Natale
duduk di samping Petra yang sedang nonton tv. Ia terus menatap Petra.
“ada apa, sayang?”
“rasanya gimana sih pa punya pacar?”
“kamu sudah punya pacar ya?”
Natale cuma tersenyum.
“dulu sih waktu papa punya pacar mamamu, yang ada hanya kebahagiaan. Serasa dunia milik berdua”
“kalau Natale punya pacar, papa pingin orangnya yang bagaimana?”
“yah… pokoknya seperti si Dante temenmu itu. Dan yang pasti, sayang ma kamu. Jadi siapa pacarmu?”
“mmm… suatu saat pasti Natale kenalkan ke papa deh. Tapi tidak sekarang. O ya, karena Natale tahu masa lalu papa, papa kenal tidak dengan Valentino d’Alema?”
“tau, tapi kenapa kau tanyakan hal itu?”
“cuma ingin tau aja”
“dia berandalan, selalu berurusan dengan carabinieri, pengedar obat-obatan terlarang, dan lainnya. Beberapa waktu yang lalu dia baru saja keluar dari penjara”
“kenapa?” Natale kaget.
“dia terlibat kasus penganiayaan terhadap seorang gadis. Gadis itu hamil tapi dia tidak mau tanggung jawab. Itu terjadi kurang lebih 2 tahun yang lalu”
“bagaimana nasib bayi itu?”
“entahlah. Natale, walau masa lalu papa tidak beda jauh dengan Valentino itu, tapi papa tidak mau kamu dapat jodoh orang yang seperti itu. Kamu mengerti?”
“iya, pa”
Sewaktu di kantin…
“Cindy, kamu nanti pulang duluan ya. Aku ada perlu”
”mau kemana?”
“aku ada perlu”
“dengan siapa?”
“Valentino”
“Valentino siapa?”
“Valentino d’Alema”
“siapa dia?”
“kamu seperti wartawan deh”
“bukannya begitu. Kamu kan tidak pernah cerita tentang dia. Jadi, cerita dulu”
“dia my boyfriend”
“what?”
“kau sudah dengar”
“kenapa kamu tidak pernah cerita? Orang mana dia?”
“orang Roma. Kamu ingat berandalan yang dulu itu?”
“jadi dia sekarang jadi pacar kamu? Berandalan jalanan itu? Tapi kenapa harus dia?”
“Cindy, aku menyukai dia sejak pertama kali melihat dia di jalanan itu. Nanti kukenalkan deh!”
“ada apa, sayang?”
“rasanya gimana sih pa punya pacar?”
“kamu sudah punya pacar ya?”
Natale cuma tersenyum.
“dulu sih waktu papa punya pacar mamamu, yang ada hanya kebahagiaan. Serasa dunia milik berdua”
“kalau Natale punya pacar, papa pingin orangnya yang bagaimana?”
“yah… pokoknya seperti si Dante temenmu itu. Dan yang pasti, sayang ma kamu. Jadi siapa pacarmu?”
“mmm… suatu saat pasti Natale kenalkan ke papa deh. Tapi tidak sekarang. O ya, karena Natale tahu masa lalu papa, papa kenal tidak dengan Valentino d’Alema?”
“tau, tapi kenapa kau tanyakan hal itu?”
“cuma ingin tau aja”
“dia berandalan, selalu berurusan dengan carabinieri, pengedar obat-obatan terlarang, dan lainnya. Beberapa waktu yang lalu dia baru saja keluar dari penjara”
“kenapa?” Natale kaget.
“dia terlibat kasus penganiayaan terhadap seorang gadis. Gadis itu hamil tapi dia tidak mau tanggung jawab. Itu terjadi kurang lebih 2 tahun yang lalu”
“bagaimana nasib bayi itu?”
“entahlah. Natale, walau masa lalu papa tidak beda jauh dengan Valentino itu, tapi papa tidak mau kamu dapat jodoh orang yang seperti itu. Kamu mengerti?”
“iya, pa”
Sewaktu di kantin…
“Cindy, kamu nanti pulang duluan ya. Aku ada perlu”
”mau kemana?”
“aku ada perlu”
“dengan siapa?”
“Valentino”
“Valentino siapa?”
“Valentino d’Alema”
“siapa dia?”
“kamu seperti wartawan deh”
“bukannya begitu. Kamu kan tidak pernah cerita tentang dia. Jadi, cerita dulu”
“dia my boyfriend”
“what?”
“kau sudah dengar”
“kenapa kamu tidak pernah cerita? Orang mana dia?”
“orang Roma. Kamu ingat berandalan yang dulu itu?”
“jadi dia sekarang jadi pacar kamu? Berandalan jalanan itu? Tapi kenapa harus dia?”
“Cindy, aku menyukai dia sejak pertama kali melihat dia di jalanan itu. Nanti kukenalkan deh!”
Sepulang sekolah…
“mana dia? Kok nggak ada? Jangan-jangan tidak datang”
“itu dia!”
“hai, sorry terlambat. Aku tadi ada urusan dengan Miguel. Ayo kita berangkat!”
“sebentar. Aku ingin kau berkenalan dengan sahabatku. Kamu mau?”
“boleh, mana dia?”
“itu, Cindy, kemarilah! Hai, Cindy, ini Val. Val, kenalkan ini Cindy”
“nice to meet you”
“nice to meet you too”
“cakep juga,” bisik Cindy.
“ayo, kita berangkat sekarang,” kata Val.
“aku pergi duluan, ya”
Natale dan Val menuju rumah Natale.
“ini ya rumahmu?”
”ya,kenapa?”
“sangat indah, mungil dan sejuk. Klasik”
“papaku menyukainya”
Di samping rumah terdapat pohon yang sangat besar. Daun-daunnya berjatuhan. Sehingga rumput yang terhampar hijau itu kotor dengan daun yang berwarna merah.
Natale menemui Petra yang ada di belakang rumah.
“hai, pa. selamat siang”
“kau membuatku kaget, Natale”
“ayo, kedepan, pa”
“ada apa?”
“ada teman yang ingin kukenalkan pada papa”
Mereka lalu ke ruang depan.
“papa, ini Val. Val, ini papaku”
“kau teman Natale?”
“ya,senang bertemu dengan anda”
“mmm… pa, lebih tepatnya Val itu pacar Natale”
“o, baguslah kalau kau sudah mempunyai seorang kekasih. Tapi sepertinya aku pernah lihat kamu tapi dimana ya?”
“dimana papa melihat? Ah, itu hanya perasaan papa saja”
“ya, mungkin saja”
“pa, Natale mau keluar sebentar dengan Val”
“ya, tapi pulangnya jangan sampai terlambat”
“iya, pa”
Setelah ganti baju, Natale dan Val pergi ke sebuah taman.
“kau sudah kenal dengan papaku. Aku juga mau kenal dengan orangtuamu”
“kau tidak perlu kenal. Aku tak punya orangtua. Beginilah hidupku. Sendirian. Cuma dikelilingi dengan kekerasan. Tiada kelembutan serta kasih sayang seperti kamu. Kelihatannya papamu sangat menyayangi kamu”
“tentu”
Keduanya diam sejenak.
“Val, aku ingin kau jujur padaku”
“tentang apa?”
“apakah kau pernah dipenjara karena terlibat sebuah kasus?”
“aku sudah beberapa kali dipenjara, aku sudah jujur kan?”
“maksudku kasus tentang penganiayaan terhadap seorang wanita yang katanya wanita itu sedang mengandung anak kamu. Dia minta kau bertanggung jawab, tapi kau tak mau. Lalu kau menghajarnya. Apa itu benar?”
“ya. Darimana kamu tahu?”
Natale terkejut.
“itu tak penting. Apa wanita itu pacarmu?”
“ya, dulu”
“dimana dia sekarang?”
“di Milan”
“bagaimana nasib bayi itu?”
“aku tak ingin membicarakan hal itu lagi! Aku sudah coba untuk melupakannya!”
“m-maaf”
“tak apa, tapi aku tak ingin bicara tentang itu lagi”
Baru sekali itu Natale melihat Val marah dan Natale takut dengan itu.
Michael dan Nick menjemput Wilma di Bandara Fiumicino. Nick memeluk Wilma.
“hai, Nick. aku datang dengan Franca”
“mama atau papa?”
“tidak ikut”
“ini Michael”
“hai, Michael”
Setelah mencari bagasi mereka, mereka lalu pulang.
“ini kamarmu, bagaimana?”
“tak begitu mirip. Tapi tak apa. Kau adalah kakakku yang paling baik. Mulai besok, kita akan mulai perjalanan kita”
“perjalanan apa?”
“keliling negri ini, aku kan belum pernah kesini. Kamu juga mau ikut kan, Mike?”
“tidak, terimakasih, Senin besok aku harus pulang ke Belanda. Pergilah saja kalian”
“yaaahh…. Sayang sekali”
Menjelang malam, Natale baru pulang.
“hai, pa”
“baru pulang? Menyenangkan? O ya, nih ada telpon dari Cindy”
“hai, Cindy”
“hai, baru pulang dengan Val ya? Bagaimana?”
“sangat menyenangkan. Dia membawaku keliling kota”
“so sweet. Besok ada janji lagi?”
“ya”
“dia tidak berbuat yang macam-macam padamu kan?”
“tidak, dan akumemang tidak mau macam-macam dulu sebelum kami menikah”
“baguslah, oya, sudah ya, aku ada perlu”
“ya, bye!”
Cindy tiduran di tempat tidurnya. Ia melamun.
“aku bisa merasakan betapa senangnya Natale bisa mendapatkan Val. Terus terang, aku menyukai Val. Tapi, Natale adalah sahabatku. Aku tak bisa melukai perasaannya. Tidak bisa. Andai Valentino jadi milikku. Aku pasti akan bahagia seperti Natale. Tapi, Val sudah jadi milik Natale”
Entah kenapa, tiba-tiba Cindy punya perasaan yang sama seperti Natale terhadap Val.
“aku tak dapat menghentikan persaanku ini!”
“mana dia? Kok nggak ada? Jangan-jangan tidak datang”
“itu dia!”
“hai, sorry terlambat. Aku tadi ada urusan dengan Miguel. Ayo kita berangkat!”
“sebentar. Aku ingin kau berkenalan dengan sahabatku. Kamu mau?”
“boleh, mana dia?”
“itu, Cindy, kemarilah! Hai, Cindy, ini Val. Val, kenalkan ini Cindy”
“nice to meet you”
“nice to meet you too”
“cakep juga,” bisik Cindy.
“ayo, kita berangkat sekarang,” kata Val.
“aku pergi duluan, ya”
Natale dan Val menuju rumah Natale.
“ini ya rumahmu?”
”ya,kenapa?”
“sangat indah, mungil dan sejuk. Klasik”
“papaku menyukainya”
Di samping rumah terdapat pohon yang sangat besar. Daun-daunnya berjatuhan. Sehingga rumput yang terhampar hijau itu kotor dengan daun yang berwarna merah.
Natale menemui Petra yang ada di belakang rumah.
“hai, pa. selamat siang”
“kau membuatku kaget, Natale”
“ayo, kedepan, pa”
“ada apa?”
“ada teman yang ingin kukenalkan pada papa”
Mereka lalu ke ruang depan.
“papa, ini Val. Val, ini papaku”
“kau teman Natale?”
“ya,senang bertemu dengan anda”
“mmm… pa, lebih tepatnya Val itu pacar Natale”
“o, baguslah kalau kau sudah mempunyai seorang kekasih. Tapi sepertinya aku pernah lihat kamu tapi dimana ya?”
“dimana papa melihat? Ah, itu hanya perasaan papa saja”
“ya, mungkin saja”
“pa, Natale mau keluar sebentar dengan Val”
“ya, tapi pulangnya jangan sampai terlambat”
“iya, pa”
Setelah ganti baju, Natale dan Val pergi ke sebuah taman.
“kau sudah kenal dengan papaku. Aku juga mau kenal dengan orangtuamu”
“kau tidak perlu kenal. Aku tak punya orangtua. Beginilah hidupku. Sendirian. Cuma dikelilingi dengan kekerasan. Tiada kelembutan serta kasih sayang seperti kamu. Kelihatannya papamu sangat menyayangi kamu”
“tentu”
Keduanya diam sejenak.
“Val, aku ingin kau jujur padaku”
“tentang apa?”
“apakah kau pernah dipenjara karena terlibat sebuah kasus?”
“aku sudah beberapa kali dipenjara, aku sudah jujur kan?”
“maksudku kasus tentang penganiayaan terhadap seorang wanita yang katanya wanita itu sedang mengandung anak kamu. Dia minta kau bertanggung jawab, tapi kau tak mau. Lalu kau menghajarnya. Apa itu benar?”
“ya. Darimana kamu tahu?”
Natale terkejut.
“itu tak penting. Apa wanita itu pacarmu?”
“ya, dulu”
“dimana dia sekarang?”
“di Milan”
“bagaimana nasib bayi itu?”
“aku tak ingin membicarakan hal itu lagi! Aku sudah coba untuk melupakannya!”
“m-maaf”
“tak apa, tapi aku tak ingin bicara tentang itu lagi”
Baru sekali itu Natale melihat Val marah dan Natale takut dengan itu.
Michael dan Nick menjemput Wilma di Bandara Fiumicino. Nick memeluk Wilma.
“hai, Nick. aku datang dengan Franca”
“mama atau papa?”
“tidak ikut”
“ini Michael”
“hai, Michael”
Setelah mencari bagasi mereka, mereka lalu pulang.
“ini kamarmu, bagaimana?”
“tak begitu mirip. Tapi tak apa. Kau adalah kakakku yang paling baik. Mulai besok, kita akan mulai perjalanan kita”
“perjalanan apa?”
“keliling negri ini, aku kan belum pernah kesini. Kamu juga mau ikut kan, Mike?”
“tidak, terimakasih, Senin besok aku harus pulang ke Belanda. Pergilah saja kalian”
“yaaahh…. Sayang sekali”
Menjelang malam, Natale baru pulang.
“hai, pa”
“baru pulang? Menyenangkan? O ya, nih ada telpon dari Cindy”
“hai, Cindy”
“hai, baru pulang dengan Val ya? Bagaimana?”
“sangat menyenangkan. Dia membawaku keliling kota”
“so sweet. Besok ada janji lagi?”
“ya”
“dia tidak berbuat yang macam-macam padamu kan?”
“tidak, dan akumemang tidak mau macam-macam dulu sebelum kami menikah”
“baguslah, oya, sudah ya, aku ada perlu”
“ya, bye!”
Cindy tiduran di tempat tidurnya. Ia melamun.
“aku bisa merasakan betapa senangnya Natale bisa mendapatkan Val. Terus terang, aku menyukai Val. Tapi, Natale adalah sahabatku. Aku tak bisa melukai perasaannya. Tidak bisa. Andai Valentino jadi milikku. Aku pasti akan bahagia seperti Natale. Tapi, Val sudah jadi milik Natale”
Entah kenapa, tiba-tiba Cindy punya perasaan yang sama seperti Natale terhadap Val.
“aku tak dapat menghentikan persaanku ini!”
Suatu siang, Natale
seperti biasanya di jemput Val.
“Cindy, kau tak bawa mobil,kan? Ikut kami saja”
“tidak, aku pulang sendiri saja. Aku bisa naik taksi”
“ayolah, Cindy”
“no, thanx”
“baiklah, ayo Val”
Natale dan Val meninggalkan Cindy sendirian. Cindy nampak iri dengan kemesraan Natale dan Val. Ia pun berusaha untuk menjauhi Natale.
Sewaktu di kelas…
“Cindy, ada apa sih dengan kamu?”
“memangnya ada apa?”
“tiap hari kamu selalu menjauhi aku. Apa aku ada salah sama kamu?”
“tidak. Aku cuma sedang tak ingin kemana-mana saja. Males. Kau nanti ada acara dengan Val lagi?”
“iya”
“bagaimana pendapatmu jika ada orang lain yang menyukai Val?”
“entahlah, tapi yang penting bagiku sekarang Val sangat mencintaiku”
Semuanya diam ketika guru sudah masuk kelas.
“Val sangat mencintai Natale. Begitu pula sebaliknya. Sampai kapanpun. Kenapa Val begitu tampan sampai aku seperti ini? Tiap aku melihatnya, jantungku langsung berdebar dan tubuhku dingin. Mungkinkah aku mencintai pacar sahabatku sendiri? Cindy, kau seorang pengkhianat!”
Cindy tak begitu bersemangat dengan pelajaran kali ini.
Nick mengajak Wilma ke kantin kampusnya.
“wah, besar sekali sekolahmu”
Nick cuma tersenyum,”hai, Lara. Boleh duduk?”
“silahkan”
“kau tak libur ya?”
“enggak, aku ada kelas hari ini. O ya, siapa gadis kecil ini?”
“oh, ini adikku, Wilma. Dia baru saja datang dari Belanda”
“hai, Wilma, apa kabar? Aku Lara, teman Nick”
“baik, aku Wilma”
“adikmu manis sekali”
“adik siapa dulu dong”
“Wilma, kapan-kapan mainlah ke rumahku, ajak juga Nick. Maaf aku harus permisi sekarang”
“baiklah”
Wilma dan Nick lalu pergi juga tak lama kemudian. Mereka ke tempat-tempat wisata yang belum pernah dilihat oleh Wilma.
Seharian mereka pergi. Nick memang sangat menyayangi Wilma, walau beda papa.
Malam itu, Val ke rumah Natale. Petra yang membukakan pintu.
“hai, aku mencari Natale. Apakah dia ada?”
“tidak, dia sedang di rumah Dante, ada tugas sekolah”
“baiklah, aku permisi”
“tidak msuk dulu?”
“tidak, trimakasih, kebetulan aku juga ada keperluan yang lain”
Val lalu menjalankan mobil pick up merahnya. Ia pun berhenti di depan rumah Cindy. Ia melihat Cindy ada di depan rumah.
“hai, Cindy, kenapa di depan rumah?”
“nunggu teman tapi sepertinya dia tidak datang, mau beli buku”
“ayo, kuantar”
“sebenarnya badanku juga sedang tidak fit. Lagian kalau Natale lihat dan dia marah, gimana?”
“tidak, aku cuma ngantar kamu. Lagian kamu kan sahabat dia”
Cindy duduk di samping Val, ia nampak bahagia sekali karena biasanya Natale yang duduk disitu.
“dimana tokonya?”
“jalan depan itu belok ke kiri”
Setelah parkir, mereka lalu masuk. Cindy memilih bukunya lalu ke kasir.
“aku saja yang bayar”
“tak usah”
“tak apa-apa”
“baiklah, terimakasih”
Mereka lalu ke mobil lagi.
“kau mau kuajak nonton”
“kamu? Yang bener?” Cindy terkejut sekali.
“iy-ya”
“ok,aku mau. Ayo!”
Mereka lalu nonton. Cindy sangat senang sekali. Ia pun memanfaatkan kesempatan itu. Ia bersandar di bahu Val.
“kamu sakit?”
“sedikit pusing”
“kita pulang sekarang saja”
“tidak usah, filmnya kan belum selesai”
“tapi kamu sakit”
“tak apa, nanti juga sembuh sendiri”
Setelah selesai, Val mengantar Cindy pulang.
“ayo, mampir dulu, aku di rumah sendirian”
Mereka berbincang-bincang di ruang tamu.
“kau sudah punya pacar?”
“belum”
“aku tak percaya, kamu cantik”
“makasih”
“mata kamu bagus”
“kamu sudah punya Natale” Cindy mengingatkan Val.
“oh, sorry. Aku tahu”
“sebelum dengan Natale, kamu juga sudah punya pacar?”
“ya”
“kenapa sampai putus?”
“entah, sebagian besar mereka yang memutuskan aku”
“sayang sekali. Mereka seharusnya beruntung memiliki kamu. Tapi kenapa mereka menyia-nyikan kamu begitu saja? Kau tak pantas untuk itu”
“maksudmu?”
“entahlah, kau sudah menjadi milik Natale. Jadi, aku tak mungkin bisa dapat kesempatan untuk mendapatkanmu kan?”
“maksudmu… kau menyukaiku?”
“ah… lupakan pembicaran yang konyol ini. Tapi kuakui kalau aku memang… menyukaimu sejak pertama Natale memperkenalkan kau padaku”
“emm… jujur saja,waktu itu aku juga menyukimu dan tertarik padamu”
“berarti cintaku padamu ini tidak bertepuk sebelah tangan?”
“makanya kau kuajak nonton tadi. Aku ingin mengenalmu lebih jauh”
“tapi kenapa kau langsung suka padaku? Hubunganmu dengan Natale belum lama”
“sebenarnya aku tidak nyaman dengan dia. Dia terlalu disayang papanya”
“ya, aku tahu. Dia anak satu-satunya”
“untuk itulah, kemana-mana harus ijin dan diketahui kapan pulangnya”
“ya, dia gadis baik-baik. Dia juga pernah bilang kepadaku: no sex before marriage”
“kau dan dia sangat bertentangan”
“kau dan dia juga bertentangan. Kalau kau suka padaku, bagaimana dengan Natale? Dia sahabatku”
“aku tak tahu”
“Sebaiknya kita rahasiakan dulu. Ku mencintaimu, tapi aku juga tidak mungkin menyakiti Natale”
“terserahlah”
Telpon berdering…
“hai, Cindy, kau sudah dapat bukunya? Aku dan Dante sudah dapat nih!”
“sudah, tadi diantar Val”
“Val?”
“maksudku Valerie”
“o… kata papa tadi Val kerumahku tapi aku tak ada”
“mungin dia ada acara buatmu”
“ya, mungkin”
“besok kujemput ya”
“entahlah… kalau besok Val menjemputku… gimana ya? Baiklah, besok jemput aku ya,bye!”
“bye!”
“dari Natale, ya?” tanya Val.
“ya, besok pagi kau tak usah jemput Natale, aku yang akan menjemputnya”
“baiklah, aku pulang dulu”
“bisa kita ketemu lagi?”
“tentu saja. Kau bisa menemuiku di bar dekat mall itu”
“thanx”
Setelah mencium Cindy, Val pulang. Cindy lalu ke kamarnya.
“tak kusangka Val dapat kumiliki. Dia begitu mudah berpaling dari Natale. Apa dia nanti juga mudah berpaling dariku? Ah, tidak. Dia akan jadi milikku selamanya. Tapi, kenapa aku jadi begini? Aku sahabat Natale, tapi aku telah mengkhianati dia. Maafkan aku, Natale. Aku juga sangat mencintai Val seperti halnya kamu”
Cindy masih mondar-mandir di kamarnya.
“Natale? Ah, aku nggak akan peduli lagi. Yang penting aku menyukai Val dan kini Val telah jadi milikku!”
“Cindy, kau tak bawa mobil,kan? Ikut kami saja”
“tidak, aku pulang sendiri saja. Aku bisa naik taksi”
“ayolah, Cindy”
“no, thanx”
“baiklah, ayo Val”
Natale dan Val meninggalkan Cindy sendirian. Cindy nampak iri dengan kemesraan Natale dan Val. Ia pun berusaha untuk menjauhi Natale.
Sewaktu di kelas…
“Cindy, ada apa sih dengan kamu?”
“memangnya ada apa?”
“tiap hari kamu selalu menjauhi aku. Apa aku ada salah sama kamu?”
“tidak. Aku cuma sedang tak ingin kemana-mana saja. Males. Kau nanti ada acara dengan Val lagi?”
“iya”
“bagaimana pendapatmu jika ada orang lain yang menyukai Val?”
“entahlah, tapi yang penting bagiku sekarang Val sangat mencintaiku”
Semuanya diam ketika guru sudah masuk kelas.
“Val sangat mencintai Natale. Begitu pula sebaliknya. Sampai kapanpun. Kenapa Val begitu tampan sampai aku seperti ini? Tiap aku melihatnya, jantungku langsung berdebar dan tubuhku dingin. Mungkinkah aku mencintai pacar sahabatku sendiri? Cindy, kau seorang pengkhianat!”
Cindy tak begitu bersemangat dengan pelajaran kali ini.
Nick mengajak Wilma ke kantin kampusnya.
“wah, besar sekali sekolahmu”
Nick cuma tersenyum,”hai, Lara. Boleh duduk?”
“silahkan”
“kau tak libur ya?”
“enggak, aku ada kelas hari ini. O ya, siapa gadis kecil ini?”
“oh, ini adikku, Wilma. Dia baru saja datang dari Belanda”
“hai, Wilma, apa kabar? Aku Lara, teman Nick”
“baik, aku Wilma”
“adikmu manis sekali”
“adik siapa dulu dong”
“Wilma, kapan-kapan mainlah ke rumahku, ajak juga Nick. Maaf aku harus permisi sekarang”
“baiklah”
Wilma dan Nick lalu pergi juga tak lama kemudian. Mereka ke tempat-tempat wisata yang belum pernah dilihat oleh Wilma.
Seharian mereka pergi. Nick memang sangat menyayangi Wilma, walau beda papa.
Malam itu, Val ke rumah Natale. Petra yang membukakan pintu.
“hai, aku mencari Natale. Apakah dia ada?”
“tidak, dia sedang di rumah Dante, ada tugas sekolah”
“baiklah, aku permisi”
“tidak msuk dulu?”
“tidak, trimakasih, kebetulan aku juga ada keperluan yang lain”
Val lalu menjalankan mobil pick up merahnya. Ia pun berhenti di depan rumah Cindy. Ia melihat Cindy ada di depan rumah.
“hai, Cindy, kenapa di depan rumah?”
“nunggu teman tapi sepertinya dia tidak datang, mau beli buku”
“ayo, kuantar”
“sebenarnya badanku juga sedang tidak fit. Lagian kalau Natale lihat dan dia marah, gimana?”
“tidak, aku cuma ngantar kamu. Lagian kamu kan sahabat dia”
Cindy duduk di samping Val, ia nampak bahagia sekali karena biasanya Natale yang duduk disitu.
“dimana tokonya?”
“jalan depan itu belok ke kiri”
Setelah parkir, mereka lalu masuk. Cindy memilih bukunya lalu ke kasir.
“aku saja yang bayar”
“tak usah”
“tak apa-apa”
“baiklah, terimakasih”
Mereka lalu ke mobil lagi.
“kau mau kuajak nonton”
“kamu? Yang bener?” Cindy terkejut sekali.
“iy-ya”
“ok,aku mau. Ayo!”
Mereka lalu nonton. Cindy sangat senang sekali. Ia pun memanfaatkan kesempatan itu. Ia bersandar di bahu Val.
“kamu sakit?”
“sedikit pusing”
“kita pulang sekarang saja”
“tidak usah, filmnya kan belum selesai”
“tapi kamu sakit”
“tak apa, nanti juga sembuh sendiri”
Setelah selesai, Val mengantar Cindy pulang.
“ayo, mampir dulu, aku di rumah sendirian”
Mereka berbincang-bincang di ruang tamu.
“kau sudah punya pacar?”
“belum”
“aku tak percaya, kamu cantik”
“makasih”
“mata kamu bagus”
“kamu sudah punya Natale” Cindy mengingatkan Val.
“oh, sorry. Aku tahu”
“sebelum dengan Natale, kamu juga sudah punya pacar?”
“ya”
“kenapa sampai putus?”
“entah, sebagian besar mereka yang memutuskan aku”
“sayang sekali. Mereka seharusnya beruntung memiliki kamu. Tapi kenapa mereka menyia-nyikan kamu begitu saja? Kau tak pantas untuk itu”
“maksudmu?”
“entahlah, kau sudah menjadi milik Natale. Jadi, aku tak mungkin bisa dapat kesempatan untuk mendapatkanmu kan?”
“maksudmu… kau menyukaiku?”
“ah… lupakan pembicaran yang konyol ini. Tapi kuakui kalau aku memang… menyukaimu sejak pertama Natale memperkenalkan kau padaku”
“emm… jujur saja,waktu itu aku juga menyukimu dan tertarik padamu”
“berarti cintaku padamu ini tidak bertepuk sebelah tangan?”
“makanya kau kuajak nonton tadi. Aku ingin mengenalmu lebih jauh”
“tapi kenapa kau langsung suka padaku? Hubunganmu dengan Natale belum lama”
“sebenarnya aku tidak nyaman dengan dia. Dia terlalu disayang papanya”
“ya, aku tahu. Dia anak satu-satunya”
“untuk itulah, kemana-mana harus ijin dan diketahui kapan pulangnya”
“ya, dia gadis baik-baik. Dia juga pernah bilang kepadaku: no sex before marriage”
“kau dan dia sangat bertentangan”
“kau dan dia juga bertentangan. Kalau kau suka padaku, bagaimana dengan Natale? Dia sahabatku”
“aku tak tahu”
“Sebaiknya kita rahasiakan dulu. Ku mencintaimu, tapi aku juga tidak mungkin menyakiti Natale”
“terserahlah”
Telpon berdering…
“hai, Cindy, kau sudah dapat bukunya? Aku dan Dante sudah dapat nih!”
“sudah, tadi diantar Val”
“Val?”
“maksudku Valerie”
“o… kata papa tadi Val kerumahku tapi aku tak ada”
“mungin dia ada acara buatmu”
“ya, mungkin”
“besok kujemput ya”
“entahlah… kalau besok Val menjemputku… gimana ya? Baiklah, besok jemput aku ya,bye!”
“bye!”
“dari Natale, ya?” tanya Val.
“ya, besok pagi kau tak usah jemput Natale, aku yang akan menjemputnya”
“baiklah, aku pulang dulu”
“bisa kita ketemu lagi?”
“tentu saja. Kau bisa menemuiku di bar dekat mall itu”
“thanx”
Setelah mencium Cindy, Val pulang. Cindy lalu ke kamarnya.
“tak kusangka Val dapat kumiliki. Dia begitu mudah berpaling dari Natale. Apa dia nanti juga mudah berpaling dariku? Ah, tidak. Dia akan jadi milikku selamanya. Tapi, kenapa aku jadi begini? Aku sahabat Natale, tapi aku telah mengkhianati dia. Maafkan aku, Natale. Aku juga sangat mencintai Val seperti halnya kamu”
Cindy masih mondar-mandir di kamarnya.
“Natale? Ah, aku nggak akan peduli lagi. Yang penting aku menyukai Val dan kini Val telah jadi milikku!”
Hari demi hari berlalu.
Ujian terakhir di sekolah Cindy dan Natale pun juga berakhir. Tibalah
pengumuman kelulusan itu.
“Cindy, aku lulus!”
“aku juga! Nanti aku langsung ke mall, ada urusan”
“baiklah, hari ini aku juga ada janji sama papa”
Cindy langsung ke bar dekat mall untuk menemui Val.
“ada apa? Kok nampak senang sekali?”
“Val, aku lulus”
“o ya?”
“jadi enggak kita liburan ke Sicilia?”
“tentu saja”
“gimana kalau Natale ngajak kamu liburan?”
“itu urusanku. Ayo, kita rayakan kelulusanmu”
Natale sudah sampai di rumah. Natale mencium Petra dari belakang.
“ada apa ini?”
“coba tebak?”
“papa tau. Hari ini kan pengumuman kelulusan, bagaimana? Lulus tidak?”
“tentu saja, pa”
“bagus itu”
“tapi cuma peringkat ke 2”
“tak apa, yang pertama masih Valerie ya?”
“iya. Oya, papa kan sudah janji kalau Natale lulus, papa mau ngajak Natale berlibur”
“memang, tapi papa harus pergi, sayang”
“kemana?”
“papa harus ke Jakarta 2 bulan. Apa kau mau liburan kesana?”
“enggak ah, jauh. Natale sedang nggak ingin pergi jauh”
“lalu kemana kamu akan berlibur? Boleh kemana saja. Tapi maaf, papa tak bisa menemani kamu”
“tak apa,mungkin Val bisa menemani Natale”
“ya, telponlah dia”
Natale lalu menelpon Val.
“hai, Val”
“kau? Ada apa?”
“aku sudah lulus hari ini”
“selamat ya”
“aku ingin mengajkmu berlibur”
“berlibur?”
“kenapa?”
“maaf, aku harus pergi dengan Andy. Ada urusan penting”
“baiklah”
“I’m sorry”
“tak apa”
“bagaimana?” tanya Petra.
“dia tidak bisa”
“kau bisa ajak Cindy”
“nggak, Natale mau liburan sendiri saja”
“berani?”
“berani”
“kemana?”
“ke Milan, boleh?”
“boleh”
3 hari kemudian, Natale menemui Andrew, sahabat Val, di sebuah taman kota.
“kenapa kau ingin menemuiku disini?”
“aku ingin tanya kepadamu. Kenapa sekarang Val menjauhi aku? Apa kau tahu sesuatu? Apakah ini hanya perasaanku saja? Andrew, kau pasti tahu sesuatu”
“aku tak boleh mengatakan kalau sekarang Val dekat dengan Cindy”
“Andrew, kenapa kamu?”
“nothing, aku cuma… ah, mungkin itu hanya perasaan kamu saja”
“kuharap juga begitu, karena aku memang sangat mencintai dia”
“aku tahu. Oya, kau kan sudah lulus, selamat ya”
“thanx”
“mau liburan kemana?”
“pingin ke Milan”
“sendiri? Berani sekali”
“aku juga mau tanya. Ini ada sangkut pautnya dengan keberangkatanku ke Milan. Kuharap kau menjawabnya dengan jujur”
“ok, I’ll try”
“bersumpahlah”
“ok, I swear by my girl”
“by God”
“ok ok by God”kata Andrew.
“kau sudah bersumpah demi Tuhan, jadi kau harus menjawabnya dengan jujur”
“certamente”
“aku tahu kalau 2 tahun yang lalu Val kena kasus penganiayaan kepada seorang perempuan”
“darimana kamu tahu?”
“itu tak penting. Perempuan itu minta pertanggungjawaban pada Val. Tapi Val tak mau. Yang mau kutanyakan, bagaimana nasib bayi itu?”
“aku tak tahu”
“aku tahu kau pasti tahu! Kau tahu segalanya tentang dia. Kau sahabat dia!”
“kau jangan mendesakku, Natale!”
“ingat, Andrew, kau sudah bersumpah demi Tuhan”
“tapi jangan kau katakan pada Val kalau aku yang memberitahu”
“I swear by God”
“bayi itu… tidak mati”
“bayi itu hidup? Lalu dimana? Tinggal dengan siapa?” Natale tak percaya.
“ada di Milan dan tinggal dengan ibunya. Sekarang pasti sudah berumur 2 tahun”
“laki-laki atau perempuan?”
“laki-laki”
“apa Val pernah menjenguk mereka?”
“pernah 1x, itupun 1 tahun yang lau”
“siapa gadis itu?”
“Adrianna Fossa”
“dimana dia tinggal?”
“buat apa?”
“aku ingin bertemu dengannya”
“kamu gila ya”
“kenapa? Aku cuma ingin tahu”
Andrew memberikan alamat Adrianna Fossa kepada Natale.
“terimakasih, besok aku akan ke Milan dan akan menemui dia”
“janji kau tak akan bilang kepada Val”
“iya, iya. Aku pulang dulu”
Natale pulang, tapi disepanjang perjalanan,Natale masih memikirkan kata-kata Andrew.
“Val sudah punya anak. Anak itu hidup. Aku tak tahu bagaimana sikapku nanti setelah bertemu dengan Adrianna Fossa dan anaknya. Aku tak mau merusak masa depan anak itu. Baik, mulai sekarang aku akan menjauhi Val. Lagipula, sekarang Val pun kurasa juga menjauhiku. Itu lebih mudah untuk melupakan dia”
Tak lama, Natale sudah ada dirumahnya. Ia melihat mobil Cindy ada di halaman rumahnya.
“hai, Cindy. Sudah lama?”
“baru saja”
“papa tinggal dulu ya” Petra lalu ke dalam.
“ada apa?”
“Cuma mau tanya, liburan ini kamu mau kemana?”
“aku mau ke Milan sendirian”
“tidak dengan Val?”
“tidak, kalau kamu?”
“aku mau ke Sicilia”
“wah… sangat indah dan romantic”
“ya, apalagi dengan orang yang kita cintai,”kata Cindy sambil membayangkan dia dan Val di pulau itu.
“tentu, kapan kamu berangkat?”
“minggu depan, kalau kamu?”
“besok”
“cepat sekali”
“ya. O ya, kau mau melanjutkan kemana?”
“ke Universitas Roma”
“papa juga ingin aku untuk sekolah disitu”
“kamu mau kan? Jadi kita bisa bersama-sama lagi”
“tentu”
“kau sudah membereskan pakaianmu?”
“belum”
“ayo,sekarang kita bereskan, kubantu”
“grazie”
Mereka lalu ke kamar Natale dan membereskan kamar Natale.
Esok paginya, Petra dan Cindy mengantar Natale sampai bandara.
“jaga dirimu baik-baik, sayang”
“tentu, papa”
“kirim kabar kalau kau sudah sampai di Milan”
“ya”
Natale lalu masuk ke pesawat dan terbang ke Milan.
“Cindy, aku lulus!”
“aku juga! Nanti aku langsung ke mall, ada urusan”
“baiklah, hari ini aku juga ada janji sama papa”
Cindy langsung ke bar dekat mall untuk menemui Val.
“ada apa? Kok nampak senang sekali?”
“Val, aku lulus”
“o ya?”
“jadi enggak kita liburan ke Sicilia?”
“tentu saja”
“gimana kalau Natale ngajak kamu liburan?”
“itu urusanku. Ayo, kita rayakan kelulusanmu”
Natale sudah sampai di rumah. Natale mencium Petra dari belakang.
“ada apa ini?”
“coba tebak?”
“papa tau. Hari ini kan pengumuman kelulusan, bagaimana? Lulus tidak?”
“tentu saja, pa”
“bagus itu”
“tapi cuma peringkat ke 2”
“tak apa, yang pertama masih Valerie ya?”
“iya. Oya, papa kan sudah janji kalau Natale lulus, papa mau ngajak Natale berlibur”
“memang, tapi papa harus pergi, sayang”
“kemana?”
“papa harus ke Jakarta 2 bulan. Apa kau mau liburan kesana?”
“enggak ah, jauh. Natale sedang nggak ingin pergi jauh”
“lalu kemana kamu akan berlibur? Boleh kemana saja. Tapi maaf, papa tak bisa menemani kamu”
“tak apa,mungkin Val bisa menemani Natale”
“ya, telponlah dia”
Natale lalu menelpon Val.
“hai, Val”
“kau? Ada apa?”
“aku sudah lulus hari ini”
“selamat ya”
“aku ingin mengajkmu berlibur”
“berlibur?”
“kenapa?”
“maaf, aku harus pergi dengan Andy. Ada urusan penting”
“baiklah”
“I’m sorry”
“tak apa”
“bagaimana?” tanya Petra.
“dia tidak bisa”
“kau bisa ajak Cindy”
“nggak, Natale mau liburan sendiri saja”
“berani?”
“berani”
“kemana?”
“ke Milan, boleh?”
“boleh”
3 hari kemudian, Natale menemui Andrew, sahabat Val, di sebuah taman kota.
“kenapa kau ingin menemuiku disini?”
“aku ingin tanya kepadamu. Kenapa sekarang Val menjauhi aku? Apa kau tahu sesuatu? Apakah ini hanya perasaanku saja? Andrew, kau pasti tahu sesuatu”
“aku tak boleh mengatakan kalau sekarang Val dekat dengan Cindy”
“Andrew, kenapa kamu?”
“nothing, aku cuma… ah, mungkin itu hanya perasaan kamu saja”
“kuharap juga begitu, karena aku memang sangat mencintai dia”
“aku tahu. Oya, kau kan sudah lulus, selamat ya”
“thanx”
“mau liburan kemana?”
“pingin ke Milan”
“sendiri? Berani sekali”
“aku juga mau tanya. Ini ada sangkut pautnya dengan keberangkatanku ke Milan. Kuharap kau menjawabnya dengan jujur”
“ok, I’ll try”
“bersumpahlah”
“ok, I swear by my girl”
“by God”
“ok ok by God”kata Andrew.
“kau sudah bersumpah demi Tuhan, jadi kau harus menjawabnya dengan jujur”
“certamente”
“aku tahu kalau 2 tahun yang lalu Val kena kasus penganiayaan kepada seorang perempuan”
“darimana kamu tahu?”
“itu tak penting. Perempuan itu minta pertanggungjawaban pada Val. Tapi Val tak mau. Yang mau kutanyakan, bagaimana nasib bayi itu?”
“aku tak tahu”
“aku tahu kau pasti tahu! Kau tahu segalanya tentang dia. Kau sahabat dia!”
“kau jangan mendesakku, Natale!”
“ingat, Andrew, kau sudah bersumpah demi Tuhan”
“tapi jangan kau katakan pada Val kalau aku yang memberitahu”
“I swear by God”
“bayi itu… tidak mati”
“bayi itu hidup? Lalu dimana? Tinggal dengan siapa?” Natale tak percaya.
“ada di Milan dan tinggal dengan ibunya. Sekarang pasti sudah berumur 2 tahun”
“laki-laki atau perempuan?”
“laki-laki”
“apa Val pernah menjenguk mereka?”
“pernah 1x, itupun 1 tahun yang lau”
“siapa gadis itu?”
“Adrianna Fossa”
“dimana dia tinggal?”
“buat apa?”
“aku ingin bertemu dengannya”
“kamu gila ya”
“kenapa? Aku cuma ingin tahu”
Andrew memberikan alamat Adrianna Fossa kepada Natale.
“terimakasih, besok aku akan ke Milan dan akan menemui dia”
“janji kau tak akan bilang kepada Val”
“iya, iya. Aku pulang dulu”
Natale pulang, tapi disepanjang perjalanan,Natale masih memikirkan kata-kata Andrew.
“Val sudah punya anak. Anak itu hidup. Aku tak tahu bagaimana sikapku nanti setelah bertemu dengan Adrianna Fossa dan anaknya. Aku tak mau merusak masa depan anak itu. Baik, mulai sekarang aku akan menjauhi Val. Lagipula, sekarang Val pun kurasa juga menjauhiku. Itu lebih mudah untuk melupakan dia”
Tak lama, Natale sudah ada dirumahnya. Ia melihat mobil Cindy ada di halaman rumahnya.
“hai, Cindy. Sudah lama?”
“baru saja”
“papa tinggal dulu ya” Petra lalu ke dalam.
“ada apa?”
“Cuma mau tanya, liburan ini kamu mau kemana?”
“aku mau ke Milan sendirian”
“tidak dengan Val?”
“tidak, kalau kamu?”
“aku mau ke Sicilia”
“wah… sangat indah dan romantic”
“ya, apalagi dengan orang yang kita cintai,”kata Cindy sambil membayangkan dia dan Val di pulau itu.
“tentu, kapan kamu berangkat?”
“minggu depan, kalau kamu?”
“besok”
“cepat sekali”
“ya. O ya, kau mau melanjutkan kemana?”
“ke Universitas Roma”
“papa juga ingin aku untuk sekolah disitu”
“kamu mau kan? Jadi kita bisa bersama-sama lagi”
“tentu”
“kau sudah membereskan pakaianmu?”
“belum”
“ayo,sekarang kita bereskan, kubantu”
“grazie”
Mereka lalu ke kamar Natale dan membereskan kamar Natale.
Esok paginya, Petra dan Cindy mengantar Natale sampai bandara.
“jaga dirimu baik-baik, sayang”
“tentu, papa”
“kirim kabar kalau kau sudah sampai di Milan”
“ya”
Natale lalu masuk ke pesawat dan terbang ke Milan.
![]() |
natale del pierro |
Suatu sore, Natale dengan ditemani seorang guide jalan-jalan di kota Milan, namanya Andre.
“kenapa kamu ingin jalan? Kan lebih enak naik mobil? Apa kamu tidak lelah?”
“tidak, kamu masih sekolah ya?”
“ya, di Universitas Milan, sebentar lagi selesai. Kalau kamu?”
“aku baru mau masuk Universitas Roma. Aku baru saja lulus SMU”
“kuliah disini saja”
“enggak ah!”
Mereka lalu ke kedai kopi yang ada di balai seni Vittorio Emanuelle ll dengan atap yang melengkung.
“tempat apa ini?”
“ini namanya balai seni Vittorio Emanuelle ll. Dan di sisi sebelah sana itu, itulah jantung kota Milan. Namanya Piazza del Duomo yang dibangun tahun 1861 di kaki katedral gotik yang indah itu”
“sangat indah, aku suka suasananya”
“tapi, Milan yang merupakan kota terbesar kedua setelah Roma dan merupakan ibukota propinsi Lombardy ini, tak begitu disukai oleh mayoritas orang italia”
“oya, kenapa?”
“orang italia lainnya menganggap orang Milan itu gila kerja dan gila sukses yang dapat menghancurkan diri sendiri. Orang Milan sering dibandingkan dengan orang New York. Karena mereka tampak lari kalau berjalan”
“ya,aku bisa lihat tadi”
“ayo, kita jalan lagi. Akan kutunjukkan yang lainnya”
Mereka lalu menyeberang lewat balai seni itu dan muncul di Piazza della Scala.
“ini namanya Piazza della Scala dan bangunannya yang terkenal yaitu Teatro della Scala. La Scalla, sesuai dengan namanya, mungkin sekali merupakan gedung opera yang paling terkenal di dunia. Dan menjadi cita-cita tiap penyanyi opera untuk dapat kesempatan nyanyi disana”
“aku pernah dengar ada Basilica Santo Ambroggio”
“ya, gereja itu dibangun pada abad 11 untuk menghormati uskup Milan yang pertama, Santo Ambrosse”
Mereka lalu jalan lagi.
“kau tahu kan Leonardo da Vinci?”
“ya”
“di gereja Santa Maria delle Grazie dikenal oleh para pecinta seni sebab disinilah Da Vinci melukis lukisan dinding dan langit-langitnya yang paling terkenal, The Last Supper. Tadinya rusak berat waktu PD ll, tapi kini sudah diperbaiki secara keseluruhan”
Setelah cukup lama berjalan-jalan, akhirnya mereka kembali.
Esoknya, Natale berjalan-jalan sendirian. Ia mencari alamat Andrianna Fossa.
Dia bertanya pada orang-orang di sekitar situ. Sebentar saja, dia sudah berdiri di sebuah rumah yang tidak begitu besar nan asri. Natale membunyikan bel yang ada di samping pintu. Tak lama seorang perempuan mengintip dari dalam rumah. Ia cuma membuka pintu yang bagian dalam.
“selamat siang, apa benar ini rumah Adrianna Fossa?”
“ya, aku sendiri. Ada perlu apa?”
“dia sangat cantik. Tapi kenapa Val sampai meninggalkan dia? Lalu dimana anaknya?” batin Natale.
“ada yang perlu kubantu?”
“ee… aku cuma ingin bertemu denganmu”
“aku tidak mengenalmu”
“aku Natale, Natale del Pierro. Aku dari Roma, teman Val” kata Natale dengan hati-hati.
Adrianna langsung menutup pintunya. Dengan sedih Natale lalu berbalik hendak pergi.
“kamu teman val?”
Natale menghentikan langkahnya dan berbalik ke Adrianna.
“iya”
“aku tidak yakin kamu teman Val. Kamu disuruh Val untuk kesini?”
“tidak. Aku liburan di Milan dan sekalian menemuimu”
“kukatakan kepadamu, nona. Tinggalkan Valentino, secepatnya. Dia bisa melakukan apa saja terhadapmu. Karena aku yakin kalau kau bukan sekedar teman dia, tapi lebih dari itu. Maaf, permisi”
Adrianna segera masuk kembali ke rumah. Di saat itulah ada seorang anak kecil mengintip dari balik pintu.
“maaf, apakah itu Christian?”
Adarianna hanya tersenyum lalu menutup pintu rumahnya.
Sewaktu di hotel, Natale hanya diam dan melamun di ranjangnya.
“aku yakin itu Christian. Anak itu lucu sekali. Dia anak Val. Kasihan Chris. Baik, mulai sekarang aku akan menjauhi Val. Aku akan melupakan dia”
1 minggu telah berlalu. Natale juga sudah kembali ke Roma.
Suatu hari dia menelpon Cindy.
“hai, Cindy. Bagaimana liburan kamu? Tentu menyenangkan, ya?”
“tentu saja, kalau kamu?”
“aku ditemani seorang guide, namanya Andre”
“oya? Dia cakep?”
“iya dong. Jadi tidak kita masuk ke Universitas Roma?”
“tentu saja, semangat sekali kamu”
“soalnya sekolah idamanku sejak aku masih kecil”
“kau sudah ketemu Val?”
“Val?”
“ya,kenapa?”
“e… tidak, belum. Dia sekarang mulai menjauhiku, entah kenapa”
“jangan dipikirkan, mungkin dia sedang sibuk. Kau sudah tahu tentang dia kan?”
“ya”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar