Pagi
harinya, dengan terburu-buru Emily mencium papa dan mamanya.
“kau
tidak sarapan dulu, Emily?”
“aku
terburu-buru, ma”
Dengan
setengah berlari Emily menuju jalan depan rumah.
“maaf,
Anna. Aku agak terlambat”
Mereka
berdua segera berjalan kaki menuju sekolah yang memang tidak terlalu jauh itu.
“tidak
biasanya kamu terlambat”
“entahlah,
semalam aku tidak bisa tidur nyenyak”
“ada
yang kau pikirkan?”
“aku
memikirkan perbincangan kita kemarin”
“yang
mana?”
“aku
memikirkan teman Jepangku, Yamada Kei”
“hei,
ada apa ini? Kau merindukannya, ya?”
“entahlah.
Aku tidak pernah memikirkan dia. Tapi setelah perbincangan kita yang kemarin
itu, entahlah. Aku jadi teringat terus dengannya”
“hmmm…
itu tandanya kau merindukannya,” sahut Anna sembari tertawa lebar dan itu
membuat Emily cemberut.
“sekarang
katakanlah kepadaku. Bagaimana rupa teman Jepangmu itu?”
“mmm…
dia manis sekali, pendiam dan penyendiri. Dia tidak mempunyai teman dekat di
sekolah dan aku selalu saja mengganggu dia. Tapi sebelum aku pindah kesini, aku
sempat meminta maaf kepadanya dan akhirnya dia memberiku jepit rambut sakura
ini. Hhh… andai aku bisa bertemu dengannya lagi. Kalau kita sudah kenal dekat,
ternyata dia anak yang menyenangkan. Sayang, aku terlambat menyadarinya”
“kau
bicara seperti itu seolah-olah kau jatuh cinta kepadanya. Apakah aku benar?”
“aku
mengenalnya sewaktu kami masih kecil, Anna. Aku tidak tahu kehidupan dia
sekarang. Mana bisa aku jatuh cinta kepada orang yang tidak aku kenal”
“ok,
kalau begitu anggap saja teman baru kita yang dari Jepang nanti sebagai
pengganti teman Jepangmu itu. Bagaimana?”
“tidak
bisa, tidak ada yang bisa menggantikan Yamada Kei. Kau paham?”
“ok,
we’ll see”
Tak
terasa mereka sudah sampai di sekolah mereka. Dan tanpa menunggu lama, bel
tanda dimulainya pelajaran berbunyi. Semua murid di kelas Emily segera duduk di
bangkunya masing-masing. Lalu masuklah Mrs. Andersson.
“selamat
pagi, anak-anak”
“selamat
pagi, Mrs. Andersson”
Mrs.
Andersson merapikan buku-bukunya yang akan dipakai untuk mengajar di atas
mejanya.
“Anna,
kau bilang hari ini ada teman baru. Mana?” bisik Emily.
Anna
hanya megangkat kedua bahunya.
“sebelum
kita memulai pelajaran kali ini, aku ingin memperkenalkan teman baru untuk
kalian. Masuklah”
Pintu
kelas dibuka dari luar. Lalu masuklah “teman baru” itu dan berdiri di depan
kelas.
“ini
teman baru untuk kalian. Silahkan memperkenalkan dirimu”
“namaku
Yamada Kei”
Seisi
kelas pun gaduh, tak terkecuali Anna dan Emily.
“Emily,
namanya Yamada Kei! Apakah dia teman Jepangmu itu?”
“entahlah,
sudah lama kami tak bertemu”
“tolong
semuanya diam dan tenang. Biarkan Yamada bicara terlebih dahulu”
“trimakasih,
Mrs. Andersson. Namaku Yamada Kei. Aku dari Jepang dan harus pindah kesini
karena mengikuti orangtuaku. Mohon bantuannya,” ucap Yamada Kei sambil
membungkukkan badannya.
“thank
you, Yamada Kei. Sekarang duduklah di bangku yang masih kosong itu. Kita
lanjutkan pelajaran kita yang kemarin”
“perhatikan
baik-baik, Emily. Dia teman Jepangmu atau bukan?”
“hhh…
aku tidak tahu, Anna. Kita lihat saja nanti”
“what?!
Dia duduk sebangku dengan Christy!”
“terus?
Ada masalah dengan itu?”
“kau
sudah tahu tabiat Christy, kan?”
“Ms.
Carter, Ms. Grey! Ada masalah apa dengan kalian? Kita sedang belajar disini!”
Anna
dan Emily segera terdiam mendapat teguran dari ibu guru mereka.
“hai,
namaku Christy Steward. Panggil saja dengan Christy. Senang berkenalan
denganmu”
Yamada
Kei juga mengulurkan tangannya sambil tersenyum,”aku Yamada Kei”
“nanti
pas istirahat, aku akan mengantarmu berkeliling sekolah kita ini. Apakah kau
mau?”
“ya,
trimakasih”
Bel
istirahat yang dinanti-nanti pun berbunyi nyaring. Semua murid mengerubungi
meja Christy dan Kei. Semua ingin berkenalan dengan Kei dan itu membuatnya
gugup. Buru-buru Christy menarik tangan Kei dan keluar kelas meninggalkan
mereka semua.
“mereka
teman-temanmu juga, kan?”
“biar
saja. Ayo, akan kutunjukkan sekolah kita. Aku harap kau betah disini”
Christy
dan Kei berjalan-jalan di sekitar sekolah yang memang mempunyai halaman yang
luas dan rindang.
“sekolahmu
bagus”
“sekarang
sudah menjadi sekolahmu juga, kan? Apakah kau menyukainya?”
“ya,
tentu saja. Trimakasih sudah membawaku berkeliling”
Mereka
segera pergi ke kantin dan memesan minuman.
“apakah
ini pertama kalinya kau kesini? Maksudku Amerika”
“ya”
“tapi
bahasamu sudah bagus sekali”
“trimakasih.
Aku masih harus belajar lebih banyak lagi”
“nanti
malam ada pesta di rumah temanku. Apakah kau mau pergi denganku?”
“ini
hari pertamaku disini”
“lalu?”
“maaf,
aku belum bisa. Mungkin lain kali saja”
“yah,
sayang sekali. Baiklah, tidak apa-apa. Lain kali kita bisa pergi bersama-sama”
Sementara
di pojok kantin…
“Emily,
kau tidak marah teman Jepangmu itu dimonopoli sama Christy?”
“hei,
tunggu dulu. Sampai saat ini aku belum tahu siapa dia. Bisa jadi dia orang lain
yang kebetulan saja namanya sama”
“kau
bisa bertanya kepadanya”
“tentu,
kalau ada waktu yang tepat. Seperti yang kau lihat. Dia didampingi si cewek
jutek itu terus. Bagaimana bisa aku mendekati dia, iya ‘kan?”
Seharian
itu, Christy terus saja mendampingi Yamada Kei. Dan itu membuat Kei tidak enak
hati. Untunglah, bel tanda pulang sekolah berbunyi.
“bisakah kita pulang bersama, Yamada?”
“maaf,
aku sudah ada yang menjemput. Trimakasih kau sudah menemani aku hari ini,
Christy. Aku permisi dulu”
Yamada
Kei buru-buru pergi keluar kelas sambil menelpon seseorang dengan ponselnya dan
menuju depan sekolah. Di saat yang sama, sebuah mobil mewah berhenti di
depannya. Ia membuka pintu belakang.
“Yamada!
Tunggu!”
Yamada
Kei mengurungkan niatnya untuk masuk ke mobil begitu ada yang memanggilnya. Ia
menoleh, ternyata Emily sudah berdiri di hadapannya dengan nafas yang
terengah-engah. Yamada Kei hanya menatap Emily.
“maaf,
kalau aku mengganggumu. Aku hanya ingin sekedar bertanya saja kepadamu”
Yamada
Kei melepaskan tasnya dan melemparkannya ke dalam mobil.
“aku
terburu-buru, maaf”
“t-tapi…”
Emily
tidak melanjutkan ucapannya karena Yamada Kei sudah masuk ke mobilnya dan
meninggalkan tempat itu.
“sialan
kau, Yamadaaa…!!”
Emily
mengambil batu kecil yang ada di sampingnya dan melemparkannya ke mobil Yamada
Kei dan… mengenai kaca belakang mobil itu. Mendadak mobil itu berhenti dan
Yamada Kei pun keluar. Emily hanya melongo tidak tahu apa yang harus
diperbuatnya. Ia hanya menatap Anna yang ada di sampingnya.
“sebenarnya
apa masalahmu?”
“e…
a-aku ‘kan hanya ingin bertanya saja kepadamu”
“kau
tahu, aku juga punya hak untuk tidak menjawab pertanyaanmu”
“kau
belum mendengar apa yang ingin kutanyakan. Mengapa kau langsung pergi
meninggalkan aku?”
Yamada
Kei hanya menatap tajam kepada Emily.
“sudahlah,
kita pulang saja. Sepertinya dia bukan teman Jepangmu itu. Dia begitu sombong
dan angkuh. Aku yakin temanmu bukan orang yang seperti dia”
“oke,
apa yang ingin kau tanyakan?”
“aku
dulu pernah bersekolah di Jepang sewaktu aku kecil, aku Emily Grey. Aku punya
teman sekelas bernama Yamada Kei. Dia setiap hari diantar dan dijemput oleh
pamannya yang bernama Yamada Ryuu. Yang aku ingin tanyakan, apakah itu kau?”
Yamada
Kei mendekati Emily sambil melepaskan kacamata hitamnya.
“menurutmu
bagaimana?”
“mana
aku tahu? Sudah lama sekali kami tidak bertemu. Itulah mengapa aku bertanya
kepadamu. Tapi sepertinya benar kata temanku ini. Teman kecilku itu tidak
angkuh dan sombong seperti kamu!”
“kalau
begitu, aku memang bukanlah orang yang kau maksud”
Yamada
Kei meninggalkan Emily menuju mobilnya.
“Yamada,
tunggu dulu!”
Yamada
Kei sudah duduk kembali di mobilnya dan bermaksud menutup pintu, tapi Emily
menahannya.
“ada
apa lagi, Ms. Grey?”
“kau
belum menjawab pertanyaanku, Mr. Yamada”
“hhh…
oke. Apa kau pikir yang mempunyai nama Yamada Kei hanya temanmu itu? Sekarang
kau ingat-ingat saja, berapa banyak nama Emily yang pernah kamu dengar dan kamu
baca di seluruh dunia ini. Apakah yang mempunyai nama Emily itu hanya kamu
saja? Sekarang, apakah kau sudah puas dengan jawabanku, Ms. Grey?”
“ya,
sangat puas sekali. Trimakasih”
Dengan
geram, Emily membanting pintu mobil Yamada Kei dan mobil itu pun segera
meninggalkan Emily. Anna mendekati Emily.
“ayo,
kita pulang saja. Untung sekali dia bukan teman Jepangmu itu. Sombong dan
angkuh sekali dia. Kalau begitu, dia memang cocoknya dengan Christy! Anak baru
saja sudah seperti itu! Hei, ada apa?”
“dia
memang sombong dan angkuh. Tapi… sepertinya…. Ah, entahlah. Kita pulang, Anna.
Lupakan saja kejadian hari ini. Aku tidak mau mengingatnya lagi”
“apakah
kau berpikir kalau dia adalah Yamada Kei yang kau maksud, begitu?”
Emily
hanya diam saja dan mempercepat langkahnya. Sepanjang perjalanan itu Emily
lebih banyak berdiam diri. Setelah sampai rumah pun dia tidak makan siang. Ia
hanya tiduran di ranjangnya sambil masih terus memandangi foto dia dan
teman-teman sekolahnya dulu sewaktu masih tinggal di Jepang.
“Yamada
Kei… walaupun kamu bersikap seperti itu, tapi sepertinya aku melihat sosok
Yamada Kei kecil di dirimu. Hhh… tapi seiring berjalannya waktu, aku pasti akan
tahu siapa dirimu sebenarnya”
Bangku
yang paling belakang sering kosong. Itulah mengapa Yamada Kei lebih sering
duduk di bangku itu. Ia pun lebih suka diam dan menyendiri daripada bergaul
dengan teman-teman sekelasnya. Tapi itu tidak membuat Christy menyerah untuk
bisa dekat dengan Yamada Kei.
Siang
itu, Yamada Kei sedang berada di lokernya ketika Christy mendekatinya.
“hai,
Yamada. Bolehkah aku minta tolong kepadamu?”
Kei
menghentikan aktivitasnya dan menoleh.
“tadi
mobilku mogok di parkiran sekolah. Aku tidak bisa memperbaikinya”
“kau
bisa menelpon bengkel terdekat”
“ah,
bukan begitu. Maksudku… bolehkah aku menumpang mobilmu? Rumahku jauh sekali
dari sini. Kuharap kau mau membantuku. Aku tidak punya seseorang yang bisa
kumintai tolong lagi, please…”
“hhh…
ayolah”
“ah…
trimakasih, Yamada”
Christy
girang sekali mendapat tumpangan dari Yamada Kei. Mereka berjalan beriringan di
koridor sekolah dan berpapasan dengan Emily di ujung koridor. Christy hanya
menatap Emily dengan raut wajah penuh kemenangan. Sedangkan Yamada Kei? Tanpa
menoleh sedikitpun!
Mobil
yang biasa menjemput Kei berhenti di depan sekolah tepat ketika Christy dan Kei
sampai di depan gerbang sekolah. Kei mempersilahkan Christy untuk masuk
terlebih dahulu, setelah itu barulah ia duduk di samping Christy. Sang sopir
hanya menatap Kei dan Christy dengan heran.
“ada
apa?”
“tidak
ada apa-apa, tuan. Maaf…”
Dengan
gugup sang sopir segera menjalankan mobil itu.
“kita
mengantarkan temanku ini pulang terlebih dahulu. Untuk tahu dimana rumahnya,
tanyakan saja kepadanya”
“tapi…”
Sang
sopir tidak berani melanjutkan kalimatnya. Karena ia melihat tuannya itu sudah
menyandarkan kepalanya ke sandaran kursi dan memejamkan matanya. Akhirnya ia
bertanya kepada Christy sendiri dan Christy pun menjelaskan alamat rumahnya.
Christy pun hanya menatap Kei yang sudah tertidur itu. Tak lama kemudian…
“kita
sudah sampai, nona”
Ketika
mobil berhenti, Kei pun ikut terbangun.
“Yamada,
trimakasih atas tumpangannya”
“ya”
“apakah
kau mau mampir dulu?”
“tidak,
trimakasih. Lain kali saja”
Mobil
perlahan meninggalkan rumah Christy dan menuju pusat kota Manhattan. Yamada Kei
kembali memejamkan matanya. Setelah tiba di salah satu gedung pencakar langit,
mereka berhenti di lobinya.
“kita
sudah sampai, tuan”
“ya,
trimakasih. Nanti jemput aku jam 7 malam”
“baik,
tuan”
Yamada
Kei segera memasuki gedung yang megah itu. Dengan naik lift, ia menuju lantai
yang paling atas. Begitu pintu lift terbuka, ia keluar dan masuk ke salah satu
ruangan yang besar. Mengambil jasnya dan memakainya. Tak lupa ia juga memakai
badge-nya.
![]() |
Yamada Kei |
“selamat
siang, Mr. Yamada. Apakah perlu saya buatkan kopi?”
“ya.
Trimakasih, John. Aku agak ngantuk sekali siang ini”
“itu
karena semalam tuan bekerja sampai larut sekali. Akan saya buatkan kopi yang
paling enak, tuan”
Yamada
Kei hanya tersenyum menuju mejanya yang terletak di dekat sebuah jendela yang
besar. Dari jendela besar itu, ia bisa melihat hampir seluruh kota Manhattan.
Ia duduk di kursinya yang empuk dan mulai memeriksa beberapa tumpukan
kertas-kertas tebal. Ia juga memeriksa beberapa file yang ada di komputernya.
Kemudian ia menelpon seseorang dan tak lama kemudian orang yang baru saja
ditelponnya sudah duduk di hadapannya.
“aku
sudah memeriksa semua pekerjaanmu, Ms. Andrews. Tapi ada satu hal yang tidak
aku megerti. Bukankah aku sudah menetapkan nominal yang seharusnya tercantum di
beberapa berkas dan file ini? Siapa yang memerintahkanmu untuk mengganti nilai
nominal itu?”
“e…
itu…”
“aku
yang menyuruhnya, Kei-chan”
Nampak
Mr. Yamada Yasuo memasuki ruangan itu.
“papa?
Kapan papa datang?”
“tadi
pagi”
“mengapa
tidak memberitahuku terlebih dahulu?”
“kenapa?”
“yah…
setidaknya papa tidak perlu menunggu sesiang ini”
“walaupun
kau sudah belajar dan kuberi wewenang untuk memimpin perusahaan ini, kau tetap
harus menyelesaikan pendidikanmu. Aku tidak mau kau membolos sekolah. Ingat,
sekolahmu hanya tinggal setahun saja disini. Bagaimana sekolahmu?”
Kei
segera menyuruh sekretarisnya untuk meninggalkan kantornya.
“sebenarnya
aku sudah tidak terlalu tertarik untuk menyelesaikan sekolahku, pa. Disini terlalu
banyak yang harus aku kerjakan”
“bukankah
kau sendiri yang meminta? Aku sudah mengatakannya kepadamu waktu itu.
Sebenarnya kau masih sangat muda untuk memimpin sebuah perusahaan. Tapi karena
kau keras kepala, akhirnya aku mengijinkanmu untuk belajar. Tapi ingat, semua
keputusan tetap ada di tangan papa. Seperti waktu kau complain kepada
sekretarismu tadi”
John
masuk membawakan 2 buah cangkir kopi untuk Kei dan papanya.
“trimakasih,
John. Oya, tolong sekalian infokan kepada Ms. Andrews bahwa aku sedang tak
ingin diganggu dengan urusan apapun untuk sementara ini”
“baik,
tuan”
John
segera keluar dari kantor Kei.
“bagaimana
kabar Oji-san, pa?”
“baik.
Semuanya dalam keadaan baik-baik saja. Bagaimana, apakah kau menyukai
Manhattan?”
“aku
belum bisa menjawabnya, pa. Aku disini belum lama”
“aku
sebenarnya heran saja. Sekolahmu di Jepang sana tinggal setahun. Tapi mengapa
kau memutuskan untuk menyelesaikan pendidikanmu yang kurang setahun itu
disini?”
Kei
mengeluarkan sesuatu dari dalam laci meja kerjanya. Sebuah foto lama.
“untuk
ini, pa”
“foto
siapa ini?”
Yamada
Yasuo mengamati dengan seksama foto itu.
“bukankah
ini fotomu dengan teman-teman sekelasmu pada waktu kau masih TK?”
“ya”
“apa
hubungannya dengan foto ini?”
“apakah
papa masih ingat dengan Emily Grey yang dulu pernah diceritakan oleh Oji-san?”
“kalau
tidak salah… apakah dia anak perempuan yang sering mengganggumu di kelas itu?”
“ya,
benar. Aku mencari keberadaannya disini”
“kalau
itu tujuanmu, mengapa kau tidak memberitahu papa? Kau tidak perlu repot-repot
mencarinya. Papa bisa menyewa seorang detektif handal kalau hanya untuk sekedar
mencarinya”
“aku sudah menemukannya”
“oya,
dimana dia tinggal?”
“papa
pasti akan terkejut. Seperti yang kualami sewaktu aku baru tahu dimana
keberadaannya. Dia, Emily Grey, menjadi teman sekelasku, pa”
“apa?
Kecil sekali dunia ini”
“tapi
aku belum memberitahukan kepadanya tentang siapa aku sebenarnya. Dan papa
sebaiknya tidak perlu bertanya mengapa aku melakukan semua ini”
“oke,
oke. Kau sudah besar, Kei-chan. Kau sudah tahu mana yang baik dan buruk.
Sekarang aku harus pergi untuk bertemu rekan bisnisku. Kau bisa ikut kalau kau
mau. Bisa berguna untuk memperluas relasimu”
“baiklah,
aku ikut”
Mereka
berdua segera turun ke lobi. Disana sudah menanti rekan-rekan bisnis Mr. Yamada
Yasuo. Dan ia pun memperkenalkan Yamada Kei kepada mereka. Dan mereka pun kagum
kepada Kei. Mereka mengobrol dengan santai di kafe yang ada di lobi gedung itu
sampai hari hampir menjelang malam.
Acara
belum selesai, tetapi Yamada Kei mohon pamit kepada mereka semua dan kembali
lagi ke kantornya yang berada di lantai paling atas. Ia kembali memeriksa
beberapa pekerjaan yang tadi sempat tertunda. Ia melihat ke arah jam tangannya,
sudah hampir jam 8 malam. Ia kemudian menelpon Ms. Andrews.
“apakah
pekerjaan yang kutugaskan kepadamu tadi siang sudah selesai, Ms. Andrews?”
“sudah,
Yamada-san. Apa perlu kubawakan sekarang?”
“ya,
tolong bawakan kemari”
Ms.
Andrews segera masuk ke kantor Kei dan meletakkan setumpuk kertas itu di meja
Kei. Ia melihat Yamada Kei masih berada di dekat jendela besar menatap
kerlap-kerlip lampu Manhattan di malam hari sambil menelpon seseorang dengan
ponselnya. Setelah itu…
“apakah
itu sudah semuanya?”
“ya,
ini sudah semuanya”
“baiklah,
sekarang kau boleh pulang. Hari sudah malam. Sampai bertemu besok, Ms. Andrews”
Setelah
Ms. Andrews menghilang dari balik pintu kantornya, Yamada Kei menghempaskan
dirinya di kursi kerjanya. Setumpuk kertas dari sekretarisnya hanya dilihatnya
saja. Tapi dengan segera ia memeriksa lembar demi lembar tumpukan kertas itu
walaupun sudah beberapa kali ia menguap. Terdengar suara ketukan di pintu
kantornya.
“ya,
masuklah! Oh… kau, John. Kau belum pulang rupanya”
“ini
saya buatkan kopi hangat. Sepertinya tuan sudah kelelahan sekali”
“ya,
trimakasih. Sebentar lagi juga sudah selesai. Sebaiknya kau juga pulang
sekarang”
“ya,
selamat malam, tuan”
Setelah
menyelesaikan pekerjaannya, Yamada Kei kembali berdiri di dekat jendela
besarnya sambil menghabiskan kopi buatan John. Cukup lama ia terdiam. Suasana
kantor sudah sangat sunyi dan sepi. Hanya ada beberapa pegawai yang masih
bekerja. Lampu-lampu pun sudah hampir semua dimatikan di seluruh lantai. Ya,
gedung itu memang milik pribadi keluarga Yamada.
Setelah
berdiam diri cukup lama dan menghabiskan kopinya, bergegas ia mengambil jasnya
dan memakainya. Tak lupa juga ia mematikan semua lampu di ruang kerjanya.
Sambil menunggu pintu lift terbuka, ia hanya melihat ke sekeliling. Ruangan
tempat para pegawainya juga sudah gelap dan sunyi. Sesampainya di lobi, ia
melihat sopirnya duduk terkantuk-kantuk.
“ayo
kita pulang sekarang”
Sopirnya
yang sedang mengantuk pun dibuatnya terkejut.
“i-iya,
tuan”
Buru-buru
ia menyiapkan mobilnya untuk Yamada Kei. Kei hanya menunggunya di depan lobi.
Perlahan mobil itu segera meninggalkan tempat itu menuju pinggiran kota
Manhattan. Kei sudah terlihat kelelahan sekali. Hampir saja ia sudah bisa
memejamkan matanya ketika sopirnya mengerem secara mendadak.
“ada
apa ini?”
“m-maaf,
tuan. Tiba-tiba ada beberapa pengendara motor menghadang mobil kita”
Dengan
memicingkan matanya, Kei melihat ke depan mobilnya. Memang benar ada beberapa
pengendara sepeda motor berada di depan mobilnya.
“tanyakan
kepada mereka, apa mau mereka sebenarnya”
“s-saya
takut, tuan”
Dengan
masih merasa kesal karena waktu istirahatnya yang berharga di mobil terganggu,
Kei keluar dari mobilnya.
“siapa
kalian? Mengapa menghalangi jalanku?”
“apakah
kau yang bernama Yamada Kei?”
“ya,
benar. Ada urusan apa? Aku tidak merasa mengenal kalian”
Beberapa
orang itu mendekati Kei dan mengeluarkan senjata mereka masing-masing.
“hei,
hei, hei… tunggu dulu… ada apa ini?”
“kau
tak perlu tahu siapa kami. Tapi yang jelas, kami harus memberimu pelajaran”
Sopir
Kei turun dari mobil dengan ketakutan. Diam-diam dia mengeluarkan ponselnya
berniat untuk mencari bantuan. Tapi dengan cepat, salah seorang penghadang itu
melemparkan tongkatnya hingga mengenai tangan sopir Kei. Hingga ponselnya pun
terlempar jauh.
“sepertinya
kau pandai juga menggunakan tongkatmu itu. Majulah, aku ingin mencoba
kemampuanmu”
“sombong
sekali kau. Cepat, serang dia!”
Kei
melepas jas dan badge-nya lalu melemparkannya ke arah sopirnya. Kei dengan
mudahnya hanya menghindari serangan para berandalan itu.
“mengapa
kau tidak menyerang? Atau hanya segitu saja kemampuanmu?”
“oke,
aku memang sedang tidak ada waktu untuk melayani kalian. Aku ingin
menyelesaikan ini secepatnya”
Terjadi
perkelahian yang tidak seimbang. Kei yang seorang diri harus melawan 8
berandalan itu. Namun bukan Kei namanya kalau tidak bisa melawan mereka.
Berbekal ilmu wushu yang sudah mahir dan terlatih dari Sato Orochi, gurunya,
dengan mudah Kei dapat menaklukkan mereka semuanya. Ia mendekati salah seorang
berandalan yang sepertinya menjadi ketuanya. Mencekik lehernya dan
membantingnya ke depan mobilnya.
“sekarang
beritahu aku, siapa yang menyuruh kalian?!”
Karena
tetap saja bungkam, dengan tanpa ekspresi Kei mencekik semakin keras.
“dan
aku juga tidak segan-segan untuk membunuh kalian!”
Orang
yang dicekik Kei sudah sangat kepayahan. Dengan tergopoh-gopoh, sopirnya
menghampirinya.
“s-sudah,
tuan. Sepertinya ada mobil patroli polisi yang kemari. Sebaiknya kita
tinggalkan saja tempat ini segera. Kalau tidak, urusan kita nanti jadi panjang,
tuan”
Yamada
Kei mendengar suara mobil patroli polisi yang semakin mendekat.
“ya,
kau benar. Aku sedang tak ingin berurusan dengan mereka”
Kei
kembali masuk ke mobilnya. Dan dengan tergesa-gesa, sang sopir menjalankan
mobilnya. Kei memegang dahinya yang luka dan mengeluarkan darah lumayan banyak.
Ia menyekanya dengan tisu yang ada di sampingnya. Ia hanya bisa meringis
menahan nyeri.
“dahi
tuan berdarah. Apa perlu kita mampir ke rumah sakit sebentar?”
“tidak
perlu, kita langsung pulang sekarang”
Kemeja
putihnya pun terkena noda darahnya.
Tak
lama kemudian, mobilnya sudah mulai memasuki halaman rumah yang luas. Ia turun
di lobinya dan masuk ke ruang tengah. Dilihatnya papanya masih duduk disana dan
segera bangkit mendekati Kei begitu melihat kemeja Kei penuh dengan bercak
darah.
“apa
lagi yang sudah kau lakukan, Kei-chan?”
“ada
beberapa orang yang menghadang mobilku. Aku tidak tahu siapa mereka. Sudahlah,
pa. Aku ingin istirahat sekarang. Aku lelah sekali”
Dengan
terhuyung-huyung, Kei naik ke kamarnya. Sebuah kamar tidur yang luas, rapi dan
bersih sudah menyambutnya. Ia segera menghempaskan dirinya ke sofa yang
berwarna putih bersih itu. Tak lama kemudian, terdengar suara ketukan di pintu
kamarnya.
“ya,
masuklah!”
Seorang
pelayan membawa sebuah tempat berisi air hangat mendekati Kei.
“saya
diperintah ayah tuan untuk membersihkan luka-luka tuan. Dan ini saya juga
membuatkan minuman hangat untuk tuan”
“taruh
saja di meja itu. Nanti bisa kubersihkan sendiri”
“baik.
Permisi, tuan”
Pelayan
itu berlalu dari depan Kei. Kei mengambil nampan itu dan membawanya ke dalam
toilet. Di depan kaca toiletnya yang besar, ia membersihkan sendiri
luka-lukanya. Setelah bersih, barulah luka-lukanya itu ia perban. Ia hanya
membasuh mukanya dan mengganti bajunya lalu keluar dari toiletnya. Setelah
minum teh hangat, ia pun beranjak tidur. Membaringkan tubuhnya yang sudah
sangat lelah dan mengantuk. Tak terasa sudah hampir tengah malam.
Esok
paginya, karena terlambat bangun ia pun jadi terlambat masuk sekolah. Pintu
kelasnya sudah ditutup. Ia pun mengetuknya dan masuk.
“good
morning, Mrs. Andersson”
“oh,
rupanya kau, Yamada. Bisa kau jelaskan kepadaku mengapa pagi ini kau datang
terlambat? Kenapa pula dahimu itu?”
“eh,
itu… sewaktu akan berangkat tadi aku terjatuh. Terpaksa aku harus ke klinik
terdekat. Itulah mengapa aku jadi terlambat”
“oke,
alasan itu bisa aku terima. Duduklah di bangkumu”
“thank
you, Mrs. Andersson”
Mrs.
Andersson mengajar matematika. Banyak yang tidak menyukai pelajaran berhitung
itu. Setiap kali Mrs. Andersson meminta salah seorang murid untuk mengerjakan
soal-soal di depan kelas, tidak ada yang mengangkat tangannya kecuali Yamada
Kei.
“mengapa
yang bisa dan mengangkat tangan untuk mengerjakan soal-soal ini hanya Yamada
saja? Muridku tidak hanya dia. Sekarang aku akan menunjuk saja siapa yang harus
mengerjakan soal ini di depan kelas. Kau, Ms. Grey. Majulah. Kerjakan soal-soal
ini”
“a-aku?”
“ya,
namamu masih Emily Grey, kan?”
Dengan
agak ragu-ragu Emily maju untuk mengerjakan soal matematika yang ia tidak bisa
itu. Ia pun hanya memandangi soal itu tanpa mengerjakannya sama sekali.
“ada
apa, Ms. Grey? Kau kusuruh untuk mengerjakan itu, bukan hanya untuk dilihat
saja”
Kei
mengangkat tangannya.
“ya,
ada apa, Yamada?”
“biarkan
aku saja yang mengerjakannya, Mrs. Andersson. Sepertinya Ms. Grey kesulitan
mengerjakannya”
“baiklah,
duduklah kembali, Ms. Grey. Kuharap kau lebih giat belajar matematika”
Sewaktu
berpapasan…
“soal
begitu saja kau tidak bisa mengerjakannya, Ms. Grey?”
“kau…”
Emily
hanya bisa melotot tanpa bisa berbuat apa-apa.
Sewaktu
di kantin…
“sialan
benar kau, Yamada!”
“sabar,
Emily”
“coba
saja kalau kau yang diperlakukan seperti itu. Apakah kau masih saja bisa
bersabar, ha?!”
“iy-ya,
aku tahu”
“dia
telah mempermalukanku! Aku tidak bisa memaafkannya!
Lalu
datanglah Christy menghampiri meja Emily dan Anna.
“wah…
wah… wah… kasihan sekali kau, Ms. Grey. Kalau aku jadi kau, pasti aku akan malu
sekali. Dan aku pasti tidak akan berangkat ke sekolah selama seminggu.
Mengerjakan soal begitu saja kau tidak bisa. Kelihatan sekali kalau kau kurang
pandai”
“kalau
kau bisa, mengapa kau tidak mengangkat tanganmu? Itu juga menjelaskan kalau kau
juga tidak bisa, kan?”
“itu
sebenarnya…”
“…
ada apa ini?”
Tiba-tiba
Yamada Kei hadir diantara mereka.
“aku
hanya sekedar menyambangi temanku yang tidak pandai berhitung ini”
“apakah
kau juga bisa mengerjakannya sampai-sampai kau mengatakan temanmu seperti itu?”
“t-tentu
saja aku bisa”
“kalau
begitu, aku tantang kau untuk mengerjakan soal-soal yang diberikan oleh Mrs.
Andresson tadi. Kutunggu kau di ruangan Mrs. Andersson sepulang sekolah”
“tapi…”
“aku
tidak butuh janji. Aku hanya mau bukti”
Kei
mendekatkan wajahnya ke wajah Emily sambil tersenyum.
“bukankah
begitu, Ms. Grey?”
Kei
berlalu dari hadapan para gadis-gadis itu. Anna dan Emily saling tatap lalu
tertawa keras-keras.
“kuharap
kau bisa mengalahkan Yamada, Christy. Hahaha…. Semoga sukses, ya….”
Anna
dan Emily juga meninggalkan Christy dengan masih tertawa-tawa. Sedangkan
Christy hanya bisa menahan amarahnya.
“kalau
kulihat, sepertinya Yamada tadi membelamu”
“iya,
sih. Tapi itu tidak mengubah pendirianku. Aku masih marah dengannya!”
“sampai
kapan?”
“sampai
dia meminta maaf kepadaku dengan sungguh-sungguh”
Anna
hanya tertawa cekikikan.
“kenapa?”
“sepertinya
kamu harus marah dengan Yamada selamanya. Karena, orang seperti Yamada tidak
akan pernah meminta maaf kepadamu. Baru kenal beberapa hari saja kita sudah
tahu sifatnya, kan?”
Emily
hanya mendengus kesal sambil naik tangga menuju kelasnya.
Sepulang
sekolah Yamada Kei mendatangi meja Christy.
“bagaimana,
kau sudah siap?”
“tentu
saja”
“tunggu
sebentar,” Yamada Kei mendekati Emily dan Anna,”dan aku mau kalian menjadi
saksinya. Apakah kalian bersedia?”
“tentu
saja,” sahut Anna cepat.
Baru
saja mereka akan keluar dari kelas, ponsel Kei berbunyi. Ia mengamati layarnya.
“ada
apa, Ms. Andrews?”
“aku
hanya mengingatkan saja, kalau siang ini ada pertemuan penting dengan relasi
Mr. Yamada Yasuo yang kemarin itu. Semoga anda tidak lupa dan segera kemari secepatnya”
“tapi
hari ini aku ada perlu sebentar. Apa tidak bisa diundur atau dijadwal ulang?”
“tidak
bisa, karena setelah ini mereka sudah harus kembali ke Jepang lagi”
“baiklah,
Ms. Andrews. Aku akan kesana secepatnya”
Yamada
Kei mematikan sambungan ponselnya.
“hari
ini kau beruntung, Christy. Aku tidak bisa menantangmu hari ini. Aku ada
keperluan yang lebih penting. Tapi lain kali, aku pasti akan menantangmu”
Kei
berlalu dari hadapan teman-temannya. Mobil jemputannya sudah siap di depan
gerbang sekolah.
Suatu
siang, Yamada Kei menghabiskan waktu istirahatnya di belakang sekolah. Dimana
jarang sekali ada murid yang kesana. Terlihat ia sedang menelpon papanya
“ada
apa, Kei-chan?”
“pa,
berhentilah memanggilku dengan nama itu”
“kenapa?
Sampai kapanpun, kau tetap anak kecil kesayanganku. Ada apa menelponku?”
“mungkin
selama sebulan besok aku tidak bisa mengurus pekerjaanku, pa. Karena sebulan
ini kami harus pulang sore terus. Persiapan untuk ujian akhir sekolah. Jadi
kuharap bulan depan papa bisa kesini untuk kembali mengurus semuanya”
“kau
bisa mendelegasikan pekerjaanmu kepada Jammie Malkovich. Dia orang
kepercayaanku. Sekali-sekali saja aku kesana, kalau memang benar-benar
dibutuhkan”
“Malkovich?
Oiya, aku tahu dia. Kami pernah bertemu sekali pada waktu pertama kali aku
masuk kantor”
“bagaimana
perkembangan perusahaan?”
“sekarang
sudah semakin maju, pa. Kadang aku memberikan diskon khusus untuk para buyers.
Aku lebih memikirkan hubungan untuk jangka panjang daripada untung besar tapi
hanya sekali. Aku juga kadang meminta masukan dari para dewan direksi. Mereka
yang lebih berpengalaman daripada aku”
“aku
bangga sekali kepadamu, Kei-chan. Tidak sia-sia aku memberimu ijin untuk
belajar bekerja disana. Jadi sebelum kau bekerja sungguhan, kau sudah tahu
seluk beluk dunia bisnis”
“…dan
dunia bisnis itu sungguh kejam, pa”
“hahaha…
kau baru tahu rupanya. Seperti kata Sato Orochi, gurumu itu. Kill or to be
killed. Apakah kau paham, Kei-chan?”
“sangat
paham sekali, pa. Sekarag aku harus masuk kelas dulu. Salam saja untuk
semuanya. Bye”
Kei
menyelipkan ponselnya ke saku celananya lagi. Ia langsung menoleh ke satu arah
begitu ia mendengar seseorang berlari. Ia hanya melihat sekelebat perempuan
berambut coklat gelap sebahu berlari menjauh. Ia berjalan ke tempat dimana perempuan
tadi bersembunyi. Dan ia menemukan sebuah jepit rambut berhias bunga sakura di
tanah. Ia mengambilnya dan hanya tersenyum kecil. Lalu mengantongi jepit rambut
itu di saku kemeja putihnya.
Setelah
sampai di dalam kelas, ia langsung mendekati meja Emily dan menyerahkan jepit
rambut itu.
“kurasa
yang punya jepit rambut seperti ini hanya kamu. Ini tadi kutemukan jatuh di
halaman belakang sekolah”
Emily
terkejut. Ia meraba rambutnya. Dan memang benar, jepitnya hanya tinggal 1.
“iya,
benar. Trimakasih, Yamada” jawab Emily dengan gugup.
“tapi
lain kali, jangan menguping pembicaraan orang lain lagi. Kau tahu, itu sangat
tidak sopan”
Tanpa
melihat ke Emily yang wajahnya memerah, Kei segera duduk di bangkunya.
Suatu
sore sepulang sekolah, seperti biasa Yamada Kei dijemput sopirnya.
“kita
ke kantor dulu. Ada yang harus kukerjakan”
“baik,
tuan”
Emily
hanya memandang kepergian mobil Yamada Kei. Tapi buru-buru ia segera masuk ke
taksi yang sudah disewanya.
“ikuti
mobil yang tadi”
Taksi
pun membuntuti mobil Kei yang menuju arah pusat kota Manhattan.
“apa
yang dia lakukan di Manhattan ini? Bukankah jalan menuju rumahnya sudah
terlewati?”
Taksi
pun berhenti di pinggir jalan ketika mobil Kei memasuki halaman sebuah gedung
pencakar langit. Setelah membayar taksi, Emily pun keluar dan masih tetap
mengintip Kei dari jalan. Ia melihat Kei keluar dari mobilnya dengan sudah
memakai dasi, jas dan badge yang tergantung di lehernya. Semua orang yang
dilewati Kei mengangguk hormat kepadanya. Kei pun sudah menghilang di balik pintu
lift. Namun Emily masih bisa melihat Kei yang berada di dalam lift yang menuju
lantai paling atas itu. Karena lift terletak di sisi samping pintu utama dan
memakai kaca transparan. Namun, begitu Kei keluar dari lift, Emily sudah tidak
bisa melihatnya lagi.
Emily
hanya membaca papan besar yang ada di gedung itu: YAMADA GROUP.
“siapa
sebenarnya dirimu, Kei?” gumam Emily.
Dengan
perlahan, Emily berjalan menjauhi gedung dan mencari taksi untuk kembali ke
rumahnya. Sesampainya di rumah, ia segera menelpon Anna.
“Anna,
sekarang kau harus ke rumahku!”
“ada
apa, Emily?”
“aku
akan menjelaskan semuanya nanti disini, cepatlah!”
Tak
lama kemudian, Anna sudah sampai di kamar Emily.
![]() |
Anna Carter |
“ada
apa, Emily? Kuharap berita yang ingin kau sampaikan kepadaku adalah berita yang
heboh. Aku sudah mengorbankan waktuku untuk pergi dengan temanku samping rumah”
“sepertinya…
aku hampir tahu siapa Yamada sebenarnya”
“darimana
kamu tahu?”
“tadi
sepulang sekolah aku membuntuti mobilnya”
“what?!”
“mobilnya
menuju pusat kota Manhattan, masuk ke salah satu gedung bertingkat tinggi dan
semua orang mengangguk hormat kepadanya! Dia pun mengenakan setela jas dan
kartu pengenal seperti layaknya seorang boss yang memimpin sebuah perusahaan.
Dan gedung itu bernama Yamada Group. Tertulis besar di depan gedung yang megah
itu!”
“k-kau
yakin?”
“mataku
belum rabun, Anna!”
“sebaiknya
kita cari tahu perusahaan itu di internet!” ucap Anna cepat.
Tanpa
menunggu persetujuan Emily, Anna menghidupkan computer Emily yang ada di sudut
kamar dan mengetikkan nama perusahaan yang dimaksud Emily. Loading… Emily
buru-buru mengambil kursi lagi dan duduk di samping Anna. Perasaannya
berkecamuk.
Di
layar computer Emily terpampang profil perusahaan yang dimaksud. Sebuah
perusahaan besar dan sukses. Mempunyai cabang di setiap benua dan berkantor
pusat di Manhattan. Mulut Anna dan Emily ternganga lebar, mereka hanya bisa
saling berpandangan.
Ada
beberapa foto para petinggi perusahaan tersebut. Yamada Yasuo dan Yamada Kei
berdiri diantara mereka.
“apa
maksud ini semua, Anna?” ucap Emily sambil terus menatap layar tanpa berkedip.
“bacalah,
Emily. Ternyata Yamada Kei adalah pewaris tunggal perusahaan ini. Semua aset
Yamada akan jatuh ke tangan Kei! Dia seorang anak yang kaya raya! Tunggu
sebentar, apakah kau pernah melihat ayah teman Jepangmu itu?”
Emily
segera memperhatikan dengan seksama wajah Yamada Yasuo.
“aku
pernah melihatnya sekali. Tapi itu sudah lama sekali, Anna. Aku tidak bisa
mengingatnya. Dan sayangnya, aku tidak tahu namanya juga”
“hhh…
sekarang apa tindakanmu?”
“aku
tidak akan melakukan apapun. Aku sudah cukup puas dengan informasi ini”
“sebaiknya
kita tidak perlu menyebarkan berita ini, Emily”
“ya,
kau benar. Ini menjadi rahasia kita berdua. Janji?”
“janji”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar