Jumat, 03 Juli 2015

MY SAKURA (bagian 8)



Malam itu, Emily menelpon Anna.
“hai, Anna. Apa kabar?”
“hai, Emily! Kabarku baik. Bagaimana denganmu? Sudah lama kita tidak berjumpa”
“iya, kabarku juga baik-baik saja. Bagaimana? Apakah kau sudah menemukan teman disana?”
“sudah, tapi kamu yang terbaik, Emily!”
“katakan padaku, apakah kau juga sudah mempunyai kekasih disana?”
“emmm… kalau itu belum. Bagaimana denganmu?”
“sebenarnya aku mau membicarakan hal ini denganmu. Ah, andai kamu disini, Anna”
“ceritakan padaku! Kau pasti sudah punya kekasih satu kampus denganmu, kan?”
“bukan, kau sudah mengenalnya”
“apa? Kau sudah mempunyai kekasih dan aku mengenalnya? Siapa dia, Emily?”
“kau ingat tidak sewaktu aku sakit karena di patuk ular di Rahway River dulu itu. Dia yang menungguiku denganmu waktu itu”
“maksudmu… si Jepang itu? Sorry, aku lupa namanya”
“Ryunosuke Kamiki, Anna. Iya, benar dia”
“what? How come?”
“entahlah, secara tidak sengaja kami bertemu di Central Park. Dan selanjutnya terjadi begitu saja. Kau pasti juga akan terkejut mendengar ceritaku yang satu ini”
“apa, apa? Cepat, ceritakan kepadaku!”
“dia bekerja di perusahaan Yamada. Yamada Kei adalah boss dia!”
“what?!”
“sebenarnya… dulu aku ragu untuk menerima dia. Terus terang aku masih memikirkan Kei”
“Kei? Yamada Kei? Untuk apa memikirkan orang seperti itu?! Walaupun aku bertemu sebentar dengan Ryunosuke, tapi sepertinya dia orang yang baik”
“ya, dia baik sekali. Apa adanya. Tapi, walaupun aku jalan dengannya, pikiranku tetap tidak bisa lepas dari Kei, Anna”
“jangan bilang kepadaku kalau kau jatuh cinta dengan Yamada Kei, si brengsek itu, Emily!”
“entah. Sepertinya… aku jatuh cinta kepadanya, Anna. Aku tidak bisa melepaskan bayang-bayang dia sekejap pun”
“oke, oke. Kau jatuh cinta dengan si brengsek itu. Lalu bagaimana dengan Ryunosuke? Kau telah menyakitinya, Emily. Lagian, apakah si brengsek itu juga menyukaimu? Perlu kau pikirkan ulang tentang perasaanmu itu. Aku lebih memilih Ryunosuke yang sudah jelas-jelas mencintaimu dengan tulus”
“ya, kau benar. Aku tidak tahu perasaan Kei yang sebenarnya. Aku sedikit-sedikit sudah mulai bisa menyukai Ryunosuke. Kuharap perasaan ini bisa berkembang terus hingga aku bisa melupakan Kei”
“kau HARUS melupakan dia! Orang angkuh dan sombong seperti itu? Aku tidak setuju kalau kau menyukai Kei. Itu saja, Emily!”
“oke, oke. Tapi kau tidak perlu berteriak seperti itu”
“aku masih kesal dengan sikap dia yang sombong dan angkuh di sekolah dulu. Lupakan dia!”
“I’ll try my best. Sekarang tidak usah membicarakan dia lagi. Oya, kapan kau akan pulang?”
“entahlah, aku masih sibuk dengan sekolahku disini. Kapan-kapan kalau aku akan pulang, aku pasti memberitahumu”
“baiklah, aku tutup dulu telponnya. Aku pasti akan menelponmu lagi”
“ya, salam untuk kedua orangtuamu”
“tentu”

(dikutip dari Tradisi Pernikahan di Jepang, posted by: Sakurai Hiroyuki-red)
Dengan upacara adat yang sederhana, Yamada Kei melangsungkan pernikahannya dengan Tanaka Harumi. Disaksikan juga oleh kakek Kei yang dengan susah payah di bawa ke tempat upacara. Hanya dihadiri oleh keluarga dan kerabat dekat yang diselenggarakan di altar suci yang dipimpin oleh pendeta Shinto.
Di awal upacara, Kei dan Harumi dimurnikan oleh pendeta. Kemudian mereka berpartisipasi dalam sebuah ritual yang dinamakan san-sankudo. Selama ritual, Kei dan Harumi bergiliran menghirup sake (=sejenis anggur yang terbuat dari beras yang di fermentasikan), masing-masing menghirup sembilan kali dari tiga cangkir yang disediakan. Saat mereka mengucap janji, keluarga mereka saling berhadapan. Setelah itu, anggota dan kerabat dekat keluarga Yamada dan Tanaka saling bergantian minum sake, menandakan persatuan atau ikatan melalui pernikahan.
Kulit Harumi juga dicat putih dari kepala hingga ujung kaki yang melambangkan kesucian dan dengan nyata menyatakan status kesuciannya kepada para dewa. Harumi pun memilih penutup kepala pernikahan berwarna putih (tsuni kakushi=menyembunyikan tanduk). Tutup kepala ini dipenuhi ornament rambut kanzashi di bagian atasnya. Penutup kepala yang ditempelkan pada kimono putih Harumi, juga melambangkan ketetapan hatinya untuk menjadi istri yang patuh dan lembut dan kesediaannya untuk melaksanakan perannya dengan sabar dan tenang. Sedangkan Yamada Kei mengenakan kimono hitam.
Upacara ditutup dengan mengeluarkan sesaji berupa ranting Sakaki (=sejenis pohon keramat) yang ditujukan kepada dewa Shinto. Prosesi ini sangat sederhana dan singkat, namun sungguh-sungguh khidmat. Maknanya untuk memperkuat janji pernikahan dan mengikat pernikahan fisik Kei dan Harumi secara rohani.
Di akhir upacara, tandamata atau hikidemono diletakkan dalam sebuah tas dan diberikan kepada para tamu untuk dibawa pulang.

Pakaian adat untuk upacara pernikahan


Tanaka Harumi duduk di samping Kei yang sedang melamun di teras belakang rumah utama. Menyentuh tangan Kei dan membuat Kei menoleh.
“sedari tadi pagi kau belum makan”
“aku belum lapar”
“apa lagi yang kau pikirkan?”
“kakekku tentu saja. Aku mengkhawatirkan kesehatannya. Nanti aku akan ke rumah sakit lagi”
“aku tidak mau kau terlalu lelah. Kau juga harus mengingat kesehatanmu sendiri, jangan sampai kau juga sakit”
“tidak. Aku tidak apa-apa. Maaf, kalau aku tidak memperhatikanmu. Pikiranku masih berfokus kepada kakekku. Oya, trimakasih karena kau telah mau menikah denganku. Aku ingin kakekku melihatku menikah sebelum semuanya terlambat”
“sebenarnya aku juga ingin bertanya kepadamu”
“apa?”
“tentang pernikahan kita ini. Kau menikahiku karena kau mencintaiku atau karena perjodohan kita yang untuk menyenangkan hati kakekmu ini saja? Maaf, aku tidak bermaksud menyinggung perasaanmu”
Yamada Kei terkejut, tak menyangka akan mendapat pertanyaan yang ia sendiri belum tahu jawabannya. Untunglah Ryuu tiba-tiba muncul di antara mereka.
“Kei-kun, kau sudah siap? Kita bisa berangkat sekarang ke rumah sakit”
“tentu saja, Oji-san. Harumi, aku pergi dulu”
“ya, hati-hati”
Kei hanya duduk termenung terus di samping Ryuu yang mengemudi.
“ada apa, Kei-kun?”
“nothing”
“maaf, tapi aku tadi mendengar pembicaraanmu dengan istrimu. Aku yakin kalau aku tidak muncul, kau pasti tidak bisa menjawab pertanyaannya. Aku benar, kan?”
“kau benar, Oji-san. Thank you”
“dia sudah menjadi istrimu. Kau harus lebih menyayangi dia dan berusaha semampumu untuk mencintainya. Memang sulit, tapi kau tetap harus menjalaninya”
“apakah kau sudah bisa mencintai bibi Akemi?”
Ryuu hanya tersenyum sambil terus mengemudi. Setelah beberapa saat, sampailah mereka di rumah sakit dan segera menuju sebuah kamar. Nampak seorang lelaki tua sedang tertidur. Di beberapa bagian terdapat alat-alat medis menempel di tubuhnya. Seorang dokter dan perawat memasuki ruangan.
“dokter, bagaimana keadaannya?”
“kami tidak bisa berbuat apa-apa. Kami sudah berusaha semampu kami. Tapi, tetap saja kesehatannya terus menurun dari kemarin. Kita berharap saja yang terbaik. Permisi, saya akan memeriksa pasien ini. Kalian keluarlah sebentar”
Ryuu dan Kei keluar dan hanya duduk di luar ruangan. Mereka saling diam.
“apakah kakek akan baik-baik saja, Oji-san?”
“tentu, kau tak perlu khawatir. Dia akan sembuh dan dia akan bisa menggendong anakmu suatu saat nanti”
Kei hanya tersenyum dengan senyum yang teramat dipaksakan. Nampak beberapa orang memasuki kamar yang ada di depan mereka. Mereka terlihat sangat sibuk sekali. Keluar masuk sambil membawa beberapa peralatan rumah sakit.
“apa yang terjadi, Oji-san?”
“aku tidak tahu, Kei-kun. Semoga tidak ada apa-apa. Sebaiknya aku menelpon papamu agar kesini secepatnya”
Ryuu segera menelpon Yamada Yasuo, kakaknya. Agar segera datang ke rumah sakit dengan Harumi dan Akemi. Setelah mereka sampai di rumah sakit, mereka hanya melihat Ryuu di depan kamar.
“ada apa, Ryuu? Bagaimana keadaan papa? Juga dimana Kei-chan?”
“Kei-kun ada di dalam dan papa…”
Bergegas Yasuo masuk ke dalam ruangan. Ia melihat Kei duduk di samping tempat tidur sambil menggenggam tangan kakeknya.
“Kei-chan…?”
“ummm… kakek…. Sudah meninggal, pa”
Tanaka Harumi mendekati Kei dan memeluknya. Entah sudah bagaimana keadaan Kei waktu itu. Ia memang cucu satu-satunya sehingga kakeknya sangat menyayanginya.

Upacara pemakaman Yamada Kazuhiko atau soushiki segera dilaksanakan. Soushiki dimulai dengan upacara matsugo no mizu berupa pembasahan bibir jenazah menggunakan air setelah jenazah dimasukkan ke peti mati. Selanjutnya proses kamidana fuji, yaitu jenazah dimasukkan ke dalam ruangan tertutup kertas putih, yang dipercaya untuk mencegah arwah tidak suci masuk ke dalam.
Upacara dilanjutkan dengan memandikan jenazah dan ditutup lubang telinga dan hidungnya dengan kapas. Kemudian diberi pakaian setelah jas lalu dibaringkan di peti mati berisi es kering beserta kimono putih, sandal, 6 keping koin yang dipercaya akan digunakan almarhum untuk melintasi 3 neraka, dan benda yang bisa terbakar yang disukai almarhum semasa hidup. Peti mati kemudian diletakkan di altar untuk disemayamkan dengan aturan posisi kepala menghadap ke utara.
Di sebelah peti mati diletakkan meja kecil yang dihiasi bunga dan lilin. Semua kerabat dan rekan Yamada Kazuhiko terlihat menghadiri upacara tersebut untuk memberikan penghormatan terakhir. Semua yang hadir mengenakan baju hitam. Mereka duduk di kursi yang sudah disediakan menghadap ke peti mati. Setelah itu pendeta Budha memulai upacara dengan membaca kitab sutra untuk mendoakan jenazah, sementara keluarga bergantian mendoakan dengan memegang dupa yang kemudian ditanamkan pada kendi kecil di atas meja altar. Upacara berakhir setelah pendeta selesai membaca kitab dan para tamu pulang. Sedangkan keluarga dekat almarhum menginap di ruangan yang sama dengan peti jenazah.
Pemakaman dilakukan keesokan harinya. Di upacara ini, pendeta Budha menyanyikan kitab sutra. Setelah itu almarhum akan diberikan nama Budha baru yang disebut kaimyo. Huruf kanji pada kaimyo yang diambil dari huruf tuasudah jarang digunakan sehingga hanya sedikit orang Jepang yang bisa membacanya. Itu bertujuan agar mencegah arwah almarhum kembali ke jenazah saat namanya dipanggil. Panjangnya nama yang diberikan tergantung besarnya jumlah sumbangan keluarga kepada kuil Budha. Setelah upacara berakhir, para tamu dipersilahkan meletakkan bunga ke dalam peti mati sebelum disegel menggunakan paku sebelum dibawa ke crematorium.
Pada saat proses kremasi, para anggota keluarga menyaksikan prose situ yang membutuhkan waktu sekita 2 jam. Setelah itu pihak keluarga memisahkan bagian abu dan tulang. Bagian tulang diambil oleh 2 orang menggunakan sumpit secara bersamaan atau dioper dari sumpit ke sumpit dan dimasukkan ke dalam guci/kendi kecil. Tulang tersebut harus diletakkan berurutan dari kaki sampai kepala.Kemudian kendi itu dimasukkan ke ruang bawah tanah tempat kuburan keluarga/haka Yamada.

Malam itu semua keluarga inti Yamada berkumpul di ruang tengah.
“sepertinya tugasku disini sudah selesai. Aku akan kembali lagi ke Amerika dengan istriku”
“ya, sepertinya begitu. Pekerjaan yang menumpuk sudah menantimu disana”
“iya, pa”
“kasihan juga sekolah kalian. Terutama Harumi”
“aku tidak apa-apa, pa. Aku bisa mengejar ketertinggalanku”
“Harumi, tolong jaga Kei. Aku merasa dia belum begitu siap untuk pergi ke Amerika lagi setelah apa yang terjadi disini beberapa minggu ini. Sepertinya dia masih labil”
“tentu saja. Aku akan menjaganya dengan baik”
“pa, aku sudah baik-baik saja. Kalian tidak perlu khawatir tentang aku”
“kalau ada apa-apa kau bisa menghubingiku, Kei-chan”
“kau juga bisa mengandalkanku, Kei-kun”
“trimakasih atas dukungan kalian. Dan sepertinya kami harus menyiapkan segala sesuatunya yang akan dibawa ke Amerika. Kami pergi besok atau paling lambat lusa”
“ya, istirahatlah kalian. Kita semua memang butuh istirahat setelah apa yang kita lewati selama ini”
“kami permisi dulu”
Dengan langkah gontai, Kei mengajak Harumi menuju kamarnya yang ada di lantai atas. Setelah sampai di dalam kamar pun Kei hanya menghempaskan dirinya di sofa. Harumi ikut duduk di sebelahnya.
“kau harus segera istirahat, Kei. Wajahmu kusut begitu,” Harumi menyentuh pundak Kei.
Kei menyandarkan kepalanya di sandaran sofa.
“aku hanya tidak menyangka semua kejadian ini kualami dalam waktu sesingkat ini. Tentang pernikahan kita, juga meninggalnya kakek. Sepertinya baru kemarin aku masih sendiri di Amerika. Namun dalam sekejap saja kau sudah menjadi istriku”
“aku juga. Aku tak menyangka kalau kau adalah jodohku. Trimakasih, Kei”
“untuk apa? Sepertinya aku yang harus berterimakasih kepadamu karena kau mau mengabulkan keinginan kakekku yang terakhir”
“maksudku… pernikahan ini membuatku bahagia. M-maaf, bukan bermaksud apa-apa. Aku yang salah. Bukankah kau masih berkabung atas meninggalnya kakekmu”
“tidak apa-apa. Aku hanya tidak terbiasa saja ada seorang perempuan di sampingku. Apalagi di kamarku”
Harumi hanya tersenyum.
“ya, ini pertama kalinya aku masuk ke kamarmu karena beberapa hari kemarin aku masih tidur di kamarku karena kesibukan upacara-upacara kemarin”
“kalau kau sudah mengantuk, tidurlah terlebih dulu. Aku hanya ingin duduk dulu disini”
“kalau begitu akan kubuatkan teh hangat. Itu akan membuatmu lebih segar, Kei”
“ya, trimakasih”
Harumi beranjak dari duduknya dan membuatkan secangkir teh hangat untuk Kei.
“ini, minumlah. Bagaimana?”
“enak, aku suka. Trimakasih, Harumi”
“aku permisi dulu. Aku juga akan istirahat sekarang”
“mengapa?”
“maksudmu?”
“kau akan tidur di kamarmu?”
“i-iya”
“apa kata orang kalau kau tidur di kamarmu sendiri padahal kita sudah menikah. Kemarin kita memang masih tidur di kamar kita masing-masing karena memang kita semua sedang sibuk sekali”
“lalu?”
“gantilah kimono-mu. Lalu beristirahatlah disini”
“emmm, b-baik. Permisi”
Tanaka Harumi segera ke kamarnya yang ada di depan kamar Kei untuk berganti baju. Setelah itu ia ke kamar Kei lagi.
“tidurlah disana. Aku nanti akan menyusulmu. Aku akan menghabiskan teh ini dulu”
Dengan agak ragu, Harumi segera membaringkan tubuhnya di tempat tidur Kei yang besar itu. Ia hanya diam di balik selimut tebalnya sambil memunggungi Kei yang sedang duduk terdiam seorang diri. Tadinya ia yang sangat kelelahan malah tidak bisa tidur. Ia mendengar Kei menuju kamar mandi dan berganti baju. Setelah itu tidur di sampingnya dalam selimut yang sama dengannya. Itu membuatnya semakin gelisah karena tentu saja ia belum pernah tidur dengan pria manapun.
“kau belum tidur, Harumi?”
Harumi hanya diam saja pura-pura tidur. Setelah tak ada sahutan dari Harumi, Kei pun juga sudah tertidur dengan pulasnya.

Begitu tiba di Amerika, Harumi segera membereskan beberapa kopor mereka. Ia menyusun baju-bajunya dan baju Kei ke dalam almari pakaian yang ada di kamar Kei. Kei hanya memperhatikan hal itu sambil duduk di tepi jendela kamarnya.
“apakah kau tidak lelah?”
“sedikit, tapi kalau tidak sekarang kapan lagi mau ditata? Setelah ini kita bisa langsung bebas beristirahat. Iya, kan?”
Kei mendekati Harumi dan mengambil pakaian yang ada di tangan Harumi.
“ada apa?”
“istirahatlah dulu. Kita baru saja tiba. Aku tidak mau kamu jatuh sakit. Kau sekarang sudah menjadi tanggung jawabku. Bukankah kau sudah kuberitahu dulu. Kalau aku akan menjaga tanggung jawabku sebagai seorang suami. Keluargamu sudah menitipkanmu kepadaku. Aku tidak akan menyia-nyiakan amanat itu. Oke?”
Kei segera keluar dari kamarnya. Harumi hanya menatap kepergian Kei tanpa berkedip.
“kau tahu, Kei? Kau membuatku semakin jatuh cinta kepadamu,” ucap Harumi lirih sambil tersenyum. Ia kemudian mengikuti Kei yang sudah duduk di ruang keluarga. Seorang pelayan membuatkan minuman hangat untuk mereka.
“mungkin 2 hari lagi aku akan masuk kerja lagi. Pasti pekerjaanku sudah menumpuk”
“aku juga. Aku juga banyak tertinggal dengan sekolahku. Oya, bagaimana dengan sekolahmu? Sudah lama kau tidak berangkat. Kau sendiri tidak takut tertinggal dengan teman-teman yang lainnya?”
“hhh… sebenarnya aku sudah tidak tertarik untuk sekolah lagi sejak SMU. Kalau aku ada waktu, aku akan berangkat. Kalau tidak, aku lebih memilih untuk menyelesaikan semua pekerjaanku”
Kei melingkarkan tangannya ke bahu Harumi.
“ada apa? Jangan bilang kalau kau masih takut di sebelahku, maksudku canggung. Aku bukan orang lain lagi bagimu”
Harumi hanya mengangguk sambil tersenyum lalu dengan agak ragu merebahkan kepalanya di bahu Kei. Ia merasa nyaman disana.
“besok aku akan bertemu dengan temanku. Apakah kau mau ikut?”
“dimana?”
“di New Haven”
“jauh sekali”
“iya, karena dia bersekolah di Yale. Aku sudah ada janji dengannya. Sudah lama dia memintaku untuk bertemu dengannya. Besok kita bisa pergi berdua saja. Kalau kau mau tentu saja”
“tentu saja aku mau. Trimakasih sudah mengajakku”

Esoknya, tanpa sopir pribadinya, Kei mengajak Harumi pergi ke New Haven, CT. Ia sudah ada janji dengan sahabatnya yang sudah lama tak ditemuinya. Setelah beberapa jam mengemudi melintasi Norwalk, Fairfield dan Bridgeport, akhirnya sampailah mereka di New Haven, CT. Mereka berhenti sebentar di sebuah pom bensin. Kei mengisi bahan bakar untuk mobilnya. Ia melihat Harumi tertidur dengan lelapnya. Ia kemudian menjalankan mobilnya lagi menuju Yale University. Ia berhenti di tempat parkir dan menatap Harumi yang masih tertidur. Tiba-tiba ponselnya berbunyi.
“ya, hallo”
“sudah sampai dimana kau, Yamada?”
“aku baru saja akan menghubungimu. Aku sudah sampai di tempat parkir kampusmu. Dimana kamu?”
“kau tunggu saja disana. Aku yang akan menjemputmu. Aku sudah selesai mengerjakan tugasku”
“baiklah, kutunggu”
Kembali ia menyimpan ponselnya di sakunya. Ia ingin membangunkan Harumi tapi ragu. Ia hanya membelai rambut Harumi yang panjang sebahu dan perlahan mencium bibirnya. Harumi pun terbangun karena kaget.
“m-maaf kalau aku telah membangunkanmu”
“sudah sampai mana kita? Apakah kita sudah sampai? Ada apa? Mengapa kau malah menatapku terus?”
Kei tak menjawab pertanyaan Harumi. Di saat itulah seseorang mengetuk kaca jendela mobil mereka. Kei membuka kaca jendelanya.
“hai, Yamada. Akhirnya kau kesini juga!”
Yamada Kei segera turun dari mobilnya diikuti Harumi.
“hai, apa kabar?”
“masih sibuk dengan kuliahku. Bagaimana denganmu?”
“baik. Oya, kenalkan ini istriku. Harumi, ini temanku Danny Wang. Danny, ini Harumi, istriku”
“what?! Kau sudah menikah? Kapan? Mengapa tidak mengundangku?”
“kita akan terus mengobrol disini sambil berdiri atau…”
“oh, maaf. Ayo, aku tahu restoran terbaik disini. Kau pasti menyukainya, aku jamin”
“bagaimana kalau kita pakai mobilku saja”
“boleh, ayo!”
Yale University
Danny duduk di belakang. Tak lama kemudian mereka sudah sampai di restoran yang dimaksud Danny dan segera memesan makanan.
“kau betul, aku menyukai tempat ini”
“aku masih tahu betul kesukaanmu. Sekarang, ceritakan padaku. Sudah lama kita tidak bertemu dan ternyata kau sudah menikah di usia muda. Maaf, Harumi. Tapi aku harus menanyakan hal ini kepada suamimu ini. Yamada, mengapa kau mau menikah muda? Meninggalkan masa-masa mudamu secepat ini?”
Harumi hanya tersenyum sambil menyeruput kopi panas di hadapannya.
“ini keinginan kakekku yang terakhir sebelum meninggal”
“kakekmu? Sudah meninggal? Maaf, aku tidak tahu. Aku turut berduka cita”
“ya, thanx. Jadi, kami menikah pada saat kakekku sakit keras. Setelah upacara pernikahan, kami melangsungkan upacara pemakaman kakekku. Bagaimana kabar keluargamu?”
“mereka baik-baik saja. Mereka masih tinggal di Kuala Lumpur. Oya, Harumi. Suamimu ini pernah menyukai adikku. Tapi sayang, adikku tidak menyukainya. Hahaha…”
“sudahlah, Danny. Itu sudah menjadi masa lalu”
“oya? Sepertinya di masa SMU dia adalah pria yang diidamkan banyak gadi-gadis di sekolah maupun luar sekolah. Bagaimana bisa adikmu tidak menyukainya?”
“hanya gara-gara dia orang Jepang, itu saja”
“apakah adikmu pernah punya kenangan buruk dengan orang Jepang?”
“ya, dia ditinggal pergi oleh kekasihnya yang juga orang Jepang. Lalu ia bersumpah tak mau punya pacar orang Jepang lagi”
“bagaimana kabar dia sekarang?”
“kau masih memikirkan adikku itu, ya?”
“bukan begitu. Aku hanya sekedar bertanya saja”
“dia sekarang sudah SMU disana. Mungkin 2 tahun lagi dia juga ingin meneruskan pendidikannya disini”
“ceritakan kepadaku bagaimana seorang Yamada Kei ini di masa sekolahnya dulu” Harumi bertanya.
“dia? Dia itu orangnya pendiam. Lebih banyak menghabiskan waktunya di perpustakaan sekolah. Dia juga introvert. Tapi kalau sudah menemukan orang yang cocok untuk diajak bercerita, maka tanpa bertanya pun ia akan bercerita sampai tidak bisa dibendung lagi”
“dan kaulah orangnya?”
“ya. Aku tahu semua tentang dia. Aku pegang rahasia dia”
“rahasia apa?”
“sudahlah, Danny. Tidak perlu membicarakan aku lagi. Sudah kubilang, itu semua sudah berlalu”
“iya, iya. Bagaimana kuliahmu?”
“aku malas untuk kuliah”
“bagaimana bisa? Kau disini sudah sekitar 2 tahun. Iya, kan?”
“ya, itu karena aku lebih sibuk dengan pekerjaanku. Aku tidak sempat mengurusi sekolahku”
“bukankah papamu punya perusahaan disini?”
“iya, sekarang aku yang mengelolanya”
“hebat! Aku salut padamu. Tapi bagaimana pun juga, kau tetap harus meneruskan sekolahmu. Itu juga hal yang penting”
“ya, itu juga yang selalu dikatakan papaku. Lalu, kapan kau akan menikah?”
“jangan memberi pertanyaan itu kepadaku. Aku bahkan belum mempunyai seorang kekasih”
“aku tidak percaya. Bahkan seorang Danny Wang bisa juga hidup sendirian? Itu bukan dirimu”
“kau boleh percaya, boleh juga tidak. Aku ingin focus pada sekolahku dulu. Sebentar lagi aku lulus dan tinggal mencari pekerjaan. Entah disini atau kembali ke Malaysia”
“kau bisa bekerja di perusahaanku kalau kau mau”
Danny Wang hanya tertawa terbahak-bahak.

Danny Wang

“tidak, tidak. Aku tidak mau. Bukannya menolak. Tapi aku lebih suka kalau hubungan kita seperti sahabat seperti ini. Buka atasan dan bawahannya”
“kalau kau berubah pendirian, kau bisa menghubungiku kapan saja”
“baik, baik. Trimakasih”
Mereka segera menyantap makanan yang sudah mereka pesan.
“ini semua yang bayar harus kau, Yamada. Kau seorang boss”
“tak masalah. Pesan saja apa yang kau mau. Mumpung kau bertemu aku. Tidak tiap hari juga kita bertemu”
Di saat itulah pintu restoran terbuka. Masuklah rombongan gadis-gadis dan mereka duduk di meja yang tak jauh dari meja Kei. Ramai sekali mereka entah membicarakan apa. Seorang gadis melihat Danny dan mendekatinya.
“hai, Danny. Kau disini juga?”
“eh, hai. Iya. Kami baru makan siang dengan teman-temanku ini”
Gadis itu menoleh kepada Harumi dan Kei.
“kau? Yamada?”
“apakah kau… Anna?”
“kalian saling kenal?”
“emmm… ya. Dulu dia teman sekelasku di SMU sini. Kau tahu kan kalau setahun terakhir masa sekolahku kuhabiskan disini”
“ya, aku tahu. Anna, kau bisa bergabung dengan kami” Danny Wang menawarkan kepada Anna.
“maaf, tapi aku datang dengan mereka. Oya, dan ini siapa?”
“owh, ini istriku, Harumi”
Harumi hanya mengangguk sambil tersenyum.
“istri? Kau sudah menikah?”
“kenapa? Itu juga bukan menjadi masalahmu, kan?”
“i-iya. Sebaiknya aku kembali kesana lagi. Senang bertemu kalian disini”
Buru-buru Anna kembali ke tempat duduknya. Sesekali ia masih menatap Kei dan Harumi. Seolah tidak percaya kalau Kei sudah menikah.
“kau kenal dengan Anna?”
“ya, dia mahasiswa baru. Kebetulan tempat tinggal kami berdekatan. Ada apa? Sepertinya kau gelisah”
“itu hanya perasaanmu saja. Aku tidak apa-apa”
“iya, kau gugup sekali, Kei”
“sungguh. Aku tidak apa-apa, Harumi”
“kebetulan juga kau mengenalnya. Sebenarnya… aku suka kepadanya”
“oya? Kau sudah mengungkapkan hal itu kepadanya?”
“belum, besok kalau aku sudah ada waktu. Atau… kau bisa membantuku”
“membantu apa?”
“kau bisa… yah, apa sajalah untuk mendekatkanku dengannya”
“aku memang mengenalnya tapi tak sedekat yang aku bayangkan. Aku juga jarang bicara dengannya, maaf”
“yahhh… sayang sekali”
“aku yakin kau bisa tanpa bantuanku, seperti biasanya”
“maaf, Kei. Sepertinya aku harus ke toilet dulu”
“ya, tentu saja”
Setelah Harumi menghilang di balik pintu toilet, buru-buru Danny mendekatkan wajahnya kepada Kei dan berbisik.
“apakah kau yakin mencintai Harumi?”
“maksudmu?”
“bukankah kau dulu pernah mengatakan kepadaku kalau tujuanmu meneruskan sekolah kesini adalah hanya untuk menemukan cinta sejatimu?”
“maksudmu gadis itu?”
“ya, tentu saja gadis itu! Namanya masih Emily Grey, kan?”
“bisa pelankan suaramu? Karena Anna adalah sahabat Emily”
“oya? Kecil sekali dunia ini”
“sudahlah, tidak perlu membicarakan Emily Grey disini. Sekarang Harumi sudah menjadi istriku. Aku tak mau melukai perasaannya karena terus terang aku belum bisa melupakan gadis itu”
“apa yang terjadi? Terus terang aku tadi terkejut sewaktu kau memperkenalkan aku dengan Harumi”
“kami sudah dijodohkan dan aku tidak bisa menolaknya. Kau sudah tahu tentang keluarga besar Yamada”
“apakah kau sudah menemukan Emily?”
“ya”
“apa yang terjadi dengannya?”
“sepertinya dia sudah mempunyai seorang kekasih. Dan sedihnya lagi, kekasihnya itu bekerja di perusahaanku sebagai pegawai biasa”
“what?! Kau kalah dengan pegawaimu sendiri, sobat!”
“ini sudah jalanku. Aku sudah memutuskan untuk menikah dengannya. Jadi, tak ada yang perlu disesali lagi. Aku akan belajar mencintainya”
“seperti pamanmu dulu itu”
“kau benar. Lihatlah, istriku sudah datang. Kita tidak perlu membicarakan hal ini lagi”
“tentu”
Setelah selesai makan siang, bergegas mereka meninggalkan tempat itu. Tak lupa menyapa Anna dan teman-temannya terlebih dahulu.
“aku akan mengantarmu dulu setelah itu kami akan menginap disini semalam. Mungkin baru besok kami akan kembali ke Manhattan. Karena lusa aku sudah mulai kerja lagi”
“kau sudah ada hotel?”
“belum. Apakah kau tahu hotel yang baik?”
“serahkan semuanya kepadaku”
Setelah Danny Wang memberikan beberapa alternative, Yamada Kei menjatuhkan pilihan untuk menginap di Omni Hotel.
Omni Hotel


Setelah memesan kamar untuk semalam, Kei kembali mengantar Danny. Sedangkan Harumi tinggal di hotel. Mereka memesan King Room-Yale View yang berharga 333,50 dollar/malam.
“bagaimana menurutmu istrimu dibandingkan Emily? Sayang sekali aku belum pernah bertemu Emily”
“mereka punya kelebihan masing-masing. Istriku baik dan dia masih orang timur”
“sedangkan Emily?”
Yamada Kei hanya menatap Danny sambil tersenyum tanpa menjawab pertanyaan Danny. Ia terus mengemudikan mobilnya.
“berarti aku sudah tahu jawabannya. Tanpa kau berkata pun aku tahu kalau kau sampai kapan pun tak bisa melupakan Emily. Aku benar, kan?”
“bisakah kita tidak membicarakan itu lagi? Sekarang istriku adalah Harumi”
“bagaimana hubungan kalian?”
“aku sudah menikah hampir sebulan. Tapi selama itu pula aku belum pernah menyentuhnya sama sekali”
“kau gila! Baru pertama aku menemukan orang seperti itu! Kau benar-benar gila, Kei! But, why?!”
“entahlah, aku belum terbiasa hidup dengan orang lain”
“ya, kau terbiasa melakukan apapun seorang diri. Tapi kau tidak bisa berbuat seperti itu sekehendak hatimu. Apa kau tidak kasihan terhadap istrimu? Apakah dia pernah protes?”
“dia tidak pernah menanyakan apapun juga. Ya, kau benar. Aku sebenarnya kasihan sekali dengannya”
“benar-benar istri yang menerimamu apapun juga. Kuberitahu satu hal. Lupakan Emily, cintailah istrimu sepenuhnya. Kau sangat beruntung sekali mendapatkan istri sebaik dia. Kau akan rugi jika kau meninggalkannya ataupun menyiakan istri sebaik dia. Kau paham?”
“bicaramu seolah seperti Oji-san”
“kau selalu mendengar apa kata Oji-san, kan? Anggap saja kalau aku adalah Oji-san. Anggap saja kalian bulan madu ke New Haven”
“ya, ya, ya…. Dan sekarang kita sudah sampai di kampusmu lagi”
“ok, aku pergi dulu. Sampai ketemu lagi, Kei. Trimakasih atas makan siangnya”
“ya, kapan-kapan kita bisa bertemu lagi”
Danny Wang keluar dari mobil Kei.
“ingat, temui istrimu dan nikmati bulan madu kalian di kota ini”
“iya, iya. Aku pergi dulu”
Yamada Kei kembali memacu mobilnya menuju Omni Hotel dan segera ke kamarnya. Ia mendapati Harumi tidak ada.
“Harumi, dimana kamu?”
Karena tak juga menemukan istrinya, ia pun menelpon Harumi.
“dimana kamu, Harumi?”
“oh… kau, Kei. Aku ada di restoran. Kemarilah”
“kau sudah lapar lagi?”
“tentu saja tidak. Di kamar aku suntuk sendirian. Aku hanya minum kopi saja”
“baiklah, aku akan kesana. Pesankan satu untukku”
Kei segera menemui Harumi di restoran itu.
“Danny sudah kau antar pulang?”
“kukembalikan dia ke kampusnya lagi. Biasanya dia di kampus sampai malam”
“kulihat kau akrab sekali dengannya. Aku suka. Baru sekali ini aku bisa melihatmu mengobrol dengan orang lain. Oya, ini kopimu. Minumlah keburu dingin”
“trimakasih. Kau baik sekali kepadaku, Harumi”
“aku istrimu, Kei”
“tapi sepertinya aku bukan suami yang baik untukmu. Aku belum pernah melakukan kewajibanku sebagai seorang suami”
“aku tahu. Kita menikah secara tiba-tiba. Perubahan ini terlalu cepat bagi kita. Aku tahu kau masih butuh waktu untuk penyesuaian. Aku tidak menuntutmu untuk secepat itu. Yang penting kita jalani saja hidup kita. Yang jelas, aku bahagia menjadi istrimu, Kei” ucap Harumi sembari tersenyum.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar