yang
salah. Bukankah kau masih berkabung atas meninggalnya kakekmu”
“tidak
apa-apa. Aku hanya tidak terbiasa saja ada seorang perempuan di sampingku.
Apalagi di kamarku”
Harumi
hanya tersenyum.
“ya,
ini pertama kalinya aku masuk ke kamarmu karena beberapa hari kemarin aku masih
tidur di kamarku karena kesibukan upacara-upacara kemarin”
“kalau
kau sudah mengantuk, tidurlah terlebih dulu. Aku hanya ingin duduk dulu disini”
“kalau
begitu akan kubuatkan teh hangat. Itu akan membuatmu lebih segar, Kei”
“ya,
trimakasih”
Harumi
beranjak dari duduknya dan membuatkan secangkir teh hangat untuk Kei.
“ini,
minumlah. Bagaimana?”
“enak,
aku suka. Trimakasih, Harumi”
“aku
permisi dulu. Aku juga akan istirahat sekarang”
“mengapa?”
“maksudmu?”
“kau
akan tidur di kamarmu?”
“i-iya”
“apa
kata orang kalau kau tidur di kamarmu sendiri padahal kita sudah menikah.
Kemarin kita memang masih tidur di kamar kita masing-masing karena memang kita
semua sedang sibuk sekali”
“lalu?”
“gantilah
kimono-mu. Lalu beristirahatlah disini”
“emmm,
b-baik. Permisi”
Tanaka
Harumi segera ke kamarnya yang ada di depan kamar Kei untuk berganti baju.
Setelah itu ia ke kamar Kei lagi.
“tidurlah
disana. Aku nanti akan menyusulmu. Aku akan menghabiskan teh ini dulu”
Dengan
agak ragu, Harumi segera membaringkan tubuhnya di tempat tidur Kei yang besar
itu. Ia hanya diam di balik selimut tebalnya sambil memunggungi Kei yang sedang
duduk terdiam seorang diri. Tadinya ia yang sangat kelelahan malah tidak bisa
tidur. Ia mendengar Kei menuju kamar mandi dan berganti baju. Setelah itu tidur
di sampingnya dalam selimut yang sama dengannya. Itu membuatnya semakin gelisah
karena tentu saja ia belum pernah tidur dengan pria manapun.
“kau
belum tidur, Harumi?”
Harumi
hanya diam saja pura-pura tidur. Setelah tak ada sahutan dari Harumi, Kei pun
juga sudah tertidur dengan pulasnya.
Begitu
tiba di Amerika, Harumi segera membereskan beberapa kopor mereka. Ia menyusun
baju-bajunya dan baju Kei ke dalam almari pakaian yang ada di kamar Kei. Kei
hanya memperhatikan hal itu sambil duduk di tepi jendela kamarnya.
“apakah
kau tidak lelah?”
“sedikit,
tapi kalau tidak sekarang kapan lagi mau ditata? Setelah ini kita bisa langsung
bebas beristirahat. Iya, kan?”
Kei
mendekati Harumi dan mengambil pakaian yang ada di tangan Harumi.
“ada
apa?”
“istirahatlah
dulu. Kita baru saja tiba. Aku tidak mau kamu jatuh sakit. Kau sekarang sudah
menjadi tanggung jawabku. Bukankah kau sudah kuberitahu dulu. Kalau aku akan
menjaga tanggung jawabku sebagai seorang suami. Keluargamu sudah menitipkanmu
kepadaku. Aku tidak akan menyia-nyiakan amanat itu. Oke?”
Kei
segera keluar dari kamarnya. Harumi hanya menatap kepergian Kei tanpa berkedip.
“kau
tahu, Kei? Kau membuatku semakin jatuh cinta kepadamu,” ucap Harumi lirih
sambil tersenyum. Ia kemudian mengikuti Kei yang sudah duduk di ruang keluarga.
Seorang pelayan membuatkan minuman hangat untuk mereka.
“mungkin
2 hari lagi aku akan masuk kerja lagi. Pasti pekerjaanku sudah menumpuk”
“aku
juga. Aku juga banyak tertinggal dengan sekolahku. Oya, bagaimana dengan
sekolahmu? Sudah lama kau tidak berangkat. Kau sendiri tidak takut tertinggal
dengan teman-teman yang lainnya?”
“hhh…
sebenarnya aku sudah tidak tertarik untuk sekolah lagi sejak SMU. Kalau aku ada
waktu, aku akan berangkat. Kalau tidak, aku lebih memilih untuk menyelesaikan
semua pekerjaanku”
Kei
melingkarkan tangannya ke bahu Harumi.
“ada
apa? Jangan bilang kalau kau masih takut di sebelahku, maksudku canggung. Aku
bukan orang lain lagi bagimu”
Harumi
hanya mengangguk sambil tersenyum lalu dengan agak ragu merebahkan kepalanya di
bahu Kei. Ia merasa nyaman disana.
“besok
aku akan bertemu dengan temanku. Apakah kau mau ikut?”
“dimana?”
“di
New Haven”
“jauh
sekali”
“iya,
karena dia bersekolah di Yale. Aku sudah ada janji dengannya. Sudah lama dia
memintaku untuk bertemu dengannya. Besok kita bisa pergi berdua saja. Kalau kau
mau tentu saja”
“tentu
saja aku mau. Trimakasih sudah mengajakku”
Esoknya,
tanpa sopir pribadinya, Kei mengajak Harumi pergi ke New Haven, CT. Ia sudah
ada janji dengan sahabatnya yang sudah lama tak ditemuinya. Setelah beberapa
jam mengemudi melintasi Norwalk, Fairfield dan Bridgeport, akhirnya sampailah
mereka di New Haven, CT. Mereka berhenti sebentar di sebuah pom bensin. Kei
mengisi bahan bakar untuk mobilnya. Ia melihat Harumi tertidur dengan lelapnya.
Ia kemudian menjalankan mobilnya lagi menuju Yale University. Ia berhenti di
tempat parkir dan menatap Harumi yang masih tertidur. Tiba-tiba ponselnya
berbunyi.
“ya,
hallo”
“sudah
sampai dimana kau, Yamada?”
“aku
baru saja akan menghubungimu. Aku sudah sampai di tempat parkir kampusmu.
Dimana kamu?”
“kau
tunggu saja disana. Aku yang akan menjemputmu. Aku sudah selesai mengerjakan
tugasku”
“baiklah,
kutunggu”
Kembali
ia menyimpan ponselnya di sakunya. Ia ingin membangunkan Harumi tapi ragu. Ia
hanya membelai rambut Harumi yang panjang sebahu dan perlahan mencium bibirnya.
Harumi pun terbangun karena kaget.
“m-maaf
kalau aku telah membangunkanmu”
“sudah
sampai mana kita? Apakah kita sudah sampai? Ada apa? Mengapa kau malah
menatapku terus?”
Kei
tak menjawab pertanyaan Harumi. Di saat itulah seseorang mengetuk kaca jendela
mobil mereka. Kei membuka kaca jendelanya.
“hai,
Yamada. Akhirnya kau kesini juga!”
Yamada
Kei segera turun dari mobilnya diikuti Harumi.
“hai,
apa kabar?”
“masih
sibuk dengan kuliahku. Bagaimana denganmu?”
“baik.
Oya, kenalkan ini istriku. Harumi, ini temanku Danny Wang. Danny, ini Harumi,
istriku”
“what?!
Kau sudah menikah? Kapan? Mengapa tidak mengundangku?”
“kita
akan terus mengobrol disini sambil berdiri atau…”
“oh,
maaf. Ayo, aku tahu restoran terbaik disini. Kau pasti menyukainya, aku jamin”
“bagaimana
kalau kita pakai mobilku saja”
Danny
duduk di belakang. Tak lama kemudian mereka sudah sampai di restoran yang
dimaksud Danny dan segera memesan makanan.
“kau
betul, aku menyukai tempat ini”
“aku
masih tahu betul kesukaanmu. Sekarang, ceritakan padaku. Sudah lama kita tidak
bertemu dan ternyata kau sudah menikah di usia muda. Maaf, Harumi. Tapi aku
harus menanyakan hal ini kepada suamimu ini. Yamada, mengapa kau mau menikah
muda? Meninggalkan masa-masa mudamu secepat ini?”
Harumi
hanya tersenyum sambil menyeruput kopi panas di hadapannya.
“ini
keinginan kakekku yang terakhir sebelum meninggal”
“kakekmu?
Sudah meninggal? Maaf, aku tidak tahu. Aku turut berduka cita”
“ya,
thanx. Jadi, kami menikah pada saat kakekku sakit keras. Setelah upacara
pernikahan, kami melangsungkan upacara pemakaman kakekku. Bagaimana kabar
keluargamu?”
“mereka
baik-baik saja. Mereka masih tinggal di Kuala Lumpur. Oya, Harumi. Suamimu ini
pernah menyukai adikku. Tapi sayang, adikku tidak menyukainya. Hahaha…”
“sudahlah,
Danny. Itu sudah menjadi masa lalu”
“oya?
Sepertinya di masa SMU dia adalah pria yang diidamkan banyak gadi-gadis di
sekolah maupun luar sekolah. Bagaimana bisa adikmu tidak menyukainya?”
“hanya
gara-gara dia orang Jepang, itu saja”
“apakah
adikmu pernah punya kenangan buruk dengan orang Jepang?”
“ya,
dia ditinggal pergi oleh kekasihnya yang juga orang Jepang. Lalu ia bersumpah
tak mau punya pacar orang Jepang lagi”
“bagaimana
kabar dia sekarang?”
“kau
masih memikirkan adikku itu, ya?”
“bukan
begitu. Aku hanya sekedar bertanya saja”
“dia
sekarang sudah SMU disana. Mungkin 2 tahun lagi dia juga ingin meneruskan
pendidikannya disini”
“ceritakan
kepadaku bagaimana seorang Yamada Kei ini di masa sekolahnya dulu” Harumi
bertanya.
“dia?
Dia itu orangnya pendiam. Lebih banyak menghabiskan waktunya di perpustakaan
sekolah. Dia juga introvert. Tapi kalau sudah menemukan orang yang cocok untuk
diajak bercerita, maka tanpa bertanya pun ia akan bercerita sampai tidak bisa
dibendung lagi”
“dan
kaulah orangnya?”
“ya.
Aku tahu semua tentang dia. Aku pegang rahasia dia”
“rahasia
apa?”
“sudahlah,
Danny. Tidak perlu membicarakan aku lagi. Sudah kubilang, itu semua sudah
berlalu”
“iya,
iya. Bagaimana kuliahmu?”
“aku
malas untuk kuliah”
“bagaimana
bisa? Kau disini sudah sekitar 2 tahun. Iya, kan?”
“ya,
itu karena aku lebih sibuk dengan pekerjaanku. Aku tidak sempat mengurusi
sekolahku”
“bukankah
papamu punya perusahaan disini?”
“iya,
sekarang aku yang mengelolanya”
“hebat!
Aku salut padamu. Tapi bagaimana pun juga, kau tetap harus meneruskan
sekolahmu. Itu juga hal yang penting”
“ya,
itu juga yang selalu dikatakan papaku. Lalu, kapan kau akan menikah?”
“jangan
memberi pertanyaan itu kepadaku. Aku bahkan belum mempunyai seorang kekasih”
“aku
tidak percaya. Bahkan seorang Danny Wang bisa juga hidup sendirian? Itu bukan
dirimu”
“kau
boleh percaya, boleh juga tidak. Aku ingin focus pada sekolahku dulu. Sebentar
lagi aku lulus dan tinggal mencari pekerjaan. Entah disini atau kembali ke
Malaysia”
“kau
bisa bekerja di perusahaanku kalau kau mau”
Danny
Wang hanya tertawa terbahak-bahak.
![]() | ||
Danny Wang |
“tidak,
tidak. Aku tidak mau. Bukannya menolak. Tapi aku lebih suka kalau hubungan kita
seperti sahabat seperti ini. Buka atasan dan bawahannya”
“kalau
kau berubah pendirian, kau bisa menghubungiku kapan saja”
“baik,
baik. Trimakasih”
Mereka
segera menyantap makanan yang sudah mereka pesan.
“ini
semua yang bayar harus kau, Yamada. Kau seorang boss”
“tak
masalah. Pesan saja apa yang kau mau. Mumpung kau bertemu aku. Tidak tiap hari
juga kita bertemu”
Di
saat itulah pintu restoran terbuka. Masuklah rombongan gadis-gadis dan mereka
duduk di meja yang tak jauh dari meja Kei. Ramai sekali mereka entah
membicarakan apa. Seorang gadis melihat Danny dan mendekatinya.
“hai,
Danny. Kau disini juga?”
“eh,
hai. Iya. Kami baru makan siang dengan teman-temanku ini”
Gadis
itu menoleh kepada Harumi dan Kei.
“kau?
Yamada?”
“apakah
kau… Anna?”
“kalian
saling kenal?”
“emmm…
ya. Dulu dia teman sekelasku di SMU sini. Kau tahu kan kalau setahun terakhir
masa sekolahku kuhabiskan disini”
“ya,
aku tahu. Anna, kau bisa bergabung dengan kami” Danny Wang menawarkan kepada Anna.
“maaf,
tapi aku datang dengan mereka. Oya, dan ini siapa?”
“owh,
ini istriku, Harumi”
Harumi
hanya mengangguk sambil tersenyum.
“istri?
Kau sudah menikah?”
“kenapa?
Itu juga bukan menjadi masalahmu, kan?”
“i-iya.
Sebaiknya aku kembali kesana lagi. Senang bertemu kalian disini”
Buru-buru
Anna kembali ke tempat duduknya. Sesekali ia masih menatap Kei dan Harumi.
Seolah tidak percaya kalau Kei sudah menikah.
“kau
kenal dengan Anna?”
“ya,
dia mahasiswa baru. Kebetulan tempat tinggal kami berdekatan. Ada apa?
Sepertinya kau gelisah”
“itu
hanya perasaanmu saja. Aku tidak apa-apa”
“iya,
kau gugup sekali, Kei”
“sungguh.
Aku tidak apa-apa, Harumi”
“kebetulan
juga kau mengenalnya. Sebenarnya… aku suka kepadanya”
“oya?
Kau sudah mengungkapkan hal itu kepadanya?”
“belum,
besok kalau aku sudah ada waktu. Atau… kau bisa membantuku”
“membantu
apa?”
“kau
bisa… yah, apa sajalah untuk mendekatkanku dengannya”
“aku
memang mengenalnya tapi tak sedekat yang aku bayangkan. Aku juga jarang bicara
dengannya, maaf”
“yahhh…
sayang sekali”
“aku
yakin kau bisa tanpa bantuanku, seperti biasanya”
“maaf,
Kei. Sepertinya aku harus ke toilet dulu”
“ya,
tentu saja”
Setelah
Harumi menghilang di balik pintu toilet, buru-buru Danny mendekatkan wajahnya
kepada Kei dan berbisik.
“apakah
kau yakin mencintai Harumi?”
“maksudmu?”
“bukankah
kau dulu pernah mengatakan kepadaku kalau tujuanmu meneruskan sekolah kesini
adalah hanya untuk menemukan cinta sejatimu?”
“maksudmu
gadis itu?”
“ya,
tentu saja gadis itu! Namanya masih Emily Grey, kan?”
“bisa
pelankan suaramu? Karena Anna adalah sahabat Emily”
“oya?
Kecil sekali dunia ini”
“sudahlah,
tidak perlu membicarakan Emily Grey disini. Sekarang Harumi sudah menjadi
istriku. Aku tak mau melukai perasaannya karena terus terang aku belum bisa
melupakan gadis itu”
“apa
yang terjadi? Terus terang aku tadi terkejut sewaktu kau memperkenalkan aku
dengan Harumi”
“kami
sudah dijodohkan dan aku tidak bisa menolaknya. Kau sudah tahu tentang keluarga
besar Yamada”
“apakah
kau sudah menemukan Emily?”
“ya”
“apa
yang terjadi dengannya?”
“sepertinya
dia sudah mempunyai seorang kekasih. Dan sedihnya lagi, kekasihnya itu bekerja
di perusahaanku sebagai pegawai biasa”
“what?!
Kau kalah dengan pegawaimu sendiri, sobat!”
“ini
sudah jalanku. Aku sudah memutuskan untuk menikah dengannya. Jadi, tak ada yang
perlu disesali lagi. Aku akan belajar mencintainya”
“seperti
pamanmu dulu itu”
“kau
benar. Lihatlah, istriku sudah datang. Kita tidak perlu membicarakan hal ini
lagi”
“tentu”
Setelah
selesai makan siang, bergegas mereka meninggalkan tempat itu. Tak lupa menyapa
Anna dan teman-temannya terlebih dahulu.
“aku
akan mengantarmu dulu setelah itu kami akan menginap disini semalam. Mungkin
baru besok kami akan kembali ke Manhattan. Karena lusa aku sudah mulai kerja
lagi”
“kau
sudah ada hotel?”
“belum.
Apakah kau tahu hotel yang baik?”
“serahkan
semuanya kepadaku”
Setelah
Danny Wang memberikan beberapa alternative, Yamada Kei menjatuhkan pilihan
untuk menginap di Omni Hotel.
![]() |
Omni Hotel |
Setelah
memesan kamar untuk semalam, Kei kembali mengantar Danny. Sedangkan Harumi
tinggal di hotel. Mereka memesan King Room-Yale View yang berharga 333,50
dollar/malam.
“bagaimana
menurutmu istrimu dibandingkan Emily? Sayang sekali aku belum pernah bertemu
Emily”
“mereka
punya kelebihan masing-masing. Istriku baik dan dia masih orang timur”
“sedangkan
Emily?”
Yamada
Kei hanya menatap Danny sambil tersenyum tanpa menjawab pertanyaan Danny. Ia
terus mengemudikan mobilnya.
“berarti
aku sudah tahu jawabannya. Tanpa kau berkata pun aku tahu kalau kau sampai
kapan pun tak bisa melupakan Emily. Aku benar, kan?”
“bisakah
kita tidak membicarakan itu lagi? Sekarang istriku adalah Harumi”
“bagaimana
hubungan kalian?”
“aku
sudah menikah hampir sebulan. Tapi selama itu pula aku belum pernah
menyentuhnya sama sekali”
“kau
gila! Baru pertama aku menemukan orang seperti itu! Kau benar-benar gila, Kei!
But, why?!”
“entahlah,
aku belum terbiasa hidup dengan orang lain”
“ya,
kau terbiasa melakukan apapun seorang diri. Tapi kau tidak bisa berbuat seperti
itu sekehendak hatimu. Apa kau tidak kasihan terhadap istrimu? Apakah dia
pernah protes?”
“dia
tidak pernah menanyakan apapun juga. Ya, kau benar. Aku sebenarnya kasihan
sekali dengannya”
“benar-benar
istri yang menerimamu apapun juga. Kuberitahu satu hal. Lupakan Emily,
cintailah istrimu sepenuhnya. Kau sangat beruntung sekali mendapatkan istri
sebaik dia. Kau akan rugi jika kau meninggalkannya ataupun menyiakan istri
sebaik dia. Kau paham?”
“bicaramu
seolah seperti Oji-san”
“kau
selalu mendengar apa kata Oji-san, kan? Anggap saja kalau aku adalah Oji-san.
Anggap saja kalian bulan madu ke New Haven”
“ya,
ya, ya…. Dan sekarang kita sudah sampai di kampusmu lagi”
“ok,
aku pergi dulu. Sampai ketemu lagi, Kei. Trimakasih atas makan siangnya”
“ya,
kapan-kapan kita bisa bertemu lagi”
Danny
Wang keluar dari mobil Kei.
“ingat,
temui istrimu dan nikmati bulan madu kalian di kota ini”
“iya,
iya. Aku pergi dulu”
Yamada
Kei kembali memacu mobilnya menuju Omni Hotel dan segera ke kamarnya. Ia
mendapati Harumi tidak ada.
“Harumi,
dimana kamu?”
Karena
tak juga menemukan istrinya, ia pun menelpon Harumi.
“dimana
kamu, Harumi?”
“oh…
kau, Kei. Aku ada di restoran. Kemarilah”
“kau
sudah lapar lagi?”
“tentu
saja tidak. Di kamar aku suntuk sendirian. Aku hanya minum kopi saja”
“baiklah,
aku akan kesana. Pesankan satu untukku”
Kei
segera menemui Harumi di restoran itu.
“Danny
sudah kau antar pulang?”
“kukembalikan
dia ke kampusnya lagi. Biasanya dia di kampus sampai malam”
“kulihat
kau akrab sekali dengannya. Aku suka. Baru sekali ini aku bisa melihatmu
mengobrol dengan orang lain. Oya, ini kopimu. Minumlah keburu dingin”
“trimakasih.
Kau baik sekali kepadaku, Harumi”
“aku
istrimu, Kei”
“tapi
sepertinya aku bukan suami yang baik untukmu. Aku belum pernah melakukan
kewajibanku sebagai seorang suami”
“aku
tahu. Kita menikah secara tiba-tiba. Perubahan ini terlalu cepat bagi kita. Aku
tahu kau masih butuh waktu untuk penyesuaian. Aku tidak menuntutmu untuk
secepat itu. Yang penting kita jalani saja hidup kita. Yang jelas, aku bahagia
menjadi istrimu, Kei” ucap Harumi sembari tersenyum.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar