Setelah
tahu siapa sebenarnya Kei, Emily sudah tidak pernah lagi membuntutinya. Ia pun
lebih menjaga jarak dan sebisa mungkin untuk tidak berkomunikasi dengannya. Ia
lebih tekun belajar untuk menghadapi ujian akhir sekolah yang tinggal beberapa
hari lagi.
Seperti
siang itu, ia sendirian pergi ke perpustakaan. Mengambil buku yang diperlukan
dan mencari meja yang masih kosong. Tapi karena banyaknya siswa tingkat akhir
yang belajar di perpustakaan sekolah, ia tidak juga menemukannya. Di salah satu
sudut ruangan ada bangku yang kosong. Senyumnya terkembang dan berjalan menuju
bangku itu. Tapi langkahnya terhenti begitu mengetahui Yamada Kei juga duduk
disitu. Yamada Kei berhenti membaca dan menatap Emily.
“mmm…
kalau bangku yang ada di depanmu itu masih kosong, bolehkah aku duduk disitu?”
“ya,
tentu saja,” ucap Kei singkat dan tenggelam lagi dengan bacaannya.
Emily
segera duduk di hadapan Kei. Ia juga sibuk dengan bukunya.
Ujian
sekolah sudah tiba. Ujian diadakan di aula sekolah yang luas. Banyak pengawas
yang mengawasi para murid yang serius mengerjakan soal-soal ujian. Ujian
berlangsung selama beberapa hari. Dan tibalah hari pengumuman kelulusan
sekolah. Semua bersorak-sorai bergembira karena semua siswa tingkat akhir lulus
semua. Dan sudah bisa diprediksi, Yamada Kei-lah yang menjadi juara umum dengan
nilai yang mendekati sempurna.
Setelah
melihat ke papan pengumuman, Yamada Kei segera menuju mobilnya dan meninggalkan
sekolahnya. Ia tidak tertarik untuk ikut bersenang-senang dengan teman-temannya
di sekolah. Ia mengarahkan mobilnya ke kantornya lagi. Hari itu ia tidak
ditemani sopirnya.
Setelah
memparkir mobilnya, ia buru-buru pergi ke ruangannya yang ada di lantai paling
atas.
“ikut
aku ke ruanganku, Ms. Andrews”
Kei
mengambil barang-barang yang ia perlukan.
“bagaimana
dengan tiketku, Ms. Andrews?”
“penerbangan
yang terdekat hanya nanti malam. Ini sudah kusiapkan tiketnya dan beberapa
dokumen yang diperlukan. Anda tinggal berangkat saja. Penerbangannya jam 8
malam nanti”
“trimakasih,
Ms. Andrews. Kau boleh pergi. Oya, kalau ada apa-apa, kau bisa menghubungi Mr.
Malkovich. Aku sudah mendelegasikan semua pekerjaan kepadanya”
Setelah
sekretarisnya keluar, Kei kembali sibuk memasukkan barang-barangnya ke dalam
tasnya. Ia membuka lacinya. Tangannya terhenti begitu ia melihat fotonya
sewaktu kecil dengan teman-teman sekelasnya dulu. Mengamatinya, dan buru-buru
memasukkan foto itu ke dalam tasnya juga.
Setelah
semuanya selesai, ia segera meninggalkan ruangannya dan pulang ke rumahnya.
Tiba-tiba ponselnya berbunyi.
“iya,
pa”
“hai,
Kei-chan. Aku dengar hari ini pengumuman kelulusan di sekolahmu. Bagaimana
hasilnya?”
“papa
tidak perlu khawatir. Aku tidak hanya lulus. Tapi aku menjadi juara umum di sekolah
dengan nilai yang mendekati sempurna”
“that’s
my boy! Oya, kau sudah mendapatkan tiketnya?”
“ya,
penerbanganku nanti malam jam 8”
“aku
menantimu disini. Berapa lama rencanamu tinggal?”
“hanya
beberapa hari saja. Aku hanya ingin bertemu Oji-san. Sudah lama aku tidak
bertemu dengannya”
“mengapa
hanya beberapa hari?”
“di
sekolah akan diadakan outbond. Semua siswa harus ikut, pa. Sebenarnya kalau
boleh tidak ikut, aku lebih memilih tinggal di Jepang daripada mengikuti
kegiatan itu. Pastinya membosankan!”
“baiklah,
aku dan Ryuu akan menunggumu disini”
“thanx,
pa”
Kei
menyiapkan baju-bajunya yang akan dibawa ke Jepang dan memasukkannya ke dalam
kopor beserta beberapa dokumen yang dipesan ayahnya. Ia kembali memandangi foto
usang itu lalu pergi ke ruang keluarga yang besar yang juga ada di lantai 2.
Memasukkannya ke pigura dan memajangnya di atas perapian.
Di
sebuah kafe yang ada di salah satu mall di Tokyo…
“kau
tahu, Oji-san. Aku sangat merindukanmu. Aku kesini hanya ingin bertemu
denganmu. Sudah setahun kita tidak bertemu”
“kau
sudah besar, Kei-kun. Tidak selamanya aku akan ada di sampingmu. Bagaimana
kabarmu disana?”
“baik,
bagaimana denganmu?”
“seperti
yang kau lihat. Aku masih seperti yang dulu, kan?”
Kei
hanya tersenyum.
“aku
dengar dari Yasuo, kau jadi juara umum di sekolahmu sana plus dengan nilai yang
mendekati sempurna. Aku sangat bangga kepadamu, Kei-kun”
“trimakasih,
Oji-san”
“aku
juga mendengar kalau kau kesana karena mencari Emily”
“apakah
berita itu juga dari papa?”
“tentu
saja. Mengapa kau tiba-tiba ingin mencarinya? Setelah sekian tahun kalian
berpisah”
Kei
hanya menunduk dan mengamati kopinya yang tinggal setengah cangkir.
“apakah…
kau mencintainya? Maaf kalau pertanyaanku ‘to the point’”
Kei
langsung menatap Yamada Ryuu, pamannya.
“aku
belum bisa menjawabnya”
“ya,
kau mencintainya. Karena kalau kau tidak suka kepadanya, kau akan dengan tegas
langsung bilang: tidak. Apakah aku benar, Kei-kun?”
“sudahlah,
Oji-san. Kalaupun benar aku menyukainya, aku juga tidak bisa berbuat apa-apa,
kan? Aku harus mengikuti tradisi keluarga Yamada. Seperti halnya kau menikah
dengan bibi Akemi”
“kau
menyerah?”
“bukan
bermaksud seperti itu. Tapi lebih kepada hormatku kepada keluarga besar Yamada.
Kau pasti tahu maksudku. Karena kau juga telah mengorbankan kebahagiaanmu
sendiri untuk kebahagiaan mereka”
“aku
sayang padamu, Kei-kun. Aku tidak mau kau sepertiku. Kau tidak boleh menyerah.
Kalau kau mencintainya, perjuangkanlah!”
“entahlah…
aku belum berpikiran sejauh itu. Saat ini aku baru fokus untuk mengurus pekerjaan
disana. Aku belum mencari kampus yang menurutku bagus dan aku juga harus
meneruskan sekolahku. Banyak yang aku pikirkan dan kerjakan. Aku sudah bisa
bertemu dengannya saja aku sudah senang”
“bagaimana
reaksinya sewaktu bertemu denganmu kembali?”
“aku
tidak berterus terang kepadanya kalau aku adalah temannya sewaktu kecil. Tapi
sepertinya dia sudah mulai curiga”
“mengapa
kau menyembunyikan identitasmu?”
“aku
tidak tahu, Oji-san. Tapi suatu saat nanti aku pasti akan memberitahunya. Oya,
bagaimana perusahaan yang disini?”
“sudah
bisa dibilang semakin maju. Sewaktu kakek mundur dari jabatannya dan
menghendaki aku yang menggantikannya, aku sebenarnya tidak tertarik. Aku tidak
tertarik dengan dunia bisnis. Tapi, siapa lagi yang akan meneruskannya? Yasuo
sudah memegang perusahaan yang di Manhattan, Akemi menjalankan bisnis papanya.
Dan kau otomatis akan menggantikan posisi Yasuo di Manhattan. Itu artinya aku
akan menjadi bawahanmu, Kei-kun”
“tapi
kau yang lebih berpengalaman, Oji-san. Aku pasti akan dengan senang hati
menerima masukan darimu”
Ponsel
Ryuu berbunyi.
“tunggu
sebentar. Iya, pa”
“apakah
hari ini kau sibuk dengan pekerjaanmu?”
“tidak,
aku baru makan siang dengan Kei-kun. Ada apa?”
“aku
ingin makan malam dengan kalian. Sudah lama sekali kita tidak makan malam
bersama semenjak Kei-kun pergi. Ajak juga istrimu kemari”
“baik,
pa. Kami nanti pasti akan kesana. Bye”
“ada apa, Oji-san?”
“nanti
malam kakek ingin kita ke rumahnya untuk makan malam bersama. Sepertinya dia
merindukanmu”
Kei
hanya tersenyum.
“apakah
kau masih sering ke rumah Sato, Oji-san?”
“pekerjaanku
semakin banyak. Aku sudah tidak sempat kesana lagi. Ada apa?”
“bagaimana
kalau nanti sore kita mampir kesana sebelum kita ke rumah kakek. Aku sudah lama
tidak kesana. Aku juga ingin bertarung denganmu, Oji-san. Aku pasti sudah bisa
mengalahkanmu sekarang”
“oya?
Aku terima tantanganmu, Kei-kun. Dan sekarang, kita kembali ke kantorku dulu.
Ada beberapa hal yang harus kuselesaikan”
“baiklah”
Setelah
menyelesaikan makan siang mereka, mereka kembali ke kantor Yamada Ryuu. Kei
duduk di samping Ryuu yang sedang menyetir.
Tak
lama kemudian, mereka sudah berada di ruangan kantor Ryuu yang juga besar.
“bagus
sekali tempat ini, Oji-san”
Kei
mendekati piano besar yang ada di sudut ruangan.
“tapi
mengapa ada piano disini?”
“kalau
aku sedang suntuk dengan pekerjaan, aku terkadang memainkannya”
Ryuu
menelpon sekretarisnya agar segera menyiapkan segala sesuatu yang diperlukan
untuk rapat siang itu.
“aku
harus rapat dulu di ruangan sebelah. Kau bisa menantiku disini. Aku tidak akan
lama”
“ya,
tentu saja”
Ryuu
meninggalkan Kei sendirian di ruangan itu. Ia hanya melihat-lihat dalam kantor
itu. Karena bosan, ia pun keluar turun ke lobi dan hanya duduk-duduk disana.
“Kei-chan!”
“papa?
Papa disini juga?”
“ya,
aku mau bertemu Ryuu”
“mereka
sedang ada rapat, pa. Rapatnya baru saja dimulai”
“aku
kemari memang untuk mengikuti rapat itu mewakili kakekmu. Itulah mengapa aku
menyuruhmu membawa beberapa dokumen ini kemarin”
“kalau
begitu, sebaiknya papa cepat kesana kalau tidak ingin tertinggal”
“ya,
kau benar. Aku pergi dulu”
Kei
kembali duduk di kursinya. Tiba-tiba ponselnya berbunyi.
“ya,
Mr. Malkovich”
“maaf
kalau aku harus mengganggu liburanmu, Mr. Yamada”
“ada
apa?”
“ada
seorang rekan bisnis yang kemarin rapat dengan kita. Sepertinya dia tertarik
dengan presentasi kita dan dia ingin berinvestasi disini. Dia bersikeras ingin
bertemu langsung denganmu 2 hari lagi. Aku sudah berusaha menjelaskan kepadanya
tentang posisimu bahwa…”
“…
aku akan kesana”
“tapi,
bukankah liburanmu di Jepang…”
“…
aku akan kesana, Mr. Malkovich”
“mmm….
baiklah. Akan kusampaikan kepadanya. Thank you, sir”
Setelah
selesai rapat, Ryuu dan Kei menuju rumah Sato. Yasuo pun turut serta. Tak
berapa lama, mereka sudah sampai di rumah Sato. Seperti biasa, arena di
belakang rumah sangat ramai dengan murid-murid Sato yang sedang berlatih.
“mimpi
apa aku semalam? Semua keluarga Yamada menyempatkan diri datang kesini”
“sudah
lama kami tak kemari. Kebetulan juga Kei-chan liburan disini. Apa kabar, Sato?”
“baik.
Bagaimana kabar kalian?”
“kami
juga baik-baik saja”
“ya,
tiba-tiba saja Kei-kun mengajak datang kesini. Katanya dia ingin mengalahkanku”
“apa
itu benar, Kei-kun? Sepertinya setahun yang lalu kau masih saja kalah
menghadapi pamanmu ini”
“kali
ini aku akan bisa mengalahkannya. Kita lihat saja nanti. Walau aku jauh dari
kalian selama setahun ini, aku masih tetap berlatih disana”
“oke,
we’ll see,” ucap Ryuu.
Sato
dan Yasuo hanya duduk-duduk di tepi arena. Sedangkan Ryuu dan Kei sudah siap di
tengah arena dengan pedang mereka masing-masing. Mereka pun sudah mengganti
pakaian mereka.
“kau
harus berhati-hati, Oji-san. Kali ini kau pasti kalah”
“aku
akan memberimu kehormatan untuk menyerangku terlebih dahulu, Kei-kun”
“kalau
itu maumu”
Sato,
Yasuo dan murid-murid Sato hanya melihat pertarungan itu. Nampak Yasuo sangat
kagum dengan Kei. Ryuu sampai kewalahan menghadapi serangan Kei yang datang
bertubi-tubi. Beberapa kali ia terdesak mundur dan hanya bisa menghindari
serangan Kei.
“kau
seharusnya bangga dengan Kei-kun, Yasuo”
“ya,
aku bangga sekali dengannya. Aku harus berterimakasih kepadamu”
“itu
juga karena dia berbakat sekali. Aku tidak terlalu sulit untuk mengajarinya”
“aku
ingin dia menjadi anak yang tangguh sebelum semua asetku kuberikan kepadanya”
“kau
yakin akan memberikan semua kekayaanmu untuknya? Bukankah…”
“…
jangan menyinggung masalah itu lagi, Sato! Kei anakku satu-satunya. Dia yang
berhak menyandang nama Yamada dan mewarisi semua kekayaanku! Tidak ada seorang
pun yang boleh mengubahnya”
“aku
mengerti. Sangat mengerti sekali, Yasuo”
“begitu
Kei menikah dengan putri Tanaka, aku akan menyerahkan setengah dari kekayaanku
dulu”
“Tanaka?
Maksudmu?”
“aku
akan menjodohkannya dengan putri keluarga Tanaka”
“apakah
kau sudah memberitahunya?”
“belum,
kenapa?”
“e-tidak…
tidak ada apa-apa”
Ryuu
terlempar dengan keras. Buru-buru Kei melompat tinggi dengan pedang yang
terayun ke arah Ryuu. Beruntung Ryuu dengan cepat menghindar hingga pedang Kei
hanya menancap di lantai kayu itu. Kei mencabut pedangnya dan menyerang Ryuu
lagi dengan gencarnya.
“Kei
mengalami banyak kemajuan. Lihatlah, Ryuu sampai kewalahan menghadapi Kei. Tidak
biasanya Ryuu terdesak seperti itu”
Sato
berdiri.
“bagaimana?
Apakah kau akan menyerah sekarang, Oji-san?”
“tidak
secepat itu, Kei-kun”
Mereka
kembali bertempur. Suara denting pedang yang beradu semakin membuat suasana
semakin seru. Kei menyerang Ryuu dengan cepat, dan secepat itu pula pedang Ryuu
tiba-tiba terlempar ke udara. Ryuu melompat bermaksud untuk menangkap
pedangnya. Namun, Kei sudah terlebih dahulu menangkapnya dan dengan cepat
mengarahkan pedangnya ke leher Ryuu hingga Ryuu terjatuh di lantai. Ryuu
mengangkat kedua tangannya.
“apakah
itu berarti kau menyerah kepadaku kali ini, Oji-san?”
“perkembanganmu
pesat sekali, Kei-kun. Ya, aku mengakui kehebatanmu. Kau bisa mengalahkanku
kali ini”
Kei
hanya tersenyum lalu mengulurkan tangannya untuk membantu Ryuu berdiri. Mereka
kemudian memberi hormat kepada Sato. Sato bertepuk tangan.
“hebat.
Hebat sekali kau, Kei-kun. Disini tidak ada yang pernah bisa mengalahkan Ryuu”
“Oji-san
menjadi tolak ukurku. Kalau aku sudah bisa mengalahkannya, itu berarti
kemampuanku sudah meningkat. Thanx, Oji-san”
“kau
semakin membuatku bangga, Kei-kun”
Kei
menginap di rumah kakeknya. Saat itu ia sedang ada di meja makannya sedang
menghabiskan kopinya yang sudah dingin ketika kakeknya memanggilnya.
“ada
apa, kek?”
Yamada
Kazuhiko duduk di depan Kei.
“tidak
ada apa-apa. Aku hanya ingin menghabiskan waktu bersamamu sebelum kau kembali
lagi ke Amerika”
Kei
membuatkan secangkir kopi hangat untuk kakeknya lalu duduk kembali.
“ya,
terpaksa aku harus kembali lebih cepat. Mr. Malkovich menelponku karena ada
rekan bisnis yang ingin bertemu langsung denganku. Dia tidak mau diwakilkan”
“kau
tidak harus melakukan ini semua”
“tidak
apa-apa. Ini sudah menjadi rutinitasku. Bukankah aku harus membiasakan diri
dengan rutinitas seperti ini? Ini kulakukan juga demi kemajuan perusahaan
disana”
“kau
masih kecil, Kei”
“ya,
itulah kenapa semua keputusan tetap ada di tangan papa. Aku hanya
menjalankannya saja. Kapan kakek akan berkunjung kembali kesana?”
“entahlah,
kalau keadaanku sudah membaik aku pasti kesana. Aku sudah tua, Kei. Tidak
sekuat dulu lagi. Kalau aku ingin bertemu denganmu, aku akan menelponmu agar
kau saja yang kesini”
“siap,
kek!”
“oya,
besok kau akan kembali ke Amerika dengan ditemani oleh Tanaka Harumi”
“siapa
dia? Baru sekali ini aku mendengar namanya”
“dia
cucu temanku. Dia juga akan meneruskan kuliahnya di Amerika. Dia tidak ada
teman disana. Jadi kuharap kau bisa menemaninya”
“dia
tidak akan tinggal denganku, kan?”
“selama
dia belum menemukan tempat untuk tinggal, dia bisa tinggal denganmu. Jadi,
bantulah ia untuk mencari apartemen disana”
“kakek
tak perlu khawatir. Pasti aku akan membantunya”
Kei
menggenggam tangan kakeknya sambil tersenyum.
Sewaktu
di bandara…
“Kei-chan,
kenalkan. Ini Tanaka Harumi. Tanaka Harumi, ini anakku yang akan menemanimu
disana”
Mereka
saling member hormat.
“dimana
ayahmu?”
“papa
sangat sibuk sehingga tidak bisa mengantarku ke bandara”
“kalau
tahu seperti itu kami tadi menjemputmu terlebih dahulu”
“tidak
apa-apa”
“masuklah
sekarang. Tentu kalian tidak ingin ketinggalan pesawat, bukan?”
“ya,
tentu. Kami pergi dulu, pa”
“hati-hati.
Tidak lama lagi aku pasti menyusulmu”
Yamada
Kei dan Tanaka Harumi segera masuk untk segera menuju Amerika. Mereka duduk
berdampingan. Tapi karena Kei lebih banyak tenggelam dengan bukunya, Harumi pun
tak berani mengusiknya.
Sopir
Yamada Kei menjemput mereka di John F. Kennedy International Airport, New York.
Mereka naik Japan Airlines yang direct. Dari Narita jam 18:15 waktu Jepang dan
sampai di New York jam 18:20 waktu setempat, dengan harga 65 juta/pax!
![]() |
John F. Kennedy International Airport, New York |
“tolong
langsung antar aku ke kantor”
“apakah
anda tidak ingin beristirahat dulu?”
“aku
sudah ditunggu klienku. Setelah itu antarkan Ms. Tanaka ke rumah. Apakah
kamarnya sudah disiapkan?”
“semua
sudah siap”
“thanx”
“maaf
telah merepotkan”
“tidak
apa-apa. Setelah urusanku selesai, kita cari apartemen untukmu”
“trimakasih”
Mobil
segera melaju di jalanan yang padat menuju Manhattan. Mereka menuju kantor Kei
yang ada di daerah Upper East Side, dekat dengan Central Park. Lampu-lampu kota
sudah menyala berkerlap-kerlip.
Setelah
sampai, bergegas Yamada Kei turun dari mobil dan segera masuk ke kantornya.
“ikut
ke ruanganku, Ms. Andrews”
Dengan
terburu-buru Ms. Andrews mengikuti langkah kaki Kei yang cepat menuju
ruangannya. Tak lupa ia membawa beberapa berkas yang diperlukan. Mereka segera
duduk berhadapan di meja Kei.
“apakah
mereka sudah menunggu?”
“ya,
mereka menunggu di The Mark”
“masih
ada waktu. Apakah semuanya sudah siap?”
“tentu
saja. Sopir kita sudah menunggu di lobi. Masih ada waktu 40 menit, apakah anda
ingin beristirahat sebentar?”
Yamada
Kei menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Nampak lelah dan kusut.
“hhh…
ya. Tolong minta John untuk membuatkan kopi untukku, Ms. Andrews”
“yes,
sir”
Ms.
Andrews segera meninggalkan Kei dan tak lama kemudian John sudah datang
mengantar kopi pesanan Kei.
“thanx,
John”
Setelah
menyeruput sedikit kopinya, Kei menyalakan komputernya. Memeriksa beberapa
laporan yang dibuat Ms. Andrews, sekretarisnya. Tiba-tiba ponselnya berbunyi.
“hallo”
“kau
sudah sampai, Kei-chan?”
“iya,
pa. Aku sedang bersiap-siap menuju The Mark. Mereka menantiku disana”
“apakah
kau tidak kecapaian?”
“setelah
ini aku akan langsung pulang, pa”
“baiklah,
jaga kesehatanmu”
“iya,
pa. Trimakasih”
Setelah
istirahat sejenak sambil menghabiskan sisa kopinya, Yamada Kei segera membasuh
wajahnya di toilet. Menyambar jasnya dan keluar.
“bisa
kita berangkat sekarang, Ms. Andrews?”
“sure”
Dengan
diantar sopir perusahaan, mereka menuju The Mark. Sebuah hotel berbintang lima
yang juga berada di kawasan Upper East Side yang dominan berwarna hitam putih
bergaris-garis.
“Mr.
Grey?”
“oh…
anda mengenal saya?”
“ehm…
Ms. Andrews tadi yang bercerita kepadaku tentang anda”
Ms.
Andrews yang tidak tahu apa-apa hanya bengong. Buru-buru Yamada Kei mengalihkan
pembicaraan.
“dimana
Mr. Williams?”
“beliau
sudah menanti anda di dalam. Silahkan masuk”
“thanx,
Mr. Grey”
Mereka
menyewa sebuah ruangan di hotel itu. Terlihat Mr. Williams dan beberapa orang
sudah menanti.
“akhirnya
kau bisa datang juga, Mr. Yamada”
“tentu
saja aku pasti datang”
“maaf
kalau aku mengganggu jadwal liburanmu ke Jepang”
“tidak
apa-apa”
“jam
berapa pesawat anda tadi landing?”
“baru
beberapa saat yang lalu dan aku langsung kesini”
“oh,
maafkan aku sekali lagi. Itu karena aku tidak mau diwakilkan oleh siapa pun.
Aku ingin bertemu langsung denganmu. Aku terkesan dengan presentasimu beberapa
waktu yang lalu. Aku tertarik sekali”
“thank
you, Mr. Williams”
“kau
hebat, Mr. Yamada. Dan aku yakin, suatu saat kau akan bisa melampaui kesuksesan
ayahmu yang sekarang ini”
“disini
aku hanya mewakili ayahku. Untuk segala keputusan, tetap ayahku yang
bertanggung jawab”
“tapi
itu tidak membuatku terpengaruh. Aku tetap terkesan denganmu”
Tanaka
Harumi beristirahat di kamarnya yang juga ada di lantai 2. Setelah membersihkan
badannya, ia segera membaringkan tubuhnya di ranjangnya yang besar. Seseorang
mengetuk pintu kamarnya. Ternyata seorang pelayan membawakan minuman hangat
untuknya.
“trimakasih.
Eh… tunggu sebentar. Aku mau bertanya kepadamu”
“ya”
“apakah
rumah sebesar ini hanya Yamada Kei saja yang tinggal?”
“ya,
benar. Terkadang Tuan Yamada juga menginap disini kalau kebetulan sedang
kemari”
“oh-ya,
trimakasih. Kau boleh pergi”
Emily
dan ibunya sedang duduk berdua melihat acara TV.
“ma,
kenapa papa pulangnya lama sekali?”
“kenapa?”
“tidak
ada apa-apa. Hanya saja, bukankah seharusnya sudah sejak tadi papa pulang?”
“tadi
sebelum berangkat kerja, papamu sudah bilang kalau nanti pulang larut malam
karena ada meeting dengan atasanya”
Terdengar
suara mobil berhenti di depan rumah.
“itu
mungkin papa, ma”
Ayah
Emily nampak memasuki rumah, sedangkan mamanya membuatkan minuman hangat untuk
suaminya.
“baru
saja kami membicarakan papa”
“membicarakan
apa?”
“kenapa
papa pulang sampai selarut ini?”
“oh,
itu… tadi boss papa ada meeting di Mark Hotel. Ada pertemuan penting dengan
pemilik perusahaan Yamada”
“Yamada?!”
Emily
tersedak karena waktu itu ia sedang memakan kue buatan ibunya.
“berhati-hatilah
kalau kau sedang makan, Emily! Atau ada yang kamu pikirkan?”
“tidak,
ma”
Dengan
masih terbatuk-batuk, Emily mengambil minuman di dapur dan segera duduk di
samping papanya lagi.
“perusahaan
Yamada itu perusahaan yang besar, apakah betul seperti itu?”
“ya,
tentu saja. Karena boss papa tertarik dengan presentasi mereka, maka boss papa
berinvestasi dalam jumlah yang besar disana. Aku begitu kagum dengan pimpinan
mereka. Masih sangat muda, kira-kira baru seusiamu”
“benarkah
itu, pa?”
“dan
anehnya, aku belum pernah bertatap muka dengannya tapi sewaktu pertama kali
kami bertemu dia langsung memanggil namaku”
“siapa
nama pimpinan mereka yang bertemu papa?”
“Yamada
Kei”
“what?!”
“sejak
tadi kau selalu terkejut saja. Seperti baru mendengar pertama kalinya saja papa
bercerita tentang pekerjaan papa”
“oh…
ti-tidak, pa”
“aku
hanya heran. Apa dia tidak lelah? Padahal pesawatnya baru saja landing. Tanpa
istirahat dia langsung bertemu kami. Aku yakin dia pasti akan jadi orang sukses
di masa depannya”
“memangnya
dia dari mana?”
“dia
baru saja tiba dari Jepang”
“ooo…
makanya beberapa hari ini dia tidak masuk sekolah”
“siapa
yang tidak masuk sekolah?”
“oh-ehm…
m-maksudku Anna. Ma, pa, aku permisi dulu. Aku akan tidur sekarang. Good
night!”
Dengan
berlari Emily segera naik ke kamarnya dan menghempaskan tubuhnya di tempat
tidurnya.
“Yamada,
Yamada Kei? Pantas saja beberapa hari ini dia tidak masuk sekolah. Ternyata kau
pulang ke Jepang. Hhh… untung ayah tidak tahu kalau aku ternyata satu kelas
dengan Yamada Kei”
Paginya
di kelas…
“kau
serius, Emily?”
“tentu
saja. Semalam boss papaku dan papaku ada meeting dengan Yamada. Mereka
berinvestasi dengan jumlah yang lumayan besar di perusahaan Yamada karena
mereka tertarik dengan presentasi Yamada. Ckckck…”
“kalau
dia sudah bisa bekerja, mengapa harus sekolah lagi? Dengar-dengar dia akan
meneruskan ke Columbia University”
“oya?
Dengar dari siapa kamu?”
“aku
tidak tahu siapa yang menyebarkannya. Tapi banyak yang bilang seperti itu. Kamu
mau meneruskan sekolah dimana, Emily?”
“entahlah,
aku belum punya pandangan apapun. Kalau kamu?”
“impianku
bisa masuk Yale. Hhh… tapi sepertinya berat sekali”
“bukankah
nilaimu juga bagus? Hanya terpaut sedikit dengan Yamada”
“we’ll
see”
Anna
dan Emily segera terdiam begitu mereka tahu Yamada Kei masuk kelas dan duduk di
bangku paling belakang. Setelah itu, barulah Mrs. Andersson masuk kelas dan
berdiri di depan kelas menyapa murid-muridnya.
“selamat
pagi…”
Murid-murid
yang tadinya ramai mulai menghentikan aktifitasnya.
“selamat
pagi, Mrs. Andersson”
“seperti
yang sudah kita ketahui. Sudah beberapa hari ini kita sudah tidak ada pelajaran
karena kalian sudah ujian dan juga sudah mengetahui nilai ujian kalian
masing-masing. Hari ini aku hanya ingin menyampaikan sebuah pengumuman tentang
outbond yang akan kita lakukan sekaligus sebagai perpisahan kalian”
Seisi
kelas pun gaduh. Mereka sudah tidak sabar untuk melakukan outbond, kecuali Kei
tentunya.
“kegiatan
ini akan kita lakukan besok pagi selama 2 hari. Harap kalian membawa keperluan
pribadi kalian masing-masing. Dan jangan lupa, kita berkumpul di sekolah besok
pagi jam 8. Kita akan berangkat bersama-sama kesana”
“dimana
kita akan melakukan outbond, Mrs. Andersson?”
“di
South Mountain Reservation. Kita bisa berkemah di Rahway River. Ada apa, Yamada?”
“apa
tidak terlalu jauh? Bukankah itu sudah masuk wilayah New Jersey?”
“itu
hanya 1-2 jam dari sini, Yamada. Itulah kenapa kita kesana selama 2 hari. Ada
pertanyaan yang lainnya?”
“apakah
bisa dijelaskan secara rinci acara kita disana nantinya?”
“itu
menjadi kejutan untuk kalian disana. Paham, Ms. Carter? Ada lagi?”
“apakah
hanya itu saja acara perpisahannya?”
“tidak
hanya itu saja. Ada acara yang lainnya. Tapi itu akan diumumkan setibanya kita
disana. Sekarang kalau sudah tidak ada pertanyaan lagi, kalian boleh berkemas
untuk menyiapkan keperluan untuk kita berangkat besok pagi”
Murid-murid
pun berhamburan keluar dari kelas. Yamada mendekati Mrs. Andersson.
“ada
apa lagi, Yamada?”
“apakah
acara ini wajib? Mmm… maksudku, kalau tidak wajib aku ingin mengundurkan diri
dari acara ini”
“sayangnya
ini acara wajib. Kau HARUS datang ke acara ini. Setiap tahun acara ini diadakan
untuk perpisahan. Apakah kau sudah paham?”
“paham
sekali, Mrs. Andersson. Thank you”
Yamada
segera mengendarai mobilnya seorang diri menuju rumahnya. Ia mendapati Tanaka
ada di ruang tengah.
“kau
sudah pulang, Yamada? Mengapa cepat sekali?”
“hanya
pengumuman biasa. Bagaimana kalau kita sekarang mencari apartemen untukmu? Aku
sedang tidak ada acara apa-apa hari ini. Aku sepertinya tahu apartemen yang
bagus dan aman. Maksudku… kalau kau tidak capek tentu saja”
“boleh,
sekalian aku bisa melihat-lihat kota ini. Ini pertama kalinya aku ke Amerika.
Baiklah, aku akan bersiap-siap dulu”
Sebentar
saja mereka sudah ada di jalanan kota yang ramai.
“kau
sendiri tidak capek?”
“aku
sudah terbiasa seperti ini”
“maaf
telah merepotkanmu”
“tidak
apa-apa. Aku punya beberapa opsi apartemen untukmu. Nanti kau bisa memilih mana
yang menurutmu nyaman, oke?”
“baiklah”
Yamada
Kei memperlihatkan beberapa apartemen untuk Tanaka Harumi, setelah itu mereka
makan siang bersama.
“Yamada,
sekali lagi trimakasih. Kau sudah banyak membantuku disini”
“keluargaku
dan orangtuamu mempercayakan kau kepadaku selama kau disini. Aku tak mau
mengecewakan mereka. Bagaimana? Apartemen mana yang akan kau pilih?”
“aku
belum bisa memutuskan. Aku bingung. Semua bagus-bagus”
“kalau
sudah ada keputusan, kau bisa memberitahuku”
“tentu.
Oya, apakah besok kau akan ke kantor?”
“sebenarnya
aku memang harus ke kantor. Ada beberapa hal yang ingin kubahas dengan Mr.
Malkovich. Tapi sepertinya tidak bisa. Aku harus pergi karena ada acara di
sekolah sekitar 2 hari. Kalau kau ingin jalan-jalan, kau bisa menyuruh sopir
untuk menemanimu”
“sebenarnya…
disini hanya kamu yang kukenal. Jadi, mending aku menunggu sampai acara
sekolahmu selesai. Bukankah kita juga akan bersama-sama mencari kampus yang
bagus?”
“iya,
aku sudah punya pandangan kemana aku ingin melanjutkan sekolahku. Aku ingin
meneruskan ke Columbia University. Apakah kau juga mau mencoba kesana?”
“tak
masalah. Oya, bukankah kau harus menyiapkan segala sesuatunya untuk besok?”
“apa
yang perlu kusiapkan? Tidak ada yang special. Beda dengan para wanita. Iya,
kan?”
Tanaka
hanya tersenyum.
“ternyata
apa yang dikatakan orang tentangmu berbeda dengan kenyataannya”
“apa?
Siapa yang bilang?”
“tentang
kau”
“aku?
Ada apa denganku?”
“ada
orang yang bilang kalau kau orangnya kaku, tidak bisa bergaul dan tidak pernah
punya teman”
“siapa
yang bilang?”
“banyak
teman-teman di sekolahku”
“tunggu
dulu. Bukankah kita baru saja bertemu? Maksudku… aku belum pernah mengenalmu,
apalagi teman-temanmu”
“mereka
hanya pernah melihatmu saja. Mereka tidak mengenalmu. Itulah mengapa mereka
berkata seperti itu. Setelah aku mengenalmu, mereka salah semua. Kau ramah
sekali dan enak untuk diajak ngobrol”
“apakah
aku dulu seterkenal itu?” Yamada Kei bertanya dengan agak ragu-ragu.
Tanaka
Harumi hanya tertawa tertahan.
“ada
apa? Apakah ada yang lucu?”
“maaf,
tidak ada apa-apa. Tapi, bisa dibilang seperti itu. Nyatanya, kita yang tidak
satu sekolah saja, teman-temanku banyak yang tahu tentang dirimu” Tanaka masih
menahan tawanya.
“owh…
oke. Itu sudah masa lalu. Sekarang aku disini, dimana tidak seorang pun yang
mengenalku”
“ya.
Kau bisa bebas disini. Apakah hidup disini menyenangkan?”
“tergantung
orangnya. Aku suka disini, walau sebenarnya aku lebih suka di Jepang”
“apakah
karena perusahaan papamu ada disini?”
“ya,
kau benar”
“aku
yakin, suatu saat kau akan melebihi kesuksesan papamu. Kau seorang pekerja
keras. Tapi walau begitu, kau tetap harus memikirkan sekolahmu dan kesehatanmu”
“kau
tahu, Tanaka? Aku tidak pernah bisa terbuka dengan orang lain. Tapi entah
kenapa aku bisa bicara banyak denganmu”
“sehebat
apapun dirimu, kau tetap memerlukan seorang teman, Yamada”
“ya,
trimakasih”
“sebaiknya
kita pulang sekarang. Kau belum menyiapkan apa-apa untuk besok”
“baiklah,
ayo!”
Sesampainya
di rumah…
“apakah
perlu kubantu?”
“no,
thanx”
Yamada
segera ke kamarnya. Memasukkan beberapa potong pakaian ke dalam tas ranselnya,
juga beberapa barang yang diperlukan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar